Toni melenggang pongah menuju ke kantornya, dua satpam yang berada di depan pintu masuk menunduk dalam-dalam ke arahnya.Toni mencueki itu, dia berlalu tanpa menyapa satpam nya ini dan langsung menuju lift. Dua satpam ini saling berbisik, lalu tertawa penuh arti.“Lihat saja, sebentar lagi dia akan nangis bombai!” kata salah satu satpam ini.“Huss…kita harus bersiap, sebentar lagi drama akan terjadi…siap-siap yaa!”“Siapppp komandan!” sahut rekannya ini dengan gaya ala militer, lalu keduanya tertawa.Toni langsung saja naik ke lantai 3, di mana ruangan kerjanya berada. Kantor Wagira Group memang memiliki 3 lantai, dan Toni berkantor di lantai atas.Setelah penanda tanganan dengan Kandi, baru hari ini Toni masuk kerja. Atau 3hari kemudian. Pria muda ini benar-benar berpesta sepuasnya di pub.Hampir 300 juta dia habiskan selama 3 hari 2 malam berpesta di sana, bersama teman-temannya, juga 3 wanita open BO yang dia boking.Semenjak Irwina meninggalkannya dan tak lama kemudian meninggal d
Dengan tatapan penuh dendam, Toni di giring keluar oleh 4 satpam ini, Kandi hanya menatap wajah Toni dengan senyum sinis.Toni bahkan makin marah, saat mobilnya di sita perusahaan, dia kini benar-benar tak punya apa-apa lagi. Toni benaran jadi gembel, karena semua kekayaannya di lucuti.Saat berjalan kaki meninggalkan kantor yang sempat dia kuasai ini, Toni langsung menghempaskan ponselnya, saking murkanya.Karena ibunya barusan menelpon dan bilang rumah mereka di sita polisi dan ibunya terusir dari rumah tersebut. “Mami sekarang terpaksa cari kontrakan!” kata Tante Amora.Yang membuat Toni tak berkutik adalah ucapan terakhir Kandi, yang mengatakan mulai sekarang, Toni tak perlu lagi pakai embel-embel Wagira di belakang namanya.“Kamu tanyakan pada Tante Amora, ibu kamu itu, siapa ayah kandung kamu…!” ucapan itu bahkan bikin kaget Lia.“Bang, kamu tahu darimana kalau Toni itu bukan anak Rompas Wagira!” tanya Lia saat Toni sudah keluar dari ruang kerja ini.Kandi tersenyum, padahal dia
Namun, inilah hebatnya seorang wanita, Arini baru sadar saat dirinya sudah tak kenakan apa-apa lagi. Dia langsung mendorong tubuh Kandi, lalu mengambil pakaiannya dan secepatnya mengenakan kembali seluruh baju dan roknya tersebut.Lalu tanpa bicara sepatah katapun, Arini pergi meninggalkan Kandi yang terpesona dan takjub, karena dia baru saja…di tolak!Arini menolak mentah-mentah ajakan bercinta Kandi, dia sadar di saat hampir saja penyatuan terjadi. Bahkan batang Kandi sudah menyentuh mulut rahim Arini, tinggal dorong akan masuk!Inilah yang membuat Kandi melongo! Baru pertama kali bertemu wanita seperti Arini. Menolak di saat 'kritis'...! Benar-benar bikin Kandi takjub, kaget dan tak mengira sama sekali.Kandi sampai lama terdiam di toilet ini, baru pertama kalinya dia gagal bercinta dengan seorang wanita, padahal…tinggal selangkah lagi.“Wanita yang hebat…pintar, cerdik dan…kuat menahan nafsu, langka sekali wanita begini!” gumam Kandi tanpa sadar. Sekaligus diam-diam memuji sikap A
