Vanesa pun hanya mengangguk untuk menanggapi ucapan Nera tadi, dia tidak ingin bersuara karena takut Nera mengenali suaranya.
“Hey kau jangan sok akrab begitu tau!, nanti nona itu bisa merasa tidak nyaman denganmu. kau ini kadang aneh-aneh saja.” ucap Kezia pada Nera
“Yah habisnya aku sangat senang jika ada orang yang memiliki selera yang mirip dengan kita, karena aku ingin Dunia tahu kalau makanan favorit kita meskipun sederhana namun memiliki cita rasa yang sangat enak.” Nera pun berkata demikian dengan wajah seolah sangat bangga dan akgum dengan menu favorit mereka.
“Hadeh Nera, lagian itu Cuma mie goreng dan telur setengah matang saja, siapapun bisa membuatnya jika mempelajarinya dengan sekejap saja itu bahkan sangat mungkin.” Bantah Kezia karena melihat nera yang terlalu berlebihan bereaksi dengan makanan idola mereka itu.
“Eh, tapi kau coba dulu ras
“Eh? Nera ya? Wah kebtulan banget ya ketemu disini.”“Oh iya. Kau tak apa-apa? Sorry tadi gak sengaja nyenggol.”“Oh enggak kok, aku gak apa-apa. Oh sedang apa disini? Nyari makan malam?.”“Iya, untuk teman serumahku. Dia nitip makan malam, aku beliin aja sih mumpung sekalian searah dengan jalan pulang.”“Oh gitu ya. Hmm, anu Nera, aku sebenarnya ingin minta tolong. Aku mau pulang nelpon supirku tapi HP ku mati nih.” Ujar Vanesa yang meminta tolong pada Nera dengan nada yang agak manja dan sedikit sedih.“Ah, ini pakailah HP ku, silahkan hubungi supirmu.” Nera mengeluarkan poselnya dan menyerahkan pada Vanesa.“Ta..tapi aku gak hafal nomor supirku.”“Pindahkan aja kartumu ke ponselku sebentar.”..“Iiihhh, kesel banget sih ngeliat ni orang. Padahal kan gue ngarepin kalau dia ngajak mampir kerumahnya. Gak, gak bisa. G
“Kau mau minum apa ?.” Tanya Nera pada Vanesa.“Ah tidak perlu repot, aku membawa minuman sendiri.” Jawab Vanesa“Vanesa, kamu udah makan malam ? Jika belum, ayo makan bareng. Yah tapi begini doang sih. Orang dirumah ini jarang masak soalnya.” Gevan coba-coba berbicara pada Vanesa untuk menghilangkan kegugupannya.”“Hmm emangnya siapa yang biasanya masak dirumah ini ?.” Tanya Vanesa dengan wajah sedikit penasaran.“Ah, kami berdua yang biasa memasak. Bergantian.” Jelas Gevan pada Vanesa , namun..“Sepertinya, kau tidak pernah benar-benar memasak dirumah ini selain memasak mie instan.” Nera memotong pembicaraan Gevan dan Vanesa.“Ssstt. Diam dulu ngapa, lu ini kagak tau apa orang lagi usaha. Lagian apa-apaan itu? Lo makin hari makin Formal aja ngomongnya. Gua berasa kayak ngomong ama bapak-bapak kantoran.”“Bukan aku yang makin formal, tapi
Keesokan harinya Nera dan Gevan pun menjalani aktivitas seperti biasa. Nera terus fokus dengan pelajarannya. Ia tidak memikirkan apapu saat ini selain tujuannya yang ingin lulus dengan cepat dan mendapat gelar sarjana agar ia bisa sedikit lebih pantas untuk Kezia dan setidaknya tak lagi diremehkan oleh keluarga Kezia. Meskipun itu masih belum cukup baginya, tapi itu adalah langkah awal baginya untuk menjadi lebih baik lagi. Saat ini Nera adalah seorang laki-laki yang dipenuhi ambisi demi tujuannya itu...Seharian telah berada di kampus, Nera pun langsung pulang setelah semua mata kuliahnya selesai. Seperti biasa Vanesa selalu mengajaknya ngobrol dan berusaha mengganggunya agar bisa lebih dekat. Namun Nera tetap saja seperti biasa dan tidak berubah sama sekali. Terus dan terus seperti itu hingga kejadian itu selalu berulang-ulang.Empat bulan telah berlalu, Nera pun masih saja tidak bergeming dan tetap seperti biasa dengan Vanesa. Namun dalam Dua b
