Bab 3
Pernikahan yang aku idam idam kan, pernikahan yang aku impikan, pernikahan yang membahagiakan. Pupus sudah semua impian ku.
Dulu, aku bermimpi akan duduk di atas pelaminan bersanding dengan lelaki yang kelak menjadi suami ku. Duduk bersanding bagai raja dan ratu sehari. Ah betapa muluk nya impian ku dulu.
Tidak. Itu bukanlah impian yang muluk, tetapi itu impian bagi setiap gadis di dunia ini.
Disaat seorang gadis akan dinikahi oleh seorang lelaki, pasti ia bahkan keluarga nya ingin menggelar pesta hajatan atau walimah, sebagai tanda dan pemberitahuan kepada para kerabat dan saudara bahwa anaknya kini sudah menikah.
Meskipun pesta yang digelar ala kadarnya, pasti semua gadis menginginkannya.
Namun, aku harus menguburnya dalam dalam. Aku tak pernah merasakan duduk di atas pelaminan dengan mas Farid, suamiku.
Jangan kan untuk menggelar pesta resepsi pernikahan, emas kawin ku saja dia berhutang.
Teman teman dan saudara ku semua bertanya, "mirna kapan pesta nya jangan lupa undang kita ya? "
Aku bingung harus menjawab apa kala itu. Aku hanya membalas pertanyaan mereka dengan senyuman.
"Insya Allah kalau ada rejeki" Hanya itu yang bisa ku jawab setiap kali teman tamanku bertanyan.
Aku ingin sekali bahkan sangat iri ketika melihat teman teman ku yang baru menikah, lalu menggelar pesta. Ah betapa aku ingin seperti mereka.
Kadang aku sangat sedih, si A teman ku sepermainan dulu, berasal dari keluarga kurang mampu, wajahnya juga bisa dibilang biasa biasa saja, tapi ia bisa menikah dengan laki laki mapan dan menggelar pesta pernikahan yang mewah.
Berbanding terbalik denganku, aku yang kata tetangga dan teman memiliki paras yang lumayan cantik, kulit kuning langsat, postur tubuhku yang langsing. Tapi mendapat suami yang pekerjaannya gak tetap, dan tak pernah duduk di pelaminan merasakan resepsi pernikahan.
Entah berapa kali aku harus merutuki nasib.
Entah berapa banyak air mata yang harus ku tumpahkan.pernah aku bertanya pada mas Farid
"Mas. Kapan kita pesta? Mirna pingin sekali kita di buat acara pesta pernikahan kayak teman teman mirna"Apa jawab nya " Nanti kalau ada uang kita buat pesta"
Aku terus menunggu terwujudnya kata kata mas Farid sampai ia punya uang.
Namun, hingga dua tahun pernikahan kami. Tak jua ia mewujudkan keinginan ku ini.
"Mas.. Kita kapan pesta nya, nanti kalau sudah punya anak kan gak mungkin lagi kita pesta mas? "
"Dek.. Yang penting kita sudah sah jadi suami istri. Pesta itu gak wajib"
Mendengar jawaban nya membuat hatiku kembali sedih.
"Tapi mas, mirna pingin seumur hidup sekali merasakan duduk diatas pelaminan, meskipun pesta nya kecil kecilan gak apa apa mas. Kita undang saudara dekat aja"
"Dek. Jangan kan untuk pesta, buat makan sehari hari aja kita masih susah" Ucapnya membuat impianku hancur.
"Mas... Kamu kan pernah janji sama aku, kamu akan buat acara resepsi pernikahan kita jika kamu punya uang"
"Iya, tapi buktinya mas sampai sekarang belum punya uang dek, kamu harusnya ngerti kondisi mas. Jangan terus terusan minta dibuatkan pesta resepsi. Siapa yang gak mau, mas juga kepingin merasakan duduk dipelaminan seumur hidup sekali. Tapi mas gak punya uang dek"Entah kenapa air mata ku jatuh begitu saja.
Impian dan cita cita ku kandas, tak pernah terwujud.Kini, aku sudah memiliki anak. Tak mungkin lagi pesta itu akan terwujud. Kecuali jika aku menikah dengan laki laki lain.
***
Setiap kali ada undangan pesta pernikahan dari teman atau kerabat. Aku merasa malas untuk menghadirinya.
Bukan karena aku tak punya uang, bukan karena aku tak memenuhi amanah.
