PoV Fahri "Bagaimana, kamu selalu kasih rutin serbuk itu di minuman dan makanannya Dania, kan?" tanya Tante Irma yang ternyata adalah mamaku sendiri. Aku bener-bener enggak nyangka kalau selama ini aku tinggal dengan orang tuanya Dino. Ah, sial*n. Kenapa hidupku selalu begini, sedangkan kehidupan Dania malah semakin bahagia? Begitupun Dino. Hanya aku di sini yang semakin tersiksa dan menderita. "Iya, Tan." Aku menjawabnya asal. Padahal, aku tidak berani untuk melakukan hal itu. Meskipun aku kejam, tapi aku tahu aturan. Nyawa terlalu berharga jika hanya untuk disia-siakan. Apalagi ketika aku berada di ambang kematian karena keracunan nasi goreng yang diberikan Ranti, Dania dan Dino yang membawaku langsung ke rumah sakit tanpa mengingat apa yang sudah aku lakukan kepada mereka. Sejujurnya aku berada dalam dilema, pilihan apa yang harus aku pilih. Apakah Tante Irma yang ternyata adalah mamaku atau kebenaran yang tidak bisa aku lepaskan dari jiwaku. Meskipun aku bukan orang yang bai
Alasan Lembur Suamiku Setiap Malam 33 PoV Dania Sore ini Mas Fahri tiba-tiba mengajak kami bertemu, katanya ada sesuatu yang sangat penting untuk dikatakan kepadaku, dan juga Dino. Aku sendiri tidak tahu pasti apa itu. Berhubung kita baru saja bertemu, aku sedikit tidak percaya padanya. Terlebih selama ini dia suka berbohong. "Hubungi saja Dino. Kalau dia setuju, aku ikut. Kita berdua benar-benar sangat sibuk," jawabku jujur. Aku sungguh tidak punya waktu untuk mengurusi hal-hal yang kecil. Bahkan masa depan restoran sudah aku serahkan kepada orang yang bisa kupercaya. Pekerjaan CEO ini tidak seperti dalam dongeng yang selalu ada waktu kapan pun. Jangankan mengurus restoran, aku bahkan selalu tidak ada waktu untuk mengantar anak-anak, dan hanya bisa tidur sehari semalam lima jam paling banyak. Entah karena aku masih baru atau memang aku tidak terbiasa dengan pekerjaan yang sangat menumpuk ink. Aku benar-benar kagum dengan Mas Fahri dulu yang punya banyak waktu untuk pergi mengh
Alasan Lembur Suamiku Setiap Malam PoV Dania Aku memilih diam ketika Dino kembali di hadapkan kembali di hadapkan dengan dua arah yang berbeda. Ada tiga jalan di sini, kita tidak tahu jalan mana yang baru saja dipilih oleh penculik itu karena kita terlambat mengejarnya. "Kamu tidak usah merasa bersalah, dia tidak akan kenapa-kenapa," ucap Dino agar aku tidak menyalahkan diriku sendiri. "Kalau bukan aku yang disalahkan, siapa lagi." Aku berucap lirih. "Dia pergi dari sana setelah mendengar percakapan kita. Kalau tidak, mungkin dia tidak akan begini." Dino langsung menelpon orang-orangnya untuk menemukan keberadaan Mas Fahri. Namun, aku sudah tidak ada waktu lagi untuk mengejar. Pekerjaan di kantor bisa dikerjakan oleh orang lain, tapi itu dulu ketika pemiliknya Mas Fahri. Berbeda dengan sekarang. Papa Dino sudah mengambil alih semuanya dan aku ditugaskan menjadi CEO, akulah yang harus mengatur semuanya agar berjalan dengan lancar. Bahkan satu debu pun tidak akan ada di sana jika