“Yah tapi kan bayaran dan bonus yang kau dapatkan juga setimpal dengan tingkat kepusinganmu kan.”“Iya sih. Yaudah deh, aku pulang duluan. Maaf ya beb hari ini jadi garing banget gara-gara aku.”Ucap Kezia yang memelas minta maaf pada Nera , iya merasa tidak enak karena sudah mengecewakan kekasihnya itu.“Iya-iya tak masalah. Aku paham kok, lagipula kesehatanmu itu lebih penting. Jadi jangan terlalu khawatir soal kencan kita.”“Baiklah , terimakasih banget udah pengertian. Oh aku pulang sendiri aja, lagian aku bawa mobil kantor, jadi tidak apa-apa kok.”“Yakin? Kau bisa ?.. Jangan sampai ngelantur, kalau terjadi apa-apa segera hubungi aku ya.”“Ih, jangan ngomong gtu dong, do’amu jelek banget.”“Antisipasi.. yasudah kau hati-hati, jangan ngebut, pelan-pelan saja.”“iya baiklah sayang. Aku pulang dulu, Daahh Nera-ku, daah Kak John.&rd
“Kau benar sih, aku juga lebih suka kucing kampung. Mereka bisa dibilang mandiri, tidak terlalu manja meskipun ada yang agresif tapi itulah kelebihan mereka dari pada ras-ras kucing yang kastanya lebih tinggi. Bisa dibilang, kucing kampung merupakan salah satu inspirasiku untuk survive saat dulu sedang terpuruk. Duh, apasih. Kok malah kesana pembahasannya. Ahahah , maaf.” Ucap Nera dengan ekspresi agak malu.“Tidak apa-apa kok. aku mengerti.”“Dapat! Aku sekarang udah selangkah lebih maju dalam mendekati Nera. Sialan, pria ini sikapnya benar-benar membuatku jadi tergila-gila. Padahal dia melakukan semua sesuatu itu biasa saja, tidak ada yang isitmewa. Tapi entah kenapa aku malah semakin suka padanya.” Gumam Vanesa dalam hati.“Eh aduh, duh kena cakarnya. Duh sakit. Iiii.. kucing, kamu kok nakal sih.! Sakit tau tanganku.” Vanesa sedikit merintih kesakitan karena tidak sengaja terkena cakar kucing tersebut.
“Tidak usah. Tidak apa-apa, kau duluan saja. Nanti kau bisa basah..” Jawab Vanesa dengan nada yang sedikit berteriak.“Cepatlah! Semakin kau lama bergerak, aku semakin basah. Sudah, ayo cepat naik!.” Nera pun memaksa Vanesa untuk naik karena berteduh di depan toko buku itu sama saja dengan percuma karena tetap akan terkena bias air hujan.Vanesa pun segera berlari dan naik ke motor Nera dan tanpa belama-lama Nera langsung tancap gas.“Hei, pegangan. Pegang dimana saja yang kau merasa nyaman. Kita akan sedikit ngebut karena kau tidak pakai hel, takutnya ada polisi iseng.” Ucap Nera memberi aba-aba siaga.“Haaa!! Aaa engga-engga!, jangan ngebut. Aku takut.!” Teriak Vanesa“Udah ikuti saja perintahku, hanya untuk melewati lampu merah saja. Jika kita berada di jalan pahlawan berarti sudah aman karena disana sudah tidak lagi jalan protokol, jadi tidak ada polisi.”“Bera
“Vanesa, berbalik badan lah! Jangan sampai kau terekam, bisa-bisa nanti mereka menyebarkan gosip yang buruk ke keluargamu.”Vanesa pun membalikkan badannya dengan cepat dan sialnya ia tergelincir dan hampir terjatuh hingga dia berusaha berpegangan pada Nera hingga membuat Nera pun Refleks bergerak untuk menangkap Vanesa dan Vanesa pun berada dalam posisi dimana ia memeluk Nera. Sangat Dramatis sekali seperti di tv tv.Tak lama setelah merekam kejadian itupun, mobil itu segera pergi dan tancap gas. Nera yang elihat itu berlari untuk bisa melihat nomor polisi dari mobil itu dan menandai nya.(situasi di dalam mobil)“Hehe lumayan untuk bahan laporan.” Orang misterius yang berada di dalam mobil itu pun menyeringai..(kembali ke tempat Nera dan Vanesa.)“Sial, siapa mereka itu? aku tak bisa melihatnya dengan jelas.”“Ah sudahlah Nera, bia