Tapi, setiap kali aku melihat pasangan pengantin baru di atas pelaminan. Maka saat itu hatiku kembali sedih.Sedih mengingat nasibku tak seberuntung mereka.
Memang, pesta yang mewah tak menjanjikan langgeng nya sebuah pernikahan.
Tapi, kesannya kalau kita menikah tidak membuat pesta, tidak mengundang orang, seolah olah kita di anggap menikah secara diam diam, gak kasih kabar kalau udah menikah. Dan yang lebih parah lagi kita di anggap marriage by accident.
Aku bahkan sering di sindir oleh keluarga bahkan teman temanku, kata mereka :
" Kasian ya si mirna, gak pernah merasakan duduk di pelaminan "
"Si mirna mana tau soal beginian, dia kan gak pernah duduk di pelaminan"
"Mirna, kenapa kamu gak undang undang kalo udah nikah? "
"Mir. Kok gak bilang bilang sih udah merid? "
"Mir, kapan pesta nya. Kok gak undang aku?
" Mirna, kok kamu gak buat pesta sih? "
Hatiku sakit saat mendengar kata kata mereka. Entah jawaban apa yang pantas aku jawab.
Antara sedih, kesal, kecewa, bercampur semua dalam hatiku. Aku hanya bisa memendamnya sendiri.
Jika aku bercerita pada mas Farid, maka hanya kecewa yang akan ku dapat.
Bercerita soal pesta padanya sama saja menghancurkan impian berkali kali.
Entahlah, kini tiga tahun sudah berlalu. Keluarga, tetangga, bahkan teman teman mungkin sudah jengah bertanya tentang "pesta pernikahan ku"
Dan aku juga sudah mulai melupakan dan menguburkan impianku itu.
Mungkin sudah menjadi takdirku, aku dan pernikahan ku tak sebahagia teman temanku.
Bab 4"Mirna...? "Aku mendengar suara yang tak asing ditelingaku. Seperti suara laki laki yang sering ku dengar.Aku menoleh, dan mencari tahu siapa yang memanggilku.Dan ternyata..."Chalil? " Tanyaku tak percaya.Dia yang selama ini mati matian aku mencoba melupakan. Ternyata berdiri tepat di depan mataku."Iya mirna, ini aku Chalil. Kamu apa kabar? " Tanya laki-laki yang tak lain adalah Chalil, Cinta pertama ku."Kamu beneran chalil? Apa aku sedang bermimpi? ""Jika iya, maka jadikanlah ini mimpi yang indah untuk kita" Ucapnya dengan pokesan senyum yang selalu membuatku tergila gila padanya."Chalil, kamu kok sekarang banyak kumis sama jenggot nya, kamu gak cukuran ya? " Celetuk ku membuat chalil tertwa geli."Iya mirna, semenjak aku berpisah dengan kamu, aku jadi kehilangan semangat. Makan tak enak, tidur tak nyenyak. Badan pun tak terawat"
Bab 5Jam sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi, mataku belum bisa terpejam.Dalam pikiranku masih terngiang ngiang mimpi tadi.Kenapa sampai sekarang aku masih saja bermimpi hal yang sama berulang ulang, entah berapa puluh kali aku bermimpi bertemu dengan chalil. Hingga membuatku susah melupakan nya.Aku tidak bisa terus terusan seperti ini, aku sudah bersuami. Tak boleh aku mengingat laki laki lain selain suamiku. Meskipun kehidupan rumah tangga ku tak bahagia, bukan berarti aku harus mengkhianati ikatan suci ini dengan mengingat masa lalu.Tidak, aku tidak boleh terus begini. Aku harus melupakan dia. Aku akan berdosa jika sampai terus terusan mengingatnya.Ku bangkitkan tubuh dari ranjang, dan berjalan menuju kamar mandi. Segera ku hidupkan kran air dan membasuh wajah. Ku ambil wudhu dan melakukan shalat malam.Ku tunaikan shalat sunnah dua rakaat, tak lupa ku mengadu pada Rabb ku.Ku cerit
