Alexa mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja kaca. Saat ini ia tengah berada di ruang kerja Om Bima. Menunggu kedatangan pengacara sekaligus sahabat lama papanya. Alexa menguap lebar. Semalaman berpikir membuatnya terus terjaga. Ia tidak bisa memicingkan mata, sebelum masalah sebenarnya ia ketahui. Tangguh hanya menjawab sepotong-sepotong dengan kalimat penuh teka-teki. Tidak ada gunanya mengorek informasi dari mulutnya. Tangguh sangat kukuh dalam menjaga rahasia. Batunya sebelas dua belas dengan ayahnya.Satu-satunya harapan adalah Om Bima. Semoga saja si om bersedia membagi informasi padanya. Biasanya Om Bima lebih bijaksana. Siapa tahu Om Bima mempunyai pandangan yang berbeda dengan mereka semua. Sehingga ia tidak harua hidup dengan rasa penasaran seperti ini.Alexa menoleh saat mendengar bunyi keriut pintu yang dibuka. Om Bima yang masuk rupanya. Lihatlah gaya dan pembawaan si om yang tetap ganteng gila di usia 60-an ini. Om Bima tidak pernah gagal membuatnya terpesona sejak TK. Jika
"Berhubung papa masih di kamar kerjanya, kita mufakatkan saja rencana besar kita di sini." Kiran menjentikkan jari. Gayanya sudah menyerupai detektif kelas kakap saja."Eh tunggu sebentar. Kiran akan mengambil laptop dulu. Kita akan membahasnya secara lebih mendetail berdasarkan titik lokasinya." Kiran melentik lincah dari atas ranjang. Ia kemudian menyambar laptop dari atas meja belajar. Baru ia bawa kembali ke atas ranjang. Dengan duduk bersila, Kiran mengotak-atik laptop di atas pangkuannya. Beberapa saat kemudian Kiran kembali menjentikkan jari. Ciri khasnya kalau sedang senang."Deketan sini, Mbak. Kiran ingin memperlihatkan pada Mbak, di mana kita bisa menemui Permadi." Kiran menggeser tubuhnya. Memberi sedikit ruang pada Alexa. Alexa ikut duduk bersila di samping Kiran. Memperhatikan layar laptop yang telah dipersiapkan Kiran dengan seksama."Club malam? Bukannya lo bilang kalau Heaven on Hell itu sudah lama tutup?""Heaven on Hell memang sudah tutup lama. Tapi Heaven on Earth,
"Ndan, lo ngegambarin muka gue kok kagak kelar-kelar sih? Emangnya lo ngelukis apa? Pemandangan alam?" Alexa mengomel karena bosan dirias oleh Pandan. Bayangkan, sudah sejam lebih ia duduk di gate 5, tetapi hasil riasan maha karya Pandan tidak jua selesai. Bokongnya sudah sangat panas karena kelamaan duduk. Selama dirias, ia dilarang menggerakkan leher, mengedipkan mata, apalagi bersin. Padahal batang lehernya sudah kaku karena bertahan pada satu posisi dalam waktu yang cukup lama."Yaelah, lo pengen hasil kerja gue maksimal kagak? Pengen ngedapetin itu flashdisk kagak? Kalo pengen, lo duduk diem dan jangan banyak bacot."In hale... ex hale... sabar, Lex. Orang sabar itu disayang pacar.Pacar? Alexa mendadak sedih kala teringat pada Gala. Bagaimana mereka berdua terpaksa berpisah saat sedang sayang-sayangnya. Alexa tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Gala karena tiba-tiba saja ia tinggalkan."Eh, gue kagak maksud marahin lo, mafiawati. Kenapa muka lo jadi sedih tak berujung begi
