Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabat
Happy reading
***
“Salina,” tegur Papa dengan tatapan memperingati. Jelas tatapan itu membuat Aluna meneguk ludah, astaga lebih parah dari Daffin.
“Benar kan Pa, kak Daffin selama di Canada mana pernah dekat dengan perempuan, aku saja hampir mengira dia berkelainan.” Salina menghendikkan bahu, dia tidak merasa bersalah sudah mengejek kakaknya, karena memang benar itu yang terjadi.
“Begini anak Mama Aluna, suka saling ejek satu sama lain. Pusing kepala Mama dengan ulah mereka.”
“Hehe… Aluna juga kalau di rumah pasti suka adu mulut dengan kak Adnan,” tutur Aluna dengan senyum anehnya. Bahkan dia dengan sang kakak lebih parah, sampai bisa saling adu jambak kalau bertengkar.
“Jadi kak Aluna kenal kak Daffin dari mana?” tanya Salina dengan tangan menyodorkan sepiring potongan apel kehadapan Aluna.
Diam, Aluna kembali mengingat dari mana dia mengenal Daffin. Memejamkan mata saat Aluna d
Follow ig aku yuk @squidturtle
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy Reading***Tap.Langkah Daffin terhenti tepat di depan pintu lift yang tidak jauh dari posisi Aluna. Menoleh menatap wanita yang masih diam dengan tangan terlipat di depan dada. Memejamkan kedua mata, Daffin tidak menyangka akan menikah dengan wanita seperti Aluna, sungguh sial.“Rooftop.”Satu kata singkat dari Daffin yang langsung membuat Aluna melangkahkan kaki ikut masuk ke dalam lift.“Emmm tapi kenapa rooftop? Kita ke tempat yang lebih romantis saja yuk,” ajak Aluna dengan hati setengah ingin dan tidak.“Kita tidak sedekat itu untuk duduk berdua di tempat seperti itu.” Daffin tetap menatap ke arah depan. Memberitahu Aluna kalau di antara tidak ada hal special yang harus dipertunjukkan.“Tapi kan seenggaknya kita bisa lebih dekat Daffin, mau jadi suami istri jadi harus-”“Aluna bisa diam tidak?”Tin
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy Reading***“Kenapa?” Kali ini Daffin agak bingung, sebenarnya jika dilihat surat perjanjian yang dia buat sudah sangat menguntungkan bagi Aluna.Why? Poin nomor satu, setelah Aluna melahirkan anaknya akan diserahkan seutuhnya pada Daffin. Nomor dua, Daffin membebaskan Aluna untuk melakukan apa yang dia mau asal tidak mengganggu semua urusan Daffin, begitu juga sebaliknya. Nomor tiga, mereka berdua berhak dekat dengan siapa pun bahkan boleh memiliki hubungan dengan orang tersebut. Ke empat, mereka akan tinggal terpisah setelah dua minggu umur pernikahan. Ke lima, mereka harus terlihat seperti pasangan suami istri pada umumnya di depan keluarga besar keduanya. Ke enam, tidak ada hubungan badan setelah menikah. Terakhir, Daffin akan tetap menjalankan perannya sebagai suami, memberikan Aluna uang belanja bulanan sesuai keinginan pihak wanita.“Kamu tidak akan rugi Aluna, apalagi dengan po
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy Reading***“Duh ini mau ngapain sih Aluna?” suara cempreng Alisia mengisi penuh kamar miliknya dan sang suami.“Adik kamu pagi-pagi kesambet setan,” ucap Adnan dengan wajah tertekuk masam.“Hello, adik kamu juga sayang,” balas Alisia dengan tatapan melotot.Oke, apa permasalahannya? Jadi pagi-pagi sekitar jam tuju Aluna sudah mengerecoki kedua kakaknya, lebih tepatnya lemari Adnan dan Alisia. Sedari tadi Aluna mengeluarkan baju tapi terus saja berkata tidak pas, sampai-sampai ranjang Adnan dan Alisia penuh dengan pakaian.“Kak Adnan gak punya gitu jas warna putih tulang?” Alisia menoleh menatap sang kakak yang duduk di atas lantai.“Tidak tahu, tanya istri kakak.”Dengan cepat kepala Aluna menoleh menatap Alisia yang duduk di ranjang merapikan pakaian yang Aluna buat berantakan.“Kak, ada gak?”