Bab 6Mentari kembali bersinar, hari baru telah dimulai.Aku kembali pada tugasku dirumah, mencuci, menyapu, memasak, membersihkan rumah, mengurus anak, tak ada hari libur untuk pekerjaan ini.Jam sudah menunjukkan pukul 10.00 pagi, semua pekerjaan sudah beres, si kecil pun sudah tidur. Waktu nya untukku beristirahat dan me time.Ku buka aplikasi berwarna biru, berselancar di dunia maya untuk sekedar menghilangkan penat dan mencari hiburan.Di tengah asik nya aku berselancar di aplikasi biru, tiba tiba masuk sebuah pesan atau inbox.Ting...Bunyi pesan melalui aplikasi sejuta umat itu.[Assalamu'alaikum] bunyi pesan tersebut.Aku penasaran, siapa orang yang tiba tiba mengirim pesan, kalau dari foto profilnya menandakan seorang laki laki.Akunnya bermana "Sang kelana"Penasaran, ku buka profil nya, dan mencari tahu siapakah dia?Setelah
Part 7Selepas kepergian mas Farid, aku hanya bisa terduduk diam, lemas tak betenaga.Kesalahan apa yang telah ku perbuat sehingga begitu marahnya ia padaku?Padahal, aku tak membalas pesan yang dikirim chalil padaku. Bahkan aku tak menerima permintaan pertemanannya.Mas Farid benar benar terbakar cemburu buta, cemburu yang berlebihan.Kini, benda berharga satu satunya yang kupunya telah diambil olenhya. Entah benda itu akan dijual olehnya, entah kemana uang itu akan ia pakai aku tak tahu.Yang ku tahu, sifat nya semakin lama semakin membuatku jengah.Ia bahkan tak mau mendengar penjelasan dariku.Sakit sekali rasanya nya diperlakukan begini, aku seperti tak ada harga dimatanya.Percuma aku berjuang mati matian memperjuangkan dia dulu di hadapan ibuku. Ah kembali lagi aku mengingat masa itu. Kembali lagi aku teringat perkataan ibu.Betapa bodohnya aku dulu tak mend
Bab 8Aku mencoba menahan tangis sekuat tenaga, ku lihat mas Farid mulai menunjukkan amarah."Aku yakin, kau pasti telah bermain api dibelakang ku mirna" Ucapnya semakin membuat hati ini sakit."Terserah kau mau menuduh ku apa Mas, yang jelas aku sudah tak tahan lagi. Aku sudah sangat lelah menjalani rumah tangga ini""Katakan Mirna, apa laki laki yang bernama Chalil itu penyebab kau meminta pisah dari ku? ""TIDAK" Bantahku."Aku bahkan tak pernah membalas pesan dari nya, bukankah kau telah melihat dan membaca pesan darinya? Apa kau lihat aku membalas pesan nya? Tidak pernah""Lalu apa? Kenapa? Kenapa kau tiba tiba ingin pisah? Apa kau tidak memikirkan nasib anak kita? "Anak selalu menjadi senjata agar perempuan mengalah."Justru karena anak lah aku sudah bersabar selama ini, kalau bukan karena anak sudah dari dulu aku ingin bercerai dari mu""Enggak... Aku gak akan pernah menceraikan mu
"Dan kau percaya begitu saja omong kosong itu? " Tanya mas Farid menyangkal apa yang ku katakan."Percaya atau tidak, itulah kenyataan yang sebentar lagi akan kamu hadapi" Ucapku tegas."Mirna, kalau hanya gara gara mas kawin nu yang belum bisa ku ganti kau minta cerai, kau sungguh keterlaluan, kau matre, hanya karena harta kau tega ingin meninggalkanku""Apa kau bilang? Aku keterlaluan? Sudah berpuluh bahkan ratusan kali aku sudah mencoba sabar menghadapi keangkuhan dan keegoisan mu, bertahun tahun merasakan tekanan batin akibat perbuatan mu dan keluarga mu, bertahun tahun aku sabar, tapi kali ini aku sudah tak sanggup lagi"Aku berkata sambil menahan sesak yang semakin lama semakin membuncah di dadaku."Setelah mengalahkan ku, sekarang kau menyalahkan keluarga ku juga? ""Iya. Memang benar, keluargamu lah sebab aku semakin ingin cerai darimu. Apa kau tak ingat, ketika aku operasi cesar, satu pun keluargamu tak
