POV OCHA. ****Drrrtt! Baru juga napas sudah ada lagi WA masuk. Huh![Teteh. Kata Emak, pacarnya Teteh kapan ngelamar? Ini di sini ribut, Emak dikejar-kejar Mekar karena udah dua kali angsuran tidak dibayar. Soalnya uangnya untuk bayar sekolah Adek. Kalau Teteh ada uang, cepat, ya, kirimin, Teh! Kata mereka gaya selangit, tapi uang untuk setoran Mekar tidak punya. Padahal hanya Rp50.000 saja. Sedangkan gelang yang dipakainya 10 gram. Tiga gelang milik Emak itu palsu yang asli hanya yang dibeliin Teteh, Emak jadi sedih dan hanya tadi di kamar. Sedangkan Bapak tidak mau tahu, Teh. Bapak pergi cari uang dan belum pulang-pulang. mungkin Bapak habis nderes karer langsung jual hasil kebun di kota kecamatan padahal bapak belum sarapan. Aku jadi khawatir, Teh. Mana Bapak nggak punya HP. Harusnya Teteh juga belikan HP untuk Bapak. Jangan hanya emas aja! Kalau Emak yang dibelikan HP, kerjanya cuma pamer, Teh. Takutnya malah kami nanti dirampok.] Aku baca WhatsApp baru dari adikku yang nomor
POV Ocha.***“Iya, Ibu. Ibu kayak nggak pernah muda aja, Bu, kalau pakai rok mini dan pakai baju seksi begini, kan, nanti banyak pemuda yang lirik aku, Bu. Pemuda kaya. Ibu tahu, kan, aku sangat terobsesi sama pria kaya dan bisa merubah nasib biar aku juga punya kos-kosan kayak Ibu,” jawabku asal. Ibu kosa hanya geleng-geleng kepala saja. Dia terus saja memperhatikanku dari atas sampai bawah tanpa berkedip.“Bukannya begitu juga konsenpnya, Cha! Punya otak dipakai. Nggak usah asal jeplak. Mereka itu cari istri yang benar. Mereka sudah bosan melihat perempuan-perempuan gak bener di kota itu. Alangkah banyaknya, Ocha, perempuan nggak bener pakai baju kurang bahan, pakai baju seksi, terus kalau yang bener-bener orang kaya, mereka akan cari istri yang bisa membimbing keluarganya yang bisa jadi Ibu yang baik. Udah, deh, kamu nurut aja sama Ibu! Ganti baju kamu dengan pakaian layak. Kalau kamu nggak mau pakai rok panjang, pakai aja celana jeans. Jangan begitu! Malu-maluin aja. Kalau sampai
POV Ocha. ****“Apaan, sih, Aa? Aku tahu. Kamu kenapa sekarang kasar banget, sih, sama aku? Kayak sama musuh aja. Ini tangan aku sakit habis terkilir waktu manjat kursi di toko ambil barang di gudang, tapi malah kamu tarik begini!" protesku tak terima. Ini bukanlah suatu alasan belaka. Memang tanganku sakit sekali.“Kok, bisa kamu sampai gak hati-hati? Pakai jatuh segala. Yah ... maaf! Aa nggak tahu,” jawabnya. Dilepaskannya tanganku lalu dia memasukkan tangannya ke dalam kantong celananya. Seperti itulah kebiasaannya.“Namanya juga musibah, Aa. Lagian Aa kenapa sudah dua hari ini nggak menghubungiku? Di WhatsApp hanya ceklis. Ditelepon nggak bisa, terus nggak ke kosan aku. Emang aku ada salah sama Aa?” cecarku padanya. Aku tak terima jika dicampakkan begini.“Jadi kamu ke sini ngikutin Aa' karena alasan itu? Ya ampun, Ocha! Jangan gegabah. Kalau istri Aa' tahu semuanya, akan berantakan. Paham, nggak, sih? Sudah Aa' bilang, kan. Kita sudah bersepakat kalau Aa' nggak hubungin kamu ja
POV Ocha.***“Sayang, aku kangen sekali sama kamu. Sudah beberapa hari ini aku tidak mendapat kenikmatan darimu. Bolehkah jika malam ini aku minta jatahku?” tanya A' Eko di seberang telepon sana. Aku yakin, kini dia tidak sedang bersama istrinya. Jika bersama istrinya, aku pastikan dia tidak akan berani meminta hal aneh-aneh padaku.“Minta saja jatah dari istrimu itu! Istrimu, kan, lebih legit. Dia juga, kan, baru pulang dari Jepang. Pasti, kan, perawatannya oke di sana. Sudah gitu, bertahun-tahun tidak kau masukkan burung puyuhmu ke sana. Pasti terasa nikmat dibandingkan aku yang hampir setiap hari kau garap. Biarlah aku istirahat dulu. Lebih baik kau dengan istrimu saja!” jawabku ketus. Entah kenapa aku hari ini kesal sekali dengan A' Eko. Katanya dua atau tiga hari dia akan datang ke kosanku. Nyatanya satu minggu dia tidak menghubungiku dan tidak memberikan aku uang sampai aku kebingungan dan berhutang pada Rini untuk mengirimi uang Emak di kampung.“Kamu ngambek sama aku, Sayang?
