“Nama kakekku Arjan Hamid Bang, kita cari paman atau bibiku, aku yakin mereka masih ada. Abah di Indonesia bilang, mendiang bunda punya saudara!” Bannon kini memandang pekuburan yang di tata rapi dan indah, bak sebuah taman. Kini hatinya lega, makam ibunya sudah di pindah di tanah kelahirannya serta dimakamkan dengan layak di tempat yang bagus ini.“Kita harus ke kantor Badan Intelijen negara ini, aku yakin di sana kita kelak akan tahu di mana alamat kakek dan nenekmu. Kan bunda Helena dulu pernah jadi jadi agen di sana. Sekaligus nanti moga bisa bertemu paman atau bibimu yang masih hidup!”Kembali Bannon setuju dengan usul abang angkatnya ini. Mereka pun tak buang waktu menuju ke kantor yang termasuk sangat di jaga ketat ini.Namun, dengan kartu visa PBB nya, Bannon dan Soleh bisa dapat akses bertemu Kepala Administrasi dan dia pun bisa melacak di mana alamat orang tua ibunya.“Tunggu…aku rasa kenal dengan kamu…Bannon Al Sulaimin, apamukah orang yang bernama Kendra Sulaimin, yang
“Bannon ceritakanlah, biar Bibi kamu ini tak bingung!” Soleh menengahi. Karena suasana agak kaku. Wanita ini memandang Bannon dan dirinya masih curiga.Bagaimana tak curiga, Bannon dan Soleh datang-datang ngaku sebagai keponakan suaminya.Padahal selama ini suaminya tak pernah cerita punya keponakan gagah dan tampan dan seorang tentara dari Indonesia lagi.Bannon pun mulai bercerita runtut hubungan ayahnya dan juga ibundanya di masa lalu, wanita yang di panggil Bibi Yoha menganggukan kepala.Bannon pun tak lupa ceritakan masa kecilnya yang pahit dan beruntung sampai nyasar ke Indonesia, lalu bertemu orang tua angkat yang baik.Dan akhirnya bisa meniti karir di Akmil, lalu jadi seperti sekarang serta bisa bertemu ayahnya, juga makam ibunya yang sudah dia pindah ke Kota Amman (baca kisah seru Bannon saat kecil hingga jadi tentara di bab-bab terdahulu).Kini Bibi Yiha sudah yakin kalau pemuda tampan tinggi besar dengan mata agak kebiru-biruan ini memang anak Helena, atau kemenakan suamin
“Kita lewati jalanan yang kira-kira bisa pertemukan kita dengan Paman Taim Hamid, atau siapa tahu ada yang lihat si bocah Malik Sulaimin. Jalan-jalan yang tak lazim, tapi kita harus berhati-hati!” usul Soleh. Bannon, langsung oke saja tanpa banyak bertanya, menuju Lebanon, kedua orang ini sengaja tidak melewati jalanan yang biasa seperti usul Soleh tadi. Kedua orang ini seakan punya planning yang sama, yakni suka mencari tantangan dan pastinya masalah. Soleh bahkan berseluruh gatal sekali tangannya ingin membunuhi para penjahat seperti saat dulu bersama Abu Magun dan si Penjagal Gurun, ayah pemuda ini. Harta karun yang sebelumnya mereka bawa, kini sudah aman berada di sebuah bank di Mesir, separunya bahkan Bannon berikan buat Soleh dan masuk rekening pria ini, hingga si kocak ini makin kaya raya saja. Mereka berdua hanya bawa uang seperempat karung buat bekal di jalan. Bannon bisa santai tidur sekalipun, Soleh benar-benar hebat staminanya nyiter, tak mau di ganti. Hingga suatu ha