Alexa mendekati pintu masuk club setelah Kiran lebih dulu masuk sekitar lima menit lalu. Dirinya dan Kiran memang sengaja bersikap seolah-olah tidak saling mengenal. Strategi ini mereka lakukan demi mengecoh anak-anak buah papanya yang juga dalam misi penyamaran di club ini."Tolong KTPnya ya, Mbak?" Bouncer yang berdiri di depan pintu club meminta kartu identitasnya. Alexa merogoh tas tangannya. Mengeluarkan KTP tembakan made in Pandan. Setelah memeriksa kartu identitasnya sekilas, sang bouncer pun mengembalikan KTPnya."Silakan membayar lima ratus ribu rupiah untuk tiket dan First Drink Charge-nya ya, Mbak?"Alexa mengangguk. Dengan berat hati ia menarik lima lembar uang seratus ribuan dari tas pinjamannya. Bayangan untuk membeli ponsel keren kini semakin jauh dari harapan. Untung saja malam ini Pandan meminjamkan salah satu ponsel padanya. Kalau tidak, entah bagaimana caranya ia dan Kiran saling berkoordinasi tanpa berbicara. Karena saat berada dalam club malam seperti ini akan san
"Nanti baru kita gombal-gombalan lagi ya, Pak Boss? Sekarang saya akan menyusul si Heri dulu. Saya yakin Pak Boss sudah tahu semuanya dari Tangguh. Jadi saya tidak perlu menjelaskan soal si Heri ini lagi bukan?"Dengan berat hati Alexa melonggarkan pelukan Gala. Sebenarnya ia masih kepingin ndusel-ndusel manjah dengan Gala. Tapi apa boleh buat. Tugas besar sedang menanti. Ia tidak ingin kehilangan moment untuk menggali informasi dari Heriadi."Jangan," Gala menggeleng tegas."Nyali kamu ini terbuat dari apa sih? Mengapa tidak ada takut-takutnya menyambangi bahaya? Lebih jauh lagi, mengapa kamu berani mengelabuhi Pak Bima? Bagaimana kalau beliau tahu kalau kamu menyelinap dari rumahnya pada tengah malam seperti ini?"Gala mengguncang bahu Alexa gemas. Ia sungguh cemburu bercampur cemas setengah mati saat melihat Alexa menggoda Heriadi terang-terangan tadi. Kalau saja tidak dicegah oleh AKP Demitrio Atmanegara, sudah ia seret Alexa kembali ke desa. Kenapa ke desa? Karena di sini, Alexa
"Lo tunggu gue di toilet ini sebentar ya, Cinta? Biar gue selesaikan dulu urusan gue dengan bokap gue. Oke, Cinta?" Heriadi menangkup pipi Alexa dengan kedua telapak tangannya. Mengelus perlahan pipi halus berahang tegas itu dengan kedua jempolnya."Oke, Her. Apa yang nggak buat lo?" Alexa tersenyum genit seraya mengedipkan sebelah matanya. Heriadi terkekeh. Ia sungguh menyukai perempuan yang to the point begini. Tidak malu-malu kucing, juga jauh dari pribahasa jinak-jinak merpati. Gadis ini spontan dalam segala hal. Typenya sekali."Terima kasih, Cinta. Gue nggak akan lama. Ntar gue akan ke sini lagi menjemput lo. Sabar ya, Cinta?" Heriadi menjepit ringan cuping hidung bangirnya."Siap, Bang Jago. Gue akan menunggu Bang Jago dengan sabar di toilet ini." Alexa memamerkan gigi putihnya. Heriadi membalas kelakarnya dengan acungan jempol.Alexa menarik napas lega. Segala topeng genit basa basi busuknya, ia tanggalkan. Rahangnya pegal dan giginya kering karena kebanyakan tersenyum palsu.
