Seorang pelayan meletakkan dua minuman ke atas meja untuk dua pelanggannya. Setelah selesai pelayan itu pergi.
Seperti apa yang diminta Kieran pagi tadi. Ayyara akhirnya mengajak laki-laki itu bertemu di sebuah kafe yang tak jauh dari tempat kerjanya setelah pekerjaannya selesai. Ayyara masih diam, menunggu Kieran yang membuka pembicaraan di antara mereka lebih dulu."Sekarang kamu bisa mengatakan apa yang ingin kamu bicarakan padaku."Ayyara menatap Kieran sesaat, sedikit tidak nyaman saat laki-laki itu berbicara tidak formal padanya."Pak -""Panggil Kieran saja.""Tapi, pak -""Kamu adalah calon istriku. Jadi jangan berbicara formal lagi jika bukan sedang di tempat kerja."Ayyara tidak terima. Apa barusan Kieran telah menyebutnya sebagai calon istri?"Maaf pak, sepertinya saya tidak bisa menerima perjodohan ini.""Mama dan papa sudah mengatakan jika kamu menerima perjodohan ini. Lalu kenapa kamu mengatakan tidak menerimanya sekarang?"Ayyara menghela nafas berat. Tanggal pernikahan mereka memang sudah ditetapkan oleh Daria. Ayyara hanya bisa berharap jika hari ini dia bisa membuat Kieran paham, dan laki-laki itu akan menyetujui keputusannya nanti."Saya terpaksa. Jika saya tidak menerima perjodohan ini, orang tua anda akan menagih hutang ibu saya. Saya belum mempunyai uang yang cukup untuk membayarnya. Jika saya tidak bisa membayar dan tidak menerima perjodohan ini, rumah saya akan disita oleh om Raymond. Jadi saya tidak mempunyai cara lain, selain menerima perjodohan ini."Kieran mengangguk paham. Dia tidak tahu jika orang tuanya memanfaatkan hutang keluarga Ayyara agar perempuan itu mau menikah dengannya. Raymond maupun Daria sama sekali tidak menjelaskan detail bagaimana bisa Ayyara menerima perjodohan ini. Yang Kieran tahu, orang tuanya tiba-tiba menjodohkannya dengan Ayyara karena Daria dan ibu Ayyara berteman sangat baik sejak dulu.Berbeda dengan Ayyara, Kieran sama sekali tidak keberatan dengan perjodohan ini. Karena sejak pertama bertemu Ayyara sebagai karyawan baru di kantor cabangnya, Kieran sudah jatuh hati pada perempuan itu. Tapi Kieran tak mempunyai waktu untuk mengungkapkannya. Dia juga ingin lebih akrab dengan Ayyara, namun Kieran belum menemukan cara yang pas untuk mulai mendekatinya. Apalagi setelah dia mengetahui jika Ayyara ternyata sudah memiliki kekasih, Kieran berpikir pasti akan sulit untuk mendapatkan hati Ayyara.Namun sepertinya takdir justru berpihak pada Kieran. Padahal orang tuanya juga tak tahu jika Kieran diam-diam telah menyukai Ayyara. Tapi secara mengejutkan mereka justru telah dijodohkan. Tentu saja ini adalah hal yang tak mungkin Kieran tolak. Kieran memanfaatkan perjodohan ini, agar perempuan yang sejak dulu dia cintai akhirnya menjadi miliknya."Saya memang tidak bisa menolak perjodohan ini. Tapi saya pikir, anda pasti bisa menolaknya.""Maaf Ayyara, tapi aku juga tidak bisa menolaknya."Mata Ayyara membulat tak percaya setelah mendengar pertanyaan laki-laki di sampingnya itu barusan. Ayyara sangat yakin, pasti yang dikatakan Kieran barusan tidak benar."Anda adalah anak tunggal om Raymond dan Tante Daria, anak kesayangan mereka. Saya yakin apapun keputusan anda, orang tua anda pasti akan menerimanya. Mereka pasti tidak akan memaksa melanjutkan perjodohan ini."Kieran mengangguk. Apa yang dikatakan Ayyara barusan memang benar. Daria sangat menyayanginya, apapun yang Kieran inginkan tidak pernah dibantah oleh kedua orang tuanya. Namun tetap saja dia tidak mungkin membatalkan perjodohan, karena dia sendiri juga menginginkan perjodohan itu terjadi."Maka dari itu, selama ini mama