*** POV Ocha. “Sudahlah, Pak! Percuma saja Bapak buang-buang energi untuk menghajar anak kita. Justru, yang ada si Eko makin stress dan bisa-bisa dia mati. Hidup kita bergantung pada Eko,” bela Ibu Mertua. Dia mengusap darah yang keluar dari hidung A Eko menggunakan sapu tangannya. “Jadi Besan lebih membela anak Besan? Iya, aku tahulah, karena anak pesan laki-laki dan anakku perempuan. Andai posisi kita terbalik apa yang akan Besan lakukan? Ini sungguh tidak adil. Besan tidak tegas,” kata Emak lagi. “Aku datang ke sini bukan untuk membahas perselingkuhan Rara dan juga Eko, karena aku sudah mengetahuinya semenjak satu bulan yang lalu,” jawab Ibu mertuaku dan lagi-lagi aku kaget. Ternyata Ibu mertuaku sudah tahu dan beliau memilih diam. Itu berarti beliau mendukung perbuatan Rara dan juga anaknya. Oh, Tuhan! Ibu macam apa dia? Apakah dia bukan seorang perempuan yang jika suaminya berkhianat akan merasakan sakit atau dia akan masa bodoh, karena merasa anaknya punya segalanya? Sungguh
POV Eko.***“Gimana? Cantik dan seksi, kan?” tanya Radit, teman seprofesiku. Dia adalah salah satu pemilik travel juga di kota tempatku tinggal. Dia memang terkenal playboy dan suka gonta-ganti perempuan.Hari ini aku ikut dia nongkrong di cafe. Katanya dia, cuci matalah sekali-kali! Jangan kerjaan saja. Jujur, sebenarnya malas, tapi setelah aku ikut dia, ternyata suasana cafenya enak juga. Padahal, ini siang hari dan kebetulan Radit punya kenalan seorang cewek. Penjaga toko baju di depan mall sana. Dia bersama temannya dan berniat mengenalkan aku dengan cewek itu.“Ah, bisa saja. Perempuan sekarang memang begitu semua, kan?” jawabku datar. Walau sebenarnya aku memperhatikan juga. Mataku tidak bisa lepas dan memandangnya. Hasrat kelakianku bergejolak. Aku seperti muda lagi.“Yaelah, Bro. Hari gini gak usah setia-setia amat kali. Belum tentu juga, kan, istrimu di Jepang sana setia sama kamu. Bisa jadi dia punya kenalan laki-laki lain. Secara, kan, perempuan itu memang sifatnya ingin
POV EKO.***“Anterin, dong, Eko! Kasihan, kan, kalau naik ojek. Sekarang itu cewek cantik kalau naik ojek, jadi jalan sama tukang ojek. Masa kamu kalah sama tukang ojek?” kata Radit lagi. Bener-bener, deh, ini teman semprol terus aja mau mengomporiku.“Nggak usah, Aa. Aku bisa pulang sendiri. Jalan kaki dari sini dekat, kok! Memang biasanya juga pulang sendiri,” tolak Ocha“Wah, nawarin aja belum, udah ditolak, Pak Bos. Bos Besar ditolak nganterin cewek. Ha-ha-ha ....” katanya lagi. Dia terbahak-bahak, ceweknya pun ikut tertawa. Sedangkan Ocha, dia terlihat tidak enak padaku.“Bukan nolak, Aa, tapi nggak enak. Takut dimarahin pacarnya Pak Eko,” kata Ocha lagi. Oh, jadi gitu? Dan aku pun tidak suka ditolak. Enak saja cewek kampungan seperti dia menolakku. Harga diriku mau di taruh mana? Bahkan cewek-cewek di sini saling berebutan untuk mendapatkan. Kok, dia sok jaim? Malah aku cuma nganterin aja, ditolak. Ini tidak bisa aku biarkan.“Tenang saja, Ocha. Dia ini laki-laki single kala