"Jika kau tak mau menceraikanku, maka aku yang akan menggugat cerai" Entah keberanian dari mana, kata-kata itu berhasil lolos begitu saja dari mulutku."Kau keterlaluan Mirna" Bentak mas farid membuat Azka ku terbangun."Maa.... Maa.. Huaaaa.... " Tangisan Azka terdengar begitu kencang, mungkin ia terkejut mendengar bentakan suara ayahnya."Puas kamu ? Puas udah buat Azka nangis? " Tanya Mas Farid dengan tatapan penuh kebenciannya.Aku berlalu meninggalkannya, ku dekap azka kecil ku lalu ku elus punggungnya."Cup.. Cup.. Cup.. Sayang mama. Udah bangun ya? ""Ma.. Ma... Huaaa... "Aku merasa serba salah, jika aku bertahan dengan mas farid. Maka lahir batinku tersiksa, bukan hanya dari nya tapi dari ipar juga ibu nya.Namun, jika aku bercerai dari nya. Bagaimana nasib azka ku?Dia pasti kehilangan kasih sayang ayah nya, dia pasti akan jadi
Dengan sedikit malas, aku melangkah ke ruang tamu untuk menemui Mas Farid.Aku berjalan pelan, berharap waktu cepat berlalu, aku tak ingin bicara dengan mood yang tidak baik, bisa saja ucapanku akan menyakitinya.Aku semakin dekat dengan Tempat Mas Farid berada, ia menyadari kedatangan ku."Mir... Duduklah, mari kita bicara" Ucapnya sambil menarik tanganku untuk duduk disebelahnya.Sikapnya tiba tiba jadi lembut, mungkin karena ia takut aku meninggakannya? Entahlah sikapnya selalu saja berubah ubah."Mir... Katakan sama Mas, apa yang harus mas lakukan buat kamu? Kalau kamu minta emas ku kembali, mas akan usahakan Mir, tapi untuk sekarang mas belum punya buang. Kamu yang sabar dulu ya. ""Aku udah kehabisan kesabaran Mas, semakin lama aku sabar maka semakin tersiksa batinku. Lebih baik aku pulang kerumah orang tuaku saja""Jangan Mir, nanti orang tua mu kira aku usir
Part 41Dua Minggu telah berlalu, hari ini sidang kedua gugatan cerai aku dan Mas Farid akan dimulai. Aku susah bersiap siap untuk mendatangi kantor pengadilan Agama. Kali ini Ibu tidak bisa menemaniku karena ada kesibukan. Sendiri aku menghadiri sidang kedua ini, masih seperti sidang yang pertama, Mas Farid tidak hadir untuk kedua kalinya, dia benar benar menepati kata katanya. Pukul 10.00 sidang kedua ditutup, dua minggu lagi aku harus menghadirkan saksi untuk persidangan ini. Saksi yang melihat saat ijab kabul aku dengan mas Farid dulu. Siapa yang harus aku panggilan untuk menjadi saksi? Oiya, aku baru ingat, aku bisa memanggil Tanteku untuk menjadi saksi, beliaua menemaniku saat pernikahanku dulu di KUA. Hati yang ditentukan telah tiba, aku bersama tante Ratna mendatangi kantor pengadilan Agama. Sidang telah dimulai, Mas Farid masih sama, dia tidak datang untuk sidang yang ketiga ini. Tante Ratna menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh Hakim dengan tenang dan santai. Be
Entah berapa lama aku tertidur, tiba tiba aku mendengar suara tangisan Azka. "Ma... Ma... " Rengekan Azka terdengar dikamar Ibu. Aku segera bangun untuk melihatnya. Ternyata Azka menangis dikamar ibu, sedangkan ibu sedang shalat. "Sayang... Sini sama mama yuk" Swgwrqa Ku gendong Azka keluar dari kamar Ibu. "Azka kenapa nangis nak? ""Mama... laper... " Ternyata anakku lapar, makanya ia menangis. Karena lelap tertidur aku sampai lupa memberi makan malam untuk Azka. "Yaudah kita makan dulu yuk" Anakku pada Azka yang berada dalam gendonganku. Aku segera mengambil nasi didapur. Aku melihat jam didinding, rupanya sudaah pukul 20.00 malam, wah sudah malam rupanya. Untung aku sedang datang bulan, kalau tidak aku sudah ketinggalan shalat magrib dan isya. "Azka makan sendiri atau mama suapin Nak? ""Malam sendiri"Anakku sudah mandiri ternyata, dia sudah mulai melakukan berbagai hal sendiri. Aku senang anakku tidak kekurangan apapun, meski dia jauh dari ayahnya. "Azka, tadi siang Ay