dan papa selalu mengabulkan apa yang aku minta. Mereka selalu melakukan apapun agar membuatku bahagia. Jadi, mungkin ini saatnya aku membalasnya. Aku harus bisa membahagiakan mereka, dengan cara menikah dengan perempuan pilihan mereka.""Apa anda yakin, ingin membahagiakan kedua orang tua anda dengan cara menikahi perempuan yang tidak anda cintai?"Kieran diam. Dia kembali meluruskan pandangan pada minuman di meja depannya. Tak mau menjawab pertanyaan Ayyara barusan."Pak, saya mohon. Jika anda ingin membahagiakan orang tua anda, apa anda harus membuat saya menderita? Tolong pikirkan saya juga. Saya tidak bisa menikah dengan pak Kieran, saya tidak mencintai anda!"Mendengar ucapan Ayyara, hati Kieran seketika teriris perih. Dia tahu perempuan itu tidak mencintainya, tapi Kieran juga tak mau menyerah. Sebentar lagi dia akan bisa memiliki Ayyara, jika Kieran selalu mengalah maka dia akan kehilangan perempuan yang dicintainya itu."Aku bisa pastikan, kamu tidak akan menderita setelah menikah denganku.""Menikah dengan orang yang sama sekali tidak saya cintai, tentu itu membuat saya menderita seumur hidup pak!""Bukankah hidupmu akan lebih menderita jika tidak menikah denganku? Dan bukan hanya kamu, tapi keluargamu juga akan merasakan penderitaan itu jika perjodohan ini dibatalkan."Kedua tangan Ayyara mengepal. Dia mulai geram. Kenapa Kieran seakan tak mau membantunya? Seharusnya laki-laki itu bisa diajak kerja sama untuk membatalkan perjodohan ini, karena tidak ada cinta di antara mereka."Itu sebabnya saya menemui anda di sini, karena saya ingin membicarakan semuanya pada anda, sekaligus saya ingin meminta bantuan dari anda. Pertama saya ingin anda membatalkan perjodohan ini. Dan kedua, saya ingin meminta bantuan anda untuk membantu keluarga saya keluar dari hutang ini.""Aku tidak bisa membantumu, Ayyara. Pilih saja salah satu, menikah denganku atau lunasi hutang pada keluargaku? Maaf.""Pak, saya mohon!""Aku rasa pembicaraan kita sudah selesai sampai sini. Aku sudah menjelaskan semuanya padamu. Jadi sepertinya tidak ada lagi yang harus kita bicarakan."Kieran meminum minuman yang dia pesan tadi sesaat. Dia kemudian berdiri, berniat untuk meninggalkan Ayyara dari tempat itu. Namun Ayyara justru menahan tangannya. Perempuan itu kini menatapnya dengan sorot marah."Saya tidak mengenal anda dengan baik. Saya hanya mengenal anda dari cerita orang-orang di sekitar saya. Katanya anda sangat baik, dan peduli. Tapi setelah saya berbicara dengan anda hari ini, sekarang saya tahu siapa anda sebenarnya." Ayyara tersenyum sinis. Dia lalu melepaskan pegangannya pada lengah laki-laki itu. "Tidak punya hati. Itu kalimat yang pantas untuk anda, pak.""Aku juga baru mengenalmu hari ini, Ayyara. Kamu cantik dan terlihat baik, tapi ternyata sopan santunmu kurang.""Benarkah? Lalu apa anda tidak malu jika nantinya mempunyai istri seperti saya? Bagaimana jika nanti ada yang membicarakan anda, seorang CEO dari perusahaan besar Bimantara group memiliki istri yang sama sekali tidak mempunyai sopan santun?""Kamu tidak perlu khawatir mengenai itu. Aku bisa mendidikmu menjadi seorang perempuan yang lebih anggun," jawab Kieran dengan entengnya berhasil membuat Ayyara membelalak tak terima.Ayyara berdiri. Emosinya sudah tak bisa dia tahan. Tak peduli jika laki-laki di hadapannya saat ini adalah seorang CEO. Apapun akan Ayyara lakukan sampai Kieran setuju dengan permintaannya."Saya sudah memiliki kekasih. Dan saya sudah membuat janji dengannya akan menikah.""Aku sudah tahu. Kamu juga satu tempat kerja dengan kekasihmu itu 'kan?"Ayyara