"Oke, Zar. Lo tunggu aja kehadiran kami semua di rumah Om Bima. Gue tutup dulu teleponnya ya, Zar?"Abizar sudah berada di tanah air rupanya. Batin Alexa."Kalian berdua ikut mobil Gala saja. Mobil kalian saya yang akan mengendarainya. Cepat! Kita tidak punya banyak waktu."Demitrio menekan tanda pada earphonenya. Ia kemudian membuka pintu mobil Kiran dengan cepat. Ia memanfaatkan kondisi club yang sedang kacau untuk membawa kabur Alexa dan Kiran. Dengan gelapnya kondisi club, otomatis CCTV tidak akan berfungsi. Seandainya pun berfungsi, kegelapan di sana tidak akan mampu memindai apapun."Kiran ikut mobil Om Demit saja." Kiran dengan gesit membuka pintu mobil sebelah Demitrio. Ia takut kalau Demitrio akan melaporkan hal yang tidak-tidak pada papanya. Dengan kehadirannya di mobil, diharapkan ia bisa meminimalisir kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. Yang tidak dirinya inginkan tepatnya.Demitrio tidak menjawab. Dirinya tidak dalam suasana hati yang nyaman untuk berkomunikasi deng
Perkiraan Alexa benar. Halaman rumah Om Bima sudah ramai, kala mobil yang ia tumpangi memasuki gerbang. Om Bima, Tante Cia, dan Abizar serempak berdiri dari kursi yang mereka duduki. Air muka ketiganya tampak tegang. Tidak perlu orang jenius untuk menebak sumber kemarahan mereka. Dirinyalah yang ingin mereka bertiga kuliti.Alexa memindai sekeliling. Mencari-cari bayangan Kiran dan Demitrio. Namun baik sang gadis remaja mau pun Demitrio tidak terlihat di mana pun. Sesuatu melintasi benak Alexa. Pasti Demitrio sudah pulang dan Kiran telah diamankan oleh Om Bima. Om Bima adalah seorang pengacara. Cara Om Bima memberi hukuman, jauh berbeda dengan keluarganya yang turunan mafia. Om Bima menentang tindak kekerasan fisik apapun alasan yang menenggarainya.Berbanding terbalik dengan keluarganya. Bagi para penyandang nama Delacroix, kekerasan fisik itu adalah pengingat kesalahan yang telah mereka perbuat. Kata-kata mutiara dan wejangan, tidak ada dalam kamus mereka. Rasa sakitlah yang akan me
Ijab kabul telah usai. Begitu juga perayaan kecil-kecilan yang diselenggarkan oleh keluarganya. Tamu-tamu yang kesemuanya adalah para kerabat dan handai tolan dari kedua belah pihak, juga telah kembali ke rumah masing-masing. Tidak heran mengingat waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam.Alexa yang baru saja masuk ke dalam kamar, bingung bukan kepalang. Bayangkan saja, dirinya yang sama sekali tidak pernah berpacaran, tiba-tiba saja telah sah menjadi seorang istri. Yang mana artinya jiwa dan raganya telah sah untuk bersatu padu dengan suaminya.Saat ini Alexa tengah duduk termenung di meja rias kamarnya. Dengan masih berpakaian kebaya lengkap, Alexa memandang ke seantero kamar. Kamarnya sendiri. Saat ini kamarnya telah disulap menjadi kamar pengantin yang romantis. Ranjang besi yang biasa ia tiduri, kini diberi hiasan kain tile dan bunga di tiap tiangnya. Lampu tidurnya diganti dengan lampu tidur berwarna kuning yang romantis. Dengan taburan bunga mawar di sprei satinnya membua
Ini adalah kali kedua Alexa didandani secara paripurna. Pertama dengan Embun delapan hari yang lalu. Dan kini oleh perias pengantin, yang mendandaninya di hari bahagianya ini. Ya, hari ini dirinya akan menikah dengan Gala. Pernikahan ini hanya pernikahan sederhana. Yang penting sudah ijab kabul dan sah, di mata hukum dan agama seperti keinginan Gala.Sebenarnya kedua belah pihak, baik itu dari pihak keluarga Delacroix Adams mau pun Sagara, sepakat untuk menikahkan mereka berdua paling cepat bulan depan. Hal itu dikarenakan mempersiapkan pernikahan yang megah tentu saja tidak mudah. Salah satunya adalah masalah waktu. Belum lagi urusan dokumen-dokumen, gedung, seserahan dan tetek bengek lainnya. Selain itu kedua orang tua mempelai juga ingin membuat pesta yang meriah. Mengingat Gala adalah anak tunggal, sementara Alexa adalah putri satu-satunya klan Delacroix Adams. Axel ingin membuat pesta besar-besaran, mengingat ini adalah kali terakhirnya membuat hajatan.Namun Gala menolak keras