“Ya, sebutkan saja, tak usah khawatir!” sebut Soleh, sehingga Abu Kasep dan Manon mulai berkurang rasa kagetnya. Kaget dengan kenekatan dan juga niatan yang bagi mereka sama dengan cari mati.“Tunggu Tuan Bannon dan Tuan Soleh, apakah kalian hanya berdua satroni sarang kelompok bersenjata itu..?” Abu Kasep seakan ingin yakinkan hatinya sendiri.Abu Kasep masih kurang yakin, walaupun tadi dia sudah menyaksikan bagaimana ganasnya Bannon dan Soleh habisi 20 orang anggota komplotan itu sekaligus.Tapi menyerbu langsung ke markas para penjahat ganas itu, dia tentu saja sanksi. Apalagi komplotan itu tidaklah sedikit jumlahnya. Bersenjata berat lagi, bahkan mereka juga di katakan miliki tank tempur segala.Bannon pun tersenyum sedikit, dia maklum Abu Kasep masih sanksi dengan kenekatannya ini.“Tuan Abu Kasep, jangan takut, aku dan Abang ku yang ke sana, tak perlu warga di sini ikut. Karena akan sangat berbahaya sekali!” janji Bannon, sekaligus mencegah agar warga desa ini jangan ikut-ikutan
Pagi-pagi sekali, bahkan banyak warga yang belum bangun, Bannon pun pergi meninggalkan Desa Kur ini. Namun bukan ke Barat untuk selamatkan Soleh, tapi dia justru pergi ke Selatan!Awalnya dia memang menuju ke Barat, tapi tak di kira, baru 3 kiloan meninggalkan kampung ini, Bannon memutar dan kini dia menuju.Bannon juga tak menunggu 2 orang mata-mata yang dikatakan Abu Kasep di kirim, untuk mata-matai markas komplotan jahat itu.Bannon berpikir dia tak guna menunggu kedatangan mata-mata, bisa-bisa para warga yang di culik akan makin sengsara, juga Soleh si Abang angkatnya kini berada dalam bahaya setelah di culik 3 orang tak di kenal.Bannon masih penasaran apa tujuan mereka menculik dan menahan Soleh. Kalau mereka balas dendam, pastinya Soleh pasti mereka dor. Tapi Soleh malah di culik.“Jangan-jangan mereka akan minta tebusan, lebih baik aku bergerak duluan!” pikir Bannon.Walaupun tak tahu di mana persisnya sarang para penculik dan komplotan itu, tapi Bannon senyum sendiri saat kep
Bannon kini mulai masuk ke sebuah bangunan, dia ingin mengetahui di mana mereka menyekap Soleh. Bannon yakin Abang angkatnya ini masih hidup.“Semoga Bang Soleh tak kenapa-kenapa, luka sedikit saja, seluruh komplotan di sini tak ada yang beernafas lagi,” dengus Bannon menahan kegeraman di hatinya, kini sambil terus berindap-indap dan masuk ke sarang pasukan komplotan ini.Saat melihat seorang sedang jaga terkantuk-kantuk dan tercium bau alkohol. Bannon mendekat dan begitu di todong, orang ini tanpa banyak cincong langsung sebut di mana Soleh di sekap.Penjaga yang setengah mabuk ini langsung pingsan, setelah sekali popor senapan langsung Bannon lesakan di kepalanya. Informasi sudah Bannon dapatkan, sehingga dia tak berlaku sungkan lagi menghajar penjaga apes ini hingga melonsor di depan pintu.Di luar bangunan ini, tanpa Bannon sadari, si bocil Bungki mengambil sebuah senapan otomatis milik salah satu dari 3 orang penjaga yang sudah Bannon tewaskan sebelumnya.Entah nyali dari mana s
“Hmm…kok malah mirip aku lagi kecil ni bocah,” batin Bannon heran sendiri. Sambil menatap Bungki yang kini melahap makanan yang di berikan warga buatnya.Kemiripan inilah yang membuat Bannon jadi ‘jatuh hati’ pada Bungki.“Bungki, aku dan Bang Soleh akan lanjutkan perjalanan, setelah dia sembuh nanti. Kamu mau ikut kami nggak?” pancing Bannon.“Ikut Abang berdua..? Mau bangetttt!” sambut Bungki antusias. Sampai mau lepas makanan kebab yang dia santap.Bannon yang iba melihat pakaian Bungki yang ada tambalan itu lalu membelikan setengah stel pakaian buat bocah ini, lengkap dengan sepatunya. Hingga Bungki pun terlihat makin ‘tampan’.Bungki jangan di tanya, sampai jingkrak-jingkrak kesenangan, di belikan pakaian hingga 6 lembar ini dan dua sepatu baru.Lucunya, dengan bangga Bungki bilang, dia mulai kini adalah ‘Asisten’ Bannon, hingga warga di sana tertawa saja melihat polah si bocil ini.Bannon sampai bertanya soal Bungki ini ke Abu Kasep. Tapi pria setengah tua ini pun sama tak tahun