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy Reading***“Aluna.” Suara rendah Adnan langsung membuat bulu kuduk Aluna merinding disko.Aluna menunduk, jujur dia tidak berani saat ini. Kakaknya sudah masuk dalam mode serius, jadi dia tidak berani melakukan apa pun. Bahkan kegirangannya yang tadi pagi langsung lenyap, tersisa rasa gugup dengan perasaan membuncah.“Aluna Grazella Xavier, saya memanggil.” Lihat, bahkan Adnan sudah menggunakan kata saya yang tidak pernah dia gunakan pada Aluna, kecuali saat menahan rasa kesal dan marah.“Sayang,” bisik Alisia, berusaha mencoba menenangkan sang suami yang sudah manatap tajam Aluna yang masih menunduk. Melamar? Aluna bahkan tidak ada memberitahu satu patah kata pun tentang hal ini. Alisia tidak habis pikir pada adik iparnya itu.“Aluna.”Suasana rumah Adnan langsung menegang, Aluna yang sedari tadi dipanggil tetap menunduk, memainkan j
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy Reading***“Jadi bagaimana? Apakah nak Adnan menerima niat baik anak saya?” Papa yang melihat Aluna sudah duduk manis di samping Alisia langsung to the point. Lagi pula kedatangan mereka sudah diketahui baik oleh Adnan dan istrinya, jadi sekarang Papa hanya perlu jawaban.“Kak, Daffin ganteng kan? Terima ya?" bisik Aluna pada Alisia, jujur saja. Melihat wajah Adnan yang masih tegang membuat Aluna sedikit merinding disko.“Diam kamu, tunggu saja jawaban suami kakak,” balas Alisia dengan bisikan sepelan mungkin.“Tapi kak-““Shut! Siapa suruh kamu tiba-tiba bawa keluarga laki-laki untuk melamar, gak ada briefing lagi,” lanjut Alisia meminta diam sang adik, ingin rasanya dia memukul kepala Aluna yang sudah error seratus persen.Aluna mengembuskan napas pelan, memasang wajah cemberut karena Alisia tidak mau memihak kepadanya. Menole
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy reading***“Heh! Nanti kerasukan setan baru tahu rasa,” bisik Alisia pada Aluna yang sedari tadi tidak henti-hentinya tersenyum.“Kak, percaya gak sih sebentar lagi aku akan menjadi istri orang?” Aluna menatap kakak iparnya, ada gurat luar biasa tidak menyangka pada wajah adik Adnan.Kedua wanita ini tengah duduk pada ayunan dekat kolam renang. Sesi lamaran Aluna telah selesai, sekarang mereka tengah berkumpul dua keluarga. Menikmati makan siang yang sudah Adnan siapkan, ya sebagai ucapan sambutan saja karena tadi saat keluarga Daffin datang mereka tidak sempat menyiapkan apa-apa.“Speechless tepatnya, kamu tiba-tiba datang membawa keluarga Daffin.” Alisia menolehkan kepala, menatap Daffin yang saat ini tengah duduk bersama sang suami dan Papanya pada meja bundar dekat taman bunga mawar miliknya.“Tapi kamu sudah siap kan?” tanya Alisi
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy reading***Hari ini, tepat setelah tiga hari Daffin melamar Aluna keduanya tengah duduk berhadapan. Daffin yang sibuk mengurus pekerjaan pada ipad miliknya, sementara Aluna sibuk membolak-balikkan majalah.“Lama Aluna, udah mau satu jam loh ini.” Suara Alisia membuat Aluna mendunga menatap.“Bingung kak mau pilih yang mana, semuanya bagus semua.”Aluna melepas majalah di tangannya, menyandarkan punggung pada sandaran sofa. Menatap Daffin yang sama sekali tidak merasa terganggu dengan suara cempreng Alisia sedari tadi.“Tinggal pilih aja kamu mau gaun yang mana, repot banget sih?”“Ini tuh pernikahan sekali seumur hidup kak, jadi pilihnya harus bener-bener,” sahut Aluna dengan mata masih menatap Daffin.“Coba kakak tanya saja Daffin, siapa tahu dia punya pilihan yang bagus.”Shap.Namanya disebut membua