Sambil menurunkan belanjaannya yang banyak ini dan menaruhnya di pojok, Arief mempersilahkan Kandi masuk ke rumah kecilnya ini. Yang dikatakanya di sewa ibunya sejak 2 tahunan yang lalu.“Sama Om dokter bu, katanya si Om sekalian mau periksa ibu!” sahut Arief, menjawab pertanyaan ibunya tadi. Karena dia sibuk mengangkati belanjaan tadi, hingga ibunya heran sendiri.“Kok kamu bawa dokter, emank kamu punya duit? Terus darimana kamu dapat uang, hingga bisa belanja banyak begitu?" tegur wanita itu lagi, kini terlihatlah wajah yang pucat dan kurus.Kandi pun terkejut sekaligus terdiam sesaat saat melihat wajah wanita kurus ini. Walaupun belum terlalu tua, bahkan masih terlihat kecantikannya, Kandi tak pernah lupa dengan wanita yang terbaring sakit ini. “Mba Sisca…!” Kandi memanggil nama wanita ini.“Siapa anda, kok kenal saya?” wanita ini menatap heran ke Kandi, yang membelakangi pintu, sehingga tak terlihat jelas wajahnya.Kandi pun duduk di dekat tubuh wanita yang dia panggil Sisca, kin
“Arini…!” Kandi langsung menarik tangan wanita ini agar tak jatuh, karena tabrakan tadi lumayan keras. Sebabnya, mereka sama-sama melamun.“Ma-maaf…aku tadi melamun..!” sahut Arini yang mau tak mau terpaksa terdorong ke depan dan mepetlah tubuh keduanya.Arini buru-buru menjauh dari tubuh kokoh Kandi, dengan wajah merah padam. Untung saja koridor rumah sakit ini tidak begitu rame. Hingga dia bisa cepat kembali bersikap normal.“Maaf aku harus jenguk ayah!” tapi langkahnya tertahan, karena baru sadar lengannya masih di pegang Kandi.“Aku juga mau jenguk ayah kamu, ayo sama-sama!” ajak Kandi, hingga Arini tak bisa menolak, anehnya dia mendiamkan saja lengannya masih di pegang Kandi.Mereka kini berjalan beriringan dengan tangan Arini masih di pegang Kandi, tapi keduanya saling diam-diaman saja.Sepintas, mereka memang pasangan yang sepadan, Arini bertinggi semampai, kulit putih, dengan rambut berombat yang melewati bahunya. Dengan body gitar spanyol, banyak perawat juga para laki-laki y
Baru saja sampai hotel setelah berpisah dengan Arini, Kandi kaget bukan kepalang saat menerima telpon dari Undi SH. “Lia tertembak, penembaknya kabur dan masih di buru polisi, saat Lia ini ada di rumah sakit polri, masih koma!” kata sang pengacara ini.Kandi tak jadi beristirahat, dia langsung ke rumah sakit polri untuk jenguk Lia. Mantan sekretaris Toni ini terlihat di pasangi alat bantu pernafasan di mulutnya.“Siapa pelakunya?” Kandi bertanya ke AKP Melki, yang menjadi Kasatreskrim Kota Bagoya.“Kami masih melacak pa Kandi, kecurigaan kami sekarang mengarah ke Toni, mantan Dirut Wagira Group!” AKP Melki menjelaskan alasannya, setelah pihaknya membuka ponsel Lia, di mana wanita ini pernah ngaku di ancam Toni.Kandi melihat Lia terkena di perut dan bahu, kedua peluru itu sudah diangkat dokter, namun wanita cantik ini masih koma.Saat kembali balik ke hotelnya, Kandi langsung menelpon Arini. “Mulai sekarang kamu hati-hati ya, aku khawatir Toni kalap dan menyakit kamu!”Arini ternyata
Berpikir sampai di sana, Kandi lalu memutuskan akan mencari ibunya si Toni ini, tanpa buang waktu, Kandi mendatangi rumah Arini yang dulu di kuasai Toni.Namun dia tak berhasil menemui wanita ini, karena sudah pergi dan dua ART yang bertahan di sana bilang, tak tahu kemana Tante Amora perginya.Kandi pun menjalankan mobilnya tanpa tujuan, dan tanpa sadar dia nyasar ke perumahan yang dulu ibunya tinggal dan rumahnya di jual paman Harun.Kandi terdiam sesaat melihat ada tulisan di jual di depan rumah ini. Tanpa pikir panjang Kandi lalu menelpon sang pemilik rumah saat ini dan minta bertemu sekarang juga.Tak sampai 30 menitan, sang pemilik rumah yang dulu pernah Kandi temui datang, dan tanpa buang waktu Kandi pun menawar rumah ini. Sambil melihat-lihat bagian dalam yang masih baik dan terawat baik ini.Bahkan kasur-kasur, lemari termasuk kursi masuk dalam satu paket. Si pemilik rumah pun menetapkan harga 2,5 miliar, dari harga sebelumnya 2,7 miliar.Kandi tanpa ragu lakukan transfer dan
