Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabat
Happy reading
***
“Kamu gak mau gitu puji aku? Udah cantik lo ini calon istrinya,” bisik Aluna saat sudah berdiri berdampingan dengan Daffin.
Daffin diam, tidak mau membalas bisikan Aluna, dia terlalu enggan. Kalau boleh, Daffin juga ingin membatalkan pernikahannya, dia sangat tidak mau terikat dengan Aluna. Tidak dengan wanita jejadian.
“Bisa kita mulai?” tanya pastur yang berdiri tepat di depan Aluna dan Daffin.
“Silahkan,” jawab Daffin disertai anggukan.
“Ih cepet-cepet banget, gak sabar jadiin aku istri kamu ya?” Astaga Aluna, bisa tidak sih serius dulu? Ini mau menikah lo bukan main rumah-rumahan.
“Baiklah, kita mulai.” Pastur memberikan kode melalui tangannya untuk meminta tamu undangan untuk duduk dan tenang karena acara pernikahan akan dimulai.
Ruangan gedung ballroom hotel tempat mereka langsung sunyi, hanya terde
Jangan lupa tinggalkan jejakHappy reading***“Uwah!”Satu kata pertama yang bisa Aluna keluarkan saat melihat dekorasi kamarnya. Takjub dan tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Daffin memberikan dia kamar luas dengan dekorasi sungguh mewah. Nuansa vintage sangat terasa saat Aluna baru saja membuka pintu. Padahal dia tidak meminta apa-apa pada Daffin untuk kamarnya, tapi pria itu memberikan dia kejutan.“Ini seriusan kamar aku?” Aluna menoleh menatap Daffin yang berdiri tepat di belakangnya.“Bukan, kemar asisten rumah tangga.”Bibir Aluna langsung mencebik mendengar jawaban datar Daffin, suaminya itu memang tidak bisa memberikan ekspresi bersahabat. Eh sebentar, suami? Astaga Aluna ingin terbahak mengingat statusnya sekarang.“Kamu yang siapin semua ini?” sekali lagi bertanya, Aluna melangkah mendekati meja rias yang berhadapan langsung dengan ranjang miliknya.&ldquo
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy reading***Sejak satu jam lalu, setelah acara makan malam selesai. Aluna dan Daffin kembali ke kamar masing-masing. Tidak ada pembicaraan, tidak ada mesra-mesraan layaknya pengantin baru.“Haish! Bosen!” kesal Aluna pada diri sendiri, gadis yang sedari tadi uring-uringan di atas ranjang itu merubah posisinya menjadi duduk. Menatap datar tembok di depannya.“Kalau gini terus bisa mati keriput aku.”Bukan pernikahan seperti ini yang Aluna harapkan. Big no! Wanita yang sudah resmi menjadi istri Daffin ini melipat kedua tangan di depan dada. Berpikir apa yang harus dia lakukan agar bisa menarik perhatian si suami.“Aku kalau berbikini di depan dia, akan berpengaruh tidak sih?” bertanya pada diri sendiri, Aluna menggaruk pelan dagunya dengan jari telunjuk.“Atau jangan pakai baju sekalian?”Nah-nah sudah mulai tidak beres saja pikir
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy reading***“Duh ini gimanasih?”Keringat dingin keluar dari kening Aluna, sudah lebih dari lima menit dia bersembunyi dibalik selimut. Setelah melihat Daffin menelan obat perangsang yang Aluna berikan secara paksa awalnya baik-baik saja, tapi setelah melihat dahi Daffin mengerut Aluna langsung menyembunyikan tubuh. Oke, dia agak parno sekarang.“Obatnya udah bereaksi ya sekarang?” bertanya pada diri sendiri, Aluna sudah panik dengan semua apa yang kepalanya pikirkan.Astaga Aluna, tadi saja kamu semangat sekali memberikan Daffin obat perangsang, kenapa sekarang malah dag dig dug ser. Ya santai saja, toh dia hanya Daffin.“Yak arena dia Daffin aku jadi grogi,” bisik Aluna pelan dengan nada kesal. Sumpah tubuhnya sudah tidak karuan membayangkan apa yang akan terjadi.“Huh… Huh… oke Aluna tenang, jangan panik.” Memegang dad