Jangan lupa tinggalkan jejak ya sahabatHappy reading***Daffin, pria dengan trek record karir cemerlang tanpa ada cacat sedikit pun kini nyatanya harus berdiri di depan cermin memandangi dirinya sendiri. Satu setelan jas hitam telah terpasang mewah pada tubuh Daffin, jangan lupakan rambut pria itu yang ditata serapi mungkin.“Aku.” Menatap pantulan dirinya pada cermin, Daffin tidak percaya dia akan menikah dengan cara konyol. Bertanggung jawab atas ulah yang dia sendiri lakukan secara tidak sadar.“Menikah.”Senyum mengejek Daffin muncul di sudut bibirnya, menertawai diri sendiri yang saat ini terlihar bodoh. Menikah bukan karena keinginan tapi karena paksaan akan tanggung jawab.Apa yang kalian bayangkan saat Daffin berani memutuskan untuk melamar Aluna? Serius? Mencintai? Sayang? Semua itu hanya omongan belaka, formalitas yang Daffin ucapkan untuk mendapatkan izin.“Hah…” embusan n
Happy reading***“Saya berterima kasih kepada seluruh tamu undangan, para investor yang telah menyempatkan diri hadir pada acara 12 tahun Royal Group.” Daffin berdiri di atas podium dalam acara ulang tahun perusahaan yang dirinya dan sang Papa rintis.Selesai dengan masa jabatan sebagai duta besar, Daffin benar-benar terjun dalam dunia bisnis dan mengambil alih perusahaan atas permintaan sang Papa. Ada begitu banyak kemajuan yang terjadi selama Daffin menjabat sebagai CEO Royal Group. Satu-persatu investor mulai mendekat dan mengajak kerja sama yang membuat Royal Group melebarkan sayap kesegala bidang. Malam ini sebagai pembuktian, Daffin yang berdiri dengan Aluna dan kedua buah hatinya dihadapan begitu banyak tamu undangan memaparkan keuntungan Royal Group selama satu tahun terakhir.“Tidak etis rasanya jika saya tidak membiarkan dewan direksi sekaligus pemegang saham terbesar di Royal Group hanya diam tanpa memberikan sambutan,” ucap Daffin, menoleh menatap Aluna yang masih terseny
Happy reading***“Sayang!”Daffin melambaikan tangan saat dirinya melihat Aluna celingak-celinguk menatap seisi ballroom. Jelas teriakan Daffin yang cukup menggelegar itu membuat banyak pasang mata menatap ke arah Aluna dan Alisia yang tengah berjalan menghampiri suami masing-masing.“Halo anak Papa.” Adnan langsung membawa Haresh ke dalam gendongannya.“Ini acara apa sebenarnya?” tanya Alisia yang masih belum tahu dirinya tengah menghadiri acara apa. “Teman kamu yang mana yang mengundang? Aku kenal mereka? Atau mereka kenal aku tidak?” cecar Alisia membuat suaminya terkekeh.“Bukan acara teman aku,” jawab Adnan, melirik Daffin yang tengah merapikan rambut Aluna. “Tapi acara kita,” lanjutnya.“Ha?” Aluna menatap kakaknya. “Kita?” Jujur Aluna semakin tidak mengerti dengan maksud acara kita.Baru saja Aluna ingin membuka mulut ada sep