tertegun. Bagaimana bisa Kieran tahu?"Jika anda sudah tahu, lalu kenapa anda setuju dengan perjodohan ini? Anda pikir, anda akan bahagia menikah dengan saya sedangkan saya sudah memiliki kekasih? Tentu saja tidak! Saya bisa saja akan terus berselingkuh dengan laki-laki yang saya cintai nantinya!""Silakan saja. Aku tidak peduli," jawab Kieran tanpa pikir panjang, berhasil membuat Ayyara menganga tak habis pikir.Kieran sudah pikirkan itu baik-baik, saat Ayyara nanti menjadi istrinya dia akan pastikan tak ada satupun laki-laki yang berani menyentuh Ayyara kecuali dirinya. Kieran akan berusaha untuk menjaga Ayyara, dan membuat perempuan itu perlahan jatuh cinta padanya.Kieran kemudian melenggang pergi begitu saja, karena merasa tidak ada lagi yang perlu dia katakan pada Ayyara."Jika anda tidak mau membantu saya, saya berjanji akan membuat pernikahannya menjadi berantakan!" teriak Ayyara berharap Kieran yang sudah mulai menjauh itu masih mendengar suaranya.Namun Kieran sama sekali tak menggubrisnya. Perempuan itu hanya menghela nahas kesal."Sepertinya aku harus mencari cara lain agar pernikahan ini tidak sampai terjadi."Namun pada akhirnya tak ada satupun cara yang bisa Ayyara lakukan. Dia tidak bisa melarikan diri dari perjodohan itu. Dan tepat hari ini, dia dan Kieran akhirnya menikah. Ayyara benar-benar merasa tersiksa. Dia tidak ingin berdiri di sana berdampingan dengan Kieran. Dia hanya ingin menikah dengan laki-laki yang dicintainya. Selama acara pernikahan, Ayyara tidak tenang. Dia kesal, dan juga takut. Pandangannya sesekali berkeliling menyorot setiap sudut aula acara itu. Dia mencari Bagas, kekasihnya yang pasti juga diundang dalam acara itu. Namun sayangnya, Ayyara sama sekali tak menemukannya. Ayyara tahu, pasti hati Bagas saat ini benar-benar terluka, sama seperti hatinya saat ini. Pernikahan dirinya dan Kieran itu diadakan di sebuah hotel, dengan cukup tertutup. Raymond hanya mengundang keluarga Bimantara, keluarga dari Ayyara, dan pejabat-pejabat rekan kerjanya. Sengaja diperketat, karena Raymond tidak ingin hal buruk terjadi di pernikahan putra semata wayangnya. Keluarga Bimantara
Pukul tiga dini hari, Ayyara terbangun dari tidurnya. Dia mengucek kedua matanya, lalu berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk pada pandangannya. Ayyara kemudian beringsut duduk, lalu menguap lebar. "Jam berapa sekarang?" Tangannya meraba ke sekitar, mencari ponselnya untuk melihat pukul berapa saat ini. Namun belum sempat menemukan ponselnya, pandangan Ayyara tiba-tiba mengarah pada seorang laki-laki yang masih terlelap di atas sofa yang tak jauh dari tempat tidurnya. Laki-laki itu tidur dengan posisi meringkuk, membuat Ayyara menatapnya dengan sorot kasihan. Kieran sama sekali tidak menggunakan selimut. Kemeja yang dipakainya juga berbahan tipis. Ayyara yakin, pasti laki-laki itu tengah kedinginan. "Aku tidur di kasur empuk, dan memakai selimut. Sedangkan dia tidur di sofa sempit itu, dan harus menahan dingin." Sebenarnya Ayyara tak ingin mempedulikannya. Mau kedinginan atau tidak, Kieran begitu juga karena kesalahannya sediri bukan salah Ayyara. Namun entah