Jangan lupa tinggalkan jejak yaHappy reading***Terik matahari mulai menerangi seluruh penjuru bumi, dan tepat pada pukul sembilan pagi waktu Canada sinar matahari dengan indahnya menyinari kulit putih wanita yang tengah adik bernyanyi. Bukan hanya bernyanyi, wanita ini juga sibuk memberikan minum pada semua bunga yang ada di taman rumahnya.“Minum yang banyak ya sayangnya Daffin, supaya bungnya cantik.” Aluna dengan penampilan super santainya asik menyiram bunga dari sepuluh menit yang lalu.Istri Daffin ini hanya mengenakan kemeja sebatas paha dengan dua kancing teratas sengaja dibuka. Membentuk kemeja polos miliknya menjadi baju berleher sabrina, memperlihatkan betapa mulus bahu milik Aluna.“I’ll love you for a thousand more,” cicit Aluna menyanyikan Christina Peri a thousand years.“And all along I believed, I would find you,” lanjut Aluna dengan suara makin dikeraskan.Sepertiny
Jangan lupa tinggalkan jejak yaHappy reading***Brak!Daffin menutup pelan pintu kamar milik Aluna yang berada di lantai satu kondominium miliknya. Membawa tubuh ramping Aluna yang berada dalam gendongannya mendekati ranjang.“Wait!” Aluna menghentikan Daffin lebih dulu sebelum menjatuhkannya ke atas ranjang. Menahan posisinya yang masih berada dalam gendongan Daffin.“Kamu mau memberikan aku hukuman apa?” tanya Aluna sekali lagi. Sebenarnya Aluna sudah tahu Daffin mau apa, tapi menggoda agaknya lebih seru. Tangan Aluna terangkat mengelus pelan bagian depan tubuh atas Daffin.“Jangan murahan Aluna,” ucap Daffin dengan rahang mulai mengeras.“Aku murahan pada suami sendiri gak salah dong,” balas Aluna dengan senyum santai. Mengikir jarak di antara wajah mereka, Aluna mengelus pelan rahang Daffin yang masih mengeras.“Bahkan aku mau dikatakan gampangan karena te
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy reading***“Kak Aluna!!” Suara teriakan Salina mengisi kediaman Daffin.“Hai!”Menghampiri adik iparnya dan memberikan pelukan. Aluna sudah terlalu akrab dengan Salina, beberapa persamaan mereka membuat lebih cepat menjadi kakak adik zone.“Kenapa gak bilang mau kesini,” tanya Aluna setelah melepas pelukan. Membawa Salina duduk di sofa ruang keluarga rumah Daffin. Eh rumah Daffin sudah pasti menjadi rumah Aluna bukan? Kalau begitu Aluna akan menyebut rumah ini menjadi rumahnya hihi…“Pulang dari kampus tiba-tiba aja mau main kesini.”Salina melepas tas selempang miliknya, menyandarkan punggung pada kepala sofa. Menatap sekililing kondominium milik sang kakak.“Kak Daffin mana? Pergi kerja ya?” tanya Salina karena tidak menemukan sang kakak sama sekali.“Lagi bobok, kasian kecapean hihi…&rd
