Kenan yang baru saja bangun dan membekap mulut Nayla seolah langsung tersadar. Mata sipitnya terbuka meski terlihat bersemu merah. Wajah Kenan semakin mendekat hingga tubuh mereka hampir merapat dan detak jantung Nayla semakin kencang saat wajah mereka sangat dekat. "Ssstttt ... nanti Lea bangun," bisik Kenan tepat di telinga Nayla. Wanita itu mengangguk meski ia sadar sedang mengatur napasnya yang masih memburu. Kenan melepaskan tangannya yang sedang membekap bibir Nayla, perlahan ia merapikan rambut Nayla. Saat ini keduanya masih sama-sama tidur menyamping. Sungguh, hal ini membuat Nayla menjadi tidak keruan akan debar yang sedang ia rasakan. "Kak, jangan macam-macam," gumam Nayla di sela mengatur debar yang semakin menjalar. Kenan tersenyum. "Untuk apa? Dengan seperti ini, pun, aku sudah bahagia. Biarkan aku menikmati wajahmu, Nay. Aku rindu saat menatap wajahmu sedekat ini," ucap Kenan pelan. Hati ingin menolak tetapi bibir enggan bersua. Seolah membiarkan tangan Kenan mema
Allea dan Nayla sama-sama beristirahat dalam kamar, Kenan juga masuk ke kamarnya yang hanya bersisian dengan kamar utama. Nayla menceritakan dongeng untuk Allea hingga akhirnya putri kecilnya tertidur pulas di pangkuannya. Merasa putrinya telah terlelap, perlahan Nayla memindahkan kepalanya ke bantal. Nayla benar-benar bersyukur melihat putri kecilnya tumbuh dengan sehat juga pintar. Tidak terasa kebersamaan dengan putri membuat dirinya tumbuh menjadi sosok yang kuat dan mandiri. Mungkin awalnya Allea bukanlah sosok anak yang didambakan kehadirannya, tetapi setelah tangisnya pecah di ruang persalinan, pada saat itu Nayla bertekad untuk selalu menjaga sekuatnya. Ia tidak ingin anaknya terluka oleh siapapun. Allea tampaknya sudah tertidur pulas, tenggorokan Nayla terasa begitu kering, ia haus dan memutuskan untuk ke dapur mengambil air minum karena gelas yang ada di nakas sudah ikut mengering. Saat Nayla berjalan keluar dari kamar, tiba-tiba ia mendengar suara gigil dari dalam kamar
Sepasang mata nyalang kini terlihat dari Rebecca. Ia begitu tidak suka melihat laki-laki yang dicintainya memeluk wanita lain. "Jadi Mas ke sini dengan dia?!" Rebecca menunjuk wajah Nayla. "Maksudnya?" Kenan tidak mengerti. "Kata Mama, Mas ke sini untuk urusan kerja. Makanya aku datang ke sini untuk memberikan surprise buat Mas, tapi ternyata malah aku yang Mas kasih kejutan menyakitkan!" Rebecca terlihat marah dan kecewa. Kenan memang bicara pada ibunya ke Puncak Bogor sambil bekerja dan Kenan memang sengaja tidak memberitahunya. "Mbak, ini enggak seperti apa yang Mbak liat. Kami enggak ngapa-ngapain," ucap Nayla di tengah-tengah perdebatan Rebecca dan Kenan.Rebecca tersenyum sarkas. "Diam, kamu cewek murahan! Sudah tertangkap basah masih mau ngeles, hah?!" Rebecca menyorot tajam pada Nayla. "Jaga bicaramu, Rebecca!" Kenan tidak suka mendengar ada orang yang menjelekkan Nayla, siapapun itu. Rebecca tersenyum sarkas pada Kenan. Namun, ia juga takut kehilangan laki-laki yang ia