" Silakan Masuk" Ujar kepala Desa setelah tamunya keluar. "Asalamualaikum" Ucapku memberi salam ketika memasuki ruangan 3x3 meter itu. "Waalaikumsalam, ada yang bisa saya bantu? " Tanya laki laki berkumis tebal itu. "Ini Pak... saya mau minta tanda surat keterangan untuk mengurus berkas kepengadilan Agama""Ada masalah apa ya Mbak Mirna, begini saya harus tahu dulu permasalahan yang dihadapi warga baru saya bisa menanda Tangani berkasnya""Baiklah, saya mau menggugat cerai Pak. ""Apa? Benarkah? Mbak Mirna mau menggugat cerai Si Farid? "Wajah Pak kepala Desa berubah kaget, aku maklumi itu. Rumah tanggaku yang tak pernah terlihat bermasalah dimata warga kampung ini tiba tiba aku menggugat cerai. "Ada masalah dalam rumah tangga saya Pak, sudah lima tahun saya bersabar, tapi kali ini saya sudah tak sanggup lagi untuk mempertahankan rumah tangga ini, dari pada saya menderita lahir dan batin, lebih baik kami berpisah"Pak Kepala Desa masih belum puas dengan jawaban dariku, beliau sep
"Kau semakin hari semakin berani melawan ku Mirna, kau sudah sangat berubah, tidak seperi dulu" Tatapamnya tajam seperti hendak menerkamku. Tapi aku tidak lagi takut padanya. Aku sudah terlalu lama patuh dan menurut pada laki laki ini. Namun tidak untuk kali ini. "Aku begini juga karena ulahmu, aku sudah terlalu telah kau sakiti, aku lelah hidup dalam kekanganmu, dan kini aku tak mau lagi tunduk padamu. Aku ingin terlepas darimu" Akupun membalas kata katanya dengan sangat tajam. Raut mukanya berubah pias, mungkin saja ia tersinggung dengan ucapanmu. "Kau semakin lancang Mirna, aku tak menyangka kau yang dulu pendiam jadi seperti singa. Apa karena kau sudah bekerja, jadi kau tak patuh lagi pada suamimu? ""Kita sebentar lagi akan jadi mantan, jadi tak usah kau sebut dirimu suami ku. Bukankah saat aku keluar dari rumahmu aku bahkan tak punya uang sepeserpun? Apakah aku harus duduk diam saja dirumah sampai anakku mati kelaparan? "Mas Farid terdiam, wajahnya yang awalnya garang kini m
"Kamu gak usah bohongi aku lagi Mas, aku gak akan tertipu oleh kebohonganmu lagi. Aku sudah kenyang selama ini kamu bohongi, oiya aku rasa cincin itu tak usah kau kembalikan lagi, anggap saja itu sedekahku untukmu" "Apa maksud kamu berkata begitu? " Tanya Mas Farid pura pura bodoh. Aku yakin, pasti dia belum punya uang untuk membeli cincin itu, dia hanya ingin membujuk ku saja, begitu saja jurusmu dari dulu, gak pernah berubah. "Apa aku harus mengulangi kata kataku kembali, aku tidak membutuhkan cincin itu lagi. Aku menyedekahkan cincin itu untukmu, jika kamu ingin kawin lagi dengan perempuan itu, pakai saja cincin itu, sebagai Mas Kawin. Aku sudah ikhlas melepaskan mu mulai saat ini""Apa yang kamu bicarakan Mirna, perempuan yang mana? Siapa yang mau kawin lagi? ""Sudah lah Mas, tak usah mengelak. Aku sudah tahu jika kamu sudah punya wanita lain. Jadi, jika kamu ingin menikah lagi, silakan. Aku tak akan mengganggu pernikahan keduamu itu. Pakai saja cincin itu untuk Mas kawin, aku