Arini kini menyandarkan punggungnya ke ujung ranjang, lalu menoleh ke Kandi. “Arini…sebutkan apa syaratnya?” Kandi kini agak mendesak, sekaligus penasaran.“Ada dua…namun aku sangsi, apakah kamu mau menerima syarat yang kedua ini. Kalau yang pertama kamu pasti sanggup!” Arini malah ber analog, belum mau menjawab, hingga Kandi penasaran sendiri.“Sebutkanlah…!”Setelah menghela nafas panjang, Arini pun menatap wajah Kandi. “Syarat pertama, aku tak ingin pernikahan kita ini di rayakan…cukup di lakukan secara sederhana. Ingat Kandi, aku bukan gadis perawan, aku ini sudah janda!”“Aku setuju..!” sahut Kandi cepat. Sebab itu juga cocok dengan hatinya saat ini, kalau di rayakan, Kandi belum siap ‘mantan-mantan’ masalalunya heboh. Apalagi mantan klien-klien nya di jaman dulu tak ada yang kaleng-kaleng.“Syarat kedua…kamu…jangan minta anak, maksudku, jangan berharap anak…alasannya, kelak nanti kamu akan tahu…belum saatnya aku beritahu. Karena aku belum siap, apakah kamu sanggup..!”Kagetlah K
Bannon hanya menunduk, gayanya tak ubahnya seorang anak TK yang bersiap kena marah bu gurunya. ‘Si guru’ ini antara gemas, marah dan kesal campur aduk. Syahila menghela nafas panjang, andai saja lengan kirinya tak di pasangi infus, sejak tadi dia ingin menabok wajah suaminya menumpahkan kekesalan hatinya. Tapi saat melihat kelakuan suaminya ini, hati siapa yang tak gemas sekaligus ingin tertawa! Dua perawat yang tadi bantu proses persalinan membiarkan kedua suami istri sepadan ini bicara. Tapi mereka sepakat, iri melihat sang suami yang sangat ganteng dan istrinya yang jelita ini dan kini lahirlah seorang junior tampan yang mewarisi keduanya. “Ehemm, cantik banget yaa mami si Banina itu, keibuan lagi dan…sangat dewasa!” cetus Syahila. “I-ya…cakep kayak artis si Celine Evaaa….!” Bannon mengatupkan lagi rahangnya saat mata Syahila yang indah bak bintang kejora melotot. Namun saat melihat sang suami langsung menunduk, mata indah indah ini kembali normal. “Bang, jujur deh, apakah s
Bannon sudah memensiunkan baju seragam militernya. Dia kini menjadi eksekutif muda, kerjasama dengan perusahaan Abu Magun sepupunya, juga pastinya perusahaan ayahnya.Bannon juga menempati gedung perkantoran Sulaimin Group yang berada di lantai 17, dari 37 lantai gedung mewah ini.Dari berseragam militer, Bannon kini kini sering tampil trendy dengan jas dan dasi.Ritme kehidupan Bannon berjalan baik sampai usia kandungan Syahila sudah memasuki usia 9 bulanan. tapi diam-diam, Bannon tetap jalin komunikasi dengan Angel dan anaknya Banina.Hingga suatu hari usai bertemu sesama pengusaha lainnya, di sebuah kafe yang berada di Plaza Indonesia, Bannon tak sengaja melihat Angel dan Banina.Setelah meminta dua stafnya dan sekretarisnya duluan ke kantor, dengan senyum lebar pria ini mendekati ibu dan anak ini.Hati tak bisa di bohongi, amor cinta sudah begitu mendalam dengan si janda jelita ini.Angel apalagi, tak menyangka bertemu mantan kekasihnya yang makin tampan dan pastinya makin kelihat
