Happy reading***“Mama dan Papa kenapa tidak menginap saja, masih banyak kamar kosong,” pinta Aluna agar kedua agar kedua mertuanya tetap menetap di rumah.Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, kedua kakak Aluna sudah pamit pulang sejak sore, sementara Raynold langsung pamit pulang setelah selesai makan siang. Tersisa kedua mertua Aluna yang akan kembali menuju hotel yang telah mereka sewa.“Biasanya Mama dan Papa kalau ke sini selalu menginap tidak pernah menyewa hotel,” desak Aluna.“Papa ada urusan dan lokasinya lebih dekat dari hotel, Mama minta maaf ya, besok pagi Mama akan main ke sini.” Mama mengelus lengan kanan Aluna, tidak tega melihat menantunya yang sedari tadi memohon untuk dia dan sang suami tetap diam.“Tidak bisa menginap saja Pa.” Aluna menatap Papa mertuanya penuh harap.“Sayang,” panggil Daffin mencoba menghentikan Aluna.Daffin sangat tahu kalau Aluna sangat ingin kedua orang taunya menginap, tapi mau bagaimana lagi jika kedua orang tuanya memiliki urusan
Happy reading***Aluna menatap pantulan tubuhnya pada cermin, perutnya yang dulu membuncit sekarang sudah datar. Sedih? Rasa itu belum menghilang dalam diri Aluna, bahkan semalam saat tidur saja air matanya masih mengalir. Tidak ada sosok ibu yang akan rela ditinggal oleh anak yang bahkan belum sempat disentuh. Jangan pernah posisikan diri kalian sebagai Aluna, rasanya tidak akan pernah sama. Tidak pernah ada orang yang memiliki rasa empati yang sama, setiap orang memiliki perasaan berbeda. Bohong jika ada orang yang tengah mengalami duka dan ada orang yang bisa mengerti rasanya. Bulshit! Rasa itu tidak akan pernah sama jika kalian tidak mengalami hal serupa.Tidak ada harapan lain dalam hidup Aluna selain Tuhan memberikan angin sejuk atas kehilangannya. Aluna akan mencoba ikhlas atas kehilangan calon anaknya. Masih ada Daffin dan keluarga besarnya yang tidak boleh Aluna kecewakan karena rasa sedih yang berlarut-larut.”"Kamu bisa Aluna,” bisik lirih Aluna. Memasang senyum selebar mu
Happy reading***Ara nama gadis kecil yang sukses membuat tubuh Aluna menegang kaku. Perkenalan mereka telah terjadi secara singkat dan itu sukses membuat semua orang menampilkan senyum lega. Setidaknya Aluna tidak kabur atau marah saat Daffin memperkenalkan malaikat kecilnya.“Beauty sist sudah makan?” tanya Ara pada Aluna, tatapan mereka masih bertemu.Tidak tahu harus menjawab apa, Aluna hanya bisa diam sampai matanya bertemu tatap dengan Daffin. Suaminya itu tersenyum disertai anggukan, bisa Aluna pahami maksud suaminya. Daffin ingin dirinya dan Ara berkenalan, bukan sekedar bertukar nama melainkan berkenalan dalam maksud jenjang lebih dalam.“Rencana mau makan,” jawab Aluna setelah berpikir beberapa saat.“Ara boleh ikut? Tadi Papa tidak mau mengajak sarapan dan sekarang perut Ara kelaparan,” cerita Ara dengan mimic dibuat sepolos mungkin, memohon pada Aluna agar mau mengajak dirinya.“Daffin.” Mama menatap anak laki-lakinya dengan tajam, bisa-bisanya sebagai Papa Daffin lupa me
