Raymond mengangguk mengiyakan. Memang Raymond maupun Daria selama ini tidak pernah mengatakan pada Kieran, jika mereka sebenarnya sudah mengetahui apa yang terjadi pada keluarga Ayyara.
"Mamamu itu adalah sahabat dekat ibunya Ayyara, jadi tentu saja kami sudah mengetahui semuanya. Bahkan papa sempat kaget saat Nasya memberitahu papa jika yang menusukmu itu ternyata kakaknya Ayyara yang selama ini menghilang dari keluarganya.""Kieran sendiri juga tidak habis pikir, tega sekali orang itu melakukan ini pada Kieran. Padahal Kieran sudah menjadi adik ipar mereka. Tapi memang yang dikatakan Ayyara itu benar, mereka tidak mempunyai hati."Kieran menghela nafas pelan, lalu kembali menatap sang papa dengan penuh kepercayaan."Kieran yakin, keputusan Kieran untuk menyerahkannya ke polisi itu memang tepat. Dan ini juga atas kemauan Ayyara pa. Ayyara bilang, jika mereka dibiarkan pasti akan semakin berbuat jahat pada kita. Dan untuk ibunya Ayyara, Kieran"Apa yang ingin kamu bicarakan padaku?" tanya Ayyara saat dia dan Kieran sudah sampai di ruang tengah. Ayyara menatap suaminya dengan sorot kesal. "Mas, aku sudah menjagamu saat di rumah sakit. Karena sekarang kita sudah berada di rumah, apa aku juga harus menjagamu lagi? Aku bosan mas jika disuruh untuk duduk diam menunggumu saja. Lagi pula, kamu bilang luka di perutmu sudah tidak terlalu sakit, jadi biarkan aku ke dapur menemani mama masak ya. Kamu istirahat sendiri saja di kamar."Kieran menggeleng, Ayyara telah salah paham. Dengan segera dia menjelaskan, "aku tidak ingin memintamu untuk menemaniku di kamar. Tapi ada hal penting yang ingin aku katakan padamu."Ayyara mengernyit penasaran. "Hal penting? Memangnya apa?""Suaminya kak Ayuma sudah ditangkap oleh polisi. Papa yang baru saja memberitahuku hal ini."Ayyara tertegun. Benarkah apa yang dikatakan Kieran barusan? Seketika dia bernafas lega. Namun mendadak ada satu hal yang membuat Ayyara
Perempuan itu melangkah lebih dulu, berjalan ke arah ruang makan. Kieran mengikutinya di belakang. Hingga sampai ruang makan, Kieran langsung duduk di salah satu kursi. Ayyara mulai mengambilkan nasi ke atas piringnya. Kieran benar-benar sangat senang mendapat perhatian tersebut dari Ayyara. Selama hamil Ayyara memang banyak berubah, Kieran harap perubahan Ayyara tersebut dikarenakan perempuan itu sudah mulai memliki rasa padanya. "Kamu tidak ikut makan juga?" tanya Kieran saat istrinya itu meletakkan sepiring makanan di hadapannya. "Aku bisa makan nanti saja. Aku belum lapar.""Tapi, jangan sampai tidak makan ya."Ayyara mengangguk mengiyakan. "Iya mas. Kalau begitu, aku ingin ke kamar sebentar."Kieran mengangguk mengizinkan. Ayyara kemudian berjalan menuju kamar. Niatnya dia ingin merapikan tempat tidurnya, namun saat sampai sana ponselnya justru berdering, membuat Ayyara jadi menunda kegiatannya. Dia mengambil po
Ayyara sengaja tak memberitahu Kieran jika tadi pagi Ayuma menelponnya. Dia harap Ayuma tak akan melakukan hal jahat pada mereka, dan bisa menyadari jika apa yang suaminya perbuat pada Kieran itu kesalahan besar.Tapi entah kenapa, Ayyara masih tidak bisa tenang. Dia terus kepikiran dengan Kieran yang saat ini sudah berada di tempat kerja. "Apa aku harus menelpon mas Kieran dan menanyakan apa benar dia baik-baik saja di tempat kerjanya?"Saat ini Ayyara duduk di atas kasur. Tak ada hal lain yang ingin dia lakukan di rumah, sejak tadi dia terus saja memikirkan Kieran. "Kak Ayuma memintaku untuk membebaskan suaminya. Jika aku tidak menuruti keinginannya, apa dia akan menemui mas Kieran dan meminta mas Kieran untuk membebaskan suaminya itu?"Sudah pukul dua belas siang, Kieran tak ada menelponnya. Entah mungkin terlalu sibuk dengan pekerjaannya di kantor atau ada masalah lain. Ayyara akhirnya mengalah untuk menghubungi laki-laki itu lebih
