Aina bukanlah LC yang merangkap open BO, kalau dia mau, mungkin si denok ini sudah punya mobil dan apartemen. Godaan datang setiap kali dia menemani tamu di room karaoke.Apalagi tamu-tamunya rata-rata orang berdokat tebal, yang berani bayar mahal, asal dia mau menemani bobok. Tapi Aina tetap tak goyah dan tak mau ber open BO.Tapi melihat Bannon, imannya goyah, selain bantuan jumbo hingga 200 juta, ketampanan pemuda ini juga bikin Aina luluh.Kini dia tanpa sungkan melepas pakaian dasternya buat pemuda ini, dan memperlihatkan isinya. Bannon melotot juga melihat kemulusan serta body Aina yang memang sangat mirip penyanyi Aura Kasih ini.Bannon pun bak kuda jantan lagi berahi, tak melewatkan kesempatan ini. Ia langsung melepas pakaiannya dan mereka bergelut di kasur empuk milik Aina.Sebagai pria berpengalaman, saat melihat hutan Aina yang tertutup rapat dan berumput tebal, walaupun sudah janda. Bannon tahu kalau Aina tak bohong, dia bukan wanita yang mudah luluh oleh rayuan lelaki hid
Bannon berlalu dari sana dan tak memperdulikan kondisi Naro yang setengah mampus ini. Dia kini akan mencari Lukita yang telah memukul tengkuk istrinya, hingga Yurica menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit.Besoknya tubuh Naro ditemukan warga dan di bawa ke rumah sakit, Lukita dan Jenderal F kaget setengah mati saat tahu kondisi Naro yang sangat memprihatikan ini, ketika mereka mengunjunginya di rumah sakit.Mulut pecah, rahang tergeser dan kakinya…terpaksa di amputasi. Gara-gara itulah, Lukita ketakutan dan kemana-mana selalu bawa anak buah hingga 5 orang.“Apakah Bannon yang melakukan ini, ataukah orang suruhannya, atau musuh kami yang lain? Kalau memang Bannon, aku harus duluan membunuhnya. Daripada aku yang bernasib seperti si Naro,” batin Lukita ketakutan sendiri.Lukita dan Jenderal F tak bisa menanyai Naro, yang masih syok dan sering berteriak ketakutan, agar jangan di tembak lagi!Teror yang Bannon lakukan bikin musuh-musuhnya mencari akal untuk membunuhnya! Tapi Bannon
“I-iya…namaku Bannon, kakek siapa yaa..?” Bannon menatap wajah kakek ini, dia mulai terkaget-kaget. Wajah si kakek ini walaupun sudah mulai keriput, tapi ada kemiripan dengan…dirinya sendiri. Si kakek ini malah memutari tubuhnya, yang saat ini masih memakai seragam loreng hijau, dengan pangkat baru, Kolonel. Bannon sampai terdiam sendiri sambil meletakan ranselnya ke lantai teras. “Hmm…hebat…ganteng, tinggi, blasteran Arab-Indonesia, sudah Kolonel pula, usia muda sudah berpangkat perwira, luar biasa!” puji si kakek ini, yang belum juga kenalkan dirinya. Kini kakek itu berhenti tepat di hadapannya, saat tersenyum, gigi kakek ini masih utuh, tak ada yang palsu. Tiba-tiba dari dalam rumah keluar seorang nenek yang juga terlihat masih cantik. “Kek udah datang belum cucu kita…eh ini yaa orangnya, si Bannon. Wah-wahhh ganteng sekali!” seru si nenek ini dan langsung mendekati keduanya. “Kakek…nenek…apakah ini Kakek Langga dan Nenek Andina?” “Hmmm tak salah lagi, kamu ini cucu kurang aj
