Aku tidak tahu bagaimana hubungan ku dengan dia menjadi dekat. Mungkin karena project film yang membuat intensitas pertemuan dan interaksi kita yang semakin sering hingga tanpa sadar membuat kita dekat. Apalagi aku memiliki scene beradu akting dengannya, jadi kita sering berdiskusi berdua dan berlatih dialog. Rasanya senang sekali, bisa tertawa dengannya meskipun mungkin dia hanya menganggap ku teman.
Kenangan saat itu sangat melekat di pikiran ku dan membekas di hati ku, tentu saja. Pernah satu waktu ketika kita berunding tentang improvisasi dialog dia tersenyum pada ku, itu adalah senyuman pertama dia untukku.
“Kalau bagian ini ditambah kaya gini ‘Di kampus ku em.. aku adalah aktivis anti korupsi dan.. sekarang tidak mungkin aku lulus PNS karena.. suap ayah ku. Itu pasti tidak benar kan?’ Gimana bagus gak?” tanya ku padanya.
“Bagus. Coba kamu tulis.” balasnya dengan nada datar.
“Ok.. Eh barusan kata – katanya gimana ya, Dza? Hehe aku lupa lagi” tanya ku dengan wajah bloon karena sifat pelupa ku.
Dari wajah datar, wajah Dzaqi menjadi terkejut keheranan lalu tersenyum karena tingkah ku.
“Masih muda kan?”
Mendengar pertanyaan dia saat itu aku malu sekali tapi rasanya manis bila diingat seperti ini. Hm, aku jadi merindukannya.
Waktu itu kita juga berakting dibawah gerimis hujan. Entah karena kedinginan entah gugup aku salah dialog terus saat itu kadang mulut ku belibet mengucapkan kata – kata dialognya. Aku malu sama dia, disisi lain aku juga kasihan dia pasti kedinginan karena air hujan. Tapi dengan wajah datar dia mengatakan agar aku tenang, jangan tergesa – gesa, dan perlahan ingat – ingat lagi dialognya bagaimana. Sementara yang lain hanya melihat kita dari teras bangunan. Seolah – olah film romansa yang sudah diatur.
Kedekatan kita itu membuat aku tidak lagi malu kala dia memandang ku di kelas. Ya, kebiasaannya yang suka memandang ku saat jam perkuliahan masih saja tidak berhenti. Meskipun tatapannya masih saja tanpa senyum. Bahkan terkadang aku juga membalas memandangnya, itu juga tergantung dosennya siapa hehe.
Ah ya masalah rasa bersalah ku padanya, pada akhirnya terlupakan karena hubungan kita yang semakin dekat. Ku pikir dia baik – baik saja pada ku meskipun aku telah menyinggung perasaannya. Lagipula dia pasti tahu kalau ini hanya kebetulan saja dan tidak disengaja.
***
Kalian ingat Riana? Teman pertama ku di kampus. Dia menghubungi ku, menanyakan apakah ada laki – laki yang ku suka di kampus. Padahal dia bukan tipe orang yang ingin tahu tentang masalah pribadi ku. Saat itu aku berpikir mungkin ini saatnya aku membuka diri pada Riana. Kita berteman maka keterbukaan dan kepercayaan adalah hal utama yang diperlukan. Aku mengatakan kepadanya bahwa aku menyukai Dzaqi dan aku memintanya untuk tidak mengatakannya ke siapapun. Dia tentu saja menyetujuinya dan mendukung ku.
Namun, aku rasa keputusan ku memberitahunya adalah keputusan yang salah. Semenjak aku jujur kepadanya, dia bertingkah menyebalkan pada ku. Di kampus ketika Dzaqi melewati kami, Riana sering menyenggol – nyenggol badan ku dengan lirikan matanya dari ku ke arah Dzaqi. Dia juga pernah memanggil – manggil nama Dzaqi tidak jelas di kelas dengan suara lantang, kemudian mengejekku karena aku duduk bersampingan dengan Dzaqi. Untungnya Dzaqi cuek tidak memperdulikan dia. Perlakuannya ini awalnya aku anggap hanya becanda tapi lama kelamaan aku merasa seolah – olah dia sedang mengolok – ngolok ku.
