Melvin masih berpikir masih ada sisa uang di tabungannya. Ia sendiri bingung apa saja yang telah ia keluarkan hingga sisa di ATM-nya hanya sedikit.
“Aku harus menelepon Zee untuk tahu semua pembayaran yang selama ini ia lakukan,” ucap Melvin di dalam hati. Ia sendiri penasaran dengan pengeluaran bulanannya. Akhirnya ia mengambil telepon genggamnya dan menekan tombol nomor telepon Zee.
Satu kali panggilan tidak diangkat dan Melvin tidak menyerah hingga Zee mau mengangkat teleponnya. Hanya Zee yang mengetahui detail keuangannya hingga hari kemarin. Hanya Zee yang bisa menjelaskan apa yang terjadi dengan gaji Melvin selama ini. Apakah Zee mentransfer uang Melvin ke tabungannya atau bagaimana? Atau Zee berbuat curang sebelum Melvin meminta ATM itu agar Misya memarahinya dan meminta cerai?
Semua prasangka di dalam hati Melvin begitu bergejolak membuat dia susah konsentrasi dalam bekerja.
“Halo …” jawab Zee di telepon. Akhir
Ups ... baru sadar ternyata cicilan dan beban hidup banyak ya. Haha ... Baru tahu kalau gajinya gak segede itu? Hais ... pakai acara cicil mobil. Bikin pusing bang.
Misya mondar-mandir di depan pojok ATM, ia terus berusaha menghubungi Melvin tapi tidak ada jawaban dari suaminya itu. Ia sendiri menjadi ragu sekaligus kecewa dengan perbuatan Melvin kepadanya dengan tidak mengindahkan panggilan darinya. Padahal selama ini, Melvin selalu mengangkat teleponnya bagaimanapun sibuknya Melvin."Kenapa, Sya?" Wina memperhatikan wajah Misya yang semakin tertekuk."Melvin tidak mau mengangkat teleponku.” Misya menjauhkan telepon genggam dari telinganya. Sudah lima kali Misya menelpon Melvin tapi ia tidak mendapatkan jawaban sama sekali dari suaminya saat ini. Hanya operator telepon yang selalu menjawab panggilan dari Misya untuk Melvin.“Lagi sibuk kali, Sya,” Wina mencoba menenangkan Misya.“Bahkan sekarang ia mematikan handphonenya," ucap Misya tak percaya. Ia sudah lelah menelepon Melvin untuk bertanya apa yang terjadi sebenarnya. Ia butuh kebenaran untuk menentukan langkah apa yang selanjutnya harus ia ambil. Ia tidak mungkin bertahan denga
Misya masih sangat marah dengan ATM Melvin dan tidak adanya kabar dari Melvin sama sekali. Ia sudah tidak mau kembali ke hidupnya yang susah dahulu kala. Ia menikah dengan Melvin bukan untuk membuat dirinya susah. "Aku tidak mau tahu bagaimana caranya agar Melvin punya uang lebih untukku setiap bulannya. Aku tidak mau hidup susah lagi." Misya mengepalkan tangannya sambil menggenggam teleponnya."Maksudmu, kamu akan meminta Melvin bekerja di lain tempat? Double job?" Wina mencoba mengkonfirmasi. "Jika perlu triple job. Aku tidak peduli. Jika dia tidak bisa mendapatkan uang dari Zee maka ia harus bekerja lebih keras untuk menghidupi diriku," sahut Misya geram. Ia tidak peduli bagaimana lelahnya Melvin bekerja yang terpenting kebutuhannya tercukupi. "Aku akan mendukungmu, Sya," ucap Wina memberikan dukungan. "Terima kasih, Win. Aku lapar sekarang. Ayo kita makan terlebih dahulu," ajak Misya yang perutnya sudah mulai keroncongan. "Makan dimana?
