"Eghem, bukan semena-mena, lebih tepatnya tegas, ingat pengkhianat itu harus dihukum biar jera. Mirna besok kalau punya suami terus suamimu tukang selingkuh langsung tendang saja dari rumah biar enggak tuman!" sahutku. Mas Eko lagi-lagi salah tingkah sedang Mirna hanya senyum-senyum saja.
"Nah, Mirna mulai hari ini kamu satu ruangan denganku, Mas Eko boleh pergi sekarang. Sudah waktunya makan siang kamu boleh istirahat dulu Mir, dan kamu Mas bersihkan ruangan bawah yang tampak kotor sekali,” titahku.
"Apa! Enggak mau, memang aku ini cleaning servis! Suruh saja Mirna, dia kan, pekerja di sini!" tolak Mas Eko seraya berkacak pinggang.
"Kalau enggak mau gampang kok, tinggal potong gaji saja, lagi pula selama ini Mas juga enggak pernah bersih-bersih di sini!" kataku tegas.
"Dik, otakmu di mana! Aku ini suamimu, durhaka kamu semena-mena begitu mentang-mentang kamu bisa cari uang!" teriaknya tak terima.
"Mas! Di mana otakmu! Saat istrimu rela hidup miskin dan bekerja di negeri orang setelah punya penghasilan sedikit saja kamu main perempuan! Kita sudah sepakat ya, Mas, tidak ada ampun untuk pengkhianat," jawabku santai, Mas Eko langsung mengkeret pergi dengan membanting pintu, Mirna sampai terlonjak kaget.
"Mas! Enggak usah seenaknya main banting pintu ya! Kalau sampai rusak aku potong gajimu untuk menggantinya!" teriakku menyusul Mas Eko, dia yang sudah di ujung tangga melongo heran dan berteriak. Rasain kamu Mas, aku akan buat kamu pelan-pelan tersiksa.
🌸🌸🌸
Mas Eko sudah sampai rumah terlebih dulu karena dia naik motor. Aku sudah melarangnya naik mobil ini biar tahu rasa. Rumah dalam keadaan ramai bukan karena banyak tamu, tapi karena suara Salsa, ibu dan juga ulet keket itu. Benar-benar perempuan tidak tahu malu, masih saja berani nampakin batang hidungnya di sini.
"Eghem! Seneng banget?" ucapku, mereka langsung diam dan terlihat ogah melihat kedatanganku.
"Mas, kenapa ulet keket ini masih ada di sini? Dia kan punya rumah sendiri."
"Namanya Rara, Dik," bela Mas Eko. Ulet kekrt itu tersenyum puas pasti dia merasa senang karena sudah dibela Mas Eko.
"Setahuku ulet keket kok, jadi terserah aku dong, mau nyebut dia siapa? Lagi pula nih, kayaknya Mas juga pingin selalu dekat-dekat sama dia, kebetulan banget kalau gitu dengan senang hati Mas juga sana pergi dan jangan balik lagi," kataku lagi, Mas Eko geleng-geleng kepala.
"Sudah, ayo kalian bersih-bersih badan dulu capek kan, baru pulang dari kerja," sahut ibu mertuaku.
"Aku memang capek, makanya enggak mau lihat pemandangan tidak sedap, segera gih, suruh dia pergi Mas!” Usirku lagi. Rara langsung menggandeng lengan Mas Eko. Dia tidak mau beranjak dari rumah ini.
Salsa mengajak Rara pergi, meski Rara berontak dan tidak mau. "Lisa, enggak usah sombong kamu ya! Ini juga rumah suamiku, aku berhak ada di sini!" teriaknya dari teras.
"Enggak usah mimpi ketinggian, sampah seperti kamu enggak pantas tinggal di rumah ini!" Takku pedulikan lagi ocehan racunnya segera kututup pintu.