Kenan memutuskan untuk pulang malam. Ia sudah menyuruh Nayla untuk membereskan barang bawaannya. Suasana di vila sudah tidak enak semenjak ada Rebecca."Kak, kenapa harus mendadak seperti ini? Kita masih ada waktu libur," kata Nayla. "Aku sudah muak dengan Rebecca, Nay. Baru saja dia berada di sini berapa jam, sudah bikin moodku hancur. Bagaiman kalau masih berhari-hari?" Nayla terdiam dan merasa bersalah. "Maaf, ya? Lain kali kita berlibur lagi dan aku harap kita nanti sudah menjadi suami istri," ucap Kenan sambil memegang kedua bahu Nayla. **Awalnya Allea menolak untuk pulang malam ini. Anak kecil itu seperti sudah betah di vila Kenan. Namun, setelah Nayla memberikan pengertian akhirnya ia mau menurut juga. "Kenap kamu di sini?" tanya Kenan saat Rebecca duduk di sampingnya. "Lalu? Aku harus di belakang dan membiarkan dia duduk di sampingmu, Mas?" Sepasang mata Rebecca membulat. "Ah, tentu saja karena dia kekasi––" ucap Kenan terhenti saat Nayla menyela. "Kaaaak, udahlah, mas
Sekitar satu Minggu Nayla mempersiapkan toko kuenya. Ia sudah membeli perlengkapan pembuat kue serta bahan-bahan yang telah disimpan di toko. Belum lengkap tetapi sudah cukup untuk modal awal membuka usaha. "Mulai besok pagi kita udah buka toko, ya, Bi?" ucap Nayla pada Inah. "Iya, Non. Bismillah aja, pasti Non Nayla sukses, Bibi yakin itu!" Inah memberikan support untuk sang majikan. Nayla tersenyum dan meraih tangan pembantunya. "Ini semua karena Bibi juga, aku berani ambil langkah baru untuk usahaku." Nayla dan Inah sama-sama tersenyum sebelum mereka memutuskan untuk beristirahat malam ini. Malam semakin larut, langit hitam menyelimuti bumi seraya angin malam yang berembus pada ventilasi seolah mengusap pipi yang tidak tertutupi selimut. Selimut memeluk hangat tubuh insan yang sedang terlelap. Esok pagi akan memulai mencari rezeki dan Nayla benar-benar hanya bermodalkan keyakinan serta barang-barang seadanya. Ia meyakini dengan langkah kecil akan membawa dampak besar untuk ke
"Lepasin, Paaa ...." lirih Rebecca setengah memohon. Bukannya merasa iba, Yoga malah menatap semakin dalam pada bagian tubuh Rebecca. Akan tetapi Yoga begitu pintar membuat Rebecca merasa dispesialkan melalui sentuhan-sentuhan lembut yang semakin intim. "Percayalah, setelah ini kamu akan mendapatkan Kenan misalkan hamil. Bukankah dia tidak sadar akan tindakannya dulu padamu?" bisik Yoga. Awalnya Rebecca risih dengan sentuhan-sentuhan dari tangan dan bibir Yoga, tetapi laki-laki paruh baya itu terlalu pandai dan berpengalaman menjinakkan perempuan.Sepasang mata Rebecca kini terpejam seolah sedang merasakan sensasi sentuhan dari Yoga. Dengan sigap Yoga membopong tubuh sintal Rebecca ke atas ranjang, lalu direbahkan. "Pa, aku takut," ucap Rebecca sambil memegang lengan Yoga. Lelaki paruh baya itu kembali tersenyum. "Percayalah, kamu akan menyukainya, Sayang." Yoga perlahan meraih kedua tangan Rebecca dan bodohnya wanita itu menurut saja hingga akhirnya ia tidak dapat mengelak kal
Bunyi ponsel Kenan terputus. Nayla menjadi khawatir setelah ponsel Kenan malah tidak dapat dihubungi. Ia langsung mengambil jaket dan dompet serta ponsel yang sudah ada di tangannya. "Bi!" Nayla mengetuk pintu kamar Inah. "Iya, Non?" jawab Inah setelah membukakn pintu. "Tolong titip Lea, ya? Saya ada keperluan di luar," terang Nayla yang terlihat buru-buru. Inah mengangguk, bahkan sebelum ia menjawab Nayla sudah berjalan cepat ke arah pintu sambil memesan taksi online karena sudah malam.Nayla terlihat mondar-mandir di luar gerbang. Untung saja tidak sampai sepuluh menit, taksi yang ia pesan sudah datang. Cepat-cepat ia masuk mobil. "Jalan, Pak!" pinta Nayla pada sopir taksi. Sementara Nayla sedang berada di perjalanan, di sisi lain ada Kenan yang sedang adu mulut dengan pengguna jalan lain. "Kalau jalan hati-hati, lihat itu, bodi mobil saya hancur!" Kenan terlihat tidak terima dengan si pengguna jalan lain yang telah menabrak mobilnya. "Siapa suruh mobil nya berenti di situ?"