POV EKO.***“Jangan main api, kalau kamu nggak mau kebakar! Ingat! Lisa itu perempuan baik, tapi Ocha sudah membuat hidupmu jadi seperti ini. Awas aja kalau kamu macam-macam!” ucap Ibu padaku saat beliau mengetahui hubunganku dengan Ocha.“Iya, Bu. Aku tahu, kok. Lagi pula, ini hanya iseng belaka. Selagi tidak ada Lisa, tak mengapalah Ocha. Lagi pula, ini bukan serius. Lagi pula, juga aku ini masih masa pubertas ke dua. Aku butuh penyaluran hasratku. Lagian aku sama Ocha hanya pacaran, kok. Dan aku tidak ada niat sama sekali untuk mempersunting dia. Hatiku tetap pada Lisa. Ya, anggap aja Ocha ini hanya main-main saja untukku,” jawabku.“Enak amat kamu ngomong gitu. Emangnya Ocha mau dimainin sama kamu? Emangnya dia boneka? Jangan sembarangan sama anak gadis orang! Apalagi, dia satu suku dengan kita. Kamu punya Adik perempuan. Memangnya kamu mau Adik kamu dimainin orang? Kamu juga punya Ibu. Memang kamu mau ibumu dimainin orang? Lagi pula, ya, Eko. Ibu itu tetap saja enggak suka deng
POV EKO.***“Sayang, kamu lama banget, sih. Telat 15 menit, loh! Aku, kan, sudah nungguin kamu dari tadi. Bilangnya jam 01.00, ini udah jam 01.00 lewat,” ujar Ocha dan langsung mengambil tanganku dan membawaku ke kamarnya.“Iya. Maaf tadi ada perdebatan kecil dengan Ibu. Biasalah, Ibu nggak mau hubungan kita berlanjut, tapi aku sangat sayang sama kamu dan aku tidak bisa melupakanmu,” kataku seraya aku kecup bibirnya yang ranum.“Yah, berarti memang Ibu kamu benci banget, ya, sama aku. Tapi, nggak papa, lah, Aa. Lagi pula, kan, setelah isterimu pulang, kita memang pasti akan putus. Biarlah akan kubawa cinta ini pergi jauh-jauh,” jawab Ocha. Dia terlihat sangat sedih.“Hei! Jangan sedih, gitu, dong! Walaupun Ibu nggak suka sama kamu, tapi, kan, aku suka sama kamu. Tenang saja, Ibu itu marahnya hanya sebentar, kok. Sudahlah, kita jangan rusak suasana romantis kita dengan mengingat-ingat masalahku dengan ibuku. Sini peluk Aa!” kataku pada Ocha. Lalu, terjadi dosa besar itu lagi.Aku ta
POV EKO. ***“Asyik, ya, yang teleponan. Asyik, gaya kangen-kangenan sampai yang di depan mata diabaikan!” racau Ocha. Bibirnya mengerucut dan sungguh menggemaskan.“Lah, aku harus gimana, dong? Istriku telepon dan istriku sedang sakit. Masa aku abaikan gitu aja? Aku nggak suka kalau kamu kayak gitu, Cha. Walau bagaimana pun gak bisa aku biarin istriku di sana kesakitan, sementara aku di sini enak-enakan. Iya, kan? Tolonglah! Kamu bilang akan ngerti keadaan aku, tapi saat aku telepon saja, kamu merajuk begitu,” jawabku kesal.“Iya, aku tahu, tapi Aa nggak boleh gitu juga, dong! Sayang-sayangan depan aku. Aku ini perempuan yang punya perasaan, Aa. Aku cemburu. Aku sedih gitu,” jawab Ocha lagi.“Ya, terus mau gimana lagi? Oke, oke. Aa yang salah. Puas kamu?!” kataku sungguh di luar dugaan. Aku tidak bisa mengontrol emosiku. Di satu sisi, sedang was-was dan deg-degan atas semuanya. Namun, Ocha bukannya menenangkanku, tapi malah membuatku kesal juga.“Loh. Kok, Aa marah? Harusnya aku, d
POV EKO. ***“Oke, siap, Bos! Nah. Gitu, dong, dari tadi. Jadi aku nggak capek-capek ngancam Aa. Cepetan kirimin! Aku jalan lagi, ya. Dadah ... Kakak aku yang ganteng,” ucap Salsa dengan ceria dan menutup teleponnya sepihak.Aaarrrhhhhgggg! Lagi-lagi aku berhasil dikalahkan oleh Salsa. Belum lagi nanti Ibu yang meminta ini dan itu untuk menutup mulut. Menjengkelkan sekali rasanya, tapi tidak mengapalah. Dari pada hasratku tidak tersalurkan. Aku malah makin uring-uringan. Aku malah makin menjadi lebih baik begini. Tidak apa-apa. Semoga sementara aman. Atau, sebentar lagi Lisa pulang. Aku putusin Ocha dan aku akan hidup bahagia selamanya dengan istriku tercinta tanpa kekurangan satu apa pun. Nah, aku memang laki-laki cerdas!“Kamu benar ngasih uang ke Salsa lagi? Ini barusan dia WhatsApp Ibu. Katanya, kamu transferin ke dia 500 ribu, ya? Kalau gitu, kamu juga transferin Ibu. Ibu mau ada arisan RT. Ibu mau beli kue untuk dibawa ke sana,” pinta Ibu. Padahal, aku baru saja membuka bajuku