Angel tak langsung mengiyakan, dia menatap Bannon. “Bang…bagaimana dengan Syahila, istri Abang itu,” Bannon terdiam.Melihat pria ini terdiam, Angel tersenyum maklum, walupun usianya dengan Bannon hanya terpaut satu tahun lebih muda dari pria ini. Tapi Angel memiliki pikiran dewasa.Kedewasaan ini lah yang membuat Bannon selalu teringat Angel hingga saat ini. Benar-benar mirip mendiang Yurica sifatnya. Juga pengertiannya yang itu yang tak bisa Bannon lupakan hingga kini.Angel seorang wanita dan paham, belum tentu Syahila ikhlas menerima dia sebagai madunya.“I-itu…nanti akan aku bicarakan dengan Syahila..!” agak tergagap juga Bannon bicara.“Bang…aku akan mengiyakan ajakan Abang menikah…syaratnya adalah, pertemukan aku dengan Syahila dan ingat…seandainya Abang menikahiku, karir Abang di militer habis…pikirkanlah lagi. Abang masih muda, masih bisa meraih pangkat bintang di bahu Abang!”Kaget lah Bannon, mempertemukan kedua wanita cantik ini, bagaimana tanggapan Syahila, mana lagi hami
Kakek Langga tersenyum memandang hasil tes DNA, hasilnya adalah 99,9 persen Malik Sulaimin identik.Kini tak ada keraguan lagi dari si kakek ini, kalau Malik adalah memang benar buyutnya, anak dari Aldi Sulaimin dan Selena, ibu dari si bocil ini.Kakek Langga sengaja lakukan itu, untuk menyakinkan hatinya, kalau Malik adalah buyutnya...karena Kakek Langga ingin berikan warisan besar buat Malik.Hasil inipun langsung dia kirim ke Kandi Sulaimin, pria setengah tua ini pun bahagia, sama seperti ayahnya Langga Kasela, Kandi Sulaimin juga plong.Besoknya, Kandi dan Nadia langsung terbang dengan private jet ke Banjarmasin.Hati tak bisa di bohongi rasa sayang pada cucu sendiri sangat besar. Kandi langsung memeluk cucunya ini.Kali ini Malik lagi-lagi menerima dengan baik kakek kandungnya sendiri. Melihat ketampanan kakeknya, ceplosan Malik bikin Nadia melotot sambil tertawa."Kakek ganteng banget, nggak pingin nambah nenek baru buat Malik ya kek!" cerocos Malik, telinganya langsung di jewer
Bungki ternyata menurun kecerdasan ayahnya, walaupun tak punya uang, tapi akal cerdiknya jalan. Dia jual ponsel mahalnya yang dibelikan Bannon, seharga 15 jutaan.Ponsel berharga hampir 30 juta ini tentu saja langsung di beli pemilik gerai ponsel. Si pemilik gerai tahu ini ponsel premium dan baru 4 bulanan di pakai Bungki.Bungki langsung ke bandara dan tujuannya bukan ke Timur Tengah, tapi ke Kalimantan. Dia ingin ke Banjarmasin. Tempat yang belum pernah ia datangi.Siapa yang di temuinya…?Inilah yang membuat Abu Magun gagal mencarinya, juga aparat kepolisian dan tentara di Jakarta. Sebab di saat bersamaan Bungki sudah berada di Bandara Syamsudinor, Banjarbaru.“Om Bannon pernah bilang kakek buyut dan nenek buyut ada di Banjarmasin,” batin si bocil ini.Dalam hati Bungki, sebenarnya sudah mengakui kalau Abu Magun ayah kandungnya.Saat melihat wajah Abu Magun, Bungki sudah kagum sekali. “Tak heran Umi jatuh cinta dengan Abi….ganteng soalnya!” bibirnya malah senyum sendiri.Tapi pikir
“Bang…tenang dulu, biar nanti aku bujuk pelan-pelan, entah kenapa Bungki eh si Malik jadi mendadak berubah, begitu tahu Abang adalah ayah kandungnya?” Bannon mencegah Abu Magun yang ingin kejar Bungki.Abu Magun terdiam dan mengangguk.Bungki ternyata kabur dari rumah dan tak pulang hingga malam hari, ponselnya pun sengaja tak di aktifkan. Setelah berkali-kali Bannon mencoba mengontaknya.Bannon apalagi Abu Magun bingung juga dengan perubahan si Bungki, kenapa bisa mendadak berubah dan agaknya marah dengan Abu Magun.Marahnya kenapa? Seharusnya dia bahagia akhirnya tahu kalau Abu Magun adalah ayah kandungnya. Dan tak sengaja malah di temukan Bannon, yang ternyata Om nya sendiri.Bannon sampai menelpon guru dan beberapa teman Bungki di sekolah Paket A. Apakah anak itu ada ke sana. Namun semuanya bilang tidak ada.Abu Magun langsung khawatir dengan anak sulungnya ini.“Jangan khawatir Bang, Bungki itu anak yang
