Happy reading
***
“Aluna buka pintunya!”
Sudah lima menit Daffin berusaha membujuk Aluna agar membuka pintu kamar, tapi sekali lagi jawaban yang Daffin dapatkan hanya angin kosong.
“Jack, get the spere key now! “ perintah Daffin pada Jack. Tidak ada cara lain untuk masuk ke dalam kamar Aluna selain membuka sendiri pintu kamar.
Tanpa menunggu lama Jack langsung berlari entah kemana, yang jelas untuk mengambil kunci cadangan sesuai yang Daffin perintahkan. Meninggalkan Daffin yang terdiam dengan tangan kanan memijit kening. Kepalanya sudah dipusingkan dengan urusan kantor, belum lagi berita beredar di internet, dan sekarang Daffin dibuat lebih pusing lagi akan kelakuan Aluna.
“Ini mister.” Jack datang dan langsung menyerahkan kunci yang Daffin minta.
Daffin langsung mencoba membuka kunci pintu kamar, dan memang Aluna yang terlalu bodoh untuk mencari tempat mengurung diri. Jelas saja kunci pintu kamar
Happy reading***“Kamu kenapa sebenarnya?” lirih Daffin berbicara sendiri.Tatapannya sedari lima menit yang lalu tidak mau pergi dari tubuh Aluna. Melihat besarnya sayatan pada pergelangan tangan Aluna semakin membuat Daffin bertanya-tanya. Untung saja Daffin sedikit tahu cara menghentikan aliran darah sehingga darah tidak terus mengucur dari pergelangan tangan Aluna.Cklek.“Mister, dokter Jian sudah datang.”Daffin menatap pria berpakaian khas dokter yang berdiri di samping Jack, memberikan anggukan pertanda Daffin mempersilahkan.“Silahkan dok.”Bergerak mundur dua langkah, Daffin memberikan akses pada dokter yang sudah dipercayainya sebagai dokter pribadi. Menatap setiap apa yang dokter periksa pada tubuh Aluna. Satu menit Daffin masih biasa saja karena dokter hanya memeriksa detak jantung Aluna beserta suhu tubuhnya. Menit kedua Daffin santai karena dokter membalut luka Aluna dengan be
Happy reading***Daffin termenung di depan komputer, sudah satu jam Daffin duduk tanpa melakukan apa pun. Iya semenjak kepergian dokter dari kondominiumnya Daffin tidak mau keluar dari ruang kerjanya. Terus-terusan memandangi layar komputer yang mati.Menarik napas panjang dengan kedua mata serentak tertutup. Daffin menyandarkan kepala pada sandarac kursi kerja, mencoba menghilangkan beberapa pikiran yang belakangan ini membuat kepalanya pusing.‘Saya bukan dokter jiwa atau psikolog Mister, tapi dari pemeriksaan dan pengamatan saya. Istri anda sepertinya mengalami mental illness. Detak jantung yang tidak stabil. Saya tidak tahu pasti tentang gangguan mental, tapi kondisi Miss Aluna dikatakan cukup parah karena sudah berani melukai diri sendiri. Saya rasa anda harus membawa Miss Aluna ke psikolog.’Daffin yang belakangan ini terus berpikir sekarang semakin berpikir berat, antrian masalah di kepalanya begitu panjang dan sialnya semua mas
Happy reading***Tok. Tok. Tok.Sudah yang kelima kalinya Daffin mengetok pintu kamar Aluna pagi ini tapi tetap nihil, tidak ada balasan dari si pemilik kamar. Semalam mereka berdua seperti keinginan Aluna tidak tidur sekamar, Daffin lebih memilih tidur di ruang kerjanya.“Aluna keluar, sarapan dulu.” Daffin tengah berada dalam mode baik sampai rela menunggu di depan pintu kamar Aluna seperti orang bodoh.“Kamu dari semalam belum makan Aluna.”Berusaha agar Aluna berhenti dalam mode marahnya, iya marah karena semalam Daffin meminta izin pagi ini bertemu dengan anak perempuan perdana Menteri Canada. Percayalah kalian Daffin sedari semalam sudah khawatir pada Aluna, mengingat luka pada tangan wanita itu belum sembuh.“Jangan seperti ini Aluna.”Cklek.Tepat setelah Daffin berucap pintu kamar Aluna terbuka, memperlihatkan wanita yang sedari tadi Daffin panggil namanya. Penampilan Aluna s
