Happy reading***Betah duduk selama dua jam tanpa bergerak sedikit pun Daffin lakukan untuk menjaga istrinya. Pria itu bahkan tidak peduli dengan suara dengkuran tiga manusia yang saling menyahuti pada sofa ruang inap. Daffin tidak sedikit pun melepas pandangannya dari Aluna, wajah pucat istrinya jujur membuat Daffin jantungan setengah mampus. Hal yang ingin Daffin ketahui adalah alasan kenapa Aluna bisa seperti ini. Seingat Daffin tadi pagi saat dia meninggalkan sang istri untuk bekerja, Aluna bahkan masih berlari kecil menyusulnya ke garasi mobil untuk memberikan kiss.“Kenapa kamu bisa seperti ini?” bisik Daffin menanyakan hal yang sama terus menerus.Tap.Daffin yang memasang wajah kusut tiba-tiba terkesiap saat jari kelingking Aluna menyentak pelan punggung tangannya. Oh God! Istrinya membuka kedua mata dengan sangat lemah, bahkan tatapan sayu Aluna membuat Daffin sedikit bernapas lega. Cepat-cepat pria itu berdiri dan mendorong wajahnya untuk memposisikan agar lebih dekat denga
Happy reading***“Kenapa diam? Tidak bisa menjawab? Atau bisu?”Astaga, ini mulut Aluna kenapa lancar sekali mengeluarkan kata-kata kasar. Wanita yang dari beberapa jam lalu pingsan dan dikatakan kondisinya drop sepertinya hanya hayalan dokter. Buktinya Aluna saat ini sudah sanggup meneriaki dan memaki Daffin yang berdiri diam bak patung pajangan.“Please kak, jangan begini. Kakak baru sadar, semuanya bisa kita bicarakan baik-baik.” Lisa maju memeluk lembut Aluna dari samping. Dia tidak tahu apa yang tengah terjadi dan siapa yang tengah disebut kakaknya, tapi Lisa tahu jika di sini ada kesalahan yang sudah Daffin buat.“Sayang.”“No stop! Jangan mendekat,” keras Aluna melarang Daffin melangkah mendekati ranjangnya. Sumpah demi apa pun Aluna membenci suaminya saat ini.“Kak makan dulu yuk,” ajak Salina yang mencoba untuk menghampiri.Aluna menatap adik iparnya itu, tidak mungkin Salina tidak mengerti apa yang sedari tadi dirinya katakan. Kepala Aluna menatap tajam Salina untuk pertama
Happy reading***Aluna mencomooh dirinya saat ini, kebodohan luar biasa telah dirinya lakukan. Bukan permasalahan Daffin sudah memiliki anak atau pernah menikah dengan perempuan lain. No! bukan itu, dirinya hanya paling benci dibohongi seperti ini. Semua cerita kelam hidupnya yang sempat Aluna simpan seolah terkuak kembali. Aluna merasa kehidupan menyakitkan yang dulu sempat dia alami seolah terjadi lagi.“Daffin,” panggil Aluna lirih, kembali normal emosinya berkat bisikan penuh lembut dari Lisa yang tidak ada hentinya. Sangat bersyukur Aluna membawa adiknya itu ikut dengannya, jika tidak mungkin saat ini Aluna sudah menjadi perempuan gila yang mengamuk tidak tentu arah.“Iya sayang,” dan Daffin mencoba untuk menahan diri untuk tidak memeluk istrinya walau hati meraung sakit melihat kondisi Aluna.“Boleh aku meminta sesuatu?”Kedua netra mereka bertemu, Aluna penuh sendu dengan trauma yang terbuka kembali dan Daffin rasa menyesal yang teramat sangat. Silahkan kalian memaki Daffin de