Suara riuh rendah menyambut kehadiran Gala dan Brandon di atas sasana. Para penonton yang sebagian besar juga petaruh, mulai mengukur-ukur kemampuan dua petarung di atas sasana tiga. Mereka tentu saja tidak mau rugi. Setelah yakin dengan petarung jagoannya, masing-masing petaruh mulai memasang sejumlah uang. Dalam sekejab kubu terbelah menjadi dua bagian. Sebagian menjagokan Gala, dan sebagian lagi mengelu-elukan Brandon. Tidak heran mereka mengelu-elukan Brandon. Mengingat Alcatraz adalah tempat main keluarga besar mereka. Sedari kecil hinggal dewasa, Brandon sudah aktif latihan di sasana ini. Nama Brandon sudah kesohor sebagai jagoan. Tingkatannya setara dengan klan Delacroix Adams, Delacroix Bimantara, Putra Mahameru, dan banyak keluarga petarung lainnya. Sedangkan Gala, tidak ada yang mengenalnya."Kamu mau duduk di mana Lexa? Bersama Abang, papa dan Antonio atau bagaimana?"Suara dari belakangnya berikut tepukan ringan di bahu, menyadarkan Alexa. Xander telah berada di sampingn
Alexa menghitung angka satu sampai sepuluh sebelum membelokkan laju mobil memasuki pintu gerbang Alcatraz. Jika biasanya ia sangat excited setiap kali Alcatraz berpesta, kali ini ia gentar. Mengetahui bahwa salah satu petarung yang akan tampil adalah Gala melawan Brandon, hatinya ketar-ketir. Bagaimana mungkin ia bisa menikmati pertarungan kalau yang tengah berlaga adalah pacarnya? Di mana menang kalah pacarnya akan menjadi penentu kelangsungan hubungan mereka ke depannya. Apakah akan berlanjut ke jenjang yang lebih serius, atau berpisah untuk selamanya. "Lexa, ini kita mau menonton pertandingan tinju bukan?" Risma yang duduk di samping Alexa, menepuk punggung temannya yang mendadak bengong di sebuah gudang tua."Heh, kamu bilang apa, Ris? Sorry saya agak-agak kehilangan fokus." Alexa meringis. Kekhawatiran membuatnya pikirannya ngeblank. Konsentrasinya ambyar."Saya tanya, tujuan kita mau menonton pertandingan tinju bukan?" Risma mengulangi pertanyaannya."Iya, Ris. 'Kan tadi sudah
"Astaga, rumahmu ini megahnya seperti di sinetron-sinetron ya, Milah?" Risma yang baru saja dipersilakan masuk oleh Mbak Yati ke ruang tamu, terkagum-kagum memandangi seantero rumah Jamilah alias Alexa. Cucu Pak Hamid yang ternyata adalah anak majikan si bapak. Risma sama sekali tidak menyangka, kalau gadis tomboy nan mempesona yang kehadirannya menghebohkan Kampung Pelem sesungguhnya adalah seorang nona muda. Buka nona muda biasa pula. Melainkan nona muda seorang mafia. Benar-benar seperti kisah sinetron bukan?"Bukan rumahku, Ris. Tapi rumah orang tuaku." Alexa nyengir. Ia sangat gembira karena dikunjungi oleh Risma. Di kampung Pelem hanya Indah dan Risma yang berpikiran modern. Dirinya, Indah dan Risma sepaham dan seideologi. Makanya ketiganya menjadi akrab. Jikalau pada akhirnya ia cenderung lebih dekat dengan Risma, itu karena rumah mereka berdekatan. Selain itu Risma juga masih jomblo. Sedangkan Indah telah mempunyai pacar, yaitu Bagus. Jikalau Indah mempunyai waktu luang, ten