Sepanjang jalan pikiran Kenan masih terbayang Nayla. Bibirnya tersenyum manis ketika membayangkan kecupan Nayla di pipinya. Hingga tidak terasa mobil sudah terparkir di pekarangan rumah. Kenan turun dari mobil, melenggang dengan santai menuju rumah. Bahkan memijit bel rumah pun dengan bibir yang tersenyum semringah. "Malam, Tuan," sapa asisten rumah saat membukakan pintu. Kenan hanya tersenyum kemudian melangkah masuk. "Maaf, Tuan. Tuan mau saya sediakan apa untuk makan malam?" Asisten rumah tangganya kembali bertanya. Namun, belum juga Kenan menjawab sudah diselang oleh Rebecca. "Biar sama aku aja, Bi," serobot Rebecca. "Bibi ke belakang aja, istirahat kalau perlu!" Melihat Rebecca yang bicara terus membuat Kenan muak. Untung saja hatinya sedang bahagia malam ini."Mas, kamu mau makan apa?" tanya Rebecca pada Kenan. Sebelum Kenan menjawab matanya malah terfokus pada leher putih Rebecca. "Apa itu?" tanya Kenan sambil menunjuk leher Rebecca. Tanda merah kecil terlihat di leher
Polisi itu kembali menceritakan bahwa yang melakukan semua itu sang sopir yang saat ini sudah dibawa ke mobil polisi di depan rumahnya tanpa perlawanan karena sudah mengakui kesalahannya. Ia diiming-imingi uang oleh Yoga saat ia benar-benar membutuhkan uang tersebut hingga akhirnya ia tergiur dan mau melakukan tindak kriminal tersebut. "Saya semakin pusing!" Kinan memegang kepalanya yang terasa begitu nyeri. "Tidak! Eko berbohong! Aku tidak pernah menyuruhnya. Ini hanya fitnah semata!" Yoga yang baru ke ruang tamu langsung membantah pernyataan kepolisian tentang sopir Kinan bernama Eko telah memfitnahnya. "Semua bisa jawab di kantor, Pak. Mari, ikut kami," pinta salah satu polisi yang dibantah Yoga. Ia tidak mau ikut bersama petugas polisi. Sempat terjadi perseteruan karena Yoga berontak, tetapi ia kalah karena ternyata petugas polisi lebih banyak di luar sana yang akhirnya masuk untuk membantu meringkus Yoga. "Sayang, percaya aku. Aku tidak mungkin melakukan ini. Tolong aku, Saya
Setelah seluruh pekerja di toko kue Nayla pulang. Keadaan kembali sepi, tetapi tidak mengurangi kehangatan yang ada. Malah semakin terasa hangat dan syahdu ketika Kenan sudah sadar. "Kamu tidur, Sayang. Besok, kan, sekolah," titah Nayla pada putrinya. Allea mengangguk. Ia kembali ke sofa dan menarik selimut hangat setelah mencium pipi ibu dan ayahnya bergantian. "Ah, sepertinya kamu mau agar kita berduaan," goda Kenan pada istrinya. "Kamu juga tidur, Kak." Nayla menarik selimut Kenan. "Jangan ge'er begitu bilang ingin berduaan. Aku ingin kamu cepet sehat," lanjut Nayla dengan seulas senyuman."Kamu mau ke mana?" tanya Kenan. Ia menarik tangan istrinya saat Nayla beranjak dari tempat duduknya. "Rehat, lah. Apalagi?" "Di sini aja," ucap Kenan sambil menyibak selimut yang membalut tubuhnya. Nayla tersenyum. "Ada-ada aja, gak muat lah, apalagi badanku sudah mulai gendut." "Tapi aku rindu." "Makanya cepet sehat, biar nanti tidur seranjang lagi!" "Ya udah, ayok, pulang sekarang!"