Lilita terlihat malu-malu kucianggg, gadis jelita ini malah menunduk dan sesekali melirik Bannon. Pemuda ini malah rada kebingungan, Bannon bolak-balik di depan Lilita yang duduk di sisi ranjang.Di satu sisi Bannon harus akui, dia menyukai gadis jelita ini, tapi di sisi lain dia belum mau terikat dengan Lilita. Dia juga tak tahu, bagaimana karakter wanita cantik ini.“Kenapa Bang…??!!” akhirnya Lilita memecah kesunyian diantara mereka.“Lilita…apakah ini artinya kita menikah..?” sebagai jawabannya, Lilita tanpa ragu mengangguk dan ini sukses bikin Bannon membulat mata birunya.“Boleh Abang bicara jujur, tapi janji Lilita tak boleh marah yaa?” kembali si jelita ini mengangguk.Sambil duduk di sisi Lilita Bannon pelan-pelan menceritakan dia belum siap menjadi seorang suami. Disertai alasan logis pastinya, agar si cantik ini tak kecewa dan marah.“Aku masih banyak tugas Lilita, sehingga aku tak mungkin tinggal dan menetap di sini bersama kamu. Tapi kamu jangan takut, aku menyukaimu, tap
Bannon hanya menunduk, gayanya tak ubahnya seorang anak TK yang bersiap kena marah bu gurunya. ‘Si guru’ ini antara gemas, marah dan kesal campur aduk. Syahila menghela nafas panjang, andai saja lengan kirinya tak di pasangi infus, sejak tadi dia ingin menabok wajah suaminya menumpahkan kekesalan hatinya. Tapi saat melihat kelakuan suaminya ini, hati siapa yang tak gemas sekaligus ingin tertawa! Dua perawat yang tadi bantu proses persalinan membiarkan kedua suami istri sepadan ini bicara. Tapi mereka sepakat, iri melihat sang suami yang sangat ganteng dan istrinya yang jelita ini dan kini lahirlah seorang junior tampan yang mewarisi keduanya. “Ehemm, cantik banget yaa mami si Banina itu, keibuan lagi dan…sangat dewasa!” cetus Syahila. “I-ya…cakep kayak artis si Celine Evaaa….!” Bannon mengatupkan lagi rahangnya saat mata Syahila yang indah bak bintang kejora melotot. Namun saat melihat sang suami langsung menunduk, mata indah indah ini kembali normal. “Bang, jujur deh, apakah s
Bannon sudah memensiunkan baju seragam militernya. Dia kini menjadi eksekutif muda, kerjasama dengan perusahaan Abu Magun sepupunya, juga pastinya perusahaan ayahnya.Bannon juga menempati gedung perkantoran Sulaimin Group yang berada di lantai 17, dari 37 lantai gedung mewah ini.Dari berseragam militer, Bannon kini kini sering tampil trendy dengan jas dan dasi.Ritme kehidupan Bannon berjalan baik sampai usia kandungan Syahila sudah memasuki usia 9 bulanan. tapi diam-diam, Bannon tetap jalin komunikasi dengan Angel dan anaknya Banina.Hingga suatu hari usai bertemu sesama pengusaha lainnya, di sebuah kafe yang berada di Plaza Indonesia, Bannon tak sengaja melihat Angel dan Banina.Setelah meminta dua stafnya dan sekretarisnya duluan ke kantor, dengan senyum lebar pria ini mendekati ibu dan anak ini.Hati tak bisa di bohongi, amor cinta sudah begitu mendalam dengan si janda jelita ini.Angel apalagi, tak menyangka bertemu mantan kekasihnya yang makin tampan dan pastinya makin kelihat