Happy reading *** Adnan dan Alisia tengah duduk disamping kiri dan kanan Ara yang sibuk memakan ice cream pemberian Adnan. Pasangan suami istri itu tengah menunggu waktu mereka untuk boarding, karena masih lama Alisia meminta Ara menemaninya duduk dengan sogokan ice cream dan beberapa ciki. “Ini sudah semua kan?” tanya Aluna yang baru datang membawa dua koper besar. Tidak ada jawaban dan kedua kakaknya membuat Aluna mendengus. “Aku juga yang susah,” desisnya. “Sabar sayang, tidak boleh marah-marah,” ujar Daffin lembut mengelus punggung Aluna. “Diam! Kamu jangan bela mereka,” sentak Aluna pada Daffin. “Aku tidak membela, tapi kamu jangan marah-marah terus nanti hipertensi.” Daffin masih tetap mengelus punggung istrinya walau menerima bentakan dan tatapan tajam. Berdecak kesal, Aluna mencoba meredakan emosinya setelah dijadikan babu oleh kedua kakaknya. Menyiapkan pakaian yang akan dibawa, tripod, kamera, hotel, dan tranportasi. Aluna sukses dibuat ingin menyumpah oleh Adnan kare
Happy reading***“Kakinya masihn sakit?” tanya Aluna memastikan.“Masih perih,” jawab Ara dengan bibir mencebik.Aluna lantas memeluk Ara, membiarkan putri kecilnya bersembunyi dibalik pelukan. Melihat itu Daffin hanya bisa tersenyum, kedua orang yang sangat Daffin cintai tengah tidur dan menjadikan pahanya sebagai bantal.Terik matahari pada taman yang mereka kunjungi tak membuat mereka pulang ke rumah, kata Ara dia masih ingin melihat kupu-kupu dan Aluna menurut.“Mama,” panggil Ara pelan.“Hmmm?” jawab Aluna tanpa membuka mata.“Tidak marah Ara panggil Mama?” tanya Ara, memberi jarak pada pelukan mereka.“Kenapa harus marah, Ara anak Mama kan,” balas Aluna, menatap Ara lekat.Benar bukan, Ara adalah anak Aluna juga ya walaupun bukan anak kandung. Status Aluna sebagai ibu sambung sudah menegaskan bahwa Aluna juga ibu dari Ara. Dia istri sah dari Daffin, lagi pula Aluna tidak keberatan dipanggil Mama, ya walau awalnya sedikit merasa aneh.“Ara takut Mama marah,” cicit Ara membuat Al
Happy reading***Alunan musik dari salah satu penyanyi popular terdengar menyeruak dalam restoran bintang lima tempat Daffin dan Aluna makan malam. Ditengah suasana romantic dengan mengusung tema candle light dinner, Aluna menikmati hidangan di depannya. Senyumnya tak henti-henti muncul setiap rasa baru masuk ke dalam mulutnya, Daffin yang melihat istrinya itu ikut tersenyum.“Enak banget ya?” Daffin menatap penuh cinta istrinya.“Apanya?” tanya balik Aluna.Senyum Daffin kian merekah, yang tadinya berencana hanya dinner biasa jadilah dinner super duper romantis karena kesalahan kostum dari Aluna.“Makanannya sayang,” jawab Daffin.“Enak, pakai banget,” komentar Aluna disertai anggukan senang.Daffin meletakkan garpu dan pisaunya ke atas piring, memilih menikmati sejenak kecantikan istrinya yang terkena cahaya lilin. Harus berapa kali lagi Daffin memuja kecantikan istrinya. Aluna selalu sukses membuat Daffin terpana. Jika dulu Daffin merutuki pernikahan mereka, sekarang Daffin sangat
Happy reading***“Mama, Ara suka makan telur yang ada matanya bukan yang seperti ini,” rengek Ara setelah melihat Aluna menyajikan telur gulung lengkap dengan isian sayurnya.Ara melihat lama telur gulung buatan sang Mama, memang terlihat sangat enak apalagi dilengkapi dengan hiasan oleh Aluna. Kalau saja bukan karena inginnya mungkin Ara sudah melahap telur gulung itu, tapi dia sudah terlalu sering dibuatkan telur gulung oleh sang nenek.