Happy reading *** Dua pasang mata saling manatap satu sama lain, menukar pandang penuh maksud. Atap rumah sakit menjadi saksi dua pria yang tengah berdiri dengan saling memandang. Daffin dengan wajah kusut dan rambut berantakan, sementara Adnan dengan penampilan rapinya, penampilan yang sungguh jauh berbeda. “Aku bohong jika tidak mengetahui kamu sudah pernah menikah,” pembicaraan pertama kali dibuka oleh Adnan. Iya, kakak Aluna itu sangat tahu jika Daffin adalah duda beranak satu. Sudah empat tahun dia mengenal Daffin dan terkadang melakukan kerja sama sebagai duta besar, sangat mustahil bagi Adnan untuk tidak mengetahui hal itu. Gisella? Gadis kecil yang menjadi penyebab kambuhnya penyakit mental adiknya pernah Adnan lihat secara langsung. Bukan hanya Gisella, bahkan ibu dari gadis kecil itu pun pernah berjabat tangan dengan Adnan dalam suatu acara dan ada Daffin juga di sana. So, Adnan juga bisa dikatakan ikut dalam kebohongan ini juga bukan? Ya secara langsung bisa dikatakan iy
Happy reading ***Aluna menatap diam kamar miliknya yang sudah lama tidak dikunjungi. Rasa rindu membuat satu sudut bibir dari istri Daffin ini tertarik menciptakan senyum samar. Kaki Aluna tengah menginjak lantai kamar yang ada di rumah Adnan jika itu informasi yang ingin kalian tahu. Wanita yang baru keluar dari rumah sakit tadi siang ini mendudukkan diri di atas kasur empuk miliknya, iya miliknya dan akan tetap menjadi miliknya. Keputusan Aluna sudah bulat untuk tinggal di rumah sang kakak, entah untuk berapa lama. Wajah Daffin belum sanggup Aluna lihat secara langsung. Membayangkan kebohongan besar pria itu padanya masih membuat amarah Aluna tersulut.“Seharusnya mereka mendekornya sedikit,” ucap Aluna saat menatap sekeliling kamarnya, tidak ada yang berubah. Aluna sangat yakin jika kedua kakaknya selalu menjaga kebersihan kamar miliknya, terbukti dengan tidak ada debu menempel walau secuil.Tanpa sadar telapak tangan Aluna turun mengelus perutnya yang sudah membuncit, tiga bulan
Happy reading***Tatapan mata Lisa menatap lekat pintu kamar Aluna, lima menit dia berdiri mematung dan melihat tidak ada tanda-tanda Aluna akan keluar membuat Lisa secepat mungkin membuka pintu kamar tempat Daffin berada. Dia membawa makan malam untuk Daffin permintaan dari Alisia yang khawatir pada Daffin karena belum memakan apa pun sejak pagi. Bisa Lisa lihat dengan jelas jika Daffin tengah tertidur lelap di atas ranjangnya. Sedikit tidak enak hati Lisa ingin membangunkan kakak iparnya karena melihat wajah kelelahan Daffin, tapi disatu sisi juga Daffin harus mengisi perut agar tidak sakit.“Kak Daffin,” panggil Lisa pelan, dia tidak mau suaranya terdengar sampai luar. Pesan Adnan adalah jangan sampai Aluna tahu jika Daffin menginap, takut jika Aluna akan mengamuk karena belum ingin bertemu dengan suaminya.“Kak,” lagi Lisa memanggil Daffin karena tidak mendapat jawaban.Nihil, Lisa tidak mendapat balasan apa pun dari Daffin. Suami kakaknya itu tetap tidak bergeming dari tidurnya,
