Happy reading***Detik dimana kelakuan Aluna semakin diluar nalar Daffin, jelas itu membuat si suami kalang kabut.“Daff…” panggil Aluna, sama sekali tidak melepas kegilaan tangannya. Bahkan, sekarang sudah sampai membuka releting celana Daffin.“Ayo,” ajak Aluna tidak mau berhenti.Cup.Tidak mau hilang akal, Aluna mengecup genit daun telinga Daffin yang masih pura-pura sibuk dengan majalahnya. Sumpah demi apa pun Daffin ingin sekali menghilang detik dimana adiknya yang berada dibawah bangun dalam genggaman tangan Aluna.“Kita bisa di toilet husband.” Suara yang sengaja dibuat semenggoda mungkin, Aluna gencar saat merasa suaminya sudah mampus kalang kabut.Tap.“Sayang please, ini di pesawat.” Akhirnya Daffin menutup juga majalah bisnis yang dia baca, sepenuhnya menatap Aluna. Tidak lupa juga Daffin mengeluarkan tangan istri gilanya itu dari dalam celana dan kembali menutup resleting celana miliknya.Fine! Beribu doa sudah hati Daffin rafalkan agar semua iblis yang menggerayangi tub
Happy reading***“Oh akhirnya!” Aluna menatap penuh binar bandara yang baru saja kakinya pijaki.“Punggung aku sudah seperti mau remuk,” mengeluh sekaligus mengadu, Aluna menatap Daffin yang tengah menaikkan koper mereka ke atas troli.Seolah tidak peduli dengan istrinya, Daffin hanya menatap sekilas setelahnya mengembuskan napas. Kalian masih ingat yang mereka lakukan di dalam pesawat? Itu