POV EKO. ***“Wih! Yang tambah ganteng diurusin dua perempuan.” Radit kenapa tiba-tiba ada di sini? Kenapa dia tiba-tiba ada di antara keluarganya Lisa?“Radit?!” Aku bener-bener kaget. Dia ada di sini. Jangan-jangan, malah dia nanti yang bisa memberitahukan segalanya pada semua orang yang ada di sini.“Biasa aja kali. Kayak liat setan aja. Santai, Bro,“ jawabnya. Dia pun merangkul pundakku dan duduk tepat di sampingku.“Enak, ya, yang dikelilingi dua perempuan cantik. Aku tahu, loh, kamu masih mau berhubungan dengan Ocha.” Radit berucap padaku lagi. Membuat bulu kudukku merinding. Dia sudah melebihi setan yang menakutiku.“Apaan, sih, Radit? Biasa aja,” jawabku sok santai. Padahal, aku takut. Jantungku berdegup sangat kencang seperti mau lompat dari tempatnya.“Oh, sudah biasa rupanya,” katanya ambigu. Aku benar-benar tidak paham apa maksudnya dia berkata seperti itu. Bukankah dia yang kenalkan aku dengan Ocha? Kenapa dia jadi menakutiku begini?“Radit, kamu apa-apaan, sih? Terus, k
POV Lisa. ***“Ibu, aku ada di mana? Di mana Via da Bapak?” tanyaku pada ibu yang sedang mengaji di sampingkuAku pindai ruangan ini dan sekarang aku paham aku ada di mana seingatku memang aku pingsan rupanya aku dirawat di sini.“Alhamdulillah ... Nak, kamu sudah sadar. Bapak ada di luar. Via juga ada di luar sama Mbok. Alhamdulillah sadar, Ibu senang sekali. Kamu pingsan terlalu lama Lisa, sampai membuat Ibu khawatir. Jangan tinggalkan Ibu, ya, Nak, kita hadapi ini sama-sama kalau kamu sakit begini Ibu juga ikut sakit. Kalau kamu lemah, Ibu lemah tidak bisa berbuat apa-apa, tapi kalau kamu kuat menghadapi, Ibu akan jauh lebih kuat lagi. Lisa, maafkan Ibu. Sungguh maafkan Ibu selama ini tidak jadi orang tua yang perhatian padamu sampai-sampai masalah seperti ini harus kamu telan sendiri. Ayo, Sayang, bangkit anak Ibu yang cantik anak ibu yang kuat. Tetaplah bersama Ibu, tetaplah menjadi kebanggaan Ibu yang tidak pernah takut apa pun di luar sana. Ibu akan selalu ada di sampingmu sam
POV Lisa. ***“Ibu, nggak usah kebiasaan memotong pembicaraan orang lain. Kalaupun orang tuanya teh Ocha mau mengatakan sesuatu ya, biarkan saja dulu berbicara setelah selesai berbicara baru Ibu menyangkalnya tidak begini. Namanya nggak sopan,” kataku.“Mungkin ini akan terdengar aneh, tapi kami harus mengungkapkan kebenarannya. Neng Lisa maafkan Ibu selama ini menyembunyikan padahal sebenarnya awal dari kedatangan kami ke sini ingin memberitahukan kebenaran ini pada Neng Lisa, tapi yang ada banyak sekali kendala-kendalanya dan mungkin hari ini adalah kesempatan yang Tuhan berikan kepada kami untuk mengatakan sejujurnya. Perlu Neng Lisa dan keluarga tahu bahwa Ocha benar-benar istrinya ke dua Eko. Sedangkan Rara istri ketiganya Eko jelas,” bapaknya Teh Ocha.Ibuku jangan ditanya beliau langsung ambruk jatuh ke lantai,meski tidak pingsan, tapi aku yakin hatinya hancur mendengar kejujuran ini semua.“Kenapa begini? Kenapa rumah tangga anakku jadi begini sakit sekali aku mendengarnya. A