Happy reading***Kedua bola mata Daffin bergerak tak nyaman, perlahan kelopak matanya terbuka secara perlahan, menyipit menyesuaikan cahaya. Dinding kamar bewarna cream langsung tertangkap netra mata Daffin kala kedua kelopak matanya telah terbuka lebar. Mengembuskan napas pelan, jam dinding yang terpajang pada dinding kamar di depan Daffin menunjukkan pukul sepuluh pagi. Oh shit! Daffin terlalu berleha-leha dalam mimpinya sampai lupa akan kondisi Aluna yang harus dirinya pantau.“Shht,” desis Daffin kala merasa perih pada telapak tangan kirinya. Menatap datar jarum infus yang menamcap dan memperlihatkan darah keluar dalam selang infus. Daffin tidak tahu jika tubuhnya akan selemah ini sampai harus diinfus.Menarik napas dalam-dalam, secara perlahan Daffin mencabut selang infus. Berdiri dengan pelan, strike! Kepalanya berdenyut kencang. “Ayolah Daffin, jangan lemah seperti ini,” bisik Daffin memaki tubuhnya yang tiba-tiba ingin amb
Happy reading***Dokter kandungan yang menangani Aluna menatap diam Daffin yang sedari tadi terdiam. Dokter itu sudah memberitahu apa yang terjadi pada Aluna secara rinci. Tidak ada tanggapan dari Daffin, suami Aluna itu hanya bisa diam dalam bisu. Entah kemana semua kosa kata yang ada pada mulut Daffin, melayang dibawa angin.“Kami sudah melakukan yang terbaik mister tapi memang hal itu tidak bisa kami atasi,” sekali lagi dokter berbicara, mencoba mengajak Daffin mengobrol. Sebagai dokter kandungan yang setiap menghadapi suami dengan kejadian seperti Daffin sangat wajar jika hanya bisa diam bahkan termenung.“Lantas bagaimana keadaan istri saya dok?” hanya itu yang sanggup terucap dari bibir Daffin. Dia tidak sanggup menanyakan hal lain selain kondisi Aluna saat ini.“Kondisi nyonya Aluna saat ini baik karena telah melewati fase kritis, kita hanya perlu menunggu nyonya Aluna bangun dari pingsannya,” jelas dokte
Happy reading***“Saya berterima kasih kepada seluruh tamu undangan, para investor yang telah menyempatkan diri hadir pada acara 12 tahun Royal Group.” Daffin berdiri di atas podium dalam acara ulang tahun perusahaan yang dirinya dan sang Papa rintis.Selesai dengan masa jabatan sebagai duta besar, Daffin benar-benar terjun dalam dunia bisnis dan mengambil alih perusahaan atas permintaan sang Papa. Ada begitu banyak kemajuan yang terjadi selama Daffin menjabat sebagai CEO Royal Group. Satu-persatu investor mulai mendekat dan mengajak kerja sama yang membuat Royal Group melebarkan sayap kesegala bidang. Malam ini sebagai pembuktian, Daffin yang berdiri dengan Aluna dan kedua buah hatinya dihadapan begitu banyak tamu undangan memaparkan keuntungan Royal Group selama satu tahun terakhir.“Tidak etis rasanya jika saya tidak membiarkan dewan direksi sekaligus pemegang saham terbesar di Royal Group hanya diam tanpa memberikan sambutan,” ucap Daffin, menoleh menatap Aluna yang masih terseny
Happy reading***“Sayang!”Daffin melambaikan tangan saat dirinya melihat Aluna celingak-celinguk menatap seisi ballroom. Jelas teriakan Daffin yang cukup menggelegar itu membuat banyak pasang mata menatap ke arah Aluna dan Alisia yang tengah berjalan menghampiri suami masing-masing.“Halo anak Papa.” Adnan langsung membawa Haresh ke dalam gendongannya.“Ini acara apa sebenarnya?” tanya Alisia yang masih belum tahu dirinya tengah menghadiri acara apa. “Teman kamu yang mana yang mengundang? Aku kenal mereka? Atau mereka kenal aku tidak?” cecar Alisia membuat suaminya terkekeh.“Bukan acara teman aku,” jawab Adnan, melirik Daffin yang tengah merapikan rambut Aluna. “Tapi acara kita,” lanjutnya.“Ha?” Aluna menatap kakaknya. “Kita?” Jujur Aluna semakin tidak mengerti dengan maksud acara kita.Baru saja Aluna ingin membuka mulut ada sep
