Kenan menyipitkan mata saat melihat wanita yang ada di hadapannya. Aku pernah melihatnya, tapi di mana? Batin Kenan sambil mengingat-ingat wajah wanita itu. "Kamu Yang waktu itu di bar, kan?" tanya wanita itu, tetapi Kenan sepertinya tidak mengingatnya. "Skip, kamu pacarnya Nayla, kan?" ucap wanita itu lagi. "Nah, dari mana kamu tau?" tanya Kenan. "Oh, iya. Kamu pasti temannya Nayla di tempat kerja, ya?" sambung Kenan. Setelah keduanya saling mengingat barulah suasana sedikit mencair, tidak kaku seperti di awal mereka berkomunikasi. Namun, wanita yang bernama Olivia harus bergegas pergi karena sudah ada janji dengan seseorang. "Maaf, ya, aku tidak bisa dengerin cerita kamu. Semoga––" ucap Olivia terhenti karena ponselnya berdering. Olivia terburu-buru meraih ponsel yang ada di tasnya. Ia membuka kunci layar screen ponsel dan ternyata ada pesan singkat dari orang yang sudah berjanjian dengannya. Ternyata orang tersebut berhalangan hadir menjadikan pertemuannya dengan Olivia harus
Satu Minggu berlalu setelah peristiwa Rebecca tidur dengan Kenan yang menjadikan laki-laki itu semakin dingin bahkan tidak ingin berdekatan pada Rebecca. Hal ini menumbuhkan pertanyaan pada Kinan tentang Kenan yang samasekali tidak mau berdekatan dengan wanita pilihannya. "Aku berangkat, Ma!" ucap Kenan pada Kinan. "Sarapan dulu, Ken.""Enggak, Ma. Aku ada meeting penting tidak boleh telat masuk kantor." "Tapi ini masih pagi banget, loh, Ken." Kenan tidak menjawab, hanya mencium pucuk kepala Kinan, lalu pergi. Kebisuan Kenan membuat Rebecca menjadi takut akan kehilangan. Ia juga tidak berani mengakui perbuatan kotornya pada Kinan. Hanya dapat memendam, tetapi tidak ingin kehilangan Kenan. Kinan yang sudah ada di rumah sejak satu hari yang lalu merasa heran dengan Kenan dan juga Rebecca. Seperti ada sesuatu tapi entah itu apa. Hingga akhirnya dengan hati-hati ia bertanya pada Rebecca tentang apa yang terjadi di rumahnya saat ia berada di luar kota. Mendengar pertanyaan Kinan, Reb
Langit sudah berubah gelap, Kenan memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah. Hanya sekitar dua puluh menit Kenan berhasil memarkirkan mobilnya di halaman rumah. Kenan nampak terburu-buru berjalan menuju pintu dan saat ini ia melihat kegelisahan bahkan air mata yang jatuh di pipi Kinan. "Sebenarnya apa yang terjadi, Ma?" tanya Kenan pada ibunya. "Ini semua gara-gara kamu! Dia pergi karena kamu cuekin, kan? Kenapa kamu begitu sama dia, Ken?" tanya Kinan dengan ekspresi kesal. Kenan membisu. Ia bingung harus menerangkan apa pada ibunya. Tidak mungkin juga peristiwa malam itu diceritakan pada sang ibu. Ia pasti akan kecewa mendengar pengakuan yang sesungguhnya ia tidak pernah merasa melakukannya, hanya saja apa yang dapat ia buktikan kalau apa yang dikatakannya itu benar? Karena semua bukti seolah nyata terjadi. Di mana Kenan dan Rebecca tidur dalam satu selimut yang sama, bahkan mereka hanya mengenakan pakaian dalam saja. "Coba jelasin sama Mama, Ken!" pinta Kinan dengan w