Jangan lupa tinggalkan jejak yaHappy reading***Aluna menatap lekat Daffin yang sedari tadi tidak beranjak dari meja kerjanya. Suaminya itu sejak kepulangan Salina berdiam diri mengerjakan entah apa Aluna juga tidak tahu. Bukan maksud Aluna mau menguntid semua pekerjaan sang suami, tapi Aluna masih kepikiran saja dengan saran dari adik iparnya. Iya masalah bulan madu, agaknya lebih seru lagi kalau Aluna bisa membujuk Daffin untuk pergi bulan madu.“Daffin.” Aluna mulai melancarkan semua ide di kepalanya. Melangkah mendekati meja kerja Daffin dimana suaminya diam sedari satu jam yang lalu.“Apa?”Merolingkan kedua mata malas, ingin rasanya Aluna mencekek Daffin sekarang juga. Pria itu tidak bisa apa memberikan ekspresi bersahabat untuknya? Yakan setidaknya kalau ditanya itu, jawabnya niat sedikit terus lawan bicara ditatap. Ini Daffin tidak sama sekali.“Kamu gak mau pikir ulang tentang saran Salina?&rdq
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy reading***“Fuck!” Makian Daffin keluar saat tangannya mencoba membuka pintu ruang kerja miliknya. Terkunci.“Wanita gila itu benar-benar membuat habis kesabaranku.”Siapa lagi yang akan menguncinya kalau bukan Aluna. Dua puluh menit sudah berlalu sejak Aluna meninggalkan ruang kerjanya dan wanita itu benar-benar melakukan apa yang diucapkan. Tidak mau tinggal diam, Daffin langsung melangkah menaiki satu persatu anak tangga yang ada di ujung ruang kerjanya.“Shit!” kembali Daffin memaki saat tangannya meraih kenop pintu yang langsung terhubung dari ruang kerja ke kamar miliknya juga ikut terkunci. Memejamkan kedua mata erat, ingin rasanya Daffin membuang Aluna ke laut paling dalam detik ini juga.Kamu salah memilih musuh Daffin, tidak semudah itu bermain dengan Aluna. Wanita yang kamu nikahi itu liciknya melebihi otak manusia paling pintar di dunia. Alu
Happy reading***“Saya berterima kasih kepada seluruh tamu undangan, para investor yang telah menyempatkan diri hadir pada acara 12 tahun Royal Group.” Daffin berdiri di atas podium dalam acara ulang tahun perusahaan yang dirinya dan sang Papa rintis.Selesai dengan masa jabatan sebagai duta besar, Daffin benar-benar terjun dalam dunia bisnis dan mengambil alih perusahaan atas permintaan sang Papa. Ada begitu banyak kemajuan yang terjadi selama Daffin menjabat sebagai CEO Royal Group. Satu-persatu investor mulai mendekat dan mengajak kerja sama yang membuat Royal Group melebarkan sayap kesegala bidang. Malam ini sebagai pembuktian, Daffin yang berdiri dengan Aluna dan kedua buah hatinya dihadapan begitu banyak tamu undangan memaparkan keuntungan Royal Group selama satu tahun terakhir.“Tidak etis rasanya jika saya tidak membiarkan dewan direksi sekaligus pemegang saham terbesar di Royal Group hanya diam tanpa memberikan sambutan,” ucap Daffin, menoleh menatap Aluna yang masih terseny
Happy reading***“Sayang!”Daffin melambaikan tangan saat dirinya melihat Aluna celingak-celinguk menatap seisi ballroom. Jelas teriakan Daffin yang cukup menggelegar itu membuat banyak pasang mata menatap ke arah Aluna dan Alisia yang tengah berjalan menghampiri suami masing-masing.“Halo anak Papa.” Adnan langsung membawa Haresh ke dalam gendongannya.“Ini acara apa sebenarnya?” tanya Alisia yang masih belum tahu dirinya tengah menghadiri acara apa. “Teman kamu yang mana yang mengundang? Aku kenal mereka? Atau mereka kenal aku tidak?” cecar Alisia membuat suaminya terkekeh.“Bukan acara teman aku,” jawab Adnan, melirik Daffin yang tengah merapikan rambut Aluna. “Tapi acara kita,” lanjutnya.“Ha?” Aluna menatap kakaknya. “Kita?” Jujur Aluna semakin tidak mengerti dengan maksud acara kita.Baru saja Aluna ingin membuka mulut ada sep