Happy reading***Aluna entah berapa kali mengubah posisi duduknya. Dia sudah seperti boss yang merasa bosan berada dalam ruang kerja. Hanya duduk membaca majalah, bolak-balik menlihat ponsel, bermain game, mengunyah permen karet, nyemil cemilan dari asisten suami. Sangat membosankan menurut Aluna, tapi ya mau bagaimana lagi itu sudah kemauannya sejak semalam. Menemani suami bekerja agar tidak diganggu pelakor.“Tidak bosan?”Kalimat pertama yang Daffin keluarkan setelah mereka berada dalam ruang kerja duta besar Australia untuk Canada. Pria itu sedari tadi sengaja fokus mengerjakan pekerjaan, ingin melihat sejauh mana Aluna akan bertahan. Daffin cukup dibuat takjub karena Aluna sanggup duduk saja dalam waktu tiga jam lebih, apalagi tanpa bicara.“Hah! Kamu bertanya tidak bosan setelah aku tidak melakukan apa-apa selama tiga jam?” sahut Aluna, masih mempertahankan wajah galaknya.Daffin mengangkat bahu, dia salah lagi
Happy reading***“Tidak mau menjawab?” Daffin menatap penuh Aluna.Sudah lima menit berlalu sejak Daffin bertanya kenapa Aluna melukai tangannya sendiri, tapi tidak ada jawaban. Bukannya ingin apa, dia hanya mau memperjelas semua isi kepalanya saat ini. Lebih tepatnya dia tidak mau sampai salah paham.“Hanya iseng,” jawab Aluna mengangkat bahu santai.Iseng Aluna? iseng yang seperti apa sampai harus melukai diri sendiri? Iseng-iseng berhadiah? Oh iya hadiahnya sudah jelas rasa sakit dan darah terkuras.“Tidak ada yang namanya iseng Aluna jika itu sudah menyangkut kesahatannya.” Sampai air sungai amazon juga Daffin tidak akan percaya dengan yang Aluna katakan.“Kamu melukai diri sendiri karena marah padaku?”Jika Aluna tidak mau menjelaskan maka Daffin akan mengulik sendiri.“Untuk?” bukannya menjawab Aluna malah balik bertanya.“Kamu marah padaku t
Happy reading***“Gimana lancar gak?”Aluna menatap aneh Alisia, baru saja dia masuk butik dan duduk di sofa customer malah langsung ditanyai, mana tatapan Alisia tajam meneror.“Lancar apanya?” Bertanya untuk memperjelas. Aluna melipat kedua tangan di depan dada, menatap menelisik wajah kakak iparnya.“Kamu pikir aku tidak tahu tentang gossip yang beredar.”Tidak pakai lama Alisia langsung merogoh saku celana bahan yang digunakan, mengeluarkan ponsel dan mencari sesuatu pada kolom pencarian.“Nih, berita Daffin ada di mana-mana.” Menjulurkan ponsel ke hadapan Aluna yang diam. Alisia menatap penuh tanya.“Sebenarnya aku sudah dari kemarin aku ingin bertanya padamu tentang hal ini, tapi Adnan selalu melarang.” Alisia merolingkan mata malas, dia ingat sekali suaminya yang berkata tidak boleh ikut campur urusan rumah tangga orang. Padahal itu rumah tangga adiknya sendiri