Syahila terlihat menepis tangan si kapten pilot ini. Saat mobil jemputan Bannon tiba, pemuda ini kaget bukan main, tiba-tiba pramugari Syahila mendekatinya sambil seret tas bagasinya.“Bang boleh ikut mobil kamu?”Bannon kaget dan sampai lama menatap wajah Syahila, lalu ke kapten pilot cs. Tapi melihat wajah Syahila yang begitu cemas, Bannon mengiyakan.Si kapten pilot terlihat menatap tajam ke Bannon dan Syahila, yang kini sudah masuk ke mobil mewah yang jemput Bannon.“Makasih Bang…mungkin hari ini terakhir Abang lihat aku berbaju pramugari, mulai besok aku ajukan resign. Aku berhenti jadi pramugari!”“Hmm…ada apa kamu dengan si pilot itu…Syahila?” Bannon menatap bed nama pramugari ini di dadanya. Syahila melepas ikatan rambutnya lalu menguraikannya, gaya begitu sangat cantik di mata Bannon.“Panjang kisahnya Bang, nantilah aku cerita, intinya sekarang aku lagi galau, kerja apa setelah keluar dari pramugari ini!”Bannon sampai senyum sendiri, Syahila seolah kenal lama saja dengannya
Di saat Syahila sibuk urus pengunduran dirinya di kantor cabang maskapai plat merah ini. Bannon pun berangkat ke rumah ayah kandungnya.Entah kenapa dia sangat gugup untuk bertemu pertama kalinya dengan orang tuanya sendiri, yang pastinya sudah tahu jati dirinya.Rumah Kendra berada di Banjarbaru, yang berjarak 35 kilometeran dari Banjarmasin, di sebuah kompleks perumahan yang sangat mewah.Di antar Ijak, kini Bannon sudah sampai di halaman rumah yang sangat luas ini, bak lapangan bola saja, tapi di penuhi taman yang indah.Begitu keluar dari mobil Angela dan Abdurahman dua adik-adiknya langsung menyambut kedatangan Bannon.Bannon terpaksa menggendong dua adiknya yang berebutan menaiki tubuhnya. Saat melihat Abdurahman yang di panggil Abed, Bannon seolah melihat dia saat kecil.Wajah Abed benar-benar mirip sekali dengan dirinya, bak pinang di belang kampak, saking miripnya.Angela cemburu melihat Bannon terlihat begitu sayang dengan Abed. Bannon pun tertawa dan Abed di taruh di punggu
“Maafkan Abahmu ini Bannon, Abah sangat menyayangi ibumu, juga kamu!” bisik Kendra.“Bannon yang paling bersalah, kalau Abah masih ingin menampar Bannon, silahkan Abah!” kini keduanya kembali saling bertatapan tajam.Saat Kendra menatap mata Bannon yang biru-biru, runtuhlah dua tetes bening dipipinya, itulah mata Helena, yang ada biru-birunya, seakan hidup lagi di mata anaknya ini.Bibir Bannon tersenyum bahagia, ayahnya akhirnya ikutan tersenyum. “Nanti kita bertarung di ring! Abah bikin KO si Kolonel ini, berani sekali menantang Si Penjagal Gurun” tantang Kendra, tapi bibirnya tertawa.Bannon langsung ikutan tertawa dan mengangguk, dan keduanya kembali berpelukan erat sambil tertawa bahagia.Hanun, Abed dan Angela berlarian dan memeluk ayah dan Abangnya. “Abah kok kejam amillll…Abang besalll salah apa, kok di tampalll sih Bah?” si bawel nan cadel Angela menegur ayahnya ini.Bannon buru-buru menggendong adiknya yang bawel dan menggemaskan ini.“Angela sayang…Abang memang nakal, jadi
“Bang Lettu Tosak Hariri itu sepupu aku Bang, ayahnya kakak ibuku!” aku Syahila apa adanya. Bannon pun tersenyum maklum, Pantasss, si Tosak ada tampang Arabnya, ternyata mereka ini sepupuan, pikir Bannon. Bannon pun ingat, Tossak yang akrab dengannya selama di Papua cerita, kalau ayahnya turunan Arab dan ibunya asli Papua.Dan hari ini dia baru tahu kalau Syahila adalah sepupu sahabatnya itu. “Kamu butuh berapa Syahila?” pancing Bannon lagi tanpa tedeng aling-aling. Pria ini seperti biasa, akan senang hati membantu.Bannon langsung kaget, saat Syahila menolak mentah-mentah di beri, si cantik ini maunya di pinjami.“Bang, jangan beri aku ikan, tapi beri alat pancing, adakah pekerjaan buatku?” Syahila menatap wajah Bannon, saat itulah lewat Kakek Langga dan mendengar ucapan Syahila barusan, kagum sekali si kakek ini dengan pendirian Syahila.Padahal mana ada yang nolak di beri uang tak sedikit, tapi Syahila memang beda. Menolak pemberian Bannon.“Kamu berhenti jadi pramugari yaa…hei B