"Ini rumahmu?" tanya Ayyara saat dirinya dan Kieran sudah sampai di depan sebuah rumah mewah. Ini pertama kalinya Ayyara berada di sana. Dia baru tahu, jika Kieran ternyata memiliki rumah pribadi.Kieran mengangguk, mengiyakan pertanyaan sang istri. Dia mulai membuka pintu utama rumah itu, lalu masuk lebih dulu, meninggalkan Ayyara yang masih menatap rumahnya dengan takjub. "Untuk apa kamu memiliki rumah sebesar ini, sedangkan kamu belum mempunyai istri?" tanya Ayyara yang masih belum sadar jika laki-laki itu sudah masuk lebih dulu. Namun, pertanyaan Ayyara barusan masih sempat Kieran dengar. Membuat laki-laki itu menghentikan langkahnya setelah beberapa senti melewati pintu utama. Dia menoleh, menatap Ayyara yang masih berdiri di depan pintu masuk. "Kamu tidak ingin masuk?" Ayyara tersadar, dia menarik kopernya, lalu bergegas memasuki rumah itu. Mengikuti Kieran. "Aku sengaja membangun rumah ini lebih dulu, sebelum aku menikah. Dan aku sudah berjanji, akan menempati pertama kal
Pintu kamar terbuka secara perlahan. Kieran keluar dari kamar, dengan langkah pelan dan berhati-hati tanpa menimbulkan suara, dia berjalan menghampiri Ayyara. Perempuan itu tengah terlelap di atas sofa. Beberapa bungkus makanan kosong dibiarkan berserakan di atas meja. Kieran menghela nafas pelan. Ayyara sama sekali tak menyisakan sedikitpun makanan untuknya. Tapi tidak masalah. Kieran tidak marah. Lagi pula, jika dia ingin makan saat ini, Kieran bisa memesan makanan lagi. Makanan yang dimakan Ayyara tadi, dia sengaja pesan memang untuk perempuan itu. Kieran tahu jika Ayyara pasti sudah kelaparan sejak pagi belum makan.Tangan Kieran perlahan terulur, menyisikan anak rambut yang menghalangi sebagian wajah cantik perempuan itu. Dia lalu tersenyum samar, menatap wajah tenang Ayyara seperti ini saja, sudah membuat Kieran senang. "Maaf Ayyara. Aku tidak marah denganmu, sekalipun kamu mengatakan kamu lebih mencintai laki-laki lain dan tidak bisa mencintaiku. Aku tidak marah, walau kamu
Karena masih mengambil cuti, Kieran berniat untuk mengajak Ayyara honeymoon seperti yang dilakukan pasangan pengantin baru pada umumnya. Dia sudah berencana memesan tempat penginapan. Namun Kieran bingung, bagaimana cara mengatakan semua ini pada Ayyara?Sejak tadi, dia terus berjalan bolak-balik di depan kamarnya. Ingin masuk dan menemui Ayyara, tapi Kieran belum menemukan kalimat yang pas untuk mengatakan semua itu.Namun tiba-tiba pintu kamar terbuka. Ayyara yang sejak tadi di dalam kamar, kini keluar dengan pakaian yang sudah rapih. Membuat Kieran menatapnya dengan sorot bingung."Ayyara, pagi-pagi seperti ini mau kemana?""Aku mau ke tempat kerja. Ya, walaupun cutiku masih ada tiga hari, tapi aku ingin masuk kerja sekarang saja. Lagi pula, apa yang harus kulakukan jika terus di rumah."Kieran hanya menghela nahas pelan."Kamu masih ingin bekerja?"Ayyara mengernyit, menatap Kieran tak paham."Apa maksudmu b
Ayyara bergegas keluar dari mobil. Dia berjalan dengan langkah cepat, menghampiri laki-laki yang juga baru keluar dari taksi itu."Bagas!"Laki-laki itu menoleh, Ayyara langsung memeluknya dengan erat. Bagas tertegun, mendapat perlakuan secara tiba-tiba seperti itu dari Ayyara. "Ay-ayyara?""Aku sangat merindukanmu. Sudah lama sekali kita tidak bertemu, bukan?" Karena Bagas tidak kunjung membalas pelukannya, Ayyara akhirnya melepaskan pelukannya. Dia menatap wajah laki-laki itu yang masih terlihat bingung. Entah apa yang sedang dipikirkan Bagas saat ini."Kamu juga tidak pernah membalas pesan atau menjawab teleponku? Apa kamu ada masalah, hm?"Bagas segera menggeleng. "Tidak ada masalah. Hanya saja ... kenapa kamu terus seperti ini?"Ayyara mengernyit tidak paham. "Terus seperti ini? Apa maksudmu?""Ayyara, hubungan kita sudah selesai. Kamu sudah menikah dengan pak Kieran. Jika kita terus terlihat dek