"Kalau dia ada di sini lagi, bukan hanya dia yang aku usir, tapi kalian juga!" kataku memberi ultimatum, ibu terlihat sekali tak terima.
"Mama ....” Fia berlari menghampiriku. Kupeluk erat tubuh mungil putriku, meski hatiku rasanya sedikit berbeda.
"Anak Mama, wangi sekali pasti sudah mandi ya, sama Mbok Wati." Fia mengangguk lucu sekali. Gadis 1 tahun ini sedang lucu-lucunya dan wajahnya juga mirip denganku.
"Eh, Mbok, ngapain makanannya ditata rapi begitu? Simpan saja Mbok, mulai sekarang Mbok masak untuk kita bertiga saja," teriakku pada Mbok yang sedang menyajikan makanan di meja.
"Maksudnya apa!" sahut Mas Eko.
"Kurang jelas apa Mas? Untuk kami bertiga, Mas kan, laki-laki jadi harus bertanggung jawab pada keluarga. Sudah cukup selama ini baktiku padamu juga keluargamu, mulai sekarang ibumu masak sendiri. Kurasa penjelasanku jelas, jadi ibu dan Salsa tidak perlu bertanya lagi." Kutinggalkan mereka untuk mandi dan istirahat sebentar.
🌸🌸🌸Kurebahkan tubuh yang sangat lelah ini dan mencoba memejamkan mata berharap bisa tertidur pulas karena hanya dengan tidur aku bisa lupa semua tentang kisah pahit hidupku ini dan besok bisa kembali beraktivitas seperti biasa. Jalan ini masih panjang aku tidak boleh lengah apalagi menyerah. Ini semua demi harga diriku. Perempuan apik sepertiku tidak pantas dicampakkan begini. Mereka harus membayar mahal untuk semua yang telah mereka ambil dariku.“Sayang, Mas rindu.” Kurasakan nafas berat di tengkuk leherku. Mas Eko memelukku dari belakang dan tangannya mulai meraba-raba tubuhku. Kurang ajar! Berani sekali laki-laki pengkhianat ini menjamah tubuhku. Tidak akan pernah aku biarkan. Memang berdosa menolak kemauan suami, tapi kali ini aku harus tegas. Aku tidak sudi lagi tidur dengan laki-laki yang sudah berbagi ranjang dengan perempuan sundal seperti Rara.Plak!Aku balik badan dan segera kutampar pipinya.“Jangan sentuh aku, Mas! Aku sudah tidak sudi lagi melayani kamu! Bahkan luk
Sebelumnya bantu follow akunku ya Dear, subs semua cerbungku, like, coment, and share biar makin banyak yang baca.#Ambil baiknya jika ada, buang buruknya. Happy reading ❤️🌸🌸🌸Klek!Ibu terjatuh saat aku kubuka pintu karena beliau menyandar di daun pintu.“Menantu kurang ajar!” pekiknya.Aku puas sekali melihat ibu jatuh begitu. Badanya yang gempal membuatnya susah untuk bangun.Aku hanya berkacak pinggang saja melihat ibu dan anak di depanku kesakitan.“Bu!” Lirih Mas Eko memanggil sambil memegangi selakangannya.“Kamu apakan anak kesayanganku, Lisa!”“Hanya aku tendang saja selakangannya, Bu. Eh, kena tuh, si burung puyung yang masih berdiri,” jawabku santai seraya cekikikan.“Dasar istri gemblung! Dosa kamu sama suami begitu. Terlaknat kamu!” sahut ibu lagi. Beliau berusaha meraih dinding kamar untuk berdiri.“Menyesal Ibu sudah membiarkan kamu untuk kembali. Harusnya kamu itu memang tidak usah balik ke sini. Mending jadi babu aja di luar negeri. Toh, Eko ada yang ngurusin. Rar