Happy reading***Aluna sudah kelimpungan mengurus Ara dan Haresh, belum lagi Aziel yang sedari tadi terus merengek. Pagi-pagi kepalanya sudah dibuat pecah, mana Ara susah sekali diatur sejak Haresh datang. Kedua bocah itu hobi sekali berlari-lari membuat Aluna kewalahan untuk memasangkan pakaian.“Sini biar Aziel sama kakak.” Alisia muncul dengan gaun biru dongker miliknya.Mengembuskan napas lega, Aluna menganggukkan kepala lantas berjalan keluar kamar mencari Ara yang belum dikuncir rambutnya. Pagi ini mereka membagi tugas, tapi karena Gail tiba-tiba demam membuat Alisia haru benar-benar mengurus anaknya, jadilah Haresh Aluna yang mengurus.Aluna ingin menyumpah rasanya, tadi Daffin dan Adnan meminta mereka semua berdandan dengan rapi dan akan dijemput pukul sepuluh yang artinya tiga puluh menit lagi. Tidak ada penjelasan Daffin dan Adnan pergi begitu saja, menyerahkan tugas mengurus dan menyiapkan anak-anak pada istri masing-masing.
Happy reading***Daffin menahan tawanya saat menatap Aziel berjalan dengan sempoyongan. Bayi yang baru saja menginjak umur dua tahun itu tengah berjalan menghampiri Aluna yang tengah menguncir rambut Ara. Tersenyum lucu menatap putranya yang berjalan tertatih dengan menjaga keseimbangan tubuh. Jujur saja melihat Aziel yang pantatnya masih dilapisi popok dengan langkah sempoyongan membuat perut Daffin tergelitik.“Buahahahahaha…”Tawa Daffin tidak bisa ditahan lagi saat Aziel jatuh terduduk kala kakinya gagal menjaga keseimbangan tubuh. Anak laki-laki itu yang tahu tengah ditertawai langsung menangis kencang.“Hahaha…” bukannya berhenti tertawa Daffin malah menjadi-jadi, terpingkal-pingkal dengan melihat wajah memerah Aziel dengan air mata membanjiri wajah.“Daffin!” Aluna menatap tajam suaminya.“Haha… iya-iya.” Daffin mengangkat tangan, lekas bangun dari duduknya m
Happy reading***Semuanya mengerubungi si tampan yang berada pada ranjang khusus bayi. Anak laki-laki Daffin dan Aluna telah lahir dengan berat normal dan kondisi sehat. Alisia bahkan menangis saat dirinya yang diizinkan menggendong bayi Aluna pertama kali karena Daffin masih dalam kondisi bergetar setelah menemani Aluna melahirkan.“Lihat sayang, adiknya tampan sekali,” tunjuk Lisa yang tengah menggendong Ara. “Mirip banget sama Papa,” lanjutnya dengan senyum mengembang. Kepala Lisa mendunga menatap ke arah Aluna yang tengah istirahat karena tenaganya habis terkuras. Senyum bangga Lisa berikan pada Aluna walau kakaknya itu tidak melihat, Lisa bahagia kakaknya telah melewati rasa sakit saat melahirkan.“Mirip Ara ya adik kecilnya,” girang Ara melihat adiknya yang masih memejamkan mata.“Ih mirip tante tahu, tidak ada tuh mirip Ara sama sekali.” Salina menggelengkan kepala, waktunya menggoda Ara akhir