Baru saja dua hari Kinan memberikan ijin pada Rebecca untuk tetap tinggal di rumahnya, ia sudah berani memamerkan kemesraannya pada Kinan meski sepertinya Yoga terus menghindar. "Sayang, kamu kenapa, sih? Bayi kita ingin terus dekat sama kamu," ucap Rebecca manja yang membuat Kinan muak saat berada di ruang makan. Gimana bisa bergerak? Usia kehamilan segitu baru berbentuk gumpalan darah saja belum ada nyawanya!Batin Kinan berbicara kesal mendengar Rebecca manja seperti itu. Ini sudah jadi risiko Kinan yang memberikan kesempatan pada sang suami karena ia juga harus siap kalau sampai terbukti bayi itu memang merupakan darah daging Yoga. "Sus, antar aku ke kamar!" pinta Kinan kesal. "Baik, Nyonya." Suster Rani mulai menarik kursi roda sang majikan agar bisa jauh dari meja makan. "Makananmu belum habis, Sayang!" Yoga menyahut, tetapi Kinan tidak menggubris. Rebecca melihat wajah Yoga dengan sorot mata memandangnya sinis dan cukup membuatnya takut. "Sini, kamu!" sentak Yoga saat Ki
Saat ini Yoga dan Rebecca sudah ada di dalam kamar Kinan. Keadaan hening sejenak saat Kinan menatap suami dan selingkuhannya bergantian. "Pokoknya aku menuntut tanggung jawabmu, Mas! Tidak mungkin aku pulang dengan keadaan seperti ini," ucap Rebecca. "Aku tidak ingin kehilangan istriku demi kamu!" Yoga menolak. Rebecca tersenyum getir. "Untuk apa? Bukankah istrimu saja tidak dapat memberikan kepuasan untukmu? Apalagi saat ini lumpuh, pasti semakin malas untuk melayanimu," ucap Rebecca. "Jaga mulutmu!" ucap Yoga setelah menampar pipi Rebecca. "Sebaiknya kamu pergi dari sini sekarang juga!" Yoga menunjuk pintu kamar Kinan, menyuruh Rebecca untuk meninggalkan kamar bahkan rumah mereka. "Enggak!" Rebecca bersikeras menolak. "Cukup!" Kinan menyela perdebatan mereka. Saat ini Yoga dan Rebecca yang sedang ribut beralih menatap Kinan yang duduk di ranjangnya. "Aku sudah memutuskan kalau Rebecca akan tetap di sini hingga bayinya lahir. Misalkan terbukti itu anakmu, maka kamu harus meni
Sudah jam delapan malam tetapi Kinan belum juga pulang dan hal ini membuat Yoga khawatir karena ia mengetahui kalau harusnya hari ini Kinan sudah pulang dari rumah sakit. Tidak ingin ada hal buruk yang terjadi pada sang istri, ia pun langsung meluncur ke rumah sakit dengan mobilnya sendiri. Mobil berjalan di bawah langit gelap yang disertai gerimis kecil serta kilatan-kilat kecil sepertinya sebentar lagi hujan akan turun. Kini mobil telah terhenti di parkiran rumah sakit dan ia pun keluar dari mobilnya menuju kamar inap sang istri. Namun, alangkah terkejutnya ketika di dalam ruangan malah terisi orang lain. "Siapa kamu? Masuk tanpa permisi, tidak sopan!" Seorang perempuan yang terbaring di bad mencaci kesal pada Yoga. "Astaga! Maaf, Nyonya. Sepertinya saya salah kamar. Satu kali lagi, maaf, maafkan saya salah memasuki ruangan," ucap Yoga merasa tidak enak pada orang tersebut. Untung saja pasien itu tidak memperkarakan ia pada pihak rumah sakit. Yoga masih berdiri di depan pintu d