Namun saat Nera hendak melepaskan jabatan tangannya, Vanesa menahannya agar bisa memegang tangan Nera lebih lama lagi. Nera merasa sungkan untuk melepaskannya secara paksa namun merasa enggan untuk berlama-lama seperti itu.“Nera, bolehkah aku memohon satu hal lagi padamu? Aku berjanji ini adalah yang terakhir untuk hari ini.” Tanya Vanesa dengan raut wajah antara memelas dan merayu. Membuat siapapun sulit untuk menolaknya.“Ah.. ya.. engg,,,tidak apalah kalau begitu. Selagi aku bisa bantu ya tidak masalah.”“Baiklah, aku minta kau pejamkan matamu, 5detik saja.”“Haa? Kenapa ? Kau ingin bermain sulap? Atau ingin mengerjaiku?”“Ahahaha tidak kok, tenang aja. Aku tidak akan mengerjaimu. Udah cepat, tutup saja matamu dan jangan mengintip.”“Duh,, ya baiklah.” Nera pun memejamkan matanya dengan ekspresi sedikit khawatir.“Eh? Barusan kau mengeluh?
Mereka pun akhirnya menyudahi adegan itu dan Nera mengantar Kezia pulang dengan sepeda motornya. Udara malam yang dingin menamban kesan romantis seolah mereka sedang menghirup wanginya harmoni berdua, tentu saja dengan posisi Kezia yang memeluk erat Nera diboncengan. Seperti biasa setelah sampai di depan pintu gerbang komplek megah Aerial, Kezia pun turun dan berpamitan dengan kekasihnya itu. Begitu pun sebaliknya.(7 hari kemudian)Seminggu telah berlalu, Nera yang kini disibukkan dengan rutinitas dan tugas kuliahnya sedang berusaha untuk tetap menyempatkan waktu untuk belajar tentang dunia bisnis. Ia terus memantau sahamnya di Aerial yang mungkin itu hanya bagian yang sangat kecil dari perusahaan raksasa yang memiliki nilai saham yang sangatlah besar dan termasuk dalam 10 besar perusahaan terbesar di Negeri ini. Saat sedang duduk sendirian di bangku taman yang terletak di halaman kampus, datanglah wanita berwajah manis dengan rambut model Bob (potongan rambut sebahu) yang tak lain a
Mereka berdua terlihat asyik sendiri dan tampak wajah mereka berdua berseri-seri, pemandangan yang sudah jarang terlihat antara mereka berdua. Terutama Nera yang saat ini tampak sangat bahagia sekali, ia pun ingin sekali mengatakannya pada Kezia tentang kebahagiaannya itu yang karena sudah lama tak berjumpa tetapi entah kenapa kali ini Nera seperti ingin menahannya dan tak mengungkapkannya. Seolah ia merasa kali ini ia tidak ingin mengatakan hal yang membahagiakan, karena Nera tahu dari tatapan mata Kezia yang seolah berkata “Aku sangat lelah”.“Kemarin Vanesa datang kesini” ucap Nera saat mereka baru saja selesai makan.“Oh ya? Lalu bagaimana? Jam berapa dia datang?” tanya Kezia sambil membuka botol minuman sari jeruk nya.“Yah anehnya kalian datang di jam dan keadaan yang sama. Vanesa datang kira-kira jam segini juga dan secara tiba-tiba setelah sekian lama tiada kabar. Mirip dengan yang kau lakukan hari ini kan?”“Emmm aneh ya. Tapi kenapa dia sampai sekarang belum membalas pesank