"Ayyara," panggil Mira menghentikan Ayyara untuk tak memarahi kakaknya. "Ibu sudah tahu semuanya yang terjadi pada kakakmu. Ibu sudah tahu, perusahaan suami kakakmu bangkrut, dan suaminya saat ini dipenjara. Ayuma sudah menceritakannya pada ibu. Dia juga sudah mengatakan apa yang menyebabkan suaminya dipenjara, dan kakakmu sangat menyesali perbuatannya. Dia kembali untuk meminta maaf pada ibu, dan juga meminta maaf padamu Ayyara. Kakakmu bilang kamu tak mau memaafkannya. Kenapa Ayyara?"Ayyara diam sesaat. Nyaris tak percaya jika ternyata Ayuma sudah menceritakan semua pada ibunya. Dan yang membuat Ayyara tak habis pikir, Mira terlihat sedikitpun tak marah. Mira dengan mudahnya memaafkan perempuan jahat itu. "Sekian lama dia pergi. Dia meninggalkan kita saat kondisi kita tidak baik-baik saja, dan sekarang dia kembali saat kita jauh lebih baik sedangkan dia dalam masalah. Dengan mudahnya ibu memaafkan kak Ayuma, setelah apa yang dia berikan pada kita? Kita dalam ke
Pintu utama dibuka. Kieran memasuki rumahnya dengan langkah tergesa. Dia sengaja segera pulang karena masih bingung. Kenapa tadi Ayyara tiba-tiba menelponnya dan memintanya untuk membebaskan suami kakaknya? Padahal sejak awal yang sangat menginginkan laki-laki itu dipenjara adalah Ayyara. Hingga sampai kamar, Kieran melihat Ayyara tengah duduk di atas kasur sambil terisak. Tentu saja Kieran semakin khawatir, dia kemudian segera menghampiri. "Ayyara kamu kenapa?"Perempuan itu menoleh. Dia baru sadar jika ternyata suaminya itu sudah pulang. Ternyata Kieran benar menepati janjinya, pulang saat hari sudah sore. Dia langsung memeluk sang suami saat sudah sampai di sampingnya. Ayyara justru menangis kencang. "Ayyara." Kieran semakin bingung. Tanpa menjelaskan apapun, Ayyara justru menangis. Dia kemudian mengusap pucuk kepala istrinya dengan lembut, berusaha menenangkannya. Kieran yakin, Ayyara tidak akan mungkin menangis jika tidak sedang dalam masa
"Ayyara!" Kieran melepas pelukannya. Sorot matanya menatap sang istri tak terima. "Jangan bicara seperti itu! Jika benar ibumu tidak menyayangimu, maka biarkan saja. Lupakan mereka, jika mereka hanya bisa membuatmu terluka. Ingat Ayyara, kamu masih memiliki aku, mama dan papa yang masih menyayangimu. Keberadaanmu itu sangat berarti untukku, jadi teruslah berada di sisiku Ayyara. Jika mereka semua tidak ada yang menyayangimu, maka katakan padaku seberapa besar kasih sayang yang kamu inginkan. Aku akan berusaha memberikan semuanya padamu."Mendengar ucapan Kieran, membuat Ayyara justru terharu. Dia kemudian kembali memeluk Kieran, kali ini dengan sangat erat. Air matanya justru mengalir deras. Sebenarnya Ayyara tak ingin menangis di depan Kieran, namun entah kenapa dia tak bisa menghentikan air matanya itu. "Makasih mas."Kieran tersenyum senang setelah mendengar terimakasih dari Ayyara. Setidaknya kali ini dia telah berhasil membuat dirinya menjadi satu-sa