Kinan tidak dapat bicara, tetapi Kenan terus saja mendesak agar ibunya mau menceritakan hal yang menyebabkan dirinya merahasiakan hal besar seperti ini. "Oh, rupanya perempuan itu telah memberitahumu, Ken?" Seringai Kinan saat menatap putranya. "Katakan saja alasan Mama! Apa yang melandasi Mama sampai tega memisahkan aku dengan anakku?" Kenan menatap tajam ibunya, lalu tersenyum. "Dia itu cucunya Mama, loh! Dan dia tumbuh menjadi anak yang cantik tanpa aku rawat. Aku menyesal, Ma. Aku menyesal karena harus kehilangan momen di mana ia bayi dulu. Karena yang aku lihat ia sudah tumbuh menjadi gadis kecil yang cantik, bukan lagi sosok bayi." Kenan bercerita dengan segala kekesalannya pada sang ibu. Kinan yang mendengar cerita Kenan menjadi membisu. Ia bingung karena putranya ternyata telah mengetahui cerita yang sebenarnya. "Ternyata perempuan itu mengingkari janjinya." Seringai Kinan lagi. Ia kesal harus kembali mengingat dan membayangkan wajah Nayla. "Siapa? Nayla? Dia berjanji apa
Seketika semua orang tertuju pada Allea yang menangis karena tidak mau maju ke depan kelas untuk diberikan penghargaan dari sekolah, bukan hanya pengasuhnya saja yang mencoba membujuknya tetapi bocah tersebut masih tidak mau untuk ikut berjajar dengan murid berprestasi lainnya. "Ya sudah, tolong wakilkan sama Ibu saja," kata wali kelas Allea. "Baik, Bu," ucap Inah yang kemudian ikut berbaris di depan kelas bersama kedua murid berprestasi serta orang tua mereka. Pemberian hadiah diberikan dari juara tiga terlebih dahulu, lalu ke juara dua dan terakhir untuk juara satu diwakilkan oleh Inah yang sudah berdiri di depan kelas. Bahkan wali kelas Allea sudah memegang piala dan bingkisan untuk sang juara. "Tunggu!!!" Suara bariton menggema yang menjadi perhatian. "Uncle?" gumam Allea. Kini semu mata tertuju pada laki-laki yang membawakan buket boneka, permen dan cokelat yang lucu. Ia tersenyum pada wali kelas Allea untuk meminta ijin masuk, kemudian berjalan menuju gadis kecil yang seper
Kenan memberikan Allea pada Inah supaya digendong. Sementara ia berlari meraih tubuh Nayla yang tergolek di lantai. "Nay? Nayla? Kamu kenapa?" Kenan mencoba menepuk-nepuk pipi Nayla perlahan, tetapi wanita itu masih memejamkan matanya rapat-rapat dan tidak menunjukkan reaksi apa-apa. Tentu saja Kenan menjadi panik, tanpa memikirkan apa-apa lagi ia menggendong tubuh Nayla dan merebahkannya di kasur. Sementara Inah mendudukkan Allea di dekat ibunya untuk ia tinggal mengambil kotak P3K. "Mom? Mommy, bangun, Mom." Allea membangunkan ibunya bersama air mata yang tertumpah. "Ini kotak P3K-nya, Tuan, di sana ada minyak angin yang mungkin bisa membantu untuk menyadarkan Non Nayla dari pingsannya," ujar Ijah setelah memberikan kotak itu pada Kenan. "Makasih, Bi." Kenan mengambil minyak angin tersebut di dalam kotak P3K. Perlahan ia membubuhkannya pada secarik kain kecil, lalu mendekatkan pada hidung Nayla. Bersyukur Nayla siuman, Kenan dan Allea menyunggingkan senyum menyambut kesadaran
Kenan merencanakan berlibur dengan Nayla dan Allea ke Puncak Bogor. Ia mempersiapkan segalanya termasuk urusan kantor yang diserahkan pada asistennya di kantor, tetapi ia tidak lepas dari tanggung jawab, Kenan masih membawa laptop untuk mengerjakan tugas kantor melalui internet. Tentu saja Allea senang karena akan berlibur ketika kenaikan kelas. Apalagi ia mendapat juara satu di kelasnya sehingga membuat Nayla dan Kenan semakin bangga memilikinya. Ia anugerah yang tidak diinginkan oleh sang nenek, tetapi ia begitu disambut baik oleh kedua orangtuanya. Mungkin ia bagaikan noda, tetapi noda yang menciptakan banyak warna dalam hidup. Noda yang memberikan banyak pelajaran untuk menjadi lebih baik lagi. Malam tiba. Nayla berangkat ke bar setelah Allea terlelap. Seperti biasanya ia mencium kening putrinya sebelum bekerja. Sudah lebih dari enam tahun Nayla tidak bisa tidur menemani putrinya. Mungkin bisa dihitung memakai jari ketika ia menemani tidur putrinya karena Nayla lebih sering masu