Aku mencintai kamu tulus dan tanpa syarat. Bahkan aku rela berkorban untuk keluargamu tanpa mempedulikan keluargaku sendiri. Tapi apa yang aku dapat? Hanya pengkhianatan darimu dan keluargamu. Masih pantaskah aku untuk memaafkan kamu? Bahtera rumah tangga seperti istana pasir yang sudah hancur terkena ombak dan tidak bisa bertahan lagi. Meskipun kamu memperbaikinya, maka tidak akan pernah sama bentuknya dengan yang lama. Begitu juga dengan hatiku yang sudah hancur. -Zeline- “Tapi, apa yang akan kamu lakukan jika Melvin meminta kamu kembali lagi?” tanya Zidan serius."Apa ya? Aku mungkin akan menolaknya mentah-mentah." ucap Zee cekikikan."Hei, aku sedang bertanya hal serius, Zee. Aku tidak mau terjebak dengan Melvin lagu," ujar Zidan sebal karena Zee seperti orang yang tidak serius menanggapinya."Aku sudah meyakinkan diri untuk menolaknya apapun yang akan dia lakukan nanti," jawab Zee penuh percaya diri."Yakin? Apa cinta
Kontrakan MisyaMisya sudah mondar-mandir tidak tenang di dalam kontrakannya. Ia menunggu Melvin yang tidak kunjung pulang. Sudah hampir tiga jam dari jam pulang kantor, tapi tidak ada batang hidung Melvin tampak di hadapan Misya.Ceklek!Bunyi kunci pintu diputar.“Mas … akhirnya kamu pulang juga,” Misya langsung mendatangi pintu.“Ya, kenapa Mis?” tanya Melvin tegang. Ia seakan ketakutan dengan kedatangan Misya.“Jadi bagaimana? Apa kamu sudah bertanya ke bagian Finance?” tanya Misya tidak sabar menodong jawaban Melvin. “Apakah boleh aku beristirahat sejenak? Bisakah kamu mengambilkan air terlebih dahulu untukku? Hari ini aku sangat lelah,” protes Melvin pelan. Ia sendiri tidak berani bernada keras kepada Misya seperti biasanya ia berbicara kepada Zee.“Minum? Kamu bisa ambil sendiri. Di dapur kan ada air. Kamu punya kaki kan!” ucap Misya kesal karena pertanyaannya tidak dijawab oleh Melvin. Ia berjalan ke sofa dan tidak mau mengurus keperluan Melvin sama
Tok! Tok! Tok!Bunyi orang mengetuk pintu dengan tidak sabar."Melvin … buka pintunya!" teriak seorang wanita tidak sabar."Aduh … siapa sih pagi-pagi buta begini sudah mengetuk pintu," gerutu Misya yang terbangun dari tidurnya.“Siapa sih, Sya?” tanya Melvin sambil mengucek matanya.“Sana lihat! Sepertinya orang di depan memanggil nama kamu, Mas.” Mata Misya masih tidak bisa berkompromi untuk bangun saat ini. Ia mencoba melirik jam di dinding dan jam masih menunjukkan pukul enam pagi.“Sebentar, Sya.” Melvin langsung bangun dari tidurnya dan berjalan ke arah pintu rumah kontrakannya.“Melvin … Bangun! Melvin!” teriak wanita itu semakin tidak sabar. Sudah lima belas menit ia mengetuk pintu tapi tidak ada jawaban dari Melvin sama sekali.“Ya … Sebentar.” Melvin membuka kunci pintu dan membukanya. “Mama?” Betapa terkejutnya Melvin melihat Nina sudah ada di hadapannya sepagi ini.“Mel, kamu ini bagaimana? Mama sudah titip pesan kepada Zee bahwa kamu harus
Melvin merasa berada di tengah-tengah dua wanita yang penting untuknya tapi ia sama sekali tidak bisa membela satu sama lain. "Mis, please jangan menambahkan kata-kata tidak menyenangkan terhadap Mama!" mohon Melvin."Mama kamu ini seperti rentenir. Uang di ATM kamu saja masih kurang dari lima ratus ribu. Bagaimana mungkin dia bisa meminta uang dua juta? Dua juta dari hongkong?" ucap Misya kesal sambil menunjuk-nunjuk wajah mama mertuanya itu."Hah … kurang dari lima ratus ribu?" sahut Nina seakan tidak percaya."Jika Mama Mertua tidak percaya, cek sendiri ATM melvin!" Misya masuk ke dalam kamarnya dan mencari kartu ATM Melvin."Apa maksud wanita itu, Mel? Apa dia menghamburkan semua uangmu hingga hanya tersisa segitu?" selidik Nina sambil berjalan mendekati Melvin."Misya tidak …" "Bagaimana bisa aku yang menghabiskan uang Melvin sementara gaji Melvin yang tersisa di ATM saja pada tanggal satu cuma empat ratus delapan puluh tiga ribu," potong Misya