Angel tak langsung mengiyakan, dia menatap Bannon. “Bang…bagaimana dengan Syahila, istri Abang itu,” Bannon terdiam.Melihat pria ini terdiam, Angel tersenyum maklum, walupun usianya dengan Bannon hanya terpaut satu tahun lebih muda dari pria ini. Tapi Angel memiliki pikiran dewasa.Kedewasaan ini lah yang membuat Bannon selalu teringat Angel hingga saat ini. Benar-benar mirip mendiang Yurica sifatnya. Juga pengertiannya yang itu yang tak bisa Bannon lupakan hingga kini.Angel seorang wanita dan paham, belum tentu Syahila ikhlas menerima dia sebagai madunya.“I-itu…nanti akan aku bicarakan dengan Syahila..!” agak tergagap juga Bannon bicara.“Bang…aku akan mengiyakan ajakan Abang menikah…syaratnya adalah, pertemukan aku dengan Syahila dan ingat…seandainya Abang menikahiku, karir Abang di militer habis…pikirkanlah lagi. Abang masih muda, masih bisa meraih pangkat bintang di bahu Abang!”Kaget lah Bannon, mempertemukan kedua wanita cantik ini, bagaimana tanggapan Syahila, mana lagi hami
Kakek Langga tersenyum memandang hasil tes DNA, hasilnya adalah 99,9 persen Malik Sulaimin identik.Kini tak ada keraguan lagi dari si kakek ini, kalau Malik adalah memang benar buyutnya, anak dari Aldi Sulaimin dan Selena, ibu dari si bocil ini.Kakek Langga sengaja lakukan itu, untuk menyakinkan hatinya, kalau Malik adalah buyutnya...karena Kakek Langga ingin berikan warisan besar buat Malik.Hasil inipun langsung dia kirim ke Kandi Sulaimin, pria setengah tua ini pun bahagia, sama seperti ayahnya Langga Kasela, Kandi Sulaimin juga plong.Besoknya, Kandi dan Nadia langsung terbang dengan private jet ke Banjarmasin.Hati tak bisa di bohongi rasa sayang pada cucu sendiri sangat besar. Kandi langsung memeluk cucunya ini.Kali ini Malik lagi-lagi menerima dengan baik kakek kandungnya sendiri. Melihat ketampanan kakeknya, ceplosan Malik bikin Nadia melotot sambil tertawa."Kakek ganteng banget, nggak pingin nambah nenek baru buat Malik ya kek!" cerocos Malik, telinganya langsung di jewer
Bungki ternyata menurun kecerdasan ayahnya, walaupun tak punya uang, tapi akal cerdiknya jalan. Dia jual ponsel mahalnya yang dibelikan Bannon, seharga 15 jutaan.Ponsel berharga hampir 30 juta ini tentu saja langsung di beli pemilik gerai ponsel. Si pemilik gerai tahu ini ponsel premium dan baru 4 bulanan di pakai Bungki.Bungki langsung ke bandara dan tujuannya bukan ke Timur Tengah, tapi ke Kalimantan. Dia ingin ke Banjarmasin. Tempat yang belum pernah ia datangi.Siapa yang di temuinya…?Inilah yang membuat Abu Magun gagal mencarinya, juga aparat kepolisian dan tentara di Jakarta. Sebab di saat bersamaan Bungki sudah berada di Bandara Syamsudinor, Banjarbaru.“Om Bannon pernah bilang kakek buyut dan nenek buyut ada di Banjarmasin,” batin si bocil ini.Dalam hati Bungki, sebenarnya sudah mengakui kalau Abu Magun ayah kandungnya.Saat melihat wajah Abu Magun, Bungki sudah kagum sekali. “Tak heran Umi jatuh cinta dengan Abi….ganteng soalnya!” bibirnya malah senyum sendiri.Tapi pikir
“Bang…tenang dulu, biar nanti aku bujuk pelan-pelan, entah kenapa Bungki eh si Malik jadi mendadak berubah, begitu tahu Abang adalah ayah kandungnya?” Bannon mencegah Abu Magun yang ingin kejar Bungki.Abu Magun terdiam dan mengangguk.Bungki ternyata kabur dari rumah dan tak pulang hingga malam hari, ponselnya pun sengaja tak di aktifkan. Setelah berkali-kali Bannon mencoba mengontaknya.Bannon apalagi Abu Magun bingung juga dengan perubahan si Bungki, kenapa bisa mendadak berubah dan agaknya marah dengan Abu Magun.Marahnya kenapa? Seharusnya dia bahagia akhirnya tahu kalau Abu Magun adalah ayah kandungnya. Dan tak sengaja malah di temukan Bannon, yang ternyata Om nya sendiri.Bannon sampai menelpon guru dan beberapa teman Bungki di sekolah Paket A. Apakah anak itu ada ke sana. Namun semuanya bilang tidak ada.Abu Magun langsung khawatir dengan anak sulungnya ini.“Jangan khawatir Bang, Bungki itu anak yang