Happy reading***Aluna sudah kelimpungan mengurus Ara dan Haresh, belum lagi Aziel yang sedari tadi terus merengek. Pagi-pagi kepalanya sudah dibuat pecah, mana Ara susah sekali diatur sejak Haresh datang. Kedua bocah itu hobi sekali berlari-lari membuat Aluna kewalahan untuk memasangkan pakaian.“Sini biar Aziel sama kakak.” Alisia muncul dengan gaun biru dongker miliknya.Mengembuskan napas lega, Aluna menganggukkan kepala lantas berjalan keluar kamar mencari Ara yang belum dikuncir rambutnya. Pagi ini mereka membagi tugas, tapi karena Gail tiba-tiba demam membuat Alisia haru benar-benar mengurus anaknya, jadilah Haresh Aluna yang mengurus.Aluna ingin menyumpah rasanya, tadi Daffin dan Adnan meminta mereka semua berdandan dengan rapi dan akan dijemput pukul sepuluh yang artinya tiga puluh menit lagi. Tidak ada penjelasan Daffin dan Adnan pergi begitu saja, menyerahkan tugas mengurus dan menyiapkan anak-anak pada istri masing-masing.
Happy reading***Daffin menahan tawanya saat menatap Aziel berjalan dengan sempoyongan. Bayi yang baru saja menginjak umur dua tahun itu tengah berjalan menghampiri Aluna yang tengah menguncir rambut Ara. Tersenyum lucu menatap putranya yang berjalan tertatih dengan menjaga keseimbangan tubuh. Jujur saja melihat Aziel yang pantatnya masih dilapisi popok dengan langkah sempoyongan membuat perut Daffin tergelitik.“Buahahahahaha…”Tawa Daffin tidak bisa ditahan lagi saat Aziel jatuh terduduk kala kakinya gagal menjaga keseimbangan tubuh. Anak laki-laki itu yang tahu tengah ditertawai langsung menangis kencang.“Hahaha…” bukannya berhenti tertawa Daffin malah menjadi-jadi, terpingkal-pingkal dengan melihat wajah memerah Aziel dengan air mata membanjiri wajah.“Daffin!” Aluna menatap tajam suaminya.“Haha… iya-iya.” Daffin mengangkat tangan, lekas bangun dari duduknya m
Happy reading***Semuanya mengerubungi si tampan yang berada pada ranjang khusus bayi. Anak laki-laki Daffin dan Aluna telah lahir dengan berat normal dan kondisi sehat. Alisia bahkan menangis saat dirinya yang diizinkan menggendong bayi Aluna pertama kali karena Daffin masih dalam kondisi bergetar setelah menemani Aluna melahirkan.“Lihat sayang, adiknya tampan sekali,” tunjuk Lisa yang tengah menggendong Ara. “Mirip banget sama Papa,” lanjutnya dengan senyum mengembang. Kepala Lisa mendunga menatap ke arah Aluna yang tengah istirahat karena tenaganya habis terkuras. Senyum bangga Lisa berikan pada Aluna walau kakaknya itu tidak melihat, Lisa bahagia kakaknya telah melewati rasa sakit saat melahirkan.“Mirip Ara ya adik kecilnya,” girang Ara melihat adiknya yang masih memejamkan mata.“Ih mirip tante tahu, tidak ada tuh mirip Ara sama sekali.” Salina menggelengkan kepala, waktunya menggoda Ara akhir