"Xel, dari dulu gue nggak setuju dengan hukuman tidak manusiawi yang melibatkan fisik begini." Tegar Putra Mahameru alias Heru menggeleng keras. Ia menentang cara kakak iparnya ini menghukum istri, adik perempuan, anak, keponakan dan calon menantunya. Di mana adik perempuan dan keponakannya adalah Lily dan Abizar. Alias istri dan putranya.Saat ini Raline, Lily, Xander, Abizar, Gala dan Alexa tengah di strap di teras rumah dalam cuaca panas terik. Sementara Cia sudah lebih dulu diamankan Bima. Bima berjanji akan menghukum istrinya dengan kerja bakti sosial selama sebulan penuh. Begitulah Bima, setiap kali memberi hukuman, selalu tidak boleh bertentangan dengan UUD Republik Indonesia. Jiwa seorang pengacara telah mendarah daging didirinya.Kini di rumah klan Delacroix hanya bersisa Raline, Lily, Alexa, Xander, Alexa, Abizar dan Gala. Mereka semua berdiri tegak dalam posisi siap siaga. Beginilah Axel apabila memberi sanksi. Ia tidak pernah pandang bulu. Siapa yang bersalah maka wajib di
Satu jam sebelumnya. "Gimana Ly, udah dapet belum truk pengangkut excavatornya? Inget, lo nggak boleh memakai jasa anak-anak. Ntar ketahuan kakak lo, hancur Minah rencana kita."Raline mondar-mandir di halaman rumah Lily. Adik iparnya itu sibuk menelepon ke sana ke mari setelah Heru meninjau salah satu proyeknya."Udah. Lo tenang aja kakak ipar. Gue udah dapet truk yang bisa ngangkut excavator Kak Axel. Bukan gue sih sebenernya ngusahain. Tapi si Kiran noh yang bergerak. Ntar si Cia juga ikut ke sini bersama truk pengangkut excavatornya. "Lily nyengir. Dalam situasi darurat begitu jiwa detektifnya di Kiran memang teruji. Anak si Cia ini emang jago kalo urusan kucing-kucingan begini. Sekonyong-konyong Lily berteriak gembira memindai sebuah truk besar berisi mesin excavator. Cia sudah tiba rupanya. Sahabatnya itu duduk di samping supir truk."Noh, tuh si Cia nongol. Langsung naik truk lagi. Emang edan ini satu emak-emak hebring." Lily cengengesan melihat Cia melompat turun dari truk d
"Pa, Lexa ikut ya? Masa Papa mau ngerame-ramein musuh Lexa nggak boleh ikut? Mana seru acaranya nanti, Pa? Papa biasanya 'kan butuh tim hore." Alexa menggelayuti lengan papanya yang tengah berbincang-bincang dengan Om Erick dan Tangguh."Iya, Om. Izar juga bisa menjadi tukang pukul cadangan apabila Om Erick tiba-tiba encoknya kumat. Om juga kakinya sedang cedera. Kalau Om cuma mengandalkan Tangguh seorang dikhawatirkan tim kita bisa kalah lo, Om." Abizar ikut merayu Om Axel, setelah mendapat kedipan mata dari Alexa. Mereka berdua kalau sedang dalam misi terselubung seperti ini kekompakan mereka tidak usah diragukan lagi."Encok-encok Om masih mampu melumpuhkan musuh yang menyerangmu bukan, Zar?" balas Erick sewot. Ia paling kesal kalau penyakit encoknya dibawa-bawa. Gala nyengir samar. Ia sama sekali tidak menyangka kalau tangan kanan mafia legend seperti Om Erick bisa sewot juga."Iya deh, Om. Walau sedang encok pun Om Erick tetap sakti mandraguna." Abizar mengacungkan jempol yang di
Gala merasa bulu kuduknya meremang kala berhadap-hadapan dengan Om Axel. Saat ini mereka berdua telah berada di atas ring berwarna merah. Saling berhadapan dan bertelanjang dada."Tidak ada aturan baku dalam pertarungan ini. Semua anggota tubuh boleh kalian digunakan. Namun khusus kamu, Anak Muda. Kaki kananmu dilarang keras untuk menyerang. Kalau kamu memaksa, kamu sendiri yang akan merasakan akibatnya. Mengerti?" Erick memandang dua petarung berbeda generasi di hadapannya."Pertarungan berakhir apabila salah seorang tidak mampu lagi melanjutkan pertarungan alias TKO. Saya akan belajar berhitung satu sampai sepuluh. Apabila yang bersangkutan tidak bisa berdiri lagi, pertarungan dinyatakan selesai. Mengerti?""Mengerti!" sahut Gala dan Axel bersamaan."Bagus. Fight!" Erick membuat gerakan mulai bertarung dengan mengangkat lengannya.Gala dan Alex kini saling memandang. Sama-sama saling menjajaki kekuatan lawan. Sejurus kemudian Gala membuat gerakan kuda-kuda depan. Ia memposisikan kak