Happy reading***“Gimana pekerjaan kamu?” Adnan memulai pembicaraan pertama setelah mereka selesai memesan menu makan siang.“Lancar, hanya beberapa kendala terkait masalah ekspor dan impor,” sahut Daffin.“Kalau bingung tentang masalah itu, bisa bertanya pada Aluna.”Adnan menatap adiknya yang sibuk bermain game masak-masakan dengan sang istri. Menggelengkan kepala tidak percaya, dua wanita itu masih saja memainkan game anak kecil padahal posisinya sudah menjadi istri.“Aluna?” Daffin menatap bingung Adnan, kenapa kakak iparnya itu meminta dia untuk bertanya pada Aluna. Ya Daffin tahu kalau istrinya itu tamatan dari fakultas bisnis, tapi ada rasa tidak yakin saja.“Istri kamu itu dulu sempat bekerja di kantor kementrian Luxembourg, menjadi asisten Menteri perekonomian dan perdagangan.”“Iyakan Aluna?” tanya Adnan melanjutkan ucapannya.“Iya,
Happy reading***Tidak ada lagi pekerjaan yang harus Daffin kerjakan, memutuskan untuk pulang setelah makan siang bersama, tentu dengan istrinya Aluna. Duduk berdua di dalam mobil dalam suasana hening. Sudah biasa, Daffin fokus pada jalanan sementara Aluna menyibukkan diri dengan ponselnya.“Kamu tahu dari mana kalau itu wanita selingkuhannya?”Seperti biasa, jelas Aluna akan memulai pembicaraan lebih dulu. Tidak betah untuk diam dalam waktu lama.“Hanya tahu saja,” balas Daffin mengangkat bahu.Aluna hanya ber-oh ria tanpa suara, ya dia tidak mau mengulik lebih lanjut. Bukan urusan Aluna juga kalau perdana Menteri Canada mau memiliki simpanan, toh juga tidak ada untungnya di Aluna.“Berarti semua yang berkecimpung di dunia politik banyak melakukan hal curang seperti yang dikatakan kak Alisia?”“Tidak semuanya orang harus dipukul rata memiliki sikap yang sama.” Daffin jelas tidak
Happy reading***“Saya berterima kasih kepada seluruh tamu undangan, para investor yang telah menyempatkan diri hadir pada acara 12 tahun Royal Group.” Daffin berdiri di atas podium dalam acara ulang tahun perusahaan yang dirinya dan sang Papa rintis.Selesai dengan masa jabatan sebagai duta besar, Daffin benar-benar terjun dalam dunia bisnis dan mengambil alih perusahaan atas permintaan sang Papa. Ada begitu banyak kemajuan yang terjadi selama Daffin menjabat sebagai CEO Royal Group. Satu-persatu investor mulai mendekat dan mengajak kerja sama yang membuat Royal Group melebarkan sayap kesegala bidang. Malam ini sebagai pembuktian, Daffin yang berdiri dengan Aluna dan kedua buah hatinya dihadapan begitu banyak tamu undangan memaparkan keuntungan Royal Group selama satu tahun terakhir.“Tidak etis rasanya jika saya tidak membiarkan dewan direksi sekaligus pemegang saham terbesar di Royal Group hanya diam tanpa memberikan sambutan,” ucap Daffin, menoleh menatap Aluna yang masih terseny
Happy reading***“Sayang!”Daffin melambaikan tangan saat dirinya melihat Aluna celingak-celinguk menatap seisi ballroom. Jelas teriakan Daffin yang cukup menggelegar itu membuat banyak pasang mata menatap ke arah Aluna dan Alisia yang tengah berjalan menghampiri suami masing-masing.“Halo anak Papa.” Adnan langsung membawa Haresh ke dalam gendongannya.“Ini acara apa sebenarnya?” tanya Alisia yang masih belum tahu dirinya tengah menghadiri acara apa. “Teman kamu yang mana yang mengundang? Aku kenal mereka? Atau mereka kenal aku tidak?” cecar Alisia membuat suaminya terkekeh.“Bukan acara teman aku,” jawab Adnan, melirik Daffin yang tengah merapikan rambut Aluna. “Tapi acara kita,” lanjutnya.“Ha?” Aluna menatap kakaknya. “Kita?” Jujur Aluna semakin tidak mengerti dengan maksud acara kita.Baru saja Aluna ingin membuka mulut ada sep