“Iyakan? Dia memang sehebat itu, yah tapi juga mulai sekarang aku akan terus berusaha agar bisa setara dengannya secepat mungkin.” “Baiklah, kami hanya bisa membantu denan doa. Ibu, ayah dan adikmu, kami semua selalu mendoakan yang tebaik untukmu, nak. Berusahalah, ibu yakin kau pasti akan menjadi orang yang besar dan hebat.” “Amin, teimakasih ibu dan ayah serta Sandy juga. Aku akan selalu mengingat doa kalian. Yasudah kalau begitu aku pulang dulu. bye.” Nera pun menyalakan motornya dan beranjak pergi. “Hati-hati! jangan kebut-kebutaan!..” sang ibu berteriak dengan cukup keras dan Nera yang mendengarnya pun hanya bisa tersenyum karena ibunya sejak dulu sedikitpun sama sekali tidak berubah.. ....”segala sesuatu terkadang akan datang dan pergi silih berganti, setiap hal dan insan selalu membawa perubahan bagi segala yang ada disekitarnya. Namun diantara itu semua hanya ada satu yang sama sekali tidak berubah, yaitu besar cinta kasih seorang ibu yang tak ternilai harganya”..- .. Kel
Nera pun akhirnya berjalan menemani Vanesa menuju tempat dimana mobilnya diparkir.“Sudah sampai sini saja, tidak perlu repot.” Ucap Vanesa.“Ya memang sampai disini saja lah! Orang mobilmu juga disini parkirnya, dasar!.” Nera pun jengkel karena di Vanesa bersikap jahil padanya.“Oke kalau begitu aku pulang dulu, bye.” Vanesa pun menutup kaca mobil dan berjalan meninggalkan Nera.Setelah melihat mobil Vanesa sudah jauh dan tak lagi tampak, ia pun berjalan kembali menuju kerumahnya. Ia rasanya seperti sudah lelah dan ingin terlelap saja dan benar saja saat ia sampai dirumah, ia pun segera menuju kamar dan tak butuh waktu lama Nera pun tetidur.Hari demi hari pun seperti biasa, hanya begitu-begitu saja dan tidak ada yang istimewa sama sekali. dan hingga duaminggu sudah berlalu tanpa terasa, namun kali ini lagi-lagi sepertinya Kezia tidak bisa hadir di janjian kencan mereka. Namun seperti biasa Nera masih tetap memakluminya karena ia merasa kalau Kezia sangat sibuk belakangan ini dan itu
“Yasudah kalau begitu, mending kita masuk. Kau ada kelas juga kan?.” Tanya Nera pada Melly.“Ya iyalah, kita kan satu jurusan, hey!.”Mereka pun berjalan menuju ruangan mereka dan disela-sela itu mereka pun mengobrol sedikit tentang beberapa hal kecil.“Hmm, aku gak nyangka sih kalau ternyata kau ini enak juga diajak berbicara. Habisnya setiap dikelas kau terlihat suka fokus sendiri dan terkadang kau suka tidur” Ucap Melly.“Kurasa jika diajak bicara, aku pun pasti akan berbicara juga. Aku tidak se arogan itu sampai mengabaikan orang yang ingin berbicara denganku, mungkin kalian saja yang tidak punya hal yang ingin kalian bicarakan padaku. ‘Kan?”“Hmm, mungkin begitu sih.”Nera dan Melly pun sampai dikelas dan hari itupun berlalu tanpa adanya kejadian yang berarti. Hanya saja dimalam hari seperti biasa Nera mencoba menghubungi kekasihnya yaitu Kezia, namun tidak ada jawaban dan tidak juga ada balasan pesan. Mulai merasa bosan karena sudah tidur, ia pun pergi keluar untuk mencari beber
Dihari-hari berikutnya Nera masih beraktivitas seperti biasa. Sehari-harinya dikampus lalu ia sesekali ikut webinar pelatihan tentang marketing, saham dan investasi serta macam-macam lainnya. Ia berniat untuk menjadi seorang enterpreneur dengan memulai untuk membuka usaha sendiri meskipun itu kecil-kecilan. Ketika sedang duduk di kursi taman yang berada di pekarangan kampus, tiba-tiba datang seorang wanita berkacamata menghampiri Hans, ia bernama Melly yang tak lain adalah teman satu jurusan Nera.“Hallo Nera. Ah, boleh mengganggu sebentar?.” Sapa Melly“Oh, iya silahkan. Ada apa?” Tanya Nera dengan sedikit senyum.“Hmm ngomong-ngomong kamu ingat ga namaku siapa?.” Tanya Melly sambil mengambil posisi duduk disebelah Nera.“Melly, ‘kan?.”“Yap! Betul sekali. Kamu lagi sibuk gak Ner?.”...”duh,lagi enak sendiri menikmati angin dan nonton video panduan berbisnis, eh malah ada aja yang datang tiba-tiba. Kok bisa-bisanya ada orang yang datang nyamperin aku kesini? Ada perlu apa kira-kira w