“Halah, kalau sudah mulai kan, nanti lupa. Kamu saja yang terlalu dramatis. Rasanya sama saja, kok! Perempuan itu nerimo tidak usah banyak protes!”“Oh, rupanya Ibu mendukung sekali ya, perbuatan Mas Eko. Sudah tahu anak salah masih saja dibela. Sudah sana pergi dari sini aku mau tidur!” Usirku.“Kamu itu ya, kalau orang tua ngomong didengarin bukan malah bantah terus! Sudah kebagusan benar tingkahmu itu!” bentak ibu. Duh, kupingku makin penging saja.“Aku sudah dengar kok, Bu. Ya, sudah ya, sana Ibu pergi bawa sekalian laki-laki tak berguna ini!” kataku kesal seraya kutunjuk wajah mereka berdua.“Apa kamu bilang, Dik? Tega ya, kamu ngomong begitu padahal aku ini masih sah suami kamu,” jawab Mas Eko dengan raut wajah memelas.“Enggak usah menyek-menyek gitu, Ko. Perempuan seperti dia masih banyak di luaran sana. Kamu ganteng dan kaya punya istri 4 yang jauh lebih cantik dan muda dari si Lisa,” sahut ibu.“Kaya? Dilihat dari manany, Bu? Kaya nebeng iya, juga! Ingat ya, ini semua aku ya
“Kenapa kamu melengos gitu, Dik? Kamu tidak percaya denganku?” tanya Mas Eko. Ah, dia tahu kalau aku ini tak mempercayai ucapannya hanya dengan gerakan wajahku saja. “Sudah tahu jawabannya kan, Mas? Sudah sana kalian pergi. Aku mau tidur besok aku harus kerja!” Usirku untuk yang ke sekian kalinya lagi. “Tidak bisa! Eko harus tidur di sini!” tolak ibu. “Iya, benar. Aku harus tidur di sini, Dik. Tidak apa kamu tidak melayaniku yang penting aku di sini bersama kamu,” sahut Mas Eko. “Jangan ngimpi, Mas! Sudah sana pergi atau kutendang lagi burung puyuhmu itu!” “Dasar perempuan enggak waras!” maki ibu dan memapah Mas Eko ke luar kamar ini. “Ayo, Ko! Besok kamu bisa tidur di sini! Jangan sampai pusaka kamu itu kena tendang untuk yang ke dua kali bisa loyo kamu,” ucap ibu. Aku ingin tertawa, tapi aku tahan. “Jangan harap! Sampai kapan pun kamar ini sudah aku haramkan untuk ditiduri Mas Eko!” bentakku seraya kudorong mereka berdua hingga hampir terjatuh. Brak! Kubanting pintu sampai F
“Sudah diam. Lapar itu makan bukan adu mulut begini,” sela ibu.“Mbok, masakin mie!” titah Mas Eko. Mbok menatapku lalu aku gelengkan kepala.“Ma—sak sendiri saja, Pak,” jawab Mbok.“Aku ini tuanmu. Aku harus kamu layani, Mbok!” bentak Mas Eko.“Mbok, masuk kamar Fia bawa dia. Mbok sudah selesai kan, makannya?” Mbok mengangguk dan permisi masuk ke dalam.“Dasar pembantu sok!” maki Mas Eko.“Diam, Mas! Aku sedang menikmati sarapanku!”“Berani kami bentak aku, Dik?”“Memang yang kamu dengar barusan apa, Mas? Panggilan sayang? Kan, bentakan berarti aku berani,” jawabku.“Makin enggak waras ini otak!” sela ibu.“Aku sudah selesai dan aku harus berangkat kerja. Kamu tidak bisa izin dan tidak boleh telat Mas atau gajimu aku potong!” tegasku."Kamu tega Dik, membiarkan kami kelaparan?" Mas Eko membuntutiku ke ruang tamu.“Aku bahkan belum sarapan, tapi sudah kamu suruh berangkat kerja?” katanya lagi."Kamu juga tega Mas berkhianat padaku," jawabku lagi dan lagi. Itu adalah kata kunci yang sa