Happy reading***Aluna sudah kelimpungan mengurus Ara dan Haresh, belum lagi Aziel yang sedari tadi terus merengek. Pagi-pagi kepalanya sudah dibuat pecah, mana Ara susah sekali diatur sejak Haresh datang. Kedua bocah itu hobi sekali berlari-lari membuat Aluna kewalahan untuk memasangkan pakaian.“Sini biar Aziel sama kakak.” Alisia muncul dengan gaun biru dongker miliknya.Mengembuskan napas lega, Aluna menganggukkan kepala lantas berjalan keluar kamar mencari Ara yang belum dikuncir rambutnya. Pagi ini mereka membagi tugas, tapi karena Gail tiba-tiba demam membuat Alisia haru benar-benar mengurus anaknya, jadilah Haresh Aluna yang mengurus.Aluna ingin menyumpah rasanya, tadi Daffin dan Adnan meminta mereka semua berdandan dengan rapi dan akan dijemput pukul sepuluh yang artinya tiga puluh menit lagi. Tidak ada penjelasan Daffin dan Adnan pergi begitu saja, menyerahkan tugas mengurus dan menyiapkan anak-anak pada istri masing-masing.
Happy reading***Daffin menahan tawanya saat menatap Aziel berjalan dengan sempoyongan. Bayi yang baru saja menginjak umur dua tahun itu tengah berjalan menghampiri Aluna yang tengah menguncir rambut Ara. Tersenyum lucu menatap putranya yang berjalan tertatih dengan menjaga keseimbangan tubuh. Jujur saja melihat Aziel yang pantatnya masih dilapisi popok dengan langkah sempoyongan membuat perut Daffin tergelitik.“Buahahahahaha…”Tawa Daffin tidak bisa ditahan lagi saat Aziel jatuh terduduk kala kakinya gagal menjaga keseimbangan tubuh. Anak laki-laki itu yang tahu tengah ditertawai langsung menangis kencang.“Hahaha…” bukannya berhenti tertawa Daffin malah menjadi-jadi, terpingkal-pingkal dengan melihat wajah memerah Aziel dengan air mata membanjiri wajah.“Daffin!” Aluna menatap tajam suaminya.“Haha… iya-iya.” Daffin mengangkat tangan, lekas bangun dari duduknya m
Happy reading***Semuanya mengerubungi si tampan yang berada pada ranjang khusus bayi. Anak laki-laki Daffin dan Aluna telah lahir dengan berat normal dan kondisi sehat. Alisia bahkan menangis saat dirinya yang diizinkan menggendong bayi Aluna pertama kali karena Daffin masih dalam kondisi bergetar setelah menemani Aluna melahirkan.“Lihat sayang, adiknya tampan sekali,” tunjuk Lisa yang tengah menggendong Ara. “Mirip banget sama Papa,” lanjutnya dengan senyum mengembang. Kepala Lisa mendunga menatap ke arah Aluna yang tengah istirahat karena tenaganya habis terkuras. Senyum bangga Lisa berikan pada Aluna walau kakaknya itu tidak melihat, Lisa bahagia kakaknya telah melewati rasa sakit saat melahirkan.“Mirip Ara ya adik kecilnya,” girang Ara melihat adiknya yang masih memejamkan mata.“Ih mirip tante tahu, tidak ada tuh mirip Ara sama sekali.” Salina menggelengkan kepala, waktunya menggoda Ara akhir