POV Lisa. *** “Lapor sana, lapor cepetan aku tidak akan pernah takut! Asal kamu tahu saja ya, perempuan murahan, pezina macam kamu bisa dipenjara. Perselingkuhan yang kamu lakukan dengan Eko bisa kena pasal dan kamu akan membusuk di penjara bersama Eko! Paham kamu?!” teriak ibuku tepat di depan wajahnya Rara sampai dia mundur matanya dan wajahnya merah aku tahu Rara ketakutan. “Jangan sok tahu Ibu tua. Aku dan A Eko itu melakukannya atas dasar suka dan sama suka, jadi tidak ada yang bisa memisahkan kami dan begitu dengan kamu tidak akan pernah bisa memenjarakan kami,” jawab Rara. “Dasar perempuan bodoh! Selain bodoh kamu juga norak. Perselingkuhan zaman sekarang bisa dipenjarakan. Oh, ya, aku baru tahu kalau ternyata seleranya Eko rendahan begini. Lihat besan selingkuhannya Eko bahkan tidak lebih baik daripada Lisa. Udik sudah seperti jemuran jalan nggak jelas begitu. Pokoknya aku mau Eko dan Lisa pisah,” ucap ibuku. “Terserah kamu saja Besan yang penting aku juga tetap pada pendi
POV Lisa. **** “Bahkan perempuan yang duduk di seberang Ibu yang diperkenalkan sebagai saudara itu adalah maduku,” kataku lagi. Perih sekali aku harus mengatakan jujur kepada kedua orang tuaku, tapi di sisi lain aku plong karena merasa berhasil mengeluarkan racun yang ada di dalam dadaku. “Apa!” teriak ibuku. “Be—san ... ini masuknya gimana, ya, tolong jelaskan pada kami!” bentak bapak. “Tidak ... ini pasti Lisa dan Besan sedang ngeprank kan, bentar lagi kan Ibu mau ulang tahun jadi pasti kalian bikin surprise kan?” kata ibuku sepertinya beliau memang belum bisa menerima kenyataan ini, tapi air mata sudah membasahi pipinya. “Tenang dulu Bu, kita minta penjelasan mengenai ini dari Besan dan juga Lisa,” sahut Bapak seraya mengusap bahu ibu. “Bapak, tahu ‘kan kalau mereka biasanya memang suka bikin kejutan begini. Bikin hati orang tua cemas ujung-ujungnya nge-prank seperti yang sering kita lihat di YouTube itu loh, Pak dan ujung-ujungnya kita dapat hadiah. Iya, kan, Lisa?” kata i
POV Lisa.****“Iya, Besan memang aku yang melarang Lisa untuk memberitahukannya pada kalian karena kami pikir bisa menyelesaikannya. Kasihan kalian juga kan, kalau terbebani dengan masalah anakku. Sudah kukatakan tadi bahwa anakku di sini posisinya bersalah Aku malu jika harus memberitahukan padamu. Aku juga yang mewanti-wanti Lisa agar tidak memberitahukan bukan kami tidak menghargai Besan, tapi sebenarnya malu," jawab ibu mertua aku beliau pasang muka sesedih mungkin.Bapak menatapku meminta penjelasan. Aku mengangguk saja karena memang aku tidak perlu menjelaskan apa-apa. Biarkan saja Ibu mendramatisir apa yang terjadi itu tidak akan pernah merubah keputusanku nantinya jadi aku bebaskan saja Ibu mengarang cerita.“Tapi, ya, enggak boleh gitu juga lah besan. Kita ini kan, keluarga jadi mau sekecil apa pun permasalahan kita harus berdiskusi apalagi ini sampai di penjara loh, si Eko dan sampai dihajar bahkan kritis begitu. Kita bisa menuntut yang menghajar Eko jangan mau kita diinjak
POV Lisa. ***“Ibu sama Bapak cuma berdua aja si Via nggak nangis kan, Bu," tanyaku mengalihkan pembicaraan. Aku muak mendengar ucapan manis mertuaku yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.“Eggak ... tadi sih, sama Mbok lagi mainan boneka. Happy kok, Ibu sama Bapak ke sini juga nggak sendiri sama saudara besan loh, tadi ketemu di depan rumah si Lisa. karena mereka kaget Eko ada di rumah sakit ya, sudah akhirnya kami ajak ke sini," jawab ibuku. Sementara Salsa dan mertuaku terlihat kaget aku pun sebenarnya iya, tapi mencoba bersikap biasa saja. Saudara yang dimaksud orang tuaku pasti itu Teh Ocha dan kedua orang tuanya kalau begitu moment ini sungguh sangat istimewa. Aku tidak akan menyia-nyiakannya. Saatnya aku membongkar kebusukan mertua dan suamiku di depan orang tuaku.“Saudara yang mana besan? “tanya mertuaku sok tidak tahu. Padahal dari matanya jelas terbaca beliau sangat panik.“Si Ocha sama orang tuanya tapi tadi lagi izin ke toilet katanya kebelet. Oh, ya, Eko sakit apa