Ibu, Salsa, dan Rara sangat senang mereka tersenyum mengejek melihat aku yang dimarahi Mas Eko."Oh, gitu, ini aku kembalikan, dan silakan Mas pergi dari sini bawa juga tiga benalu ini!" teriakku lantang.Kubuka pintu lebar-lebar mempersilakan mereka pergi. Sampai kuhitung di detik ke sepuluh masih saja diam."Kalian punya kuping, kan!? Cepetan pergi!" Bukannya pergi Mas Eko justru mencekal tanganku dan menyeretku ke gudang. Mereka semua tertawa puas Fia menangis, dan tantrum, Mbok Wati sampai kuwalahan menenangkan Fia. Rupanya anak itu tahu kalau ibunya sedang tidak baik-baik saja.Kutendang lagi selakangan Mas Eko kuat sekali sampai dia mengaduh kesakitan memegangi senjatanya dan terkapar untuk yang ke dua kalinya."Kurang ajar kamu ya, Lisa! Kalau Eko kenapa-kenapa kamu bakalan Ibu tuntut!" teriak ibu. Beliau berlari menghampiri Mas Eko yang meringkuk.Bugh! Bugh!Karena belum puas aku kembali menendang bagian perut Mas Eko. Dia menjerit kesakitan, bengkak deh, sana itu burung puyu
Bantu follow akunku ya Dears, subs semua cerbungku, like, coment, and share. Terima kasih ☺️🙏*Berharap pada manusia adalah seni terindah untuk menyakiti diri sendiri, itulah yang aku rasakan sekarang. Harapanku terlalu tinggi pada manusia yang bergelar suami, hingga Allah mengujiku begini.🌸🌸🌸“Set*n punya istri enggak yang muda enggak juga tua sama saja tidak ada yang berguna. Aku jadi tersiksa begini. Sakit semua badanku!” omel ibu mertuaku. Beliau tergopoh-gopoh jalan menuju kamarnya lewat pintu belakang. Aku kecolongan pintu belakang lupa aku kunci.“Kok, Ibu ngumpat aku begitu sih, Bu. Aku ini kurang apa jadi menantu Ibu! Awas saja kalau masih saja memakiku bakalan kubuat perhitungan!” jawab Rara. Dia pun jalan menuju kamar ibu seraya memapah Mas Eko dibantu Salsa.“Berisik kamu itu! Tanpa Eko, kamu bisa apa? Enggak becus jadi mantu!” kata ibu lagi. Kaki ini dia menunjuk wajah Rara.“Sudah diam, kalian kenapa malah bertengkar? Lihatlah aku di sini yang paling menderita. Tida
“Kalau aku bod*h Mas Eko tidak mau denganku,” ucapnya membela diri.“Justru perempuan seperti kamu ini yang gampang dibod*hi oleh laki-laki hidung belang. Sudahlah aku ke sini cuma mau kasih tahu saja itu ada dua orang yang cari kamu, Sha. Noh, di mobilmu!” Tunjukku ke luar jendela dari sini terpampang jelas mobil Salsa yang masih mulus karena baru dibeli beberapa bulan yang lalu.“Haduh, jangan-jangan mereka!” Refleks Mas Eko duduk. Dia melupakan sakit selakangannya.“Siapa, Mas? Apa mobilku bermasalah?” Kali ini Salsa pun ikut panik.“Jangan mengada-ada kamu, Eko. Adikmu baru saja lancar bawa mobil awas saja kalau sampai ditarik dealer itu mobil!” Ibu pun ikut panik. Beliau justru ke luar kamar lebih dulu. Nyelonong melawatiku begitu saja. Salsa dan Rara kembali memapah Mas Eko. Mereka terburu-buru keluar.Aku kasih kode ke Mbok untuk segera mengunci pintu belakang dan aku membuntuti mereka.“Mana, Mbak? Tidak ada siapa pun, kok!” seru Salsa saat sudah berada di dekat mobilnya.“Mun