“Aku sangat tidak menyukai perlakuan Riana. Aku pikir dia teman yang cukup pengertian. Tapi aku juga tidak bisa begitu saja memutuskan pertemanan karena masalah sepele, apalagi hanya karena perasaan remeh yang bernama cinta.” Oceh ku sendirian.
Ping..
Notifikasi pesan membuyarkan lamunan ku malam itu. Ku lihat nama Riana yang mengirimi ku pesan. Hm panjang umur.
Riana
Di, aku mau jujur sama kamu. Aku tidak bermaksud apa – apa tapi aku beritahu kamu satu hal tentang Dzaqi, dan kamu wajib tahu.
Aku
Apa itu?
Riana
Sebenarnya Dzaqi sempat mendekati ku. Dia bilang menyukai ku bahkan dia sering mengirimi ku pesan. Tapi kamu tahu kan sifat dia cuek banget jadinya aku gak terima dia, apalagi saat itu Chandra tembak aku juga. Jadi aku pilih Chandra yang sudah jelas – jelas ganteng dan perhatian.
Riana
Eh ini gak ada maksud apa – apa loh ya Di..
Aku
Oh iya gak apa – apa kok Na, thanks ya.
Hancur, itu merupakan kata yang tepat yang menggambarkan perasaan ku saat itu. Mungkin karena alasan itu Riana bersikap menyebalkan, dia menyukai Dzaqi tapi Dzaqi tidak cukup perhatian. Sehingga ketika dia tahu aku menyukainya dia merasa cemburu.
Tentu saja Dzaqi menyukai Riana yang cantik dan populer dari angkatan kami. Apalah aku yang hanya gadis biasa, badan ku saja mungil tidak memiliki badan ideal seperti gadis lain. Tidak heran Dzaqi menghindari ku. Setelah kejadian Riana memanggil – manggil Dzaqi di kelas waktu itu, Dzaqi seperti berusaha menjauhi ku. Awalnya aku tidak menyadarinya tapi setelah dipikir – dipikir lagi sudah beberapa hari dia menghindari berpapasan dengan ku, dan tidak duduk disamping ku, dia memilih duduk di kursi paling belakang. Ku pikir Riana yang menjadi alasannya.
“Ya ampun Diza kan sudah dibilangin jangan jatuh cinta lagi, sudah sakit kayak gini baru tahu rasa.” Omel ku malam itu.
***
Aku menyerah. Ya.. sebelum perasaan ini semakin dalam aku memutuskan untuk menyerah. Dari awal ini hanya perasaan sepihak dan aku tidak memiliki keinginan untuk memilikinya, maka tidak akan sulit untuk melepaskan perasaan ini. Perasaan ini hanya akan menjadi boomerang untuk hubungan ku dan Riana.Lagipula Dzaqi semakin hari semakin menjauhi ku. Itu bukan asumsi ku saja tapi memang dia melakukannya. File video hasil syuting rencananya akan kita edit bersama, mendadak dia berikan padaku lewat Furi. Dia bilang dia sedang sibuk sebaiknya menggunakan jasa pengeditan saja biar bagus juga hasilnya. Aku bisa terima alasannya itu tapi kenapa harus dia titip lewat Furi tidak diberikan langsung padaku padahal kita satu kelas. Sikapnya itu sangat kentara. Namun harus bagaimana lagi, bukankah ini hal baik agar aku mudah mengikhlaskan perasaan ku padanya.***“Gue heran kenapa banyak cewek yang suka sama Qiqi? Ganteng j
Saat ini aku sedang melihat foto bersama satu kelas yang dulu kami ambil di foto studio. Aku ingin tertawa melihat wajah ku yang tersenyum kaku haha. Hm, tak terasa momen itu sudah lama berlalu padahal rasanya baru kemarin aku merasa canggung karena harus berdekatan dengannya.Kala itu entah siapa yang mengatur posisi yang pasti tiba – tiba saja dia berdiri membelakangi ku dan berjongkok sementara photografer menginstrusikan kami untuk berpose ceria namun terlihat natural. Aku kira aku sudah berusaha untuk terlihat baik namun hasilnya malah menggelikan. Senyuman ku terlihat sekali kaku. Untung saja aku bukan model jadi tidak akan ada yang menuntut atau memarahi ku karena wajah konyol ku itu.Aku ingat sekali setelah pengambilan foto kami pergi jalan – jalan. Lalu kami pergi ke sebuah restoran makan cepat saji untuk makan bersama. Disana kami mengobrol segala hal terutama topik tentang dosen killer.S