Hari ini hari yang sangat cerah untuk Zee. Ia merasa telah melepaskan beban yang selama ini sudah berada di pundaknya, beban dari keluarga Melvin yang selalu meminta uang darinya. Sejak pengajuan perceraian ke pengadilan agama, tidak ada gangguan lagi dari keluarga Melvin. Baik Nina ataupun adik-adik dari Melvin tidak ada satupun yang berani menghubungi Zee lagi setelah ia tolak mentah-mentah permintaan Nina saat itu. Mungkin dari awal ia harus berbuat seperti itu selagi masih berumah tangga dengan Melvin. Jika saja ia dahulu sudah menolak permintaan uang tambahan dari Nina dan keluarganya, mungkin saat ini Zee sudah bisa membeli mobil atau mencicil rumah sendiri. Tapi mereka seakan tidak tahu diri karena meminta uang yang terlalu banyak kepada Zee sehingga tabungannya tidak sebesar seharusnya. Untungnya, saat ini Zee mengalihkan semua tanggung jawabnya sebagai menteri perekonomian di keluarga Melvin kepa
Melvin mondar-mandir di dalam kamar di kontrakan. Sementara Misya keluar rumah untuk pergi ke pasar, Melvin menggunakan kesempatan itu untuk menghubungi Zee. Berkali-kali Melvin mencoba menghubungi Zee, tapi tidak satupun teleponnya diangkat oleh Zee. Baterai di ponselnya pun menjadi sangat panas dan hampir habis karena usahanya tidak membuahkan hasil sampai sekarang.“Zee kemana kamu?” ucap Melvin geram.Sebelumnya Zee selalu menghubunginya hingga Melvin bosan, bahkan menyuruh Zee untuk berhenti menghubunginya bila tidak ada hal yang penting. Tetapi kini, seakan semua keadaan dibalik. Zee seakan tidak peduli lagi terhadap Melvin terutama setelah Melvin mengatakan sejujurnya bahwa ia sudah menikah lagi dengan Misya karena Zee mandul.Penyesalan terbersit di dalam hati Melvin, sebenarnya di dalam ha
Setiap pagi wajah Theo datang dengan cerah. Wajahnya berbahagia. Kali ini ponsel di tangannya masih aktif. Kakinya menapaki lantai dari lift menuju ruangannya melewati receptionis. "Sayang, aku sudah sampai Kantor. Aku akan pulang jam 5 sore. Kita makan malam ya? Aku tak sabar menunggu malam lagi" Theo terkekeh. Semenjak bersama Zee, jiwa romantisnya seakan tidak ada habisnya saja. Setiap hari, Theo selalu ingin cepat pulang dan bertemu dengan Zee.Theo mendengar jawaban lawan bicara di ponselnya, ia yakni Zee sedang mengecup mesra di ponselnya walau hanya kecupan di udara sambil mengatakan "Zee, aku sangat mencintaimu." Zee juga bahagia, "Terima kasih Kak Theo untuk semua hal yang indah sejak kamu menjadi suamiku. Aku juga mencintaimu.""Bye, Sayangku. I love you."Theo tak menyadari Vivi berada di belakangnya juga keluar dari lift. Hati Vivi tersayat. Vivi tahu bahwa Theo akan selalu menelepon istrinya dengan ucapan yang sangat manja dan penuh cinta sementara dulu Theo bukanlah o
Vivi merenung masih memikirkan Theo. Mamanya Melani masuk ke kamarnya. "Waktunya bagimu meninggalkan perusahaan Theo. Dia tidak mencintaimu. Kita punya perusahaan, Sayang. Kau harus belajar memimpin perusahaan ayahmu."Vivi menggeleng. "Aku lebih suka masak, Ma. Aku tidak berminat pada usaha Papa.""Hfff..." Melani menarik nafas berat. Vivi anaknya memang keras kepala. "Maksudmu? tetap menjadi sekretaris Theo, seorang bawahan. Diperintah sana dan sini?" Melani kecewa pada putrinya. "Mama mendampingi Papamu agar perusahaan kita maju. Kami berharap Kamu juga berjuang bersama kami agar kita tetap sejahtera.""Mama masih mengerti dengan bisnis Choco chipmu yang kini punya banyak cabang di mall-mall. Iseng-iseng untuk belajar memulai bisnis besar. Mama masih mengerti kamu melamar pekerjaan sekretaris padahal lulisan Hardvard. Untuk mengejar Theo orang yang sudah lama kamu sukai."Vivi acuh mendenagar omelan Mamanya. Melani menarik nafasnya kesal. "Tetapi tolong sudahi main-mainnya kamu