POV Lisa. ***“Ibu, aku ada di mana? Di mana Via da Bapak?” tanyaku pada ibu yang sedang mengaji di sampingkuAku pindai ruangan ini dan sekarang aku paham aku ada di mana seingatku memang aku pingsan rupanya aku dirawat di sini.“Alhamdulillah ... Nak, kamu sudah sadar. Bapak ada di luar. Via juga ada di luar sama Mbok. Alhamdulillah sadar, Ibu senang sekali. Kamu pingsan terlalu lama Lisa, sampai membuat Ibu khawatir. Jangan tinggalkan Ibu, ya, Nak, kita hadapi ini sama-sama kalau kamu sakit begini Ibu juga ikut sakit. Kalau kamu lemah, Ibu lemah tidak bisa berbuat apa-apa, tapi kalau kamu kuat menghadapi, Ibu akan jauh lebih kuat lagi. Lisa, maafkan Ibu. Sungguh maafkan Ibu selama ini tidak jadi orang tua yang perhatian padamu sampai-sampai masalah seperti ini harus kamu telan sendiri. Ayo, Sayang, bangkit anak Ibu yang cantik anak ibu yang kuat. Tetaplah bersama Ibu, tetaplah menjadi kebanggaan Ibu yang tidak pernah takut apa pun di luar sana. Ibu akan selalu ada di sampingmu sam
POV Lisa. ***“Ibu, nggak usah kebiasaan memotong pembicaraan orang lain. Kalaupun orang tuanya teh Ocha mau mengatakan sesuatu ya, biarkan saja dulu berbicara setelah selesai berbicara baru Ibu menyangkalnya tidak begini. Namanya nggak sopan,” kataku.“Mungkin ini akan terdengar aneh, tapi kami harus mengungkapkan kebenarannya. Neng Lisa maafkan Ibu selama ini menyembunyikan padahal sebenarnya awal dari kedatangan kami ke sini ingin memberitahukan kebenaran ini pada Neng Lisa, tapi yang ada banyak sekali kendala-kendalanya dan mungkin hari ini adalah kesempatan yang Tuhan berikan kepada kami untuk mengatakan sejujurnya. Perlu Neng Lisa dan keluarga tahu bahwa Ocha benar-benar istrinya ke dua Eko. Sedangkan Rara istri ketiganya Eko jelas,” bapaknya Teh Ocha.Ibuku jangan ditanya beliau langsung ambruk jatuh ke lantai,meski tidak pingsan, tapi aku yakin hatinya hancur mendengar kejujuran ini semua.“Kenapa begini? Kenapa rumah tangga anakku jadi begini sakit sekali aku mendengarnya. A
POV Lisa. *** “Lapor sana, lapor cepetan aku tidak akan pernah takut! Asal kamu tahu saja ya, perempuan murahan, pezina macam kamu bisa dipenjara. Perselingkuhan yang kamu lakukan dengan Eko bisa kena pasal dan kamu akan membusuk di penjara bersama Eko! Paham kamu?!” teriak ibuku tepat di depan wajahnya Rara sampai dia mundur matanya dan wajahnya merah aku tahu Rara ketakutan. “Jangan sok tahu Ibu tua. Aku dan A Eko itu melakukannya atas dasar suka dan sama suka, jadi tidak ada yang bisa memisahkan kami dan begitu dengan kamu tidak akan pernah bisa memenjarakan kami,” jawab Rara. “Dasar perempuan bodoh! Selain bodoh kamu juga norak. Perselingkuhan zaman sekarang bisa dipenjarakan. Oh, ya, aku baru tahu kalau ternyata seleranya Eko rendahan begini. Lihat besan selingkuhannya Eko bahkan tidak lebih baik daripada Lisa. Udik sudah seperti jemuran jalan nggak jelas begitu. Pokoknya aku mau Eko dan Lisa pisah,” ucap ibuku. “Terserah kamu saja Besan yang penting aku juga tetap pada pendi