POV OCHA. ****“Bukan hanya itu, Rin. Barusan aku telepon. Katanya dia mau ketemu aku. Katanya dia kangen padaku. Padahal, kan, aku harus siap-siap untuk bertemu dengan laki-laki yang kamu kenalkan itu. Bagaimana, dong? Aku bingung sekali,” jawabku jujur.“Ya ampun, Ocha. Gitu aja bingung. Ntar kamu tinggal bilang aja sama Eko kalau kamu lagi sibuk dan tidak bisa diganggu gugat. Lagian salah dia sudah satu minggu tidak menghubungi kamu sama sekali. Kalau aku yang jadi simpanan Eko, sudah kutinggalkan dia dari dulu. Mana nggak ngasih uang lagi. Untung saja aku simpanan Mas Ilham yang uangnya terus mengalir. Meskipun dia tidak menghubungiku,” kata Rini lagi seraya membelai jambang milik pacarnya itu. Pacarnya hanya tersenyum saja dan berkali-kali mengecup bibirnya. Ini sebenernya aku risih melihat pemandangan seperti itu, tapi aku harus membiasakan diri, karena sekarang Rini adalah partner kerja sekaligus sahabatku.“Iya, sih, Rin. Aku tahu, tapi walau gimana pun juga, aku ini cinta sa
POV OCHA. ***“Ya ampun, Ocha, kamu sudah di kota berapa tahun Bedain berlian sama emas aja nggak tahu?! Kamu itu ya, Ocha, bener-bener polos banget. Berlian sama emas itu, mahalan berlian, Ocha. Tergantung nilainya juga dan tergantung gradenya juga. Tapi, setahuku, berlian dan emas itu memiliki harga berbeda dan tentunya lebih mahal berlian karena berlian itu sangat langka. Sedangkan emas bisa ditambang di beberapa tempat. Meskipun harganya mahal juga, tetap saja berlian nomor satu. Kenapa, sih, kamu gampang banget dibohongin sama si Eko? Kalau istrinya Eko dibelikan berlian, kamu juga harus dibelikan berlian. Kayak aku, nih, misalnya. Mas Ilham belikan berlian istrinya. Aku juga minta, dong, dibelikan berlian,” jawab Rini. Dia berkali-kali menoyor kepalaku.“Oh, jadi mahalan berlian, ya? Kenapa sih, A' Eko malah bohongin aku begitu? Awas aja nanti kalau ketemu dia. Aku bakalan minta belikan berlian juga. Untung aku tanya sama kamu, Rin,” kataku lagi. Hatiku benar-benar kesal sama A
POV OCHA. ****“Apa kamu pikir A' Eko akan marah padaku, Rin?” tanyaku kepadanya. Tentu saja dengan suara pelan. Aku tidak mau resepsionis yang mengantarkan kami mendengarnya.“Marah atau tidak, bukan hak dia. Toh, kamu bukan siapa-siapa dia. Kamu dan dia hanya sebatas simpanan saja. Belum ada ikatan pernikahan, kan? Bebas, dong. Lagi pula, dia berbohong padamu katanya pulang kampung. Nyatanya dia juga menginap di hotel mewah ini. Kamu saja belum pernah diajak ke sini, kan? Ini begitu istrinya pulang, langsung diajak menginap di hotel mewah ini. Kalau aku jadi kamu, sih, aku bakalan tinggalin itu si Eko. Tapi, lagi-lagi terserah apa kata hatimu. Aku tidak bisa memaksakan. Walau gimana pun juga, yang namanya cinta, yang namanya hati itu, tidak akan pernah goyah. Walau dengan ujian sekeras apa pun. Apalagi kamu gadis polos begini. Dibujuk dan dirayu sedikit saja, kamu sudah luluh lagi," jawab Rini panjang lebar.“Iya, Rin. Kamu benar dan aku hari ini benar-benar kecewa pada A' Eko,” j