Part 37 Tak terasa sebulan kini telah berlalu, akhirnya tiba masanya aku mendapatkan gajian pertama dari tempatku bekerja. Aku sudah menantikan hati ini selama sebulan, dan ketika Bos ku yang tak lain adalah temanku sendiri datang ke Toko pagi ini, aku langsung menyapa dan menghampiri nya. "pagi Da.. ""Pagi Mir, gimana kabarmu Hari ini? ""Alhamdulillah Baik Da, ""oiya Mirna.. Ini buat kamu, Maaf ya aku harus pulang terus, soalnya aku harus kerumah ibuku, ibuku minta ditemani kerumah sakit untuk cek up" Ida menyerahkan sebuah amplop putih kepadaku. "Iya Da Gak apa apa, Semoga ibu kamu lekas sembuh ya Da, dan makasih ya kamu ingat tanggal gajian aku""Pasti dong Mir, aku pasti ingat kok. aku pergi sekarang ya Mir, bye""iya Da, hati hati. Bye"Hatiku berdebar debar mendapatkan amplop ini, aku tidak tahu berapa isinya, dan aku juga tidak pernah bertanya pada Ida berapa gajiku sebulan bekerja ditoko miliknya. Setelah memberikan amplop padaku, Ida pamit pulang. Mumpung Toko masih s
Part 36"Assalamu'alaikum"Ucapku ketika sampai di rumah. "Waalaikumsalam, eh cucu nenek udah pulang? Ada nangis tadi nak disana? " Tanya ibu sambil menurunkan Azka dari motorku. "Nenek... Azka punya mobil balu(baru) " Ucap Azka sambil memperlihatkan mobil mobilan yang baru tadi kubeli. Ida mengajakku ke mall, untuk menghilangkan beban pikiran dan melupakan masalah kami masing masing. Ida orang yang royal, ia bahkan mengajakku ke salon, ke resto, bahkan dia juga membelikan mainan untuk anakku. Disamping kehidupan ekonominya yang serba cukup, Ida juga menyimpan duka yang teramat dalam. Ia sering disindir oleh mertua dan iparnya karena Ida belum bisa memiliki anak. Bahkan mertuanya menyarankan agar Suami Ida untuk poligami, hati Ida benar benar hancur. Tapi, beruntungnya suami Ida tidak mau menikah lagi. Mereka memutuskan mengadopsi anak, bahkan mereka punya rencana untuk melakukan proses bayi tabung. "Wah, keren sekali mobil nya, siapa yang beli nak? ""Mama" Jawab Azka polos.
"Mirna... Kamu Udah pulang Nak? " Tanya ibu saat memasuki kamarku. "Iya Bu, capek sekali Mirna, tenyata bekerja saat kita punya anak balita itu susah ya bu, gak bisa jauh dari anak""Niatkan bekerja karena ibadah nak, maka lelah dan capeknya akan dapat pahala""Iya Bu, semoga saja Mirna betah kerja disitu""Emangnya kenapa Nak, ada masalah? ""Ya begitulah Bu, kerja sebagai karyawan ditoko baju, harus banyak sabar, Pelanggan nya pada nyebelin, baju udah dites, di acak acak ujung ujungnya gak jadi beli, kan kesel kita Bu""Setiap pekerjaan pasti punya masalah dan resiko Mirna, kalau kita sanggup menghadapi masalah dan resiko yang ada maka kita akn sukses""Amin, semoga saja Mirna sanggup melewati resiko kerja disitu ya Bu""Kamu pasti Bisa, ibu yakin"Aku larut bercerita dengan ibu tentang pekerjaan baruku, ibu selalu memberi dukungan dan menyuntikkan semangat padaku. Rasa lelah dan capekpun hilang, aku kembali bersemangat bekerja, apalagi aku punya tanggung jawab kepada Azka. Aku ta
Seminggu sudah aku di rumah ibu, aku mulai merasa kesusahan materi. saat Susu Formula untuk Azka dan juga popoknya habis, terpaksa aku meminjam uang pada ibuku. Aku tidak ingin meminta uang pada Mas Farid, meskipun ia masih berstatus suami dan juga Ayah dari Azka. Jika dia memang bertanggung jawab pada anaknya, tanpa aku minta pun dia akan memberikan kewajiban nafkah untuk anaknya. Biarlah, aku tak ingin mengemis lagi padanya. "Buk..." Panggil ku pada ibu yang sedang menggendong Azka. "Iya ada apa Mir? Apa susu Akan sudah habis? " Tanya Ibuku seperti biasa, aku selalu meminta uang pada ibu saat kehabisan susu Azka. Sebenarnya aku malu untuk meminta uang pada ibu, tapi mau bagaimana lagi, aku terpaksa memintanya agar anakku tidak kelaparan. "Bu, Mirna mau kerja Bu""Oiya, kerja apa Mir? ""Ada kawan Mirna yang punya Toko baju dikota, kebetulan dia lagi butuh karyawan. Mirna sudah minta jadi karyawan dia, dan alhamdulillah diterima Bu""Tapi, bagaimana dengan Azka Mir, bukannya I