Saat Syahila tiba ke rumah mewah Bannon, dia kaget pria tampan ini sudah berangkat ke Bandung dan berpesan lewat ART nya, untuk menempati kamar di atas yang bersebelahan dengan kamar Bannon.Syahila kembali di buat melongo, kamar yang dia tempati bak hotel bintang 5, luas dan mewah sekali.Saat dia melihat toiletnya, si cantik ini kembali terkagum-kagum akan kemewahan rumah pemuda ini.“Ngeri banget, ini sih bukan orang kaya kaleng-kaleng, tak berani aku menyukai pria begini. Ibarat punguk merindukan bulan. Jomplang sekali aku dan Bang Bannon ini, sudah anak orkay, kolonel pula pangkatnya, tampan lagi. Benar-benar manusia beruntung si Abang ini!” batin Syahila terkagum-kagum.Tentu saja Syahila tak tahu, di balik itu semua, Bannon aslinya orang yang sering menderita sejak lahir (baca bab-bab sebelumnya).Saat Syahila iseng jalan-jalan melihat rumah besar mewah ini, dia kaget tapi tersenyum saat melihat sebuah foto ukuran besar di ruangan tengah.Foto Bannon bersama 3 anak buahnya, yak
Bannon hanya menunduk, gayanya tak ubahnya seorang anak TK yang bersiap kena marah bu gurunya. ‘Si guru’ ini antara gemas, marah dan kesal campur aduk. Syahila menghela nafas panjang, andai saja lengan kirinya tak di pasangi infus, sejak tadi dia ingin menabok wajah suaminya menumpahkan kekesalan hatinya. Tapi saat melihat kelakuan suaminya ini, hati siapa yang tak gemas sekaligus ingin tertawa! Dua perawat yang tadi bantu proses persalinan membiarkan kedua suami istri sepadan ini bicara. Tapi mereka sepakat, iri melihat sang suami yang sangat ganteng dan istrinya yang jelita ini dan kini lahirlah seorang junior tampan yang mewarisi keduanya. “Ehemm, cantik banget yaa mami si Banina itu, keibuan lagi dan…sangat dewasa!” cetus Syahila. “I-ya…cakep kayak artis si Celine Evaaa….!” Bannon mengatupkan lagi rahangnya saat mata Syahila yang indah bak bintang kejora melotot. Namun saat melihat sang suami langsung menunduk, mata indah indah ini kembali normal. “Bang, jujur deh, apakah s
Bannon sudah memensiunkan baju seragam militernya. Dia kini menjadi eksekutif muda, kerjasama dengan perusahaan Abu Magun sepupunya, juga pastinya perusahaan ayahnya.Bannon juga menempati gedung perkantoran Sulaimin Group yang berada di lantai 17, dari 37 lantai gedung mewah ini.Dari berseragam militer, Bannon kini kini sering tampil trendy dengan jas dan dasi.Ritme kehidupan Bannon berjalan baik sampai usia kandungan Syahila sudah memasuki usia 9 bulanan. tapi diam-diam, Bannon tetap jalin komunikasi dengan Angel dan anaknya Banina.Hingga suatu hari usai bertemu sesama pengusaha lainnya, di sebuah kafe yang berada di Plaza Indonesia, Bannon tak sengaja melihat Angel dan Banina.Setelah meminta dua stafnya dan sekretarisnya duluan ke kantor, dengan senyum lebar pria ini mendekati ibu dan anak ini.Hati tak bisa di bohongi, amor cinta sudah begitu mendalam dengan si janda jelita ini.Angel apalagi, tak menyangka bertemu mantan kekasihnya yang makin tampan dan pastinya makin kelihat