POV OCHA.***“Maaf, Pak. Lama aku ganti bajunya. Soalnya tadi aku sedikit merenung. Ternyata Bapak sangat menghargai aku sebagai perempuan. Aku terharu, Pak,” jawabku jujur. Pak Sudarsono hanya manggut-manggut saja.“Itulah hidup, Ocha. Keras dan kalau kita tidak bisa melalui tantangannya, maka kita akan game over. Itu sebabnya kita sebagai manusia diberi akal pikiran untuk menaklukkan tantangan itu. Kita diberi akal pikiran bukan hanya sekedar menaklukkan tantangan, tapi kita juga harus berpikir membedakan mana yang baik dan mana yang tidak. Aku senang memanggil gadis-gadis muda seperti kamu ini, Ocha. Di mana mereka sudah kehilangan masa depannya dan yang dipikirkan hanya uang belaka. Dengan menasihati mereka, aku menjadi sedikit lega dan aku merasa hidupku sedikit bermanfaat untuk orang lain. Kamu jangan cemas! Kamu tentu saja tetap akan aku bayar, tapi berjanjilah setelah ini kamu akan merubah hidupmu untuk menjadi ke arah yang lebih baik. Agar aku pun tidak sia-sia memanggilmu
POV Lisa. ***“Ibu, aku ada di mana? Di mana Via da Bapak?” tanyaku pada ibu yang sedang mengaji di sampingkuAku pindai ruangan ini dan sekarang aku paham aku ada di mana seingatku memang aku pingsan rupanya aku dirawat di sini.“Alhamdulillah ... Nak, kamu sudah sadar. Bapak ada di luar. Via juga ada di luar sama Mbok. Alhamdulillah sadar, Ibu senang sekali. Kamu pingsan terlalu lama Lisa, sampai membuat Ibu khawatir. Jangan tinggalkan Ibu, ya, Nak, kita hadapi ini sama-sama kalau kamu sakit begini Ibu juga ikut sakit. Kalau kamu lemah, Ibu lemah tidak bisa berbuat apa-apa, tapi kalau kamu kuat menghadapi, Ibu akan jauh lebih kuat lagi. Lisa, maafkan Ibu. Sungguh maafkan Ibu selama ini tidak jadi orang tua yang perhatian padamu sampai-sampai masalah seperti ini harus kamu telan sendiri. Ayo, Sayang, bangkit anak Ibu yang cantik anak ibu yang kuat. Tetaplah bersama Ibu, tetaplah menjadi kebanggaan Ibu yang tidak pernah takut apa pun di luar sana. Ibu akan selalu ada di sampingmu sam
POV Lisa. ***“Ibu, nggak usah kebiasaan memotong pembicaraan orang lain. Kalaupun orang tuanya teh Ocha mau mengatakan sesuatu ya, biarkan saja dulu berbicara setelah selesai berbicara baru Ibu menyangkalnya tidak begini. Namanya nggak sopan,” kataku.“Mungkin ini akan terdengar aneh, tapi kami harus mengungkapkan kebenarannya. Neng Lisa maafkan Ibu selama ini menyembunyikan padahal sebenarnya awal dari kedatangan kami ke sini ingin memberitahukan kebenaran ini pada Neng Lisa, tapi yang ada banyak sekali kendala-kendalanya dan mungkin hari ini adalah kesempatan yang Tuhan berikan kepada kami untuk mengatakan sejujurnya. Perlu Neng Lisa dan keluarga tahu bahwa Ocha benar-benar istrinya ke dua Eko. Sedangkan Rara istri ketiganya Eko jelas,” bapaknya Teh Ocha.Ibuku jangan ditanya beliau langsung ambruk jatuh ke lantai,meski tidak pingsan, tapi aku yakin hatinya hancur mendengar kejujuran ini semua.“Kenapa begini? Kenapa rumah tangga anakku jadi begini sakit sekali aku mendengarnya. A
POV Lisa. *** “Lapor sana, lapor cepetan aku tidak akan pernah takut! Asal kamu tahu saja ya, perempuan murahan, pezina macam kamu bisa dipenjara. Perselingkuhan yang kamu lakukan dengan Eko bisa kena pasal dan kamu akan membusuk di penjara bersama Eko! Paham kamu?!” teriak ibuku tepat di depan wajahnya Rara sampai dia mundur matanya dan wajahnya merah aku tahu Rara ketakutan. “Jangan sok tahu Ibu tua. Aku dan A Eko itu melakukannya atas dasar suka dan sama suka, jadi tidak ada yang bisa memisahkan