Happy reading***Alisia menggandeng Haresh dengan langkah terburu-buru melewati lorong rumah sakit, dibelakangnya ada Adnan dengan wajah panik. Suami Alisia itu sibuk menghubungi nomor telpon Daffin sejak sampai di rumah sakit. Sialnya, Daffin justru tidak mengangkat satu pun panggilan darinya.“Anak ini kemana sebenarnya,” gerutu Adnan, sudah ada puluhan panggilan hanya untuk Daffin saja tapi tak satu pun diangkat.“Gimana? Daffin ada angkat telpon?” tanya Alisia saat mereka sudah berada di depan salah satu ruangan VVIP rumah sakit.Adnan menggelengkan kepala. “Buru-buru diangkat, operator yang jawab terus,” ujarnya dengan napas berembus kasar. “Kita masuk saja dulu,” pinta Adnan. Menarik gagang pintu dan mendorong pelan.Pertama kali yang terlihat adalah Aluna yang meringis di atas ranjang rumah sakit, disamping Aluna ada kedua orang tua Daffin yang sudah terbang dari Australia ke Canada sej
Happy reading***Daffin dan Adnan berjalan masuk ke dalam kediaman baru milik Daffin dan Aluna. Semenjak masa jabatan Daffin sebagai duta besar berakhir, dia beserta semua keluarganya pindah dari kondominium, membeli rumah yang jaraknya cukup jauh dari rumah awal mereka. Walau tidak sebesar kondominium tapi rumah yang dibeli Daffin bisa dibilang cukup besar karena memiliki fasilitas yang lengkap. Rumah yang Daffin dan keluarganya tinggali sekarang adalah hasil dari bantuan dari Adnan yang mencarikan mereka rumah.“Aku suka rumah ini,” ujar Adnan saat melihat kolam renang yang mereka lewati untuk sampai ke ruang keluarga. “Untung saja kemarin kamu mau membeli rumah ini, jika tidak aku yang ambil,” canda Adnan yang dibalas kekehan oleh Daffin.“Terima kasih yang ke seratus kali,” ucap Daffin mengingat dia dan Aluna berterima kasih berkali-kali pada Adnan yang membantu mereka mencari rumah, dan mendapat harga diskon karen
Happy reading***Tepat seperti judul untuk bab ini, jam tujuh pagi Aluna dan Alisia tengah menikmati usapan lembut angin yang menerpa kulit mereka. Jalan-jalan pagi sekitaran komplek mereka memang menyenangkan, tak lupa juga dengan Haresh dan Ara yang menemani. Agenda mereka hari ini adalah piknik di taman komplek, hanya mereka berempat karena Daffin dan Adnan tengah keluar karena ada urusan bisnis.“Kandungan kamu gimana? Sehat kan?” Alisia mengusap perut Aluna yang sudah membuncit memasuki umur delapan bulan.“Sejauh ini kata dokter aku dan si kecil sehat-sehat saja,” jawab Aluna. “Semoga saja tidak ada hal buruk terjadi sampai satu bulan kedepan,” harap Aluna.Selama masa kehamilannya Aluna benar-benar menjaga dirinya dengan baik. Dia sama sekali tidak pernah mengerjakan hal berat, pekerjaan rumah pun hanya mencuci piring saja, selebihnya Aluna serahkan pada ART. Aluna terus memikirkan hal positif agar tidak
Happy reading***Tatapan tajam Alisia membuat Adnan sudah seperti buruh upah yang bekerja tiada henti, sejak pagi buta Adnan seperti setrikaan bolak balik mengangkat barang. Ingin rasanya Adnan mengeluh pada istrinya, tapi Alisia malah acuh dan lebih fokus bermain dengan Haresh. Memang nasib melawan istri, tidak ada yang akan membela apalagi kata-kata Alisia.“Ini itu buat adik kamu.” Adnan sih langsung angkat tangan.“Ini mau ditaruh di mana sayang?” tanya Adnan saat mendorong tempat tidur bayi yang memiliki roda.Alisia menatap seluruh isi kamar yang kata Daffin menjadi kamar sementara anak Daffin dan Aluna. “Di mana ya?” bingung Alisia saat tidak menemukan space yang tepat.Adnan mengembuskan napas, setidaknya dia bisa istirahat sebentar selama istrinya berpikir. “Kamu sih, banyak banget belinya,” ucap Adnan. No! Dia tidak mengeluh karena pengeluaran sang istri yang diluar nalar demi membel