Happy reading***Aluna sudah kelimpungan mengurus Ara dan Haresh, belum lagi Aziel yang sedari tadi terus merengek. Pagi-pagi kepalanya sudah dibuat pecah, mana Ara susah sekali diatur sejak Haresh datang. Kedua bocah itu hobi sekali berlari-lari membuat Aluna kewalahan untuk memasangkan pakaian.“Sini biar Aziel sama kakak.” Alisia muncul dengan gaun biru dongker miliknya.Mengembuskan napas lega, Aluna menganggukkan kepala lantas berjalan keluar kamar mencari Ara yang belum dikuncir rambutnya. Pagi ini mereka membagi tugas, tapi karena Gail tiba-tiba demam membuat Alisia haru benar-benar mengurus anaknya, jadilah Haresh Aluna yang mengurus.Aluna ingin menyumpah rasanya, tadi Daffin dan Adnan meminta mereka semua berdandan dengan rapi dan akan dijemput pukul sepuluh yang artinya tiga puluh menit lagi. Tidak ada penjelasan Daffin dan Adnan pergi begitu saja, menyerahkan tugas mengurus dan menyiapkan anak-anak pada istri masing-masing.
Happy reading***Daffin menahan tawanya saat menatap Aziel berjalan dengan sempoyongan. Bayi yang baru saja menginjak umur dua tahun itu tengah berjalan menghampiri Aluna yang tengah menguncir rambut Ara. Tersenyum lucu menatap putranya yang berjalan tertatih dengan menjaga keseimbangan tubuh. Jujur saja melihat Aziel yang pantatnya masih dilapisi popok dengan langkah sempoyongan membuat perut Daffin tergelitik.“Buahahahahaha…”Tawa Daffin tidak bisa ditahan lagi saat Aziel jatuh terduduk kala kakinya gagal menjaga keseimbangan tubuh. Anak laki-laki itu yang tahu tengah ditertawai langsung menangis kencang.“Hahaha…” bukannya berhenti tertawa Daffin malah menjadi-jadi, terpingkal-pingkal dengan melihat wajah memerah Aziel dengan air mata membanjiri wajah.“Daffin!” Aluna menatap tajam suaminya.“Haha… iya-iya.” Daffin mengangkat tangan, lekas bangun dari duduknya m
Happy reading***Semuanya mengerubungi si tampan yang berada pada ranjang khusus bayi. Anak laki-laki Daffin dan Aluna telah lahir dengan berat normal dan kondisi sehat. Alisia bahkan menangis saat dirinya yang diizinkan menggendong bayi Aluna pertama kali karena Daffin masih dalam kondisi bergetar setelah menemani Aluna melahirkan.“Lihat sayang, adiknya tampan sekali,” tunjuk Lisa yang tengah menggendong Ara. “Mirip banget sama Papa,” lanjutnya dengan senyum mengembang. Kepala Lisa mendunga menatap ke arah Aluna yang tengah istirahat karena tenaganya habis terkuras. Senyum bangga Lisa berikan pada Aluna walau kakaknya itu tidak melihat, Lisa bahagia kakaknya telah melewati rasa sakit saat melahirkan.“Mirip Ara ya adik kecilnya,” girang Ara melihat adiknya yang masih memejamkan mata.“Ih mirip tante tahu, tidak ada tuh mirip Ara sama sekali.” Salina menggelengkan kepala, waktunya menggoda Ara akhir
Happy reading***Alisia menggandeng Haresh dengan langkah terburu-buru melewati lorong rumah sakit, dibelakangnya ada Adnan dengan wajah panik. Suami Alisia itu sibuk menghubungi nomor telpon Daffin sejak sampai di rumah sakit. Sialnya, Daffin justru tidak mengangkat satu pun panggilan darinya.“Anak ini kemana sebenarnya,” gerutu Adnan, sudah ada puluhan panggilan hanya untuk Daffin saja tapi tak satu pun diangkat.“Gimana? Daffin ada angkat telpon?” tanya Alisia saat mereka sudah berada di depan salah satu ruangan VVIP rumah sakit.Adnan menggelengkan kepala. “Buru-buru diangkat, operator yang jawab terus,” ujarnya dengan napas berembus kasar. “Kita masuk saja dulu,” pinta Adnan. Menarik gagang pintu dan mendorong pelan.Pertama kali yang terlihat adalah Aluna yang meringis di atas ranjang rumah sakit, disamping Aluna ada kedua orang tua Daffin yang sudah terbang dari Australia ke Canada sej