“Katakan siapa yang membuat Selena sakit?” kali ini Abu Magun melunak dan menunggu.“Abu Jarrah, dialah pelakunya. Dia dendam dengan orang yang bernama Abu Magun, lalu saat dengar ceritaku, dia menembak Selena, tapi kena punggung dan inilah yang bikin Selena sakit parah""Karena aku yang melindungi saat itu. Aku juga terpaksa membuang Malik, karena dia tahu itu anak Abu Magun dan Selena dan ingin membunuhnya..!”Abu Magun terdiam sesaat.“Hmm…ceritamu menolong nyawamu, di mana sekarang si bangsat Abu Jarrah itu bersembunyi.” dengus Abu Magun marah.Dalam hati Abu Magun kaget juga, di pikirnya Abu Jarrah sudah tewas, ketika dulu markas mereka dia serbu bersama Kendra, juga Nancy, Ashi serta Soleh di distrik Al Iqro (baca bab-bab terdahulu).Tanpa ragu Afok Yousef sebutkan persembunyian Abu Jarrah. Tapi Afok Yousef bilang, dia sudah lama tak tahu kabar soal Abu Jarrah setelah insiden itu.Jadi dia tak tahu apakah Abu Jarrah masih hidup, atau malah sudah mati. “Tuan..jadi kamulah yang b
Peringatan itu di ingat betul Abu Magun. “Berarti ni orang benar-benar berbahaya,” pikir Abu Magun, sambil memacu mobil ke alamat yang di sebutkan pria setengah mabuk tadi.Abu Magun membuka penutup kain di jok depannya, ternyata di bawah kain ada sebuah senjata otomatis, yang bisa menembakan 100 peluru.Walaupun lama tak ikut berperang, tapi kemampuan Abu Magun tetap terjaga, dia malah sangat antusias menghadapi musuhnya kali ini.Tempat ini berada di pinggiran kota Al Balla. Daerah ini terlihat ramai, namun Abu Magun sudah melihat ada beberapa mata tajam menatap mobilnya.Di balik kacamata hitamnya, Abu Magun bisa melihat pandangan curiga pada dirinya. Tapi tanpa takut dia terus maju.Di sebuah tikungan, Abu Magun tersenyum sendiri, di depannya sudah berjejer 10 orang sekaligus dengan senjata terkokang.Abu Magun tak ada ketakutan sama sekali, dia keluar dari mobilnya dan menghadap ke 10 orang ini.“Stop, siapa kamu?” bentak pemimpin komplotan ini.“Maaf, aku tak ingin bermusuhan de
Iman makan dengan sangat lahap, benar-benar lapar sekali si bocil ini. Tanpa malu-malu dia sampai minta tambah hingga 2X ke pemilik kafe.Si pemilik kafe ini sempat ragu, apakah si bocil ini bsa membayar makanannya tersebut.Tapi keraguan itu terjawab, setelah Abu Magun taruh uang di atas meja. “Ambil ini, sisanya buat kamu!” si pemilik kafe langsung mengangguk hormat, lalu buru-buru ambilkan pesanan Iman.Abu Magun membiarkan saja bahkan meminta Iman jangan sungkan nambah dan ambil lauk yang mana dia suka.Saking kenyangnya, Iman pun bersendawa lumayan nyaring, hingga Abu Magun senyum sendiri melihat kelakuan spontan anak ini.“Makasih Tuan, enak sekali, baru kali ini Iman makan sekenyang ini!” Iman sampai mengelus-ngelus perut kurusnya yang terlihat membuncit.“Bagus…sekarang aku mau tanya, benarkah kamu dan Bungki itu bersaudara angkat?” Abu Magun agaknya langsung saja ke topik, dia malas bertele-tele.“Betu sekali tuan, Bungki waktu itu nangis di tengah pasar kelaparan, lalu aku d