“Hah? Mata? Yang seperti apa baby?” tanya Aluna dengan kening mengerut. Seumur-umur Aluna hidup dia baru dengan ada telur punya mata, ya kalau sudah jadi ayam sih baru punya mata.“Baby Ara mau seperti apa?” tanya Aluna lagi karena melihat anaknya diam.Ah ya, Aluna lupa menceritakan. Dia memiliki panggilan baru untuk Ara yaitu baby. Wajah Ara yang putih dengan rambut hitam legam mirip seperti berbie kecil pajangan miliknya dulu. Jadilah Aluna memanggil Ara dengan baby, menurutnya terdengar lucu saja.“Itu loh Mama, yang ditengahnya ada bagian kunin
Happy reading***“Mau masak lagi buat Ara?” tanya Daffin pada istrinya yang kembali mengambil telur dalam kulkas.“Iya, ini udah gosong,” balas Aluna sambil memperlihatkan telur gosong setelah kejadian percikan minyak.Kepala Ara menggeleng. “Ara mau makan telur gulung saja Mama, sudah lapar.” Ara menatap Mamanya.“Yakin?” tanya Aluna, pasalnya Ara yang tadi ingin dibuatkan telur mata sapi.“Iya,” balas Aluna dengan anggukan.“Oke.” Aluna tersenyum, setelah itu meletakkan kembali telur ke dalam kulkas. Beranjak menyiapkan makan siang untuk suami dan anaknya.Sangat tidak menyangka bahwa Aluna sudah menjadi ibu saat ini. Aluna rasa dia sudah seperti mendapat uang kaget, tiba-tiba merasa senang dengan campur aduk rasa baru yang luar biasa.“Aku juga makan telur gulung?” tanya Daffin.“Ya nggak, ini mau aku hangatkan dulu supaya enak,” sahut Aluna, memasukkan makanan yang tadi sempat dirinya masak untuk makan siang mereka.“Siap ibu boss.” Telapak tangan Daffin jatuh ke atas puncak kepa
Happy reading***“Saya berterima kasih kepada seluruh tamu undangan, para investor yang telah menyempatkan diri hadir pada acara 12 tahun Royal Group.” Daffin berdiri di atas podium dalam acara ulang tahun perusahaan yang dirinya dan sang Papa rintis.Selesai dengan masa jabatan sebagai duta besar, Daffin benar-benar terjun dalam dunia bisnis dan mengambil alih perusahaan atas permintaan sang Papa. Ada begitu banyak kemajuan yang terjadi selama Daffin menjabat sebagai CEO Royal Group. Satu-persatu investor mulai mendekat dan mengajak kerja sama yang membuat Royal Group melebarkan sayap kesegala bidang. Malam ini sebagai pembuktian, Daffin yang berdiri dengan Aluna dan kedua buah hatinya dihadapan begitu banyak tamu undangan memaparkan keuntungan Royal Group selama satu tahun terakhir.“Tidak etis rasanya jika saya tidak membiarkan dewan direksi sekaligus pemegang saham terbesar di Royal Group hanya diam tanpa memberikan sambutan,” ucap Daffin, menoleh menatap Aluna yang masih terseny
Happy reading***“Sayang!”Daffin melambaikan tangan saat dirinya melihat Aluna celingak-celinguk menatap seisi ballroom. Jelas teriakan Daffin yang cukup menggelegar itu membuat banyak pasang mata menatap ke arah Aluna dan Alisia yang tengah berjalan menghampiri suami masing-masing.“Halo anak Papa.” Adnan langsung membawa Haresh ke dalam gendongannya.“Ini acara apa sebenarnya?” tanya Alisia yang masih belum tahu dirinya tengah menghadiri acara apa. “Teman kamu yang mana yang mengundang? Aku kenal mereka? Atau mereka kenal aku tidak?” cecar Alisia membuat suaminya terkekeh.“Bukan acara teman aku,” jawab Adnan, melirik Daffin yang tengah merapikan rambut Aluna. “Tapi acara kita,” lanjutnya.“Ha?” Aluna menatap kakaknya. “Kita?” Jujur Aluna semakin tidak mengerti dengan maksud acara kita.Baru saja Aluna ingin membuka mulut ada sep