POV Lisa. ***Aku benar-benar tidak menduga bahwa dia otaknya konslet bahkan lebih konslet dari Teh ocha. Ya, Tuhan beginikah selera suamiku? Selera seorang berpendidikan tinggi sungguh turun derajat sekali karena sewaktu dulu kuliah Mas Eko itu termasuk lelaki yang benar-benar pemilih kualitas perempuan giliran selingkuh kok, sama remahan rengginang begini. Astagfirullah dan itu menjadi sainganku kalau diladenin mungkin sampai lebaran monyet tidak akan berhenti. Ya, lebih baik aku diam saja malas ngeladenin orang-orang yang otaknya lebih konslet daripada Teh Ocha.“Diamkan kamu nggak usah balas ucapanku. Makanya kalau mau ngomong itu ngaca dulu kamu itu siapa? Ih ... malas banget meskipun kata Eko kamu adalah wanita yang paling berjasa dalam hidupnya, tapi kalau soal yang lain contohnya soal ranjang A Eko selalu memujiku bawa aku adalah yang terbaik,” kata Rara seraya mengibaskan rambut pirangnya.Astaghfirullahaladzim aku mimpi apa ya, bisa berhadapan dengan pelakor model begini. S
POV Lisa. ***“Puas kamu, Lisa, udah buat anak Ibu begini. Pokoknya kamu harus mempertanggungjawabkan semuanya. Lihatlah sekarang Eko kritis. Ibu benar-benar kecewa sama kamu," ucap mertuaku begitu melihat kedatanganku. Untung saja Via tidak aku ajak karena situasi di sini sangat tidak kondusif. Mertuaku bahkan berusaha menyerangku.“Puas banget tuh, aku kira datang ke sini Mas Eko tinggal nama ternyata masih ada orangnya, ya, meskipun dalam keadaan kritis," jawabku pasti mereka semua tidak akan pernah menyangka bahwa aku akan menjawab seperti itu bahkan orang-orang sampai melongo.“Apa kamu bilang, dasar ya, kamu itu istri nggak tahu diri suami sekarat malah Alhamdulillah, benar-benar ya kamu kurang seons otaknya pantas aja dia pergi ninggalin kamu lihatlah, Bu, menantu yang Ibu bangga-banggakan ternyata begitu kan? Licik dan jahat. Bahkan dia mendoakan suaminya meninggal," sahut Rara. Aku hanya tertawa saja mendengarkan ocehannya. Terserah mau ngomong apa aku tak peduli.“Teteh kay
POV Lisa. *** “Ya, mau bagaimana lagi Ibu juga khawatir, tapi kalau kita pergi malam ini lebih mengkhawatirkan keselamatan kita. Duh, tiba-tiba kepala Inu jadi pusing begini memikirkan sesuatu yang terjadi semuanya secara tiba-tiba,” keluh mertuaku. “Ayo, Mbok kita pergi dari sini aku nggak mau lagi mendengarkan perdebatan mereka!" ajakku pada Mbok, lalu kumatikan lampu agar mereka benar-benar pulang. “Tuh, kan, lampunya mati lagi, Bu. Sudahlah Ayo, kita pulang!" teriak Salsa. Sampai kamar aku menimbang-nimbang apa yang harus aku lakukan. Sejujurnya aku sedikit khawatir pada Mas Eko. Pasti sakit maag-nya kambuh lagi sampai dia dibawa ke rumah sakit begitu. Mas Eko itu orangnya milih-milih soal makanan sedangkan di penjara pasti makan seadanya dan Mas Eko nggak mau makan itu sebabnya dia sakit. “Apakah besok Ibu akan jenguk pak Eko?" tanya Mbok Wati. Aku menggeleng saja belum tahu apa yang akan aku lakukan besok. “Mbok, jadi curiga jangan-jangan Bapak dipenjara digebukin sama na