kami dan begitu dengan kamu tidak akan pernah bisa memenjarakan kami,” jawab Rara. “Dasar perempuan bodoh! Selain bodoh kamu juga norak. Perselingkuhan zaman sekarang bisa dipenjarakan. Oh, ya, aku baru tahu kalau ternyata seleranya Eko rendahan begini. Lihat besan selingkuhannya Eko bahkan tidak lebih baik daripada Lisa. Udik sudah seperti jemuran jalan nggak jelas begitu. Pokoknya aku mau Eko dan Lisa pisah,” ucap ibuku. “Terserah kamu saja Besan yang penting aku juga tetap pada pendi
POV Lisa. **** “Bahkan perempuan yang duduk di seberang Ibu yang diperkenalkan sebagai saudara itu adalah maduku,” kataku lagi. Perih sekali aku harus mengatakan jujur kepada kedua orang tuaku, tapi di sisi lain aku plong karena merasa berhasil mengeluarkan racun yang ada di dalam dadaku. “Apa!” teriak ibuku. “Be—san ... ini masuknya gimana, ya, tolong jelaskan pada kami!” bentak bapak. “Tidak ... ini pasti Lisa dan Besan sedang ngeprank kan, bentar lagi kan Ibu mau ulang tahun jadi pasti kalian bikin surprise kan?” kata ibuku sepertinya beliau memang belum bisa menerima kenyataan ini, tapi air mata sudah membasahi pipinya. “Tenang dulu Bu, kita minta penjelasan mengenai ini dari Besan dan juga Lisa,” sahut Bapak seraya mengusap bahu ibu. “Bapak, tahu ‘kan kalau mereka biasanya memang suka bikin kejutan begini. Bikin hati orang tua cemas ujung-ujungnya nge-prank seperti yang sering kita lihat di YouTube itu loh, Pak dan ujung-ujungnya kita dapat hadiah. Iya, kan, Lisa?” kata i
POV Lisa.****“Iya, Besan memang aku yang melarang Lisa untuk memberitahukannya pada kalian karena kami pikir bisa menyelesaikannya. Kasihan kalian juga kan, kalau terbebani dengan masalah anakku. Sudah kukatakan tadi bahwa anakku di sini posisinya bersalah Aku malu jika harus memberitahukan padamu. Aku juga yang mewanti-wanti Lisa agar tidak memberitahukan bukan kami tidak menghargai Besan, tapi sebenarnya malu," jawab ibu mertua aku beliau pasang muka sesedih mungkin.Bapak menatapku meminta penjelasan. Aku mengangguk saja karena memang aku tidak perlu menjelaskan apa-apa. Biarkan saja Ibu mendramatisir apa yang terjadi itu tidak akan pernah merubah keputusanku nantinya jadi aku bebaskan saja Ibu mengarang cerita.“Tapi, ya, enggak boleh gitu juga lah besan. Kita ini kan, keluarga jadi mau sekecil apa pun permasalahan kita harus berdiskusi apalagi ini sampai di penjara loh, si Eko dan sampai dihajar bahkan kritis begitu. Kita bisa menuntut yang menghajar Eko jangan mau kita diinjak
POV Lisa. ***“Ibu sama Bapak cuma berdua aja si Via nggak nangis kan, Bu," tanyaku mengalihkan pembicaraan. Aku muak mendengar ucapan manis mertuaku yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.“Eggak ... tadi sih, sama Mbok lagi mainan boneka. Happy kok, Ibu sama Bapak ke sini juga nggak sendiri sama saudara besan loh, tadi ketemu di depan rumah si Lisa. karena mereka kaget Eko ada di rumah sakit ya, sudah akhirnya kami ajak ke sini," jawab ibuku. Sementara Salsa dan mertuaku terlihat kaget aku pun sebenarnya iya, tapi mencoba bersikap biasa saja. Saudara yang dimaksud orang tuaku pasti itu Teh Ocha dan kedua orang tuanya kalau begitu moment ini sungguh sangat istimewa. Aku tidak akan menyia-nyiakannya. Saatnya aku membongkar kebusukan mertua dan suamiku di depan orang tuaku.“Saudara yang mana besan? “tanya mertuaku sok tidak tahu. Padahal dari matanya jelas terbaca beliau sangat panik.“Si Ocha sama orang tuanya tapi tadi lagi izin ke toilet katanya kebelet. Oh, ya, Eko sakit apa