Happy reading***Aluna sudah kelimpungan mengurus Ara dan Haresh, belum lagi Aziel yang sedari tadi terus merengek. Pagi-pagi kepalanya sudah dibuat pecah, mana Ara susah sekali diatur sejak Haresh datang. Kedua bocah itu hobi sekali berlari-lari membuat Aluna kewalahan untuk memasangkan pakaian.“Sini biar Aziel sama kakak.” Alisia muncul dengan gaun biru dongker miliknya.Mengembuskan napas lega, Aluna menganggukkan kepala lantas berjalan keluar kamar mencari Ara yang belum dikuncir rambutnya. Pagi ini mereka membagi tugas, tapi karena Gail tiba-tiba demam membuat Alisia haru benar-benar mengurus anaknya, jadilah Haresh Aluna yang mengurus.Aluna ingin menyumpah rasanya, tadi Daffin dan Adnan meminta mereka semua berdandan dengan rapi dan akan dijemput pukul sepuluh yang artinya tiga puluh menit lagi. Tidak ada penjelasan Daffin dan Adnan pergi begitu saja, menyerahkan tugas mengurus dan menyiapkan anak-anak pada istri masing-masing.
Happy reading***Daffin menahan tawanya saat menatap Aziel berjalan dengan sempoyongan. Bayi yang baru saja menginjak umur dua tahun itu tengah berjalan menghampiri Aluna yang tengah menguncir rambut Ara. Tersenyum lucu menatap putranya yang berjalan tertatih dengan menjaga keseimbangan tubuh. Jujur saja melihat Aziel yang pantatnya masih dilapisi popok dengan langkah sempoyongan membuat perut Daffin tergelitik.“Buahahahahaha…”Tawa Daffin tidak bisa ditahan lagi saat Aziel jatuh terduduk kala kakinya gagal menjaga keseimbangan tubuh. Anak laki-laki itu yang tahu tengah ditertawai langsung menangis kencang.“Hahaha…” bukannya berhenti tertawa Daffin malah menjadi-jadi, terpingkal-pingkal dengan melihat wajah memerah Aziel dengan air mata membanjiri wajah.“Daffin!” Aluna menatap tajam suaminya.“Haha… iya-iya.” Daffin mengangkat tangan, lekas bangun dari duduknya m
Happy reading***Semuanya mengerubungi si tampan yang berada pada ranjang khusus bayi. Anak laki-laki Daffin dan Aluna telah lahir dengan berat normal dan kondisi sehat. Alisia bahkan menangis saat dirinya yang diizinkan menggendong bayi Aluna pertama kali karena Daffin masih dalam kondisi bergetar setelah menemani Aluna melahirkan.“Lihat sayang, adiknya tampan sekali,” tunjuk Lisa yang tengah menggendong Ara. “Mirip banget sama Papa,” lanjutnya dengan senyum mengembang. Kepala Lisa mendunga menatap ke arah Aluna yang tengah istirahat karena tenaganya habis terkuras. Senyum bangga Lisa berikan pada Aluna walau kakaknya itu tidak melihat, Lisa bahagia kakaknya telah melewati rasa sakit saat melahirkan.“Mirip Ara ya adik kecilnya,” girang Ara melihat adiknya yang masih memejamkan mata.“Ih mirip tante tahu, tidak ada tuh mirip Ara sama sekali.” Salina menggelengkan kepala, waktunya menggoda Ara akhir