"Lea? Kamu kenapa?" Bak menjelma seorang pahlawan Doni muncul di samping Allea yang sedang menangis. Allea baru sadar kalau ada Doni di sampingnya. Ia langsung mengusap air mata di pipinya. Namun, belum juga Allea menjawab Rey sudah memanggil namanya. "Lele!" Doni dan Allea kini menoleh ke belakang dan di sana ada Rey yang berlari mendekati sepasang muda-mudi yang berdiri di trotoar. "Kamu salah paham, Le." Rey mencoba menjelaskan. "Salah paham apa, sih, Kak? Kurang jelas apa lagi coba saat Kakak pegangan tangan sama dia? Lagian aku juga bukan siapa-siapa Kakak, jadi bebas kalau Kakak mau ngapain sama dia atau bahkan siapapun!"Rey tahu kalau sesungguhnya Allea sedang cemburu padanya. Namun, ia bingung menjelskan hal yang sesungguhnya apalagi di sampingnya ada laki-laki yang jelas-jelas suka padanya. "Sekali pembohong tetap akan jadi pembohong, Allea. Ngapain juga dipercaya? Mending ikut aku aja, yok!" Doni memegang tangan Allea. Allea memang masih kecil untuk memahami apa yang
Toko kue Kinan semakin ramai dan Rey kembali ditugaskan sebagai kepala toko karena memang Nayla sudah tidak dapat mengontrol bahkan konsentrasinya hanya tertuju pada sang suami yang masih belum sadar dari koma. Apalagi saat ini akan dilakukannya operasi pengambilan darah yang membeku di otak Kenan. "Selamat pagi semuanya ...." ucap Rey saat ia mengumpulkan karyawan dan karyawati di toko. "Maaf sebelumnya kalau kemarin-kemarin saya tidak full di sini karena memang diminta oleh Ibu Nayla untuk menjaga suaminya––Pak Kenan. Di sini saya mau minta keikhlasan dari temen-temen semuanya untuk mendoakan kesembuhan Pak Kenan yang hingga detik ini masih koma, bahkan saya mendengar kabar kalau hari ini beliau akan dioperasi. Jadi, sudi kiranya temen-temen untuk mendoakan beliau." Hening kemudian semua ikut mengangguk. "Baiklah, berdoa sesuai dengan keyakinan masing-masing dan untuk berdoa dimulai!" Kenan dan yang lainnya berdoa dalam hati dengan begitu khusuk. "Selesai!" Rey mengakhiri. "Teri
Pagi, sekitar pukul tujuh Nayla memutuskan untuk menengok ibu mertuanya setelah Rey datang ke rumah sakit yang Nayla minta untuk menjaga suaminya. "Pagi, Tant ...." sapa Reynand."Pagi, Rey. Maaf saya merepotkan. Bisa tolong jaga suami saya, kan? Saya akan ke Rumah Sakit Manuela," ucap Nayla yang telah membawa tas. "Loh, siapa yang sakit, Tant?" "Ibu mertua saya." "Astaga! Apa pun sakitnya semoga beliau cepat kembali sehat, Tant." Nayla tersenyum. "Aamiin ... makasih doa-doanya, Rey. Kalau begitu saya berangkat sekarang, ya?" Nayla berpamitan. "Iya, Tant. Hati-hati," ucap Rey ketika Nayla hendak pergi. Sementara Allea hanya tersenyum-senyum saat melihat Reynand.Nayla dan Allea melesat diantar oleh sopir pribadinya dengan rute menuju sekolah Allea dulu yang lebih dekat. "Hati-hati, ya, Sayang?" ucap Nayla pada putrinya. "Mommy juga hati-hati, ya? Jaga calon adik aku," pinta Allea sambil mengusap perut Nayla. Nayla tersenyum saat Allea melambaikan tangannya setelah berada di l
"Mas?" Sepasang mata Rebecca membulat ketika Yoga menampar pipinya. "Kau!" Yoga menunjuk wajah Rebecca kesal."Mas tega nampar aku?" Rebecca masih belum percaya apa yang diperlakukan Yoga padanya karena dalam benaknya lelaki yang ada di sampingnya memang rela berkorban dan memiliki rasa yang tulus untuknya."Awas!" Yoga mendorong tubuh Rebecca dan ia memunguti pakaian yang berserakan di lantai serta langsung berjalan ke kamar mandi."Mas, Mas mau ke mana?" Rebecca berteriak ketika Yoga hendak ke luar dari kamarnya. "Mas Yoga! Kamu bener-bener jahat!" pekiknya saat Yoga benar-benar pergi dari kamarnya. Yoga tidak memedulikan teriakan dari Rebecca ia berjalan menuju kamar Kinan yang ternyata dikunci. "Sayang? Buka, Yang!" Yoga mengetuk pintu kamar Kinan. Suster Rani hendak membukanya, tetapi Kinan melarang. "Biarkan dia begitu, Sus. Aku tidak ingin melihat wajahnya!" ketus Kinan menahan amarah.Kinan memilih tidur sedangkan Yoga masih berusaha memanggil nama istrinya disertai deng