"Mas!"Kieran tak mengehentikan langkahnya. Setelah keluar dari mobil, dia langsung kembali menarik Ayyara memasuki rumah. Sedikitpun, tak membiarkan tangan perempuan itu lepas dari cekalannya. Sekalipun saat ini mereka sudah berada di dalam rumah."Mas!"Kieran tetap tak menggubris, Ayyara berusaha memberontak melepaskan diri. Pergelangan tangannya terasa nyaris patah, Kieran mencekalnya begitu erat."Mas!" Kali ini Ayyara berhasil menarik tangannya dari cekalan laki-laki itu. Tepat, saat Kieran nyaris membawanya masuk ke dalam kamar. Ayyara menatap laki-laki itu dengan sorot marah. Dia mengusap pergelangan tangannya yang sudah memerah. "Sakit. Apa kamu ingin mematahkan tanganku?"Kieran tetap berusaha memasang raut tenang. Walau sejak tadi, emosinya sudah tak bisa tertahan lagi. Dia ingin marah, membentak, menyadarkan Ayyara bahwa perempuan itu telah melukai hatinya. Namun, Kieran tak sanggup melakukan semua itu. Seb
Terdengar langkah seseorang perlahan mendekat, Ayyara tak berani melihatnya, hanya terus fokus pada sarapan paginya. Setelah apa yang Kieran lakukan padanya tadi malam, Ayyara kini kembali canggung kepada laki-laki itu. Antara kesal dan juga malu, berani sekali Kieran menciumnya. Namun sialnya, kenapa Ayyara juga harus menikmatinya? Kieran menarik kursi di samping Ayyara, lalu duduk untuk ikut sarapan bersama sang istri.Hari ini Kieran memutuskan untuk kembali masuk kerja. Karena menurutnya juga percuma tetap mengambil cuti, sedangkan Ayyara saja sudah masuk kerja. Untuk apa dia berada di rumah tanpa ada Ayyara?Saat Kieran nyaris ingin mengambil makanan ke atas piringnya, mendadak ponselnya justru berdering. Membuat Kieran terpaksa menunda sarapannya. Dia memutuskan untuk menjawab panggilan itu lebih dulu.'Selamat pagi, pak Kieran. Maaf mengganggu waktunya. Saya hanya ingin menyampaikan jika klien kita setuju untuk melakukan pertemua
Pemakaman selesai, seorang perempuan berpakaian serba hitam masih setia duduk di samping makam tersebut. Tangannya tak berhenti mengusap pelan nisan yang bertulis nama Kieran Bimantara.Kini Ayyara tak bisa melihat suaminya lagi, kini Ayyara tak bisa memeluk tubuh Kieran lagi. Terakhir dia melihat Kieran hanya di rumah sakit, setelah dibawa pulang dia tak diijinkan lagi melihat jasad suaminya. Proses pemakaman pun juga terlaksana cukup tertutup, tak ada yang bisa melihat wajah Kieran terakhir kalinya kecuali Raymond dan beberapa orang suruhan Raymond. Entah kenapa, Ayyara juga tak paham. "Ayyara. Ayo kita pulang," bisik Daria yang sejak tadi masih berada di samping sang menantu tersebut. Namun Ayyara menggeleng pelan, menandakan bahwa dirinya tak mau pergi dari sana."Ayyara ingin tetap di sini ma." Mata sembabnya kini menatap gundukan tanah yang masih basah di hadapannya, dia lalu tersenyum sedih. "Dulu, mas Kieran pernah berjanji pada Ayyara.
Di depan sebuah ruang IGD, seorang perempuan terisak. Dia berjongkok sambil memeluk seorang anak laki-laki. Rasa bersalah dan takut bercampur menjadi satu. Bara yang sejak tadi berada di pelukan sang mama hanya bisa diam, tak peduli bau amis darah begitu menusuk ke penciumannya dan akan ikut mengotori seragam sekolahnya. Dia tak bisa menenangkan tangisan sang mama.Jujur, Bara sendiri juga masih shock melihat papanya tertabrak di hadapannya. Tapi dia tak bisa menangis, dia hanya bisa menahan rasa khawatir di pelukan mamanya. "Papa enggak apa-apa kan ma?"Akhirnya Bara bersuara, namun Ayyara tak sanggup untuk menjawabnya."Ayyara!"Bara menoleh, dari arah kejauhan sepasang suami istri menghampiri keberadaan Ayyara dan Bara. Mereka adalah Raymond dan Daria. Tampak jelas kekhawatiran di raut keduanya. Daria langsung berjongkok di hadapan sang menantu, memegang bahu Ayyara. Menyadarkan Ayyara bahwa mereka sudah datang.