Setelah mengantarkan ku pulang pada hari itu sikap Dzaqi kembali dingin seolah yang memberikan perhatian kala itu adalah orang yang berbeda. Untuk apa dia melarang ku berhubungan dengan Riana seolah – olah peduli pada ku jika pada akhirnya dia menjauhi ku lagi.“Masa bodo! Aku akan tetap berteman dekat dengan Riana. Ini hidup ku untuk apa dia ikut campur memangnya siapa dia.” Omel ku sendiri di kamar.Ping.!RianaLagi ngapain Di?AkuLagi rebahan. Kenapa Na?RianaKamu sudah bilang suka belum ke Dzaqi?AkuKenapa?Maksudnya apa coba tanya begitu. Aku lagi sensi kalau bahas soal Dzaqi, si cowok nyebelin bin aneh bin suka PHP*in anak orang.*PHP: Pemberi harapan palsu
Diatas kasur kamar ku, aku meringkuk kesakitan karena asam lambung ku kambuh. Orang tua ku menyarankan aku untuk beristirahat sementara waktu sesuai saran dari dokter. Kebetulan juga kala itu perkuliahan dan mengajar di PAUD sedang libur semester maka aku bisa istirahat tanpa memikirkan masalah absensi.Namun karena aku sakit, aku tidak bisa ikut pendakian ke gunung Guntur. Jujur saja aku sempat kecewa tapi aku sadar bahwa Tuhan lebih tahu batas kesehatan tubuh ku. Lagipula aku bukan tipe orang yang suka hiking ke gunung, aku lebih menyukai pantai. Alasan aku ingin ikut pendakian kala itu karena Dzaqi. Bukan karena dia mengajakku, dia tidak melakukan itu sama sekali tapi aku yang ingin bersamanya. Aku ingin tahu apa dia akan peduli pada ku saat pendakian setelah mendiamkan ku berhari – hari. Tapi rencana hanya sekedar rencana aku justru sakit dua hari sebelum pemberangkatan.Tepat di ha
Mengapa kala itu aku ingin dia menghubungi ku dan mengapa aku harus merasa sedih kala dia tidak menghubungi ku. Kami tidak pernah saling berkirim pesan sebelumnya layaknya sepasang insan yang sedang dalam tahap pendekatan ataupun hubungan spesial. Dia tidak pernah mengatakan dia tertarik pada ku ataupun menyukai ku. Dia hanya pernah berbincang berdua dengan ku karena tugas kuliah dan dia hanya pernah sekali mengantarkan ku pulang sebagai bentuk membantu teman. Dia memang pernah mengatakan agar aku tidak berhubungan dengan Riana tapi bisa saja itu hanya bentuk peduli atau mengingatkan sebagai seorang teman. Lalu mengapa aku menganggap hal itu sebagai bentuk perhatian dan menganggap bahwa kami dekat lebih dari seorang teman? Sementara apa yang dia lakukan tidak ada yang spesial.Saat itu harusnya aku sadar bahwa perlakuan dia kepada ku sama saja dengan perlakuan dia ke Furi. Furi sempat bercerita kepada ku bahwa Dzaqi pernah memarahi seorang supir mobil bak
Malam setelah aku pulang dari rumah Furi, cerita mengenai Dzaqi berlanjut antara aku dan Airin. Awalnya aku tidak berniat untuk bercerita lebih lanjut namun suasana malam itu membuat aku ingin bercerita pada Airin. Aku sebenarnya tempat curhat semua orang yang dekat dengan ku namun aku tidak punya tempat curhat untukku sendiri, dan aku menemukan Airin sebagai seorang teman yang perhatian. Apalagi dia terlalu pandai dalam membaca suasana hati ku, padahal aku bukan orang yang cukup ekspresif terhadap perasaan sendiri.Saat itu kita sedang bertelepon menceritakan tentang hidup. Dari mulai hal yang meresahkan sampai hal yang menyenangkan. Kita berdua sangat tertarik dengan ilmu psikologi, jadi kita sering membahasnya dengan kehidupan sosial kita.“Jadi, ada apa dengan Dzaqi?”“Haha tiba – tiba. Ada apa dengan Rangga kali Rin.”“Lo dong Cinta-nya.”