Alasan Lembur Suamiku Setiap Malam 35 Wajar kalau mereka begitu, karena dari awal, mereka berdua memang sangat membenciku. Begitupun aku, tidak akan berani memperlakukan mereka seperti ini kalau dari awal mereka tidak membuat masalah denganku. "Belum pada makan, kan?" tanyaku pada Mbak dan dia hanya mengangguk kecil. Aku mengeluarkan makanan mewah yang sengaja sudah aku siapkan. Lalu membukanya dan menunjukkannya di depan mata mereka. "Uh, harum banget." Aku sengaja menggoda mereka dengan makanan ini. Meksipun aku tahu apa yang aku lakukan tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kejahatan yang sudah mereka lakukan, tapi setidaknya aku sudah membuatnya tidak berdaya. Mata mereka menatap penuh nafsu ke arah makanan yang aku tunjukkan, tapi sayang, aku kembali menjauhkan makanan ini dari mereka. Kedua pasang mata itu kembali menatapku dengan tajam. "Kenapa? Kalian mau makan seperti ini?" tanyaku sambil mengeluarkan satu potongnya ke arah mereka yang mulutnya masih tertutupi
Alasan Lembur Suamiku Setiap Malam 36 PoV Dania "Sini, Mbak, aku bantu pijit." Ranti tiba-tiba mengerakkan tangannya di atas bahuku. Sungguh ini di luar pikiranku. Ternyata Mbak bisa mengendalikan orang menjadi seperti ini atas kesadarannya sendiri. Tadi pun aku masih terkejut ketika melihat dan mendengar dengan mata dan telinga sendiri mereka mengucapkan salam, apalagi sekarang. Aku langsung punya tukang pijit gratis. "Biarkan saya yang membuat minum," ucap Tante Irma dan langsung terburu-buru pergi ke dapur, tapi Mbak langsung menariknya lagi sampai dirinya berdiri di hadapanku. "Aku belum percayakan makanan dan minuman orang-orang yang ada di sini kepada kalian berdua. Jadi, untuk dua hal itu biar aku yang pegang. Kalian fokus ke kebersihan rumah saja," tegas Mbak. Jangankan kedua orang itu, aku sendiri sedikit tegang. Cara bicaranya memang biasa, tapi raut wajahnya itu bisa membuat siapapun yang melihatnya takut. Apalagi dengan lirikan matanya. Duh, bukan main. "Sip, Mbak.
Alasan Lembur Suamiku Setiap Malam 37 Banyak hal yang diperdebatkan oleh saudara papa dan mama tentang pernikahan ini, terutama dengan statusku yang ternyata seorang janda. Aku pun memaklumi hal itu, karena Dino adalah anak yang tidak hanya disayang orang orang tuanya, tapi juga keluarga besarnya. Jadi wajar saja kalau mereka sedikit tidak keberatan. Saat ini aku sedang pergi ke rumah orang tuaku, banyak hal yang harus aku ceritakan kepada mereka terlepas dari apa saja yang mereka perbuat selama ini. "Di rumah tidak ada siapapun, Sayang. Mereka sedang pergi jauh dari rumah," ucap Mama ketika aku mengabarkan aku akan menikah lagi. "Bedebah itu ...." Papa terus mengumpat tentang Mas Fahri setelah aku ceritakan penyebab perpisahan kami. "Tidak apa, Pa. Mas Fahri juga sudah sadar dengan apa yang dilakukan dulu. Kini anak-anak juga sudah bahagia karena akan segera mempunyai papa baru," ucapku pelan, tapi Haikal dan Kania kembali tersenyum. Mereka memang polos ketika membicarakan ma
Alasan Lembur Suamiku Setiap Malam 38 Keadaan Yang Memaksa Setelah beberapa saat, aku baru bisa menguasai diri. Andai aku tidak bisa bela diri dan tidak tahu cara mempertahankan diri, mungkin aku masih belum bisa sadar. Meksipun kepala ini masih sangat berat dan belum bisa membuka mata. "Diana sangat berbahaya, kita jangan sampai berada di bawah perintahnya untuk yang kedua kalinya. Aku tidak sudi." Terdengar suara yang begitu menusuk telinga. Terutama nadanya terdengar penuh