Setelah Bagas dan Viona melangkah pergi, mata Ayyara mulai menggenang. Hatinya benar-benar sakit dan hancur, Bagas tidak seperti dulu lagi. Ayyara telah kehilangan laki-laki yang dia cintai.Dia terpaksa menikah dengan laki-laki yang tak dia cintai, melahirkan anak dari laki-laki yang dia benci, ibunya kini meninggal, dan sekarang Ayyara benar-benar dilupakan oleh seseorang yang sangat dia sayangi. Sepahit itukah kehidupannya? Kenapa takdir begitu sangat kejam?"Jika tidak ada kebahagiaan dalam hidupku, kenapa aku harus dilahirkan?" Satu tetes air mata akhirnya terjatuh. Ayyara mulai berjalan gontai memasuki mobilnya kembali, dengan air mata yang semakin mengalir deras. Mobil berwarna merah itu mulai melaju kencang, menyusuri jalanan yang ramai. Ayyara seakan tak peduli dengan keselamatannya maupun sekitarnya. Tatapannya kosong, pikirannya kembali mengingat rantai kehidupannya sejak pertama dia menikah dengan Kieran. Dia sudah tak mempunyai kebahagiaan, bahkan tak tau lagi tujuan unt
Kieran yang masih menemani anaknya bermain di ruang tengah, sejak tadi tak bisa tenang setelah tahu istrinya ternyata meninggalkan rumah secara diam-diam. Apalagi berita tentang dirinya dan Ayyara terus saja semakin menyebar. Kieran takut akan terjadi sesuatu pada sang istri di luar sana.Namun tak beberapa lama, terdengar suara pintu utama terbuka. Kieran segera beringsut berdiri tanpa mempedulikan anaknya, dan langsung menghampiri ke arah pintu utama. Melihat Ayyara berjalan gontai sambil menghapus bekas air mata di pipinya yang masih basah, membuat Kieran seketika khawatir. "Apa yang terjadi padamu Ayyara?"Langkah Ayyara terhenti, tepat di samping Kieran. Pertanyaan laki-laki itu justru membuat air matanya mengalir deras, Ayyara mulai terisak.Kieran semakin bingung, istrinya sedikit pun tak mau menjelaskan. Dia ingin memeluk tubuh Ayyara untuk memberi ketenangan, namun tertunda saat Bara datang dan langung menggenggam salah satu ta
Saat ini Bagas tertunduk, merasa frustasi dengan apa yang baru saja terjadi padanya. Dia berada di sebuah kafe, bersama Kieran dan juga Nasya. Bagas sudah menceritakan semuanya apa yang terjadi pada Kieran maupun Nasya. Karena Bagas tak punya siapa-siapa lagi untuk meminta bantuan selain pada mereka. "Sebenarnya saya tidak masalah jika harus menikahi Viona, walau karena kesalahpahaman ini. Tapi masalahnya, ayah Viona meminta saya untuk melunasi hutangnya pada pak Raymond sebelum pernikahan berlangsung. Jika saya tidak mau melunasi dan tidak mau melunasi hutangnya, ayah Viona akan melaporkan saya ke polisi karena telah melecehkan Viona. Saya yakin polisi juga tidak akan menyalahkan saya karena tidak ada bukti yang kuat jika saya telah melecehkan Viona, tapi Viona bilang jika saya tidak mengikuti keinginan ayahnya kemungkinan Viona yang akan dalam masalah."Nasya mengangguk paham. "Walau hanya melihatnya sekali saja, tapi saya tahu bagaimana sifat ayah Viona. Saya s