Virny dan Alex menyambut haru kedatangan Zee. Virny menangis memeluk putrinya. Jangan pergi lagi sayang, Mama rindu" "Zee juga rindu, Ma. Zee baik-baik saja, Ma. Jangan menangis." Zee memang merindukan Mamanya. Alex juga memeluk putrinya. Zidan menaruh semua tas di kamar Zee. Semua berbahagia untuk kedatangan Zee.Zee melihat pada Theo. Virny tersenyum pada Theo, "Bagaimana kamu bisa menemukan tempat persembunyian Zee, Theo?""Selama ini selalu bilang baik-baik saja. Tidak mau memberi alamatnya dengan alasan ingin menenangkan diri?" Virny penasaran."Setahun lebih mencari Zee, Tante. Terombang ambing tak menentu, Theo tidak ingin lagi kehilangan dia."Semua tersenyum, memandang dua sejoli ini. "Sebenarnya Zee hanya memintamu menyelesaikan masalahmu dengan Vivian. Itu langkah yang tepat, lihatlah kasusmu usai kita bisa berkumpul lagi." ujar Alex mengerti jalan pikiran Zee."Om, Tante perkenankan Theo tidak membuang waktu terlalu lama. Theo meminta restu kalian berdua. Theo ingin mel
Siang ini sepertinya semua bunga dibumi ini tumbuh hanya untuk Theo, dipetik dan dicurahkan begitu saja untuk hatinya. Kehadiran Zee siang ini memasak makananya tak diperkenankan olehnya. "Aku akan memasak untuk Kak Theo" ujar Zee bersiap ke dapur. Dipikirannya di kulkas ada banyak bahan untuk dimasak."Jangan Zee kita pesan makanan on line saja, aku tak mau kamu meninggalkanku bahkan hanya ke dapur. Aku takut Zee"Zee tertawa tak percaya, Theo seperti anak kecil yang takut ibunya pergi, Theo tak perduli. Ia tetap mengenggam tangan Zee. Bahkan Zee kesulitan untuk menggapai ponselnya. Zee membalas genggaman Theo. Memandang Theo. "Kak aku berjanji padamu, bersedia menjadi istrimu. Besok kita kerumah orang tuaku. Maafkan aku pernah meninggalkanmu. Tolong percayai aku." kedua netra mereka beradu. Theo melihat kesungguhan dan tatapan kerinduan pada netra Zee yang indah itu. Theo tersenyum. "Maafkan aku, Zee. Kamu benar, aku percaya padamu, Zee. Kita pesan on line dan makan berdua ya, Z
Theo hari ini merekah. Hatinya bak dilingkari pelangi. Ia tak dapat menangisi Zee lagi, Robin telah menemukan keberadaan Zee."Bos, Aku berhasil menemukan Zee." Robin sumringah menyampaikan laporannya. "HAH? Jangan bohongi aku. Aku butuh buktinya." tantang Theo tak percaya."Buka file yang kukirim. Ini Zee yang Bos maksud kan?"Theo membuka email, dan melihat file pdf yang terkirim dengan hati berdebar . Tampaklah gambar seorang wanita. 'Zee?' wajahnya cantik natural seperti biasanya tanpa make up berlebih, berbulu mata lentik, putih, rambutnya kini panjang kecoklatan. Zee mengecat rambutnya. Zee semakin cantik. Theo tak sanggup berkata, menyentuh gambar itu dengan hati berdebar. 'Zee.... Kamu cantik, sayang. Aku suka menatapmu dan mengetahui kamu baik-baik saja.' Batinnya bergemuruh."Katakan dimana foto ini diambil, Robin?" Suara Theo bergetar menahan sesuatu yang hangat yang seakan ingin tumpah dari matanya. Theo tak dapat mengendalikan perasaannya."Ada apa Bos? Dia Zee, atau Ze
"Melvin bangu...un, buka matamu. Bangun nak!! Lihat Mama!" Teriak Nina mengguncang bahu anaknya. Dokter Adrian menggeleng lemah. "Ikhlaskan Nyonya," kata Dokter itu iba melihat histetis Nina. Robert mencoba meraih tangan istrinya.Nina menggeleng. "Pa, dokter ini bohong. Kita jangan mau percaya." Tangan Nina melepas tangan Robert yang berusaha menggengamnya. Wajah Melvin ditutup kain putih oleh Suster."Tidaaaak .... Hiks. Anakku, tidak. Apa yang kalian lakukan? Kamu pikr dia mati? Dia memang bersalah, tapi dia anakku, dia berhak mendapat maaf dari siapapun percayalah dia anak baik, Suster!" tegas Nina. Vina memeluk anaknya. Metadang dan mengamuk pada siapa saja. "Ma... Tenanglah Ma, jangan seperti ini." Rio menenangkan Nina. Wajahnya juga sendu.Vina membiarkan Suster itu melaksanakan tugasnya. Menutup wajah Pasien "Vina, apa ini maksudnya?" tanya Nina pada anak perempuannya. Vina menangis. Terisak menjawab, "Kak Melvin tiada, Ma." Rio mengangguk meyakinkan Mamanya lagi. "Hu ...