POV Lisa. **** “Bahkan perempuan yang duduk di seberang Ibu yang diperkenalkan sebagai saudara itu adalah maduku,” kataku lagi. Perih sekali aku harus mengatakan jujur kepada kedua orang tuaku, tapi di sisi lain aku plong karena merasa berhasil mengeluarkan racun yang ada di dalam dadaku. “Apa!” teriak ibuku. “Be—san ... ini masuknya gimana, ya, tolong jelaskan pada kami!” bentak bapak. “Tidak ... ini pasti Lisa dan Besan sedang ngeprank kan, bentar lagi kan Ibu mau ulang tahun jadi pasti kalian bikin surprise kan?” kata ibuku sepertinya beliau memang belum bisa menerima kenyataan ini, tapi air mata sudah membasahi pipinya. “Tenang dulu Bu, kita minta penjelasan mengenai ini dari Besan dan juga Lisa,” sahut Bapak seraya mengusap bahu ibu. “Bapak, tahu ‘kan kalau mereka biasanya memang suka bikin kejutan begini. Bikin hati orang tua cemas ujung-ujungnya nge-prank seperti yang sering kita lihat di YouTube itu loh, Pak dan ujung-ujungnya kita dapat hadiah. Iya, kan, Lisa?” kata i
POV Lisa.****“Iya, Besan memang aku yang melarang Lisa untuk memberitahukannya pada kalian karena kami pikir bisa menyelesaikannya. Kasihan kalian juga kan, kalau terbebani dengan masalah anakku. Sudah kukatakan tadi bahwa anakku di sini posisinya bersalah Aku malu jika harus memberitahukan padamu. Aku juga yang mewanti-wanti Lisa agar tidak memberitahukan bukan kami tidak menghargai Besan, tapi sebenarnya malu," jawab ibu mertua aku beliau pasang muka sesedih mungkin.Bapak menatapku meminta penjelasan. Aku mengangguk saja karena memang aku tidak perlu menjelaskan apa-apa. Biarkan saja Ibu mendramatisir apa yang terjadi itu tidak akan pernah merubah keputusanku nantinya jadi aku bebaskan saja Ibu mengarang cerita.“Tapi, ya, enggak boleh gitu juga lah besan. Kita ini kan, keluarga jadi mau sekecil apa pun permasalahan kita harus berdiskusi apalagi ini sampai di penjara loh, si Eko dan sampai dihajar bahkan kritis begitu. Kita bisa menuntut yang menghajar Eko jangan mau kita diinjak
POV Lisa. ***“Ibu sama Bapak cuma berdua aja si Via nggak nangis kan, Bu," tanyaku mengalihkan pembicaraan. Aku muak mendengar ucapan manis mertuaku yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.“Eggak ... tadi sih, sama Mbok lagi mainan boneka. Happy kok, Ibu sama Bapak ke sini juga nggak sendiri sama saudara besan loh, tadi ketemu di depan rumah si Lisa. karena mereka kaget Eko ada di rumah sakit ya, sudah akhirnya kami ajak ke sini," jawab ibuku. Sementara Salsa dan mertuaku terlihat kaget aku pun sebenarnya iya, tapi mencoba bersikap biasa saja. Saudara yang dimaksud orang tuaku pasti itu Teh Ocha dan kedua orang tuanya kalau begitu moment ini sungguh sangat istimewa. Aku tidak akan menyia-nyiakannya. Saatnya aku membongkar kebusukan mertua dan suamiku di depan orang tuaku.“Saudara yang mana besan? “tanya mertuaku sok tidak tahu. Padahal dari matanya jelas terbaca beliau sangat panik.“Si Ocha sama orang tuanya tapi tadi lagi izin ke toilet katanya kebelet. Oh, ya, Eko sakit apa