Angel tak langsung mengiyakan, dia menatap Bannon. “Bang…bagaimana dengan Syahila, istri Abang itu,” Bannon terdiam.Melihat pria ini terdiam, Angel tersenyum maklum, walupun usianya dengan Bannon hanya terpaut satu tahun lebih muda dari pria ini. Tapi Angel memiliki pikiran dewasa.Kedewasaan ini lah yang membuat Bannon selalu teringat Angel hingga saat ini. Benar-benar mirip mendiang Yurica sifatnya. Juga pengertiannya yang itu yang tak bisa Bannon lupakan hingga kini.Angel seorang wanita dan paham, belum tentu Syahila ikhlas menerima dia sebagai madunya.“I-itu…nanti akan aku bicarakan dengan Syahila..!” agak tergagap juga Bannon bicara.“Bang…aku akan mengiyakan ajakan Abang menikah…syaratnya adalah, pertemukan aku dengan Syahila dan ingat…seandainya Abang menikahiku, karir Abang di militer habis…pikirkanlah lagi. Abang masih muda, masih bisa meraih pangkat bintang di bahu Abang!”Kaget lah Bannon, mempertemukan kedua wanita cantik ini, bagaimana tanggapan Syahila, mana lagi hami
Kakek Langga tersenyum memandang hasil tes DNA, hasilnya adalah 99,9 persen Malik Sulaimin identik.Kini tak ada keraguan lagi dari si kakek ini, kalau Malik adalah memang benar buyutnya, anak dari Aldi Sulaimin dan Selena, ibu dari si bocil ini.Kakek Langga sengaja lakukan itu, untuk menyakinkan hatinya, kalau Malik adalah buyutnya...karena Kakek Langga ingin berikan warisan besar buat Malik.Hasil inipun langsung dia kirim ke Kandi Sulaimin, pria setengah tua ini pun bahagia, sama seperti ayahnya Langga Kasela, Kandi Sulaimin juga plong.Besoknya, Kandi dan Nadia langsung terbang dengan private jet ke Banjarmasin.Hati tak bisa di bohongi rasa sayang pada cucu sendiri sangat besar. Kandi langsung memeluk cucunya ini.Kali ini Malik lagi-lagi menerima dengan baik kakek kandungnya sendiri. Melihat ketampanan kakeknya, ceplosan Malik bikin Nadia melotot sambil tertawa."Kakek ganteng banget, nggak pingin nambah nenek baru buat Malik ya kek!" cerocos Malik, telinganya langsung di jewer
Bungki ternyata menurun kecerdasan ayahnya, walaupun tak punya uang, tapi akal cerdiknya jalan. Dia jual ponsel mahalnya yang dibelikan Bannon, seharga 15 jutaan.Ponsel berharga hampir 30 juta ini tentu saja langsung di beli pemilik gerai ponsel. Si pemilik gerai tahu ini ponsel premium dan baru 4 bulanan di pakai Bungki.Bungki langsung ke bandara dan tujuannya bukan ke Timur Tengah, tapi ke Kalimantan. Dia ingin ke Banjarmasin. Tempat yang belum pernah ia datangi.Siapa yang di temuinya…?Inilah yang membuat Abu Magun gagal mencarinya, juga aparat kepolisian dan tentara di Jakarta. Sebab di saat bersamaan Bungki sudah berada di Bandara Syamsudinor, Banjarbaru.“Om Bannon pernah bilang kakek buyut dan nenek buyut ada di Banjarmasin,” batin si bocil ini.Dalam hati Bungki, sebenarnya sudah mengakui kalau Abu Magun ayah kandungnya.Saat melihat wajah Abu Magun, Bungki sudah kagum sekali. “Tak heran Umi jatuh cinta dengan Abi….ganteng soalnya!” bibirnya malah senyum sendiri.Tapi pikir
“Bang…tenang dulu, biar nanti aku bujuk pelan-pelan, entah kenapa Bungki eh si Malik jadi mendadak berubah, begitu tahu Abang adalah ayah kandungnya?” Bannon mencegah Abu Magun yang ingin kejar Bungki.Abu Magun terdiam dan mengangguk.Bungki ternyata kabur dari rumah dan tak pulang hingga malam hari, ponselnya pun sengaja tak di aktifkan. Setelah berkali-kali Bannon mencoba mengontaknya.Bannon apalagi Abu Magun bingung juga dengan perubahan si Bungki, kenapa bisa mendadak berubah dan agaknya marah dengan Abu Magun.Marahnya kenapa? Seharusnya dia bahagia akhirnya tahu kalau Abu Magun adalah ayah kandungnya. Dan tak sengaja malah di temukan Bannon, yang ternyata Om nya sendiri.Bannon sampai menelpon guru dan beberapa teman Bungki di sekolah Paket A. Apakah anak itu ada ke sana. Namun semuanya bilang tidak ada.Abu Magun langsung khawatir dengan anak sulungnya ini.“Jangan khawatir Bang, Bungki itu anak yang