kebencian. "Iya, Tan. Aku juga tidak mau. Dania dan pembantunya itu sama-sama berbahaya. Lebih dari bisa. Untunglah kita bisa bertahan dan melalui semuanya dengan mudah," ucap seorang wanita. Meksipun terdengar samar, aku masih bisa mengenali pemilik suara itu. Sudah pasti Tante Irma dan Ranti. Sudah bisa kupastikan kalau mereka memang terlihat menahan amarah selama beberapa hari di rumahku. Mereka pasti sudah tidak sabar lagi untuk melakukan hal ini. Tidak apa, aku yakin aku bisa menanganinya. "Berhubung
Alasan Lembur Suamiku Setiap Malam 39 Pukulan Terbesar PoV Fahri Wajahku tiba-tiba menjadi panas ketika mendengar kata-kata yang keluar dari bibir mamanya Dania. Aku memang salah dan aku sudah berusaha untuk memperbaiki diri. Tidak ada salahnya dengan diriku yang sekarang, tapi perkataan mama benar-benar sudah menghancurkan hati dan perasaanku. Apalagi mama mengatakan kalau aku terlalu lemah untuk menjadi suami putrinya. Bukankah setiap manusia selalu ada kesempatan kedua? Kenapa aku tidak diberikan kesempatan kedua itu? Kenapa malah caci maki yang aku terima sekarang ini? Padahal kita sudah lama tidak bertemu dan saling sapa, tapi yang kudapat di pertemuan ini hanyalah kata-kata yang menyakitkan. "Maaf atas semua yang Mama katakan, ya, Mas. Aku tahu kamu sudah berubah menjadi lelaki yang lebih baik, aku yakin nanti juga Mama bisa menerimanya," ucapku tidak enak hati. "Apanya yang bisa berubah?" Mama kembali bicara dengan nada yang membuatku tidak nyaman. "Bukankah kamu sudah
Alasan Lembur Suamiku Setiap Malam Kini aku sedang menunggu Haikal bicara, apa maksud dari pergi jauh yang dia katakan tadi. Namun, orang yang kutunggu itu hanya diam saja sambil beberapa kali memasukan makanan ke dalam mulutnya. "Kami hanya akan datang kalau Kania kembali merindukan orang yang tidak seharusnya dirindukan," ucap Haikal tiba-tiba membuka suara setelah melap bibirnya yang penuh saus dengan tisu. Merindukan orang yang seharusnya tidak dirindukan? Apa aku memang pantas untuk tidak dirindukan? Ya Allah, apa yang sebenarnya sudah aku lakukan di masa lalu, sampai lukanya Haikal sebesar ini? "Sayang, Papa adalah ayah kandung kalian. Bukankah rasanya tidak mungkin kalau kalian tidak merindukan Papa?" Aku kembali bertanya dengan basa-basi. Padahal tubuhku sendiri ingin membawa mereka ke dalam pelukan. Kini aku tahu bagaimana rasanya tidak dianggap ada. Baru sebentar saja, aku merasa sudah mengalami hal ini sangat lama. Aku juga menjadi tahu bagaimana rasanya dibenci oleh
Alasan Lembur Suamiku Setiap Malam 46 "Katakan padaku, apa papanya Dania telah berbohong padaku?" tanyaku pada Chris sambil mencengkram erat bajunya. "Saya tidak tahu, Pak. Saya tadi sudah mengatakan pendapat tentang alamat yang diberikannya ini, tapi Bapak menolak untuk tahu." Ia menjelaskan dengan jujur. Benar, ini adalah kesalahanku sendiri. Harusnya aku belajar dari pengalaman, dan tidak lagi tertipu oleh tipuan murahan. Aku tidak pantas diperlakukan seperti ini. "Kembali ke kantor. Kita kerjakan pekerjaan yang sudah lama kita tinggalkan," titahku dan Chris langsung menjalankan mobilnya. Aku benar-benar tidak habis pikir, sikap Dino dan Dania ternyata sangat ke kanak-kanakan. Kalau dari awal mereka memang tidak berniat untuk bertemu denganku, kenapa mereka muncul di taman waktu itu? Terus kenapa papanya Dania pun ikut memberikan alamat yang salah padaku. Apa memang aku pantas diperlakukan seperti ini? Sungguh terlalu. Aku bekerja keras untuk kebahagiaan mereka, tapi inik