Happy reading***Alisia menggandeng Haresh dengan langkah terburu-buru melewati lorong rumah sakit, dibelakangnya ada Adnan dengan wajah panik. Suami Alisia itu sibuk menghubungi nomor telpon Daffin sejak sampai di rumah sakit. Sialnya, Daffin justru tidak mengangkat satu pun panggilan darinya.“Anak ini kemana sebenarnya,” gerutu Adnan, sudah ada puluhan panggilan hanya untuk Daffin saja tapi tak satu pun diangkat.“Gimana? Daffin ada angkat telpon?” tanya Alisia saat mereka sudah berada di depan salah satu ruangan VVIP rumah sakit.Adnan menggelengkan kepala. “Buru-buru diangkat, operator yang jawab terus,” ujarnya dengan napas berembus kasar. “Kita masuk saja dulu,” pinta Adnan. Menarik gagang pintu dan mendorong pelan.Pertama kali yang terlihat adalah Aluna yang meringis di atas ranjang rumah sakit, disamping Aluna ada kedua orang tua Daffin yang sudah terbang dari Australia ke Canada sej
Happy reading***Daffin dan Adnan berjalan masuk ke dalam kediaman baru milik Daffin dan Aluna. Semenjak masa jabatan Daffin sebagai duta besar berakhir, dia beserta semua keluarganya pindah dari kondominium, membeli rumah yang jaraknya cukup jauh dari rumah awal mereka. Walau tidak sebesar kondominium tapi rumah yang dibeli Daffin bisa dibilang cukup besar karena memiliki fasilitas yang lengkap. Rumah yang Daffin dan keluarganya tinggali sekarang adalah hasil dari bantuan dari Adnan yang mencarikan mereka rumah.“Aku suka rumah ini,” ujar Adnan saat melihat kolam renang yang mereka lewati untuk sampai ke ruang keluarga. “Untung saja kemarin kamu mau membeli rumah ini, jika tidak aku yang ambil,” canda Adnan yang dibalas kekehan oleh Daffin.“Terima kasih yang ke seratus kali,” ucap Daffin mengingat dia dan Aluna berterima kasih berkali-kali pada Adnan yang membantu mereka mencari rumah, dan mendapat harga diskon karen
Happy reading***Tepat seperti judul untuk bab ini, jam tujuh pagi Aluna dan Alisia tengah menikmati usapan lembut angin yang menerpa kulit mereka. Jalan-jalan pagi sekitaran komplek mereka memang menyenangkan, tak lupa juga dengan Haresh dan Ara yang menemani. Agenda mereka hari ini adalah piknik di taman komplek, hanya mereka berempat karena Daffin dan Adnan tengah keluar karena ada urusan bisnis.“Kandungan kamu gimana? Sehat kan?” Alisia mengusap perut Aluna yang sudah membuncit memasuki umur delapan bulan.“Sejauh ini kata dokter aku dan si kecil sehat-sehat saja,” jawab Aluna. “Semoga saja tidak ada hal buruk terjadi sampai satu bulan kedepan,” harap Aluna.Selama masa kehamilannya Aluna benar-benar menjaga dirinya dengan baik. Dia sama sekali tidak pernah mengerjakan hal berat, pekerjaan rumah pun hanya mencuci piring saja, selebihnya Aluna serahkan pada ART. Aluna terus memikirkan hal positif agar tidak
Happy reading***Tatapan tajam Alisia membuat Adnan sudah seperti buruh upah yang bekerja tiada henti, sejak pagi buta Adnan seperti setrikaan bolak balik mengangkat barang. Ingin rasanya Adnan mengeluh pada istrinya, tapi Alisia malah acuh dan lebih fokus bermain dengan Haresh. Memang nasib melawan istri, tidak ada yang akan membela apalagi kata-kata Alisia.“Ini itu buat adik kamu.” Adnan sih langsung angkat tangan.“Ini mau ditaruh di mana sayang?” tanya Adnan saat mendorong tempat tidur bayi yang memiliki roda.Alisia menatap seluruh isi kamar yang kata Daffin menjadi kamar sementara anak Daffin dan Aluna. “Di mana ya?” bingung Alisia saat tidak menemukan space yang tepat.Adnan mengembuskan napas, setidaknya dia bisa istirahat sebentar selama istrinya berpikir. “Kamu sih, banyak banget belinya,” ucap Adnan. No! Dia tidak mengeluh karena pengeluaran sang istri yang diluar nalar demi membel