Setelah perbincangan panjang lebar bersama Madam Sahara, akhirnya Nayla sekalian pamit meminta ijin untuk beberapa hari tidak masuk kerja. Ini kali pertama ia meminta libur cukup panjang setelah lebih dari enam tahun bekerja di bar. "Oke, saya ijinkan. Selamat bersenang-senang, Nay. Tidak usah memikirkan hal lain, cukup pikirkan keinginan dan masa depanmu," ucap Madam Sahara. *** Fajar telah bangkit dari peraduannya, menggantikan eksistensi rembulan yang sudah lelah menjelang pagi. Bersama warna kuning keemasan sang fajar memeluk bumi. Inah sudah menyiapkan keperluan apa saja yang dibutuhkan oleh majikannya. Ia terlihat mengecek ulang agar semua yang ditulis oleh Nayla sudah ada dalam koper. Sedangkan Nayla sibuk membangunkan Allea. "Ayo, Sayang. Hari ini kita akan jalan-jalan," ucap Nayla membangunkan putri kecilnya. "Mataku masih ngantuk, Mom," kilah Allea. "Kita mau pergi ke mana si? Kok, pagi banget," keluh Allea. "Nanti Lea tau, pokoknya pemandangannya indah, Lea pasti suka
Polisi itu kembali menceritakan bahwa yang melakukan semua itu sang sopir yang saat ini sudah dibawa ke mobil polisi di depan rumahnya tanpa perlawanan karena sudah mengakui kesalahannya. Ia diiming-imingi uang oleh Yoga saat ia benar-benar membutuhkan uang tersebut hingga akhirnya ia tergiur dan mau melakukan tindak kriminal tersebut. "Saya semakin pusing!" Kinan memegang kepalanya yang terasa begitu nyeri. "Tidak! Eko berbohong! Aku tidak pernah menyuruhnya. Ini hanya fitnah semata!" Yoga yang baru ke ruang tamu langsung membantah pernyataan kepolisian tentang sopir Kinan bernama Eko telah memfitnahnya. "Semua bisa jawab di kantor, Pak. Mari, ikut kami," pinta salah satu polisi yang dibantah Yoga. Ia tidak mau ikut bersama petugas polisi. Sempat terjadi perseteruan karena Yoga berontak, tetapi ia kalah karena ternyata petugas polisi lebih banyak di luar sana yang akhirnya masuk untuk membantu meringkus Yoga. "Sayang, percaya aku. Aku tidak mungkin melakukan ini. Tolong aku, Saya
Setelah seluruh pekerja di toko kue Nayla pulang. Keadaan kembali sepi, tetapi tidak mengurangi kehangatan yang ada. Malah semakin terasa hangat dan syahdu ketika Kenan sudah sadar. "Kamu tidur, Sayang. Besok, kan, sekolah," titah Nayla pada putrinya. Allea mengangguk. Ia kembali ke sofa dan menarik selimut hangat setelah mencium pipi ibu dan ayahnya bergantian. "Ah, sepertinya kamu mau agar kita berduaan," goda Kenan pada istrinya. "Kamu juga tidur, Kak." Nayla menarik selimut Kenan. "Jangan ge'er begitu bilang ingin berduaan. Aku ingin kamu cepet sehat," lanjut Nayla dengan seulas senyuman."Kamu mau ke mana?" tanya Kenan. Ia menarik tangan istrinya saat Nayla beranjak dari tempat duduknya. "Rehat, lah. Apalagi?" "Di sini aja," ucap Kenan sambil menyibak selimut yang membalut tubuhnya. Nayla tersenyum. "Ada-ada aja, gak muat lah, apalagi badanku sudah mulai gendut." "Tapi aku rindu." "Makanya cepet sehat, biar nanti tidur seranjang lagi!" "Ya udah, ayok, pulang sekarang!"