POV Lisa. ***Aku benar-benar tidak menduga bahwa dia otaknya konslet bahkan lebih konslet dari Teh ocha. Ya, Tuhan beginikah selera suamiku? Selera seorang berpendidikan tinggi sungguh turun derajat sekali karena sewaktu dulu kuliah Mas Eko itu termasuk lelaki yang benar-benar pemilih kualitas perempuan giliran selingkuh kok, sama remahan rengginang begini. Astagfirullah dan itu menjadi sainganku kalau diladenin mungkin sampai lebaran monyet tidak akan berhenti. Ya, lebih baik aku diam saja malas ngeladenin orang-orang yang otaknya lebih konslet daripada Teh Ocha.“Diamkan kamu nggak usah balas ucapanku. Makanya kalau mau ngomong itu ngaca dulu kamu itu siapa? Ih ... malas banget meskipun kata Eko kamu adalah wanita yang paling berjasa dalam hidupnya, tapi kalau soal yang lain contohnya soal ranjang A Eko selalu memujiku bawa aku adalah yang terbaik,” kata Rara seraya mengibaskan rambut pirangnya.Astaghfirullahaladzim aku mimpi apa ya, bisa berhadapan dengan pelakor model begini. S
POV Lisa. ***“Puas kamu, Lisa, udah buat anak Ibu begini. Pokoknya kamu harus mempertanggungjawabkan semuanya. Lihatlah sekarang Eko kritis. Ibu benar-benar kecewa sama kamu," ucap mertuaku begitu melihat kedatanganku. Untung saja Via tidak aku ajak karena situasi di sini sangat tidak kondusif. Mertuaku bahkan berusaha menyerangku.“Puas banget tuh, aku kira datang ke sini Mas Eko tinggal nama ternyata masih ada orangnya, ya, meskipun dalam keadaan kritis," jawabku pasti mereka semua tidak akan pernah menyangka bahwa aku akan menjawab seperti itu bahkan orang-orang sampai melongo.“Apa kamu bilang, dasar ya, kamu itu istri nggak tahu diri suami sekarat malah Alhamdulillah, benar-benar ya kamu kurang seons otaknya pantas aja dia pergi ninggalin kamu lihatlah, Bu, menantu yang Ibu bangga-banggakan ternyata begitu kan? Licik dan jahat. Bahkan dia mendoakan suaminya meninggal," sahut Rara. Aku hanya tertawa saja mendengarkan ocehannya. Terserah mau ngomong apa aku tak peduli.“Teteh kay
POV Lisa. *** “Ya, mau bagaimana lagi Ibu juga khawatir, tapi kalau kita pergi malam ini lebih mengkhawatirkan keselamatan kita. Duh, tiba-tiba kepala Inu jadi pusing begini memikirkan sesuatu yang terjadi semuanya secara tiba-tiba,” keluh mertuaku. “Ayo, Mbok kita pergi dari sini aku nggak mau lagi mendengarkan perdebatan mereka!" ajakku pada Mbok, lalu kumatikan lampu agar mereka benar-benar pulang. “Tuh, kan, lampunya mati lagi, Bu. Sudahlah Ayo, kita pulang!" teriak Salsa. Sampai kamar aku menimbang-nimbang apa yang harus aku lakukan. Sejujurnya aku sedikit khawatir pada Mas Eko. Pasti sakit maag-nya kambuh lagi sampai dia dibawa ke rumah sakit begitu. Mas Eko itu orangnya milih-milih soal makanan sedangkan di penjara pasti makan seadanya dan Mas Eko nggak mau makan itu sebabnya dia sakit. “Apakah besok Ibu akan jenguk pak Eko?" tanya Mbok Wati. Aku menggeleng saja belum tahu apa yang akan aku lakukan besok. “Mbok, jadi curiga jangan-jangan Bapak dipenjara digebukin sama na