Seminggu setelah pemakaman Mira. Ayyara tak pernah lagi bertemu ataupun berniat untuk menemui sang kakak, Ayuma. Agra, yang saat ini sudah masuk di bangku SMP, Kieran yang membiayai sekolahnya di luar kota. Sesuai permintaan Ayyara, yang tak mau jika sang adik sampai diurus oleh sang kakak. Sampai saat ini kematian Mira membuat Ayyara berpikiran buruk pada sang kakak. Dari sifatnya Ayyara sudah tau, mana mungkin Ayuma mau mengurus adiknya. Bahkan Ayyara masih berpikiran, mungkin saja penyakit ibunya semakin parah hingga menyebabkan kematian pasti karena Ayuma yang tak merawat ibunya dengan baik.Sebenarnya Ayyara ingin menginterogasi Ayuma atas kematian ibunya, namun dicegah oleh Kieran. Dengan alasan, tak mau Ayyara semakin mendapat masalah di saat masalahnya bersama Kieran kini belum juga usai."Apa yang dikatakan mas Kieran memang benar. Kak Ayuma bisa saja balik menuduhku, menyalahkanku karena sudah sangat tak menjenguk ibu. Tapi aku kan mel
Pagi itu, Kieran akhirnya membawa istri dan anaknya ke rumah Mira. Namun sampai sana rumah ibu mertuanya itu terlihat sangat sepi, padahal yang Ayyara katakan Ayuma juga berada di sana."Sepertinya tidak ada orang?" ucap Ayyara menebak. Tapi dia juga tak yakin, mengingat ibunya itu tidak suka meninggalkan rumah terlalu lama. "Tapi kita tunggu di teras saja, mungkin ibu sedang keluar ke suatu tempat dan akan segera pulang."Kieran mengangguk mengikuti saran sang istri. Mereka kemudian keluar dari mobil, Kieran menuntun Bara dan mengikuti Ayyara yang mulai berjalan menuju teras rumah Mira.Karena penasaran apakah di rumah benar tidak ada orang, Ayyara akhirnya memutuskan untuk membuka pintu utama tersebut. Dan anehnya pintu ternyata tidak dikunci, membuat Ayyara mengernyit bingung. "Jika di dalam rumah tidak ada orang, kenapa pintunya tidak dikunci?" Firasat Ayyara berubah buruk. Dia memutuskan untuk masuk ke rumah itu begitu saja, Kieran yang masi
Pukul lima pagi, Kieran terbangun dari tidurnya. Dia mengedipkan matanya sesaat lalu mengedarkan pandangannya. Dia sadar saat ini telah tertidur di sofa karena Ayyara mengusirnya dari kamar tadi malam. Padahal di rumahnya juga masih banyak kamar yang tidak terpakai, namun Kieran memilih untuk tidur di sana saja.Dia mulai beringsut duduk, membuat selimut tebal berwarna cokelat yang tadinya menutupi tubuhnya kini merosot turun. Kieran mengernyit bingung. "Seingatku, tadi malam aku tidak membawa selimut. Apa Ayyara yang memakaikannya padaku?""Bibi yang memakaikan selimut itu untuk tuan," sahut seorang wanita dari kejauhan yang sudah sadar jika sang tuan telah bangun. Kieran kini menatap ke arahnya, tampak kecewa dengan ucapan wanita itu barusan, namun Kieran menutupinya dengan senyuman tipis. Bi Sarah mulai menghampiri. "Terimakasih bi.""Tuan kenapa tidur di sini? Apa nyonya yang menyuruh tuan untuk tidur di sini?" Bi Sarah memasang raut khawatir
"Sebenarnya aku tidak apa-apa, maaf telah merepotkan kalian. Seharusnya kalian tidak perlu mendengarkan perkataan ayahku." Viona menunduk bersalah. Melihat hal itu Bagas tak tega. "Tidak Viona, ini sama sekali tidak merepotkan kami." Bagas kemudian menoleh ke arah Nasya yang juga masih bersama mereka. "Benarkan Nasya?"Nasya mengangguk menyetujui pertanyaan Bagas "Benar Viona, tidak perlu terlalu dipikirkan seperti itu."Viona tersenyum, setidaknya dia harus bersyukur karena bertemu dengan orang sebaik Bagas dan Nasya. Andai orang lain yang akan menabraknya tadi, pasti tentu akan marah saat Darka memintanya pertanggung jawaban padahal Viona nyaris tertabrak karena ulah ayahnya sendiri."Oh ya Bagas, Viona. Kalian tunggu di sini sebentar ya, biar aku yang menebus obatnya di apotek."Bagas dan Viona mengangguk mengizinkan, Nasya kemudian melangkah pergi meninggalkan mereka yang masih duduk di kursi tunggu yang ada di rumah sakit itu.