Baru saja dua hari Kinan memberikan ijin pada Rebecca untuk tetap tinggal di rumahnya, ia sudah berani memamerkan kemesraannya pada Kinan meski sepertinya Yoga terus menghindar. "Sayang, kamu kenapa, sih? Bayi kita ingin terus dekat sama kamu," ucap Rebecca manja yang membuat Kinan muak saat berada di ruang makan. Gimana bisa bergerak? Usia kehamilan segitu baru berbentuk gumpalan darah saja belum ada nyawanya!Batin Kinan berbicara kesal mendengar Rebecca manja seperti itu. Ini sudah jadi risiko Kinan yang memberikan kesempatan pada sang suami karena ia juga harus siap kalau sampai terbukti bayi itu memang merupakan darah daging Yoga. "Sus, antar aku ke kamar!" pinta Kinan kesal. "Baik, Nyonya." Suster Rani mulai menarik kursi roda sang majikan agar bisa jauh dari meja makan. "Makananmu belum habis, Sayang!" Yoga menyahut, tetapi Kinan tidak menggubris. Rebecca melihat wajah Yoga dengan sorot mata memandangnya sinis dan cukup membuatnya takut. "Sini, kamu!" sentak Yoga saat Ki
Saat ini Yoga dan Rebecca sudah ada di dalam kamar Kinan. Keadaan hening sejenak saat Kinan menatap suami dan selingkuhannya bergantian. "Pokoknya aku menuntut tanggung jawabmu, Mas! Tidak mungkin aku pulang dengan keadaan seperti ini," ucap Rebecca. "Aku tidak ingin kehilangan istriku demi kamu!" Yoga menolak. Rebecca tersenyum getir. "Untuk apa? Bukankah istrimu saja tidak dapat memberikan kepuasan untukmu? Apalagi saat ini lumpuh, pasti semakin malas untuk melayanimu," ucap Rebecca. "Jaga mulutmu!" ucap Yoga setelah menampar pipi Rebecca. "Sebaiknya kamu pergi dari sini sekarang juga!" Yoga menunjuk pintu kamar Kinan, menyuruh Rebecca untuk meninggalkan kamar bahkan rumah mereka. "Enggak!" Rebecca bersikeras menolak. "Cukup!" Kinan menyela perdebatan mereka. Saat ini Yoga dan Rebecca yang sedang ribut beralih menatap Kinan yang duduk di ranjangnya. "Aku sudah memutuskan kalau Rebecca akan tetap di sini hingga bayinya lahir. Misalkan terbukti itu anakmu, maka kamu harus meni
Sudah jam delapan malam tetapi Kinan belum juga pulang dan hal ini membuat Yoga khawatir karena ia mengetahui kalau harusnya hari ini Kinan sudah pulang dari rumah sakit. Tidak ingin ada hal buruk yang terjadi pada sang istri, ia pun langsung meluncur ke rumah sakit dengan mobilnya sendiri. Mobil berjalan di bawah langit gelap yang disertai gerimis kecil serta kilatan-kilat kecil sepertinya sebentar lagi hujan akan turun. Kini mobil telah terhenti di parkiran rumah sakit dan ia pun keluar dari mobilnya menuju kamar inap sang istri. Namun, alangkah terkejutnya ketika di dalam ruangan malah terisi orang lain. "Siapa kamu? Masuk tanpa permisi, tidak sopan!" Seorang perempuan yang terbaring di bad mencaci kesal pada Yoga. "Astaga! Maaf, Nyonya. Sepertinya saya salah kamar. Satu kali lagi, maaf, maafkan saya salah memasuki ruangan," ucap Yoga merasa tidak enak pada orang tersebut. Untung saja pasien itu tidak memperkarakan ia pada pihak rumah sakit. Yoga masih berdiri di depan pintu d