PoV Fahri Oke, aku mengaku kalah. Sudah 7 x 24 jam aku mencari mereka tanpa kenal lelah dan makan pun sudah tidak aku ingat, tapi sama sekali tidak ada jejak apapun. Mereka seperti menghilang ditelan bumi. "Kenapa, Pak?" Chris tiba-tiba mendekat ke arahku. Aku yang hanya ingat kalau dia adalah orangnya Dino pun langsung emosi dan menarik kerah bajunya. "Katakan di mana majikan kamu itu berada?" tanyaku sambil menatap manik matanya. Aku sudah tidak bisa lagi bersabar apalagi menahan amarah untuk tidak memberikan pelajaran kepada orang yang ada di depanku ini. "Maaf, Pak. Saya memang tidak tahu lagi mereka ada di mana. Tadi saya diberitahu oleh orang khusus mereka kalau Bu Dania dan keluarganya sedang ada di taman," jelasnya membuatku semakin marah. "Kalau begitu sekarang tanya orang khusus itu dia di mana. Jawab sekarang juga, jangan sampai membuatku marah!" "Baik, Pak. Tapi tolong lepaskan dulu cengkraman tangan bapak ini." Tanganku seketika terlepas dari kerahnya. "Cepat t
Alasan Lembur Suamiku Setiap Malam 44 Berada di kamar terlalu lama membuatku penat. Apalagi suara anak-anak sudah tidak terdengar lagi. Baik Haikal, Kania, Raya, ataupun Rani. Rumah ini seperti kosong. "Mas, sarapan!" teriak Mbak Jum setelah mengetuk pintu. "Iya, Mbak. Sebentar lagi saya keluar." Aku langsung mandi dan bersiap untuk kembali ke kantor. Namun sebelum berangkat, aku harus sarapan dulu. Sekaligus untuk melihat bagaimana sikap Dania dalam melayani Dino di pagi hari seperti ini. Apa sama seperti apa yang kulakukan dulu, atau berbeda. Namun, pikiranku mengatakan kalau sikap Dania pasti berbeda. Sikapnya padaku tentu akan lebih spesial. Setelah siap aku langsung keluar dari kamar menuju tempat makan dengan sangat gembira. Namun ketika sampai di sana, aku hanya mendapatkan kekecewaan. "Kok, hanya ada Mama sama Papa, yang lainnya ke mana?" tanyaku heran sambil menatap makanan yang tertata rapi di meja hanya sedikit saja. Tidak ada makanan kesukaan Dania ataupun anak-ana
Alasan Lembur Suamiku Setiap Malam 43 PoV Fahri Setelah sempat bangun dan menyaksikan kemesraan mereka berdua, aku ternyata kembali tidak sadarkan diri. Sekarang aku baru membuka mata dan sangat lapar, sementara di dalam kamar hanya ada aku sendiri. Memang kebangetan semua penghuni rumah ini, setidaknya tinggalkan makanan atau buah di dekat tempat tidurku agar aku tinggal makan pas bangun. Mana badan sakit semua lagi. Baru saja aku membuka pintu kamar, terdengar perbincangan dari kamar sebelah yang kutahu adalah kamar anak-anak. "Apa nama benda ini, Pa?" terdengar Haikal bertanya. "Ini adalah kelereng. Permainan anak-anak zaman dulu, biasa dimainkan oleh laki-laki ataupun perempuan. Cuman dulu papa gak bisa memainkannya, selalu kalah." Dino pun menjelaskan. Mendengar kedekatan mereka, hatiku kembali teriris, lalu tersiram perasaan air jeruk yang asam. Sangat menyakitkan. Dulu aku tidak pernah memikirkan bagaimana perasaan mereka, yang ada di pikiranku hanya ada Rani dan Raya.