Happy reading***Daffin dan Adnan berjalan masuk ke dalam kediaman baru milik Daffin dan Aluna. Semenjak masa jabatan Daffin sebagai duta besar berakhir, dia beserta semua keluarganya pindah dari kondominium, membeli rumah yang jaraknya cukup jauh dari rumah awal mereka. Walau tidak sebesar kondominium tapi rumah yang dibeli Daffin bisa dibilang cukup besar karena memiliki fasilitas yang lengkap. Rumah yang Daffin dan keluarganya tinggali sekarang adalah hasil dari bantuan dari Adnan yang mencarikan mereka rumah.“Aku suka rumah ini,” ujar Adnan saat melihat kolam renang yang mereka lewati untuk sampai ke ruang keluarga. “Untung saja kemarin kamu mau membeli rumah ini, jika tidak aku yang ambil,” canda Adnan yang dibalas kekehan oleh Daffin.“Terima kasih yang ke seratus kali,” ucap Daffin mengingat dia dan Aluna berterima kasih berkali-kali pada Adnan yang membantu mereka mencari rumah, dan mendapat harga diskon karen
Happy reading***Tepat seperti judul untuk bab ini, jam tujuh pagi Aluna dan Alisia tengah menikmati usapan lembut angin yang menerpa kulit mereka. Jalan-jalan pagi sekitaran komplek mereka memang menyenangkan, tak lupa juga dengan Haresh dan Ara yang menemani. Agenda mereka hari ini adalah piknik di taman komplek, hanya mereka berempat karena Daffin dan Adnan tengah keluar karena ada urusan bisnis.“Kandungan kamu gimana? Sehat kan?” Alisia mengusap perut Aluna yang sudah membuncit memasuki umur delapan bulan.“Sejauh ini kata dokter aku dan si kecil sehat-sehat saja,” jawab Aluna. “Semoga saja tidak ada hal buruk terjadi sampai satu bulan kedepan,” harap Aluna.Selama masa kehamilannya Aluna benar-benar menjaga dirinya dengan baik. Dia sama sekali tidak pernah mengerjakan hal berat, pekerjaan rumah pun hanya mencuci piring saja, selebihnya Aluna serahkan pada ART. Aluna terus memikirkan hal positif agar tidak
Happy reading***Tatapan tajam Alisia membuat Adnan sudah seperti buruh upah yang bekerja tiada henti, sejak pagi buta Adnan seperti setrikaan bolak balik mengangkat barang. Ingin rasanya Adnan mengeluh pada istrinya, tapi Alisia malah acuh dan lebih fokus bermain dengan Haresh. Memang nasib melawan istri, tidak ada yang akan membela apalagi kata-kata Alisia.“Ini itu buat adik kamu.” Adnan sih langsung angkat tangan.“Ini mau ditaruh di mana sayang?” tanya Adnan saat mendorong tempat tidur bayi yang memiliki roda.Alisia menatap seluruh isi kamar yang kata Daffin menjadi kamar sementara anak Daffin dan Aluna. “Di mana ya?” bingung Alisia saat tidak menemukan space yang tepat.Adnan mengembuskan napas, setidaknya dia bisa istirahat sebentar selama istrinya berpikir. “Kamu sih, banyak banget belinya,” ucap Adnan. No! Dia tidak mengeluh karena pengeluaran sang istri yang diluar nalar demi membel