“Katakan siapa yang membuat Selena sakit?” kali ini Abu Magun melunak dan menunggu.“Abu Jarrah, dialah pelakunya. Dia dendam dengan orang yang bernama Abu Magun, lalu saat dengar ceritaku, dia menembak Selena, tapi kena punggung dan inilah yang bikin Selena sakit parah""Karena aku yang melindungi saat itu. Aku juga terpaksa membuang Malik, karena dia tahu itu anak Abu Magun dan Selena dan ingin membunuhnya..!”Abu Magun terdiam sesaat.“Hmm…ceritamu menolong nyawamu, di mana sekarang si bangsat Abu Jarrah itu bersembunyi.” dengus Abu Magun marah.Dalam hati Abu Magun kaget juga, di pikirnya Abu Jarrah sudah tewas, ketika dulu markas mereka dia serbu bersama Kendra, juga Nancy, Ashi serta Soleh di distrik Al Iqro (baca bab-bab terdahulu).Tanpa ragu Afok Yousef sebutkan persembunyian Abu Jarrah. Tapi Afok Yousef bilang, dia sudah lama tak tahu kabar soal Abu Jarrah setelah insiden itu.Jadi dia tak tahu apakah Abu Jarrah masih hidup, atau malah sudah mati. “Tuan..jadi kamulah yang b
Peringatan itu di ingat betul Abu Magun. “Berarti ni orang benar-benar berbahaya,” pikir Abu Magun, sambil memacu mobil ke alamat yang di sebutkan pria setengah mabuk tadi.Abu Magun membuka penutup kain di jok depannya, ternyata di bawah kain ada sebuah senjata otomatis, yang bisa menembakan 100 peluru.Walaupun lama tak ikut berperang, tapi kemampuan Abu Magun tetap terjaga, dia malah sangat antusias menghadapi musuhnya kali ini.Tempat ini berada di pinggiran kota Al Balla. Daerah ini terlihat ramai, namun Abu Magun sudah melihat ada beberapa mata tajam menatap mobilnya.Di balik kacamata hitamnya, Abu Magun bisa melihat pandangan curiga pada dirinya. Tapi tanpa takut dia terus maju.Di sebuah tikungan, Abu Magun tersenyum sendiri, di depannya sudah berjejer 10 orang sekaligus dengan senjata terkokang.Abu Magun tak ada ketakutan sama sekali, dia keluar dari mobilnya dan menghadap ke 10 orang ini.“Stop, siapa kamu?” bentak pemimpin komplotan ini.“Maaf, aku tak ingin bermusuhan de
Iman makan dengan sangat lahap, benar-benar lapar sekali si bocil ini. Tanpa malu-malu dia sampai minta tambah hingga 2X ke pemilik kafe.Si pemilik kafe ini sempat ragu, apakah si bocil ini bsa membayar makanannya tersebut.Tapi keraguan itu terjawab, setelah Abu Magun taruh uang di atas meja. “Ambil ini, sisanya buat kamu!” si pemilik kafe langsung mengangguk hormat, lalu buru-buru ambilkan pesanan Iman.Abu Magun membiarkan saja bahkan meminta Iman jangan sungkan nambah dan ambil lauk yang mana dia suka.Saking kenyangnya, Iman pun bersendawa lumayan nyaring, hingga Abu Magun senyum sendiri melihat kelakuan spontan anak ini.“Makasih Tuan, enak sekali, baru kali ini Iman makan sekenyang ini!” Iman sampai mengelus-ngelus perut kurusnya yang terlihat membuncit.“Bagus…sekarang aku mau tanya, benarkah kamu dan Bungki itu bersaudara angkat?” Abu Magun agaknya langsung saja ke topik, dia malas bertele-tele.“Betu sekali tuan, Bungki waktu itu nangis di tengah pasar kelaparan, lalu aku d