Setelah mendapat telepon dari putranya. Daria dan Raymond bergegas ke rumah sakit. Sampai sana, mereka langsung menuju ruangan tempat Ayyara di rawat. "Ran," panggil Daria setelah memasuki ruangan itu. Pandangannya langsung tertuju pada sang putra yang tengah duduk di samping brankar tempat istrinya terbaring. Daria menatapnya khawatir, lalu menghampiri. "Bagaimana Ayyara?"Kieran tersenyum menenangkan kedua orang tuanya yang terlihat panik. "Maaf Kieran terlambat memberitahu mama dan papa. Persalinan Ayyara berjalan dengan lancar."Daria menghela nafas lega. Dia tersenyum senang mendengarnya. Pandangan Daria kemudian mengarah pada Ayyara yang masih terbaring lemah di atas brankar. "Ayyara ... mama sangat senang mendengar kamu bisa melahirkan lancar. Maaf mama datang terlambat, mama tidak ada di sampingmu saat persalinan.""Tidak apa-apa ma. Seharusnya Ayyara yang minta maaf, karena Ayyara selalu membuat mas Kieran menunda saat ingin me
"Kamu mencabut hukuman padanya?" Tanya Raymond dengan nada tak suka. Tentu saja Daria maupun Raymond saat ini terlihat kaget setelah sang putra menjelaskan semuanya, bahwa dia mencabut hukuman yang telah diberikan pada suami Ayuma. Raymond kembali bertanya, "kenapa Ran?"Sesaat, Kieran menatap Ayyara yang masih tertidur di atas brankar. Mereka saat ini masih berada di ruang tempat Ayyara dirawat. Karena sudah tertidur, maka Kieran akan menggunakan waktu itu untuk menceritakan apa yang telah terjadi kepada kedua orang tuanya."Pa, sebelumnya Kieran pernah katakan kan pada papa. Tentang kak Ayuma dan suaminya jangan sampai ibu tahu. Tapi sebelum Ayyara mengalami kontraksi, dia sempat ke rumah ibunya. Ayyara bilang di sana ada kak Ayuma dan memohon pada ibu, kak Ayuma mempengaruhi ibu agar Ayyara yang disalahkan. Kak Ayuma memanfaatkan ibu untuk mendapat bantuan dariku pa."Daria dan Raymond menganga tak habis pikir dengan apa yang diceritakan Kieran barusan.
Pemakaman selesai, seorang perempuan berpakaian serba hitam masih setia duduk di samping makam tersebut. Tangannya tak berhenti mengusap pelan nisan yang bertulis nama Kieran Bimantara.Kini Ayyara tak bisa melihat suaminya lagi, kini Ayyara tak bisa memeluk tubuh Kieran lagi. Terakhir dia melihat Kieran hanya di rumah sakit, setelah dibawa pulang dia tak diijinkan lagi melihat jasad suaminya. Proses pemakaman pun juga terlaksana cukup tertutup, tak ada yang bisa melihat wajah Kieran terakhir kalinya kecuali Raymond dan beberapa orang suruhan Raymond. Entah kenapa, Ayyara juga tak paham. "Ayyara. Ayo kita pulang," bisik Daria yang sejak tadi masih berada di samping sang menantu tersebut. Namun Ayyara menggeleng pelan, menandakan bahwa dirinya tak mau pergi dari sana."Ayyara ingin tetap di sini ma." Mata sembabnya kini menatap gundukan tanah yang masih basah di hadapannya, dia lalu tersenyum sedih. "Dulu, mas Kieran pernah berjanji pada Ayyara.
Di depan sebuah ruang IGD, seorang perempuan terisak. Dia berjongkok sambil memeluk seorang anak laki-laki. Rasa bersalah dan takut bercampur menjadi satu. Bara yang sejak tadi berada di pelukan sang mama hanya bisa diam, tak peduli bau amis darah begitu menusuk ke penciumannya dan akan ikut mengotori seragam sekolahnya. Dia tak bisa menenangkan tangisan sang mama.Jujur, Bara sendiri juga masih shock melihat papanya tertabrak di hadapannya. Tapi dia tak bisa menangis, dia hanya bisa menahan rasa khawatir di pelukan mamanya. "Papa enggak apa-apa kan ma?"Akhirnya Bara bersuara, namun Ayyara tak sanggup untuk menjawabnya."Ayyara!"Bara menoleh, dari arah kejauhan sepasang suami istri menghampiri keberadaan Ayyara dan Bara. Mereka adalah Raymond dan Daria. Tampak jelas kekhawatiran di raut keduanya. Daria langsung berjongkok di hadapan sang menantu, memegang bahu Ayyara. Menyadarkan Ayyara bahwa mereka sudah datang.