Alasan Lembur Suamiku Setiap Malam 42 PoV Fahri "Kamu pasti terkejut, kan? Padahal tidak perlu, karena kami sudah merencanakan hal ini dari jauh-jauh hari. Bahkan tahun." Mas Bagas berjalan mendekat ke arahku sambil meracau. "Asal kamu tahu, aku selalu iri melihatmu begitu diperhatikan oleh Dania. Dari pagi sampai malam, hanya kau yang dia perlakukan istimewa. Sementara aku, aku hanya bisa menjadi penonton dari kemesraan kalian," lanjutnya. Aku benar-benar tidak faham dengan apa yang dia katakan. Sepertinya dia sudah salah minum obat, jadi mengatakan hal yang tidak-tidak. "Cukup, hentikan sandiwara ini!" Aku berjalan ke arah pintu dan mencoba untuk membukanya, tapi tidak bisa. Ternyata mereka kembali mengunci pintunya. Aku membalikkan badan dan menatap ke arah mereka satu persatu. "Jadi maksudnya kalian bersekongkol?" "Seperti yang kau lihat dan kita sama-sama menginginkan orang yang berbeda," jawab Mas Bagas mantap. Sebenarnya siapa yang mereka inginkan? "Aku menginginkan Diana
Alasan Lembur Suamiku Setiap Malam 41 PoV Fahri Hari ini adalah hari pernikahan Diana dan Dino, aku sengaja datang setelah ijab qobul selesai. Tidak tahan rasanya jikalau mata ini melihat kemesraan mereka, sudah pasti hatiku akan hancur berantakan begitu saja. Diana, andai kau tahu isi hatiku yang hanya diisi dengan ketulusan, bisa kupastikan kalau kau akan langsung kembali padaku. Namun sayang, kau sudah tidak mau mendengarkan apa yang akan aku katakan. "Mau datang ke sana jam berapa, Pak?" tanya Wita di aplikasi hijau. "Nanti agak siangan. Emang kamu mau numpang sarapan di sana?" balasku kesal. "Enggak dong, Pak. Kan aku mau menyaksikan pengeranku melepaskan status jomblonya," balasnya lagi dengan disertai stiker patah hati. Ya ampun ini anak kenapa, lebay banget. Aku kok baru tahu punya team begini? Terlalu. "Sana kalau kamu mau berangkat sendiri, saya datang siangan." "Jangan ngambek dong, Pak. Meksipun saya ingin melihat Pak Dino melepaskan status jomblonya, tapi saya ju
Bukan Pilihan PoV Fahri Setelah mendapatkan kembali rumah yang dulu aku tempati dengan anak-anak dan Dania, aku merasa sangat lega. Sekarang aku tinggal membuat rencana agar Dania mau membatalkan pernikahan yang akan diadakan lusa. Sekarang aku sedang menunggu anak-anak pulang dari sekolah, jadi aku punya alasan untuk bertemu dengan Dania. "Papa jemput kita?" tanya seorang anak kecil yang suaranya sangat aku kenal. Aku langsung membalikkan badan untuk melihatnya. "Raya? Bukan. Papa ke sini untuk menjemput Haikal sama Kania," ucapku tegas. Masa bodoh dengan perasaan mereka, toh Haikal dan Kania saja bisa bertahan ketika aku lebih dekat dengan Raya dan adiknya. Berarti sekarang dia juga bisa menerima kenyataan ketika aku dekat dengan anak-anakku sendiri. Tapi, kenapa Rani juga ikut sekolah? "Oh, gitu, ya," ucapnya singkat. Tidak ada lagi yang keluar dari mulutnya itu. "Kenapa Rani ikut denganmu?" "Lah, masa papanya gak faham dengan apa yang terjadi kepada anak yang dulu dia bel
Alasan Lembur Suamiku Setiap Malam 39 Pukulan Terbesar PoV Fahri Wajahku tiba-tiba menjadi panas ketika mendengar kata-kata yang keluar dari bibir mamanya Dania. Aku memang salah dan aku sudah berusaha untuk memperbaiki diri. Tidak ada salahnya dengan diriku yang sekarang, tapi perkataan mama benar-benar sudah menghancurkan hati dan perasaanku. Apalagi mama mengatakan kalau aku terlalu lemah untuk menjadi suami putrinya. Bukankah setiap manusia selalu ada kesempatan kedua? Kenapa aku tidak diberikan kesempatan kedua itu? Kenapa malah caci maki yang aku terima sekarang ini? Padahal kita sudah lama tidak bertemu dan saling sapa, tapi yang kudapat di pertemuan ini hanyalah kata-kata yang menyakitkan. "Maaf atas semua yang Mama katakan, ya, Mas. Aku tahu kamu sudah berubah menjadi lelaki yang lebih baik, aku yakin nanti juga Mama bisa menerimanya," ucapku tidak enak hati. "Apanya yang bisa berubah?" Mama kembali bicara dengan nada yang membuatku tidak nyaman. "Bukankah kamu sudah