“Gue salah gak sih Rin jawab kek gitu? Abisnya gue bingung maksud dia tiba – tiba bahas kecuekannya. Maksudnya itu dia tolak gue secara halus makanya dia minta maaf atau dia mau bilang dia benar perduli sama gue tapi maaf kalau keliatannya cuek karena itu sifatnya, begitu? Gimana menurut lo?”“Hm jawaban dia klise banget ya. Pas lo sindir soal ceweknya yang banyak saja dia gak jawab malah nanya balik.”“Itulah, apa gue minta saran saja ke Chandra ya? Mungkin sama – sama cowok akan lebih paham.”“Iya coba saja.”***Singkat cerita, aku melakukan niat ku untuk meminta saran Chandra. Kebetulan kala itu kami berdua sedang menunggu yang lain di kantin. Dengan hati – hati tanpa menyebutkan nama aku bercerita kepadanya.“Chan, kalau cowok bilang ‘maaf kalau aku keliatan cuek dan gak
Kala itu, LDKM atau kepanjangan dari latihan dasar kepemimpinan mahasiswa dilaksanakan di salah satu tempat perkemahan gunung Papandayan. Gunung yang terkenal dengan keindahan pemandangannya di Garut. Hal itu cukup membuat ku bersemangat ingin segera berada disana.Semua mahasiswa angkatan ku dari semua jurusan mengikuti kegiatan ini dengan menggunakan mobil bak. Bahkan sebagian mahasiswa laki - laki dan panitia menggunakan motor pribadi mereka. Kecuali Dzaqi tentu saja.Saat diperjalanan aku yang duduk paling ujung dapat menikmati pemandangan dengan jelas. Mata ku berkeliling memandang dengan kagum semua pemandangan ciptaan Tuhan yang sangat indah. Hingga tak sengaja aku melihat salah satu kakak tingkat ku yang menjadi panitia mengendarai motornya. Posisi dia tepat dibelakang mobil bak yang ku naiki. Kalau aku tidak salah lihat dia menatap kearah ku, aku tidak tahu arti dari tatapan itu yang pasti bukan jenis tatapan seperti Dzaqi yang ta
Penjelasan Dzaqi telah membuka pikiran ku bahwa perasaan ku dulu bukan perasaan sepihak, hanya saja waktu tak membiarkan kita bersatu. Usai Dzaqi menjelaskan kesalahpahaman kita di coffee shop waktu itu, aku hanya menganggukkan kepala dan mengatakan bahwa aku telah paham sebagai tanggapan ku. Setelah itu, aku pergi meninggalkan dia di sana.Setelah pertemuan waktu itu, aku pikir aku tidak akan menemuinya lagi karena kesalahpahaman di antara kita telah selesai. Dia juga akan menikahi perempuan lain. Namun tiba – tiba saja aku dikejutkan dengan kehadiran dia di perusahaan penerbitan buku, di mana aku bekerja.“Aku benci kebetulan.” Ujar ku.“Gimana kalau sebenarnya kebetulan itu adalah takdir Tuhan?” tanya Karina saat itu.Aku hanya bisa diam menanggapinya.Hari pertama aku bekerja di sana. Dzaqi sudah mulai mendekati ku lagi. Bahkan dia ikut naik bus karena aku menolak dia mengantar ku pulang dengan mobilnya. Hari
Saat itu tentu saja aku memberi izin Dzaqi untuk memesan kopi terlebih dahulu. Sembari menunggu pesanannya, dia menjelaskan segalanya. Mulai dia yang memang mengaku tertarik dengan ku sejak pertama masuk kuliah. Saat itu aku bertanya bukannya dia sedang memiliki seorang pacar kala itu, dia langsung menjawab bahwa hubungan dia dengan pacarnya sudah renggang sebelum dia mengenal ku, katanya pacarnya selingkuh tapi dia belum memutuskan hubungan mereka karena pacarnya selalu mengelak membicarakan hal tersebut. Karena alasan itu juga dia sempat menjauhi ku dulu. Katanya dia tak ingin menjadi seperti pacarnya yang memiliki seorang pacar tapi di sisi lain menyukai orang lain. Saat itu dia sangat berusaha keras untuk tidak menyapa ku dan menatap ku.Hingga kejadian dia melihat ku di depan gedung konser musik membuat dia tak tahan untuk menghampiri ku. Dia tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada ku saat itu. Lalu setelahnya dia menjauhi ku lagi karena hubun
Tak terasa sudah mau satu tahun aku bekerja menjadi editor. Pahit manis bekerja di sana pun sudah pernah aku rasakan. Rekan kerja yang solid menjadi salah satu alasan aku nyaman bekerja di sana, meskipun pada awal kerja aku sempat ingin mengundurkan diri. Bukan karena senioritas atau tindakan diskriminasi sebagainya, di sana justru tidak seperti itu, ya meskipun pasti ada saja orang yang terkadang membuat ku harus mengelus dada. Namun alasan keinginan untuk mengundurkan diri ku karena Dzaqi juga bekerja di sana.Aku tidak membayangkan akan bertemu dia di sana bahkan sebagai rekan kerja. Orang tuanya memiliki yayasan pendidikan yang perlu dia kelola sebagai penerus. Jadi ketika tiba-tiba dia ada di sebuah perusahaan penerbitan buku yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan usaha keluarganya membuat ku merasa heran. Tapi baru – baru ini aku mengetahuinya.Oh ya, aku perkenalkan inilah aku yang sekarang. Diza yang sedang bercerita den
Seminggu sebelum masuk kerja, aku berencana membeli pakaian kerja dengan ditemani Airin, sekalian beli kado untuk Furi. Sebab sepuluh hari lagi Furi akan menikah dengan laki – laki yang baru dia kenal 6 bulan yang lalu.Cinta memang tak memandang seberapa lama kita mengenalnya, seperti Furi dan pasangannya. Kata Furi, mereka sudah saling cocok dari awal pertemuan, ditambah calon suaminya selalu bisa membuatnya bahagia dan yang terpenting dia memperlakukan Furi dengan cinta yang tulus, jadi mereka memutuskan untuk segera meresmikan hubungan mereka dengan pernikahan. Aku dan Airin turut bahagia mendengar hal itu.Lanjut ke cerita aku yang akan belanja dengan Airin. Kala itu kami memutuskan untuk berbelanja ke sebuah mall dekat kampus kami. Salah satu tempat kami biasa hang out ketika masih berkuliah.Di sana cukup banyak pakaian yang ku beli. Sementara Airin hanya membeli kado untuk Furi, karena hari itu
Terkadang suatu hal yang tak ingin terjadi, Tuhan membuatnya terjadi. Seperti aku yang tak ingin bertemu kembali dengan Dzaqi. Aku merasa dunia sangat sempit padahal nyatanya luas kan? Karina, ternyata dia memiliki hubungan yang sangat erat dengan Dzaqi. Bukan hubungan seperti Dzaqi dan Furi, lebih dari itu. Sungguh aku tak menyangka. Karina yang merupakan tempat aku menceritakan keresahan ku dan menceritakan kisah percintaan ku termasuk kisah ku dengan Dzaqi. Bagaimana mungkin? Ah aku lupa tak ada yang tidak mungkin bagi Tuhan. Aku mengetahui hal itu karena aku melihat Dzaqi di rumah Karina. Jadi ceritanya begini, aku tak sengaja bertemu dengan Karina di minimarket. Dia akan beli camilan, katanya di rumahnya akan ada tamu. Aku menunggu dia belanja agar kami pulang bersama. Ketika aku akan melewati rumah Karina, aku melihat kumpulan ibu – ibu dan bapak – bapak di halaman rumah Karina. Salah satu dari mereka, aku mengenalinya. Awalnya aku tak perca
22 Agustus 2020, dinyatakan lulus sarjana 1 setelah melewati sidang skripsi dengan nilai IPK yang cukup memuaskan. Perasaan ku saat itu sangat lega dan bahagia karena akhirnya aku dapat menyelesaikan kuliah meskipun banyak sekali rintangan yang ku lalui. Dari mulai masalah tugas, pertemanan, kesehatan, hingga hati.Berbagai rintangan tersebut telah membentuk aku yang sekarang, Diza yang lebih dewasa. Diza yang lebih kuat. Luka hati ku yang dulu telah ku perban dan perlahan sembuh. Aku mulai menerima kekurangan diri ku juga. Aku rasa aku tak pantas dicintai orang lain jika aku belum mencintai diriku sendiri. Makanya aku sedang belajar hal itu dengan perlahan.Omong – omong soal Kak Ikmal, setelah pembicaraan di coffee shop dia tidak menghubungi ku lagi. Sebulan kemudian aku melihat dari sosial media Kak Ridwan kalau Kak Ikmal telah melangsungkan pernikahannya. Aku tidak diundang olehnya. Untuk hal itu aku mengerti dan memang leb
Seminggu setelah operasi, hasil laboratorium keluar. Dari hasil laboratorium tersebut dinyatakan bahwa kanker yang ku derita termasuk kanker jinak. Dokter bilang aku tidak perlu khawatir lagi karena benjolannya pun sudah diangkat semua ketika operasi, aku hanya perlu beristirahat selama masa pemulihan setelah operasi dan meminum obat secara teratur. Tentu saja aku melakukan semua yang dikatakan dokter. Bahkan aku cuti kerja selama dua bulan, sementara kuliah kebetulan sekali operasi dilakukan ketika libur semester jadi ketika masuk perkuliahan aku sudah cukup kuat.Masa – masa pemulihan operasi pun telah ku lewati, aku sudah sehat seperti biasanya. Namun ternyata hati ku belum pulih. Sebab hati ku masih saja hancur kala mendapatkan kabar tentangnya dari Furi. Kabar bahwa Dzaqi meminta izin kepada orang tuanya untuk menikahi pacarnya. Ketika mendengar berita itu, aku hanya bisa menangis di kamar ku.Keesokan harinya aku pergi kuliah, aku mencoba mengua
Ketika aku mengerjakan laporan harian kegiatan KKN di posko, tidak sengaja aku mendengar obrolan anggota lain bahwa Dzaqi pulang lebih awal dari jadwal seharusnya. Kata mereka, dia memiliki kepentingan di kampus satunya lagi, jadinya dia tidak bisa mengikuti KKN sampai selesai. Aku pikir saat itu ya dia memang memiliki suatu hal yang sangat penting dan darurat. Namun perkiraan ku salah, sampai perkuliahan di semester baru tiba, dia tidak lagi hadir. Bahkan hingga semester akhir dimana mahasiswa angkatan ku melakukan penyusunan skripsi, dia tetap tidak kembali. Sepertinya Dzaqi memang benar – benar telah berhenti kuliah di kampus ayahnya. Furi yang biasanya suka bercerita tentang Dzaqi juga tidak lagi membahasnya. Aku tidak tahu apa yang telah terjadi.Aku sangat kehilangan sosoknya. Aku merindukan kehadirannya. Hal itu membuat ku menjadi sering melamun baik di kampus maupun di tempat kerja. Meskipun aku selalu memperlihatkan wajah yang ceria ketika bersama orang lain da
Mencintai secara sepihak itu menyakitkan. Rasa bahagianya memang sederhana, cukup melihatnya sudah membuat hati berbunga. Namun intensitas rasa berduka lebih sering dirasakan. Duka melihat dia dengan wanita lain, duka melihat dia tersenyum untuk wanita lain, dan duka mengetahui dia tidak memiliki perasaan yang sama. Kejadian Dzaqi memperlihatkan kebahagiaannya dengan pacarnya waktu itu, bagi ku sangat menampar hati ku. Mereka terlihat seperti couple goal. Aku pikir sudah waktunya aku harus berani melangkah. Melangkah untuk mengikhlaskan dia pergi, dan mengubur perasaan cinta ku untuknya. Aku tak boleh takut menjalani hidup ku tanpa dia. Sudah saatnya aku menghilangkan rasa takut ku itu. Kalaupun dia memang jodoh ku Tuhan pasti mempersatukan kita suatu hari nanti. Tapi bukan berarti aku harus berharap, cukup bersabar dan ikhlaskan saja. Lucu sekali, aku sering lupa dengan kekuasaaan Tuhan, padahal aku yakin Tuhan pasti membantu ku.