"Lea? Kamu kenapa?" Bak menjelma seorang pahlawan Doni muncul di samping Allea yang sedang menangis. Allea baru sadar kalau ada Doni di sampingnya. Ia langsung mengusap air mata di pipinya. Namun, belum juga Allea menjawab Rey sudah memanggil namanya. "Lele!" Doni dan Allea kini menoleh ke belakang dan di sana ada Rey yang berlari mendekati sepasang muda-mudi yang berdiri di trotoar. "Kamu salah paham, Le." Rey mencoba menjelaskan. "Salah paham apa, sih, Kak? Kurang jelas apa lagi coba saat Kakak pegangan tangan sama dia? Lagian aku juga bukan siapa-siapa Kakak, jadi bebas kalau Kakak mau ngapain sama dia atau bahkan siapapun!"Rey tahu kalau sesungguhnya Allea sedang cemburu padanya. Namun, ia bingung menjelskan hal yang sesungguhnya apalagi di sampingnya ada laki-laki yang jelas-jelas suka padanya. "Sekali pembohong tetap akan jadi pembohong, Allea. Ngapain juga dipercaya? Mending ikut aku aja, yok!" Doni memegang tangan Allea. Allea memang masih kecil untuk memahami apa yang
Toko kue Kinan semakin ramai dan Rey kembali ditugaskan sebagai kepala toko karena memang Nayla sudah tidak dapat mengontrol bahkan konsentrasinya hanya tertuju pada sang suami yang masih belum sadar dari koma. Apalagi saat ini akan dilakukannya operasi pengambilan darah yang membeku di otak Kenan. "Selamat pagi semuanya ...." ucap Rey saat ia mengumpulkan karyawan dan karyawati di toko. "Maaf sebelumnya kalau kemarin-kemarin saya tidak full di sini karena memang diminta oleh Ibu Nayla untuk menjaga suaminya––Pak Kenan. Di sini saya mau minta keikhlasan dari temen-temen semuanya untuk mendoakan kesembuhan Pak Kenan yang hingga detik ini masih koma, bahkan saya mendengar kabar kalau hari ini beliau akan dioperasi. Jadi, sudi kiranya temen-temen untuk mendoakan beliau." Hening kemudian semua ikut mengangguk. "Baiklah, berdoa sesuai dengan keyakinan masing-masing dan untuk berdoa dimulai!" Kenan dan yang lainnya berdoa dalam hati dengan begitu khusuk. "Selesai!" Rey mengakhiri. "Teri
Pagi, sekitar pukul tujuh Nayla memutuskan untuk menengok ibu mertuanya setelah Rey datang ke rumah sakit yang Nayla minta untuk menjaga suaminya. "Pagi, Tant ...." sapa Reynand."Pagi, Rey. Maaf saya merepotkan. Bisa tolong jaga suami saya, kan? Saya akan ke Rumah Sakit Manuela," ucap Nayla yang telah membawa tas. "Loh, siapa yang sakit, Tant?" "Ibu mertua saya." "Astaga! Apa pun sakitnya semoga beliau cepat kembali sehat, Tant." Nayla tersenyum. "Aamiin ... makasih doa-doanya, Rey. Kalau begitu saya berangkat sekarang, ya?" Nayla berpamitan. "Iya, Tant. Hati-hati," ucap Rey ketika Nayla hendak pergi. Sementara Allea hanya tersenyum-senyum saat melihat Reynand.Nayla dan Allea melesat diantar oleh sopir pribadinya dengan rute menuju sekolah Allea dulu yang lebih dekat. "Hati-hati, ya, Sayang?" ucap Nayla pada putrinya. "Mommy juga hati-hati, ya? Jaga calon adik aku," pinta Allea sambil mengusap perut Nayla. Nayla tersenyum saat Allea melambaikan tangannya setelah berada di l
"Mas?" Sepasang mata Rebecca membulat ketika Yoga menampar pipinya. "Kau!" Yoga menunjuk wajah Rebecca kesal."Mas tega nampar aku?" Rebecca masih belum percaya apa yang diperlakukan Yoga padanya karena dalam benaknya lelaki yang ada di sampingnya memang rela berkorban dan memiliki rasa yang tulus untuknya."Awas!" Yoga mendorong tubuh Rebecca dan ia memunguti pakaian yang berserakan di lantai serta langsung berjalan ke kamar mandi."Mas, Mas mau ke mana?" Rebecca berteriak ketika Yoga hendak ke luar dari kamarnya. "Mas Yoga! Kamu bener-bener jahat!" pekiknya saat Yoga benar-benar pergi dari kamarnya. Yoga tidak memedulikan teriakan dari Rebecca ia berjalan menuju kamar Kinan yang ternyata dikunci. "Sayang? Buka, Yang!" Yoga mengetuk pintu kamar Kinan. Suster Rani hendak membukanya, tetapi Kinan melarang. "Biarkan dia begitu, Sus. Aku tidak ingin melihat wajahnya!" ketus Kinan menahan amarah.Kinan memilih tidur sedangkan Yoga masih berusaha memanggil nama istrinya disertai deng