“Perjanjian?.” Tanya Nathan dengan Heran. “Iya, jika kau setuju dengan perjanjian ini maka aku akan menerima pertunangan ini.” “Hmm, oke? Biar kita dengarkan dulu apa kesepakatannya.” “Pertama, aku tidak ingin kehidupan peribadiku terlalu dicampuri. Karena sejak dulu aku tidak suka jika privasi ku diusik. Kedua, aku tidak mau kalau pertunangan ini di umbar kemana-mana. Cukup kita-kita dan keluarga saja yang tahu dan orang-orang diluar keluarga ataupun kolega tidak perlu tahu. dan yang terakhir... jangan usik Nera.” Menutup kalimat terakhirnya, wajah dan tatapan Kezia terlihat sangat menakutkan. “Hmmm, mengapa sepertinya berat sekali ya? Ahahaha, apa tidak bisa dipermudah sedikit? Yah setidaknya jika ada teman bertanya hubungan kita ini apa, yah aku hanya ingin menjawabnya dengan jujur aja gitu.” “Itu terserahmu. Cuma yang kuminta kau tidak perlu menggembar-gembor atau terlalu publikasi, aku ingin semua berjalan seperti biasa saja. Mungkin kelebihannya ialah saat aku jadi tunanganm
Namun tetap pada dengan perkataannya diawal kalau Kezia masih tetap tidak bisa menerima Perjodohan yang mendadak ini. Ia pun melihat keluarga Nathan dengan tatapan yang penuh harapan dan seolah berharap keputusannya ingin dimengerti oleh mereka.“Baiklah, tidak mengapa jika kita menunda acara perjodohan ini untuk sementara. Tetapi bagaimana dengan keputusan Nathan?.” Tanya Ibu Nathan pada putranya itu.“Hmm, aku sebelumnya minta maaf jika aku sedikit memaksakan kehendakku. Tetapi aku melakukan ini semua karena murni atas perasaanku sendiri, aku tidak punya alasan lain selain karena aku menyayangi Kezia. Namun, bisakah setidaknya kalau untuk saat ini kami bertunangan saja dulu dan tidak perlu di tunda. Dan untuk pernikahannya aku akan bersedia kapanpun Kezia siap, baik itu setahun atau dua tahun lagi pun tidak masalah. Saat ini hanya itu yang ku inginkan.” Jelas Nathan yang tentu saja membuat Kezia pun menjadi sangat terkejut dan kesal seolah-olah Nathan terus mendorong niatnya agar pe
Kezia pun mandi sambil merenungi tentang peristiwa yang terjadi saat ini padanya. Ia merasa tidak lagi punya privasi dan otoritas atas dirinya sendiri. Ia kesal dan sangat marah dengan semua keadaan yang menimpanya saat ini. Setelah hampir setengah jam mandi tanpa keramas, ia pun akhirnya berganti pakaian yang sedikit formal dan menuju ke ruang tamu untuk bertemu Keluarganya Nathan. Terlihat dari jauh keluarganya dan keluarga Nathan sudah berkumpul dan sedang berbincang-bincang. “Eh itu Kezia.” Seru Nathan yang melihat Kezia dari jauh dan melambaikan tangan pada Kezia. Kezia pun hanya berjalan perlahan menuju ke tempat duduk yang tersedia diantara kaluarganya itu. Dengan wajah yang murung, ia tidak melihat kemana-mana dan hanya melihat ke bawah saja. Tampaknya Kezia memang sangatlah sedih dan kesal, namun hebatnya ia sangat kuat untuk menahan kekesalan dan semua rasa sedihnya. Kedua belah pihak keluarga pun sudah berkumpul di ruangan pertemuan yang mana tidak lain dan tak bukan un