POV Lisa. ***Aku benar-benar tidak menduga bahwa dia otaknya konslet bahkan lebih konslet dari Teh ocha. Ya, Tuhan beginikah selera suamiku? Selera seorang berpendidikan tinggi sungguh turun derajat sekali karena sewaktu dulu kuliah Mas Eko itu termasuk lelaki yang benar-benar pemilih kualitas perempuan giliran selingkuh kok, sama remahan rengginang begini. Astagfirullah dan itu menjadi sainganku kalau diladenin mungkin sampai lebaran monyet tidak akan berhenti. Ya, lebih baik aku diam saja malas ngeladenin orang-orang yang otaknya lebih konslet daripada Teh Ocha.“Diamkan kamu nggak usah balas ucapanku. Makanya kalau mau ngomong itu ngaca dulu kamu itu siapa? Ih ... malas banget meskipun kata Eko kamu adalah wanita yang paling berjasa dalam hidupnya, tapi kalau soal yang lain contohnya soal ranjang A Eko selalu memujiku bawa aku adalah yang terbaik,” kata Rara seraya mengibaskan rambut pirangnya.Astaghfirullahaladzim aku mimpi apa ya, bisa berhadapan dengan pelakor model begini. S
POV Lisa. ***“Puas kamu, Lisa, udah buat anak Ibu begini. Pokoknya kamu harus mempertanggungjawabkan semuanya. Lihatlah sekarang Eko kritis. Ibu benar-benar kecewa sama kamu," ucap mertuaku begitu melihat kedatanganku. Untung saja Via tidak aku ajak karena situasi di sini sangat tidak kondusif. Mertuaku bahkan berusaha menyerangku.“Puas banget tuh, aku kira datang ke sini Mas Eko tinggal nama ternyata masih ada orangnya, ya, meskipun dalam keadaan kritis," jawabku pasti mereka semua tidak akan pernah menyangka bahwa aku akan menjawab seperti itu bahkan orang-orang sampai melongo.“Apa kamu bilang, dasar ya, kamu itu istri nggak tahu diri suami sekarat malah Alhamdulillah, benar-benar ya kamu kurang seons otaknya pantas aja dia pergi ninggalin kamu lihatlah, Bu, menantu yang Ibu bangga-banggakan ternyata begitu kan? Licik dan jahat. Bahkan dia mendoakan suaminya meninggal," sahut Rara. Aku hanya tertawa saja mendengarkan ocehannya. Terserah mau ngomong apa aku tak peduli.“Teteh kay
POV Lisa. *** “Ya, mau bagaimana lagi Ibu juga khawatir, tapi kalau kita pergi malam ini lebih mengkhawatirkan keselamatan kita. Duh, tiba-tiba kepala Inu jadi pusing begini memikirkan sesuatu yang terjadi semuanya secara tiba-tiba,” keluh mertuaku. “Ayo, Mbok kita pergi dari sini aku nggak mau lagi mendengarkan perdebatan mereka!" ajakku pada Mbok, lalu kumatikan lampu agar mereka benar-benar pulang. “Tuh, kan, lampunya mati lagi, Bu. Sudahlah Ayo, kita pulang!" teriak Salsa. Sampai kamar aku menimbang-nimbang apa yang harus aku lakukan. Sejujurnya aku sedikit khawatir pada Mas Eko. Pasti sakit maag-nya kambuh lagi sampai dia dibawa ke rumah sakit begitu. Mas Eko itu orangnya milih-milih soal makanan sedangkan di penjara pasti makan seadanya dan Mas Eko nggak mau makan itu sebabnya dia sakit. “Apakah besok Ibu akan jenguk pak Eko?" tanya Mbok Wati. Aku menggeleng saja belum tahu apa yang akan aku lakukan besok. “Mbok, jadi curiga jangan-jangan Bapak dipenjara digebukin sama na