Setelah Bagas dan Viona melangkah pergi, mata Ayyara mulai menggenang. Hatinya benar-benar sakit dan hancur, Bagas tidak seperti dulu lagi. Ayyara telah kehilangan laki-laki yang dia cintai.Dia terpaksa menikah dengan laki-laki yang tak dia cintai, melahirkan anak dari laki-laki yang dia benci, ibunya kini meninggal, dan sekarang Ayyara benar-benar dilupakan oleh seseorang yang sangat dia sayangi. Sepahit itukah kehidupannya? Kenapa takdir begitu sangat kejam?"Jika tidak ada kebahagiaan dalam hidupku, kenapa aku harus dilahirkan?" Satu tetes air mata akhirnya terjatuh. Ayyara mulai berjalan gontai memasuki mobilnya kembali, dengan air mata yang semakin mengalir deras. Mobil berwarna merah itu mulai melaju kencang, menyusuri jalanan yang ramai. Ayyara seakan tak peduli dengan keselamatannya maupun sekitarnya. Tatapannya kosong, pikirannya kembali mengingat rantai kehidupannya sejak pertama dia menikah dengan Kieran. Dia sudah tak mempunyai kebahagiaan, bahkan tak tau lagi tujuan unt
Kieran yang masih menemani anaknya bermain di ruang tengah, sejak tadi tak bisa tenang setelah tahu istrinya ternyata meninggalkan rumah secara diam-diam. Apalagi berita tentang dirinya dan Ayyara terus saja semakin menyebar. Kieran takut akan terjadi sesuatu pada sang istri di luar sana.Namun tak beberapa lama, terdengar suara pintu utama terbuka. Kieran segera beringsut berdiri tanpa mempedulikan anaknya, dan langsung menghampiri ke arah pintu utama. Melihat Ayyara berjalan gontai sambil menghapus bekas air mata di pipinya yang masih basah, membuat Kieran seketika khawatir. "Apa yang terjadi padamu Ayyara?"Langkah Ayyara terhenti, tepat di samping Kieran. Pertanyaan laki-laki itu justru membuat air matanya mengalir deras, Ayyara mulai terisak.Kieran semakin bingung, istrinya sedikit pun tak mau menjelaskan. Dia ingin memeluk tubuh Ayyara untuk memberi ketenangan, namun tertunda saat Bara datang dan langung menggenggam salah satu ta
Saat ini Bagas tertunduk, merasa frustasi dengan apa yang baru saja terjadi padanya. Dia berada di sebuah kafe, bersama Kieran dan juga Nasya. Bagas sudah menceritakan semuanya apa yang terjadi pada Kieran maupun Nasya. Karena Bagas tak punya siapa-siapa lagi untuk meminta bantuan selain pada mereka. "Sebenarnya saya tidak masalah jika harus menikahi Viona, walau karena kesalahpahaman ini. Tapi masalahnya, ayah Viona meminta saya untuk melunasi hutangnya pada pak Raymond sebelum pernikahan berlangsung. Jika saya tidak mau melunasi dan tidak mau melunasi hutangnya, ayah Viona akan melaporkan saya ke polisi karena telah melecehkan Viona. Saya yakin polisi juga tidak akan menyalahkan saya karena tidak ada bukti yang kuat jika saya telah melecehkan Viona, tapi Viona bilang jika saya tidak mengikuti keinginan ayahnya kemungkinan Viona yang akan dalam masalah."Nasya mengangguk paham. "Walau hanya melihatnya sekali saja, tapi saya tahu bagaimana sifat ayah Viona. Saya s