Happy reading***Alisia menggandeng Haresh dengan langkah terburu-buru melewati lorong rumah sakit, dibelakangnya ada Adnan dengan wajah panik. Suami Alisia itu sibuk menghubungi nomor telpon Daffin sejak sampai di rumah sakit. Sialnya, Daffin justru tidak mengangkat satu pun panggilan darinya.“Anak ini kemana sebenarnya,” gerutu Adnan, sudah ada puluhan panggilan hanya untuk Daffin saja tapi tak satu pun diangkat.“Gimana? Daffin ada angkat telpon?” tanya Alisia saat mereka sudah berada di depan salah satu ruangan VVIP rumah sakit.Adnan menggelengkan kepala. “Buru-buru diangkat, operator yang jawab terus,” ujarnya dengan napas berembus kasar. “Kita masuk saja dulu,” pinta Adnan. Menarik gagang pintu dan mendorong pelan.Pertama kali yang terlihat adalah Aluna yang meringis di atas ranjang rumah sakit, disamping Aluna ada kedua orang tua Daffin yang sudah terbang dari Australia ke Canada sej
Happy reading***Daffin dan Adnan berjalan masuk ke dalam kediaman baru milik Daffin dan Aluna. Semenjak masa jabatan Daffin sebagai duta besar berakhir, dia beserta semua keluarganya pindah dari kondominium, membeli rumah yang jaraknya cukup jauh dari rumah awal mereka. Walau tidak sebesar kondominium tapi rumah yang dibeli Daffin bisa dibilang cukup besar karena memiliki fasilitas yang lengkap. Rumah yang Daffin dan keluarganya tinggali sekarang adalah hasil dari bantuan dari Adnan yang mencarikan mereka rumah.“Aku suka rumah ini,” ujar Adnan saat melihat kolam renang yang mereka lewati untuk sampai ke ruang keluarga. “Untung saja kemarin kamu mau membeli rumah ini, jika tidak aku yang ambil,” canda Adnan yang dibalas kekehan oleh Daffin.“Terima kasih yang ke seratus kali,” ucap Daffin mengingat dia dan Aluna berterima kasih berkali-kali pada Adnan yang membantu mereka mencari rumah, dan mendapat harga diskon karen
Happy reading***Tepat seperti judul untuk bab ini, jam tujuh pagi Aluna dan Alisia tengah menikmati usapan lembut angin yang menerpa kulit mereka. Jalan-jalan pagi sekitaran komplek mereka memang menyenangkan, tak lupa juga dengan Haresh dan Ara yang menemani. Agenda mereka hari ini adalah piknik di taman komplek, hanya mereka berempat karena Daffin dan Adnan tengah keluar karena ada urusan bisnis.“Kandungan kamu gimana? Sehat kan?” Alisia mengusap perut Aluna yang sudah membuncit memasuki umur delapan bulan.“Sejauh ini kata dokter aku dan si kecil sehat-sehat saja,” jawab Aluna. “Semoga saja tidak ada hal buruk terjadi sampai satu bulan kedepan,” harap Aluna.Selama masa kehamilannya Aluna benar-benar menjaga dirinya dengan baik. Dia sama sekali tidak pernah mengerjakan hal berat, pekerjaan rumah pun hanya mencuci piring saja, selebihnya Aluna serahkan pada ART. Aluna terus memikirkan hal positif agar tidak
Happy reading***Tatapan tajam Alisia membuat Adnan sudah seperti buruh upah yang bekerja tiada henti, sejak pagi buta Adnan seperti setrikaan bolak balik mengangkat barang. Ingin rasanya Adnan mengeluh pada istrinya, tapi Alisia malah acuh dan lebih fokus bermain dengan Haresh. Memang nasib melawan istri, tidak ada yang akan membela apalagi kata-kata Alisia.“Ini itu buat adik kamu.” Adnan sih langsung angkat tangan.“Ini mau ditaruh di mana sayang?” tanya Adnan saat mendorong tempat tidur bayi yang memiliki roda.Alisia menatap seluruh isi kamar yang kata Daffin menjadi kamar sementara anak Daffin dan Aluna. “Di mana ya?” bingung Alisia saat tidak menemukan space yang tepat.Adnan mengembuskan napas, setidaknya dia bisa istirahat sebentar selama istrinya berpikir. “Kamu sih, banyak banget belinya,” ucap Adnan. No! Dia tidak mengeluh karena pengeluaran sang istri yang diluar nalar demi membel