Happy reading***Alisia menggandeng Haresh dengan langkah terburu-buru melewati lorong rumah sakit, dibelakangnya ada Adnan dengan wajah panik. Suami Alisia itu sibuk menghubungi nomor telpon Daffin sejak sampai di rumah sakit. Sialnya, Daffin justru tidak mengangkat satu pun panggilan darinya.“Anak ini kemana sebenarnya,” gerutu Adnan, sudah ada puluhan panggilan hanya untuk Daffin saja tapi tak satu pun diangkat.“Gimana? Daffin ada angkat telpon?” tanya Alisia saat mereka sudah berada di depan salah satu ruangan VVIP rumah sakit.Adnan menggelengkan kepala. “Buru-buru diangkat, operator yang jawab terus,” ujarnya dengan napas berembus kasar. “Kita masuk saja dulu,” pinta Adnan. Menarik gagang pintu dan mendorong pelan.Pertama kali yang terlihat adalah Aluna yang meringis di atas ranjang rumah sakit, disamping Aluna ada kedua orang tua Daffin yang sudah terbang dari Australia ke Canada sej
Happy reading***Daffin dan Adnan berjalan masuk ke dalam kediaman baru milik Daffin dan Aluna. Semenjak masa jabatan Daffin sebagai duta besar berakhir, dia beserta semua keluarganya pindah dari kondominium, membeli rumah yang jaraknya cukup jauh dari rumah awal mereka. Walau tidak sebesar kondominium tapi rumah yang dibeli Daffin bisa dibilang cukup besar karena memiliki fasilitas yang lengkap. Rumah yang Daffin dan keluarganya tinggali sekarang adalah hasil dari bantuan dari Adnan yang mencarikan mereka rumah.“Aku suka rumah ini,” ujar Adnan saat melihat kolam renang yang mereka lewati untuk sampai ke ruang keluarga. “Untung saja kemarin kamu mau membeli rumah ini, jika tidak aku yang ambil,” canda Adnan yang dibalas kekehan oleh Daffin.“Terima kasih yang ke seratus kali,” ucap Daffin mengingat dia dan Aluna berterima kasih berkali-kali pada Adnan yang membantu mereka mencari rumah, dan mendapat harga diskon karen
Happy reading***Tepat seperti judul untuk bab ini, jam tujuh pagi Aluna dan Alisia tengah menikmati usapan lembut angin yang menerpa kulit mereka. Jalan-jalan pagi sekitaran komplek mereka memang menyenangkan, tak lupa juga dengan Haresh dan Ara yang menemani. Agenda mereka hari ini adalah piknik di taman komplek, hanya mereka berempat karena Daffin dan Adnan tengah keluar karena ada urusan bisnis.“Kandungan kamu gimana? Sehat kan?” Alisia mengusap perut Aluna yang sudah membuncit memasuki umur delapan bulan.“Sejauh ini kata dokter aku dan si kecil sehat-sehat saja,” jawab Aluna. “Semoga saja tidak ada hal buruk terjadi sampai satu bulan kedepan,” harap Aluna.Selama masa kehamilannya Aluna benar-benar menjaga dirinya dengan baik. Dia sama sekali tidak pernah mengerjakan hal berat, pekerjaan rumah pun hanya mencuci piring saja, selebihnya Aluna serahkan pada ART. Aluna terus memikirkan hal positif agar tidak
Happy reading***Tatapan tajam Alisia membuat Adnan sudah seperti buruh upah yang bekerja tiada henti, sejak pagi buta Adnan seperti setrikaan bolak balik mengangkat barang. Ingin rasanya Adnan mengeluh pada istrinya, tapi Alisia malah acuh dan lebih fokus bermain dengan Haresh. Memang nasib melawan istri, tidak ada yang akan membela apalagi kata-kata Alisia.“Ini itu buat adik kamu.” Adnan sih langsung angkat tangan.“Ini mau ditaruh di mana sayang?” tanya Adnan saat mendorong tempat tidur bayi yang memiliki roda.Alisia menatap seluruh isi kamar yang kata Daffin menjadi kamar sementara anak Daffin dan Aluna. “Di mana ya?” bingung Alisia saat tidak menemukan space yang tepat.Adnan mengembuskan napas, setidaknya dia bisa istirahat sebentar selama istrinya berpikir. “Kamu sih, banyak banget belinya,” ucap Adnan. No! Dia tidak mengeluh karena pengeluaran sang istri yang diluar nalar demi membel