Seminggu setelah pemakaman Mira. Ayyara tak pernah lagi bertemu ataupun berniat untuk menemui sang kakak, Ayuma. Agra, yang saat ini sudah masuk di bangku SMP, Kieran yang membiayai sekolahnya di luar kota. Sesuai permintaan Ayyara, yang tak mau jika sang adik sampai diurus oleh sang kakak. Sampai saat ini kematian Mira membuat Ayyara berpikiran buruk pada sang kakak. Dari sifatnya Ayyara sudah tau, mana mungkin Ayuma mau mengurus adiknya. Bahkan Ayyara masih berpikiran, mungkin saja penyakit ibunya semakin parah hingga menyebabkan kematian pasti karena Ayuma yang tak merawat ibunya dengan baik.Sebenarnya Ayyara ingin menginterogasi Ayuma atas kematian ibunya, namun dicegah oleh Kieran. Dengan alasan, tak mau Ayyara semakin mendapat masalah di saat masalahnya bersama Kieran kini belum juga usai."Apa yang dikatakan mas Kieran memang benar. Kak Ayuma bisa saja balik menuduhku, menyalahkanku karena sudah sangat tak menjenguk ibu. Tapi aku kan mel
Pagi itu, Kieran akhirnya membawa istri dan anaknya ke rumah Mira. Namun sampai sana rumah ibu mertuanya itu terlihat sangat sepi, padahal yang Ayyara katakan Ayuma juga berada di sana."Sepertinya tidak ada orang?" ucap Ayyara menebak. Tapi dia juga tak yakin, mengingat ibunya itu tidak suka meninggalkan rumah terlalu lama. "Tapi kita tunggu di teras saja, mungkin ibu sedang keluar ke suatu tempat dan akan segera pulang."Kieran mengangguk mengikuti saran sang istri. Mereka kemudian keluar dari mobil, Kieran menuntun Bara dan mengikuti Ayyara yang mulai berjalan menuju teras rumah Mira.Karena penasaran apakah di rumah benar tidak ada orang, Ayyara akhirnya memutuskan untuk membuka pintu utama tersebut. Dan anehnya pintu ternyata tidak dikunci, membuat Ayyara mengernyit bingung. "Jika di dalam rumah tidak ada orang, kenapa pintunya tidak dikunci?" Firasat Ayyara berubah buruk. Dia memutuskan untuk masuk ke rumah itu begitu saja, Kieran yang masi
Pukul lima pagi, Kieran terbangun dari tidurnya. Dia mengedipkan matanya sesaat lalu mengedarkan pandangannya. Dia sadar saat ini telah tertidur di sofa karena Ayyara mengusirnya dari kamar tadi malam. Padahal di rumahnya juga masih banyak kamar yang tidak terpakai, namun Kieran memilih untuk tidur di sana saja.Dia mulai beringsut duduk, membuat selimut tebal berwarna cokelat yang tadinya menutupi tubuhnya kini merosot turun. Kieran mengernyit bingung. "Seingatku, tadi malam aku tidak membawa selimut. Apa Ayyara yang memakaikannya padaku?""Bibi yang memakaikan selimut itu untuk tuan," sahut seorang wanita dari kejauhan yang sudah sadar jika sang tuan telah bangun. Kieran kini menatap ke arahnya, tampak kecewa dengan ucapan wanita itu barusan, namun Kieran menutupinya dengan senyuman tipis. Bi Sarah mulai menghampiri. "Terimakasih bi.""Tuan kenapa tidur di sini? Apa nyonya yang menyuruh tuan untuk tidur di sini?" Bi Sarah memasang raut khawatir
"Sebenarnya aku tidak apa-apa, maaf telah merepotkan kalian. Seharusnya kalian tidak perlu mendengarkan perkataan ayahku." Viona menunduk bersalah. Melihat hal itu Bagas tak tega. "Tidak Viona, ini sama sekali tidak merepotkan kami." Bagas kemudian menoleh ke arah Nasya yang juga masih bersama mereka. "Benarkan Nasya?"Nasya mengangguk menyetujui pertanyaan Bagas "Benar Viona, tidak perlu terlalu dipikirkan seperti itu."Viona tersenyum, setidaknya dia harus bersyukur karena bertemu dengan orang sebaik Bagas dan Nasya. Andai orang lain yang akan menabraknya tadi, pasti tentu akan marah saat Darka memintanya pertanggung jawaban padahal Viona nyaris tertabrak karena ulah ayahnya sendiri."Oh ya Bagas, Viona. Kalian tunggu di sini sebentar ya, biar aku yang menebus obatnya di apotek."Bagas dan Viona mengangguk mengizinkan, Nasya kemudian melangkah pergi meninggalkan mereka yang masih duduk di kursi tunggu yang ada di rumah sakit itu.