“Katakan siapa yang membuat Selena sakit?” kali ini Abu Magun melunak dan menunggu.“Abu Jarrah, dialah pelakunya. Dia dendam dengan orang yang bernama Abu Magun, lalu saat dengar ceritaku, dia menembak Selena, tapi kena punggung dan inilah yang bikin Selena sakit parah""Karena aku yang melindungi saat itu. Aku juga terpaksa membuang Malik, karena dia tahu itu anak Abu Magun dan Selena dan ingin membunuhnya..!”Abu Magun terdiam sesaat.“Hmm…ceritamu menolong nyawamu, di mana sekarang si bangsat Abu Jarrah itu bersembunyi.” dengus Abu Magun marah.Dalam hati Abu Magun kaget juga, di pikirnya Abu Jarrah sudah tewas, ketika dulu markas mereka dia serbu bersama Kendra, juga Nancy, Ashi serta Soleh di distrik Al Iqro (baca bab-bab terdahulu).Tanpa ragu Afok Yousef sebutkan persembunyian Abu Jarrah. Tapi Afok Yousef bilang, dia sudah lama tak tahu kabar soal Abu Jarrah setelah insiden itu.Jadi dia tak tahu apakah Abu Jarrah masih hidup, atau malah sudah mati. “Tuan..jadi kamulah yang b
Peringatan itu di ingat betul Abu Magun. “Berarti ni orang benar-benar berbahaya,” pikir Abu Magun, sambil memacu mobil ke alamat yang di sebutkan pria setengah mabuk tadi.Abu Magun membuka penutup kain di jok depannya, ternyata di bawah kain ada sebuah senjata otomatis, yang bisa menembakan 100 peluru.Walaupun lama tak ikut berperang, tapi kemampuan Abu Magun tetap terjaga, dia malah sangat antusias menghadapi musuhnya kali ini.Tempat ini berada di pinggiran kota Al Balla. Daerah ini terlihat ramai, namun Abu Magun sudah melihat ada beberapa mata tajam menatap mobilnya.Di balik kacamata hitamnya, Abu Magun bisa melihat pandangan curiga pada dirinya. Tapi tanpa takut dia terus maju.Di sebuah tikungan, Abu Magun tersenyum sendiri, di depannya sudah berjejer 10 orang sekaligus dengan senjata terkokang.Abu Magun tak ada ketakutan sama sekali, dia keluar dari mobilnya dan menghadap ke 10 orang ini.“Stop, siapa kamu?” bentak pemimpin komplotan ini.“Maaf, aku tak ingin bermusuhan de
Iman makan dengan sangat lahap, benar-benar lapar sekali si bocil ini. Tanpa malu-malu dia sampai minta tambah hingga 2X ke pemilik kafe.Si pemilik kafe ini sempat ragu, apakah si bocil ini bsa membayar makanannya tersebut.Tapi keraguan itu terjawab, setelah Abu Magun taruh uang di atas meja. “Ambil ini, sisanya buat kamu!” si pemilik kafe langsung mengangguk hormat, lalu buru-buru ambilkan pesanan Iman.Abu Magun membiarkan saja bahkan meminta Iman jangan sungkan nambah dan ambil lauk yang mana dia suka.Saking kenyangnya, Iman pun bersendawa lumayan nyaring, hingga Abu Magun senyum sendiri melihat kelakuan spontan anak ini.“Makasih Tuan, enak sekali, baru kali ini Iman makan sekenyang ini!” Iman sampai mengelus-ngelus perut kurusnya yang terlihat membuncit.“Bagus…sekarang aku mau tanya, benarkah kamu dan Bungki itu bersaudara angkat?” Abu Magun agaknya langsung saja ke topik, dia malas bertele-tele.“Betu sekali tuan, Bungki waktu itu nangis di tengah pasar kelaparan, lalu aku d