Sudah 3 kali sidang dilakukan untuk pembacaan tuntutan dan pengumpulan bukti. Lelah terus-menerus hadir dan ingin segera mendengar putusan hakim. Itulah yang dirasakan semua tersangka, yakni Melvin, Vivian, Devan, Entis pada kasus Video porno ini. Vivian sudah dua kali ijin sakit untuk sekedar menghirup udara diluar penjara. Om Bram pengacaranya, sudah tak bisa membantunya lagi karena itu sudah batas maksimal ijin sakit. Vivian nanti dianggap belum dipenjara sudah sering melarikan diri dengan banyak alasan. Vivian mendengus kesal, ia tak suka Sel, tak suka jeruji hitam, lantai penjara bahkan semua hal tentang penjara. Sebanyak apapun ia membayar sipir agar bisa memabawa ponsel, laptop, dan semua kemudahan-kemudahan lain, penjara tetaplah penjara. Tak akan jadi istana. Vivian kini menyesali nasibnya. Berungkali Mama dan Papa menengoknya dan semua makin berat buat Vivian. Vivian ingin bebas. Air matanya menetes tak henti. Rasanya hidupnya pengap tetap disini. Ketika Bu Ivony, salah
Penangkapan Melvin di sebuah desa terpencil menjadi trending topic informasi di dunia maya, dan televisi. Kepolisian seakan menunjukkan bahwa mereka masih punya kinerja terbaik. Para warganet dan rakyat penyimak berita cukup puas dengan hasil kinerja kepolisian mereka menyanjung kepolisian yang sanggup mengungkap kasus ini dengan cepat.Bram Sirait selaku orang yang sudah menyinggung Bripka Anggara dalam suatu kesempatan bahwa kepolisian tidak akan bisa maksimal mencecar Vivian karena mereka juga punya kesalahan tidak bisa menangkap pelaku utama sampai saat ini kini hanya bisa diam menunduk kesal dan menyusun rencana terbaik untuk seluruh anggota timnya agar Vivian tidak mendapat hukuman penjara maksimal. "Om Bram, Vian sudah lelah dipenjara kok sekarang malah Melvin tertangkap aku takut Om, hiks.""Ah, Vian, jangan nangis gitu. Nanti Papamu akan marah sama Om. Om bisa usahakan supaya kamu dirawat di rumah sakit, dengan alasan sakit nanti kita atur itu, lumayan bisa seminggu sampe 10
Sementara guru mengaji Celine dan Vivian disisi Celine yang terisak. Celine berusaha memegangi tangan anaknya, padahal disisi kanan kiri anaknya ada dua polisi. Tiba-tiba Mereka terhenti sejenak dan terperangah... Didepan pintu rumah mereka ratusan wartawan menutup jalan hingga polisi harus berhenti.Flash... Flash.. Flash... Suara kamera dan cahaya silaunya keluar tak terhenti menyorot Vivian. "Vivian... Vivian sejak kapan anda berhijab?""Vivian... Vivian... Vivian...""Vivian, apa komentar anda?"Semua wartawan berebut, mengambil gambar Vivian. Mengabadikan tangan Vivian yang di borgol, hijab Vivian yang menggetarkan dan paduan busana dan wajah Vivian yang memang cantik. Vivian menutup wajahnya. Bram Sirait langsung membuat pagar untuk Vivian agar tak ada tangan iseng yang menarik, memaksa memotret dan sebagainya untuk Vivian."No Comment, tak ada komentar." ucap Bram Sirait menghalau mike dan pertanyaan-pertanyaan. Dua Bodyguard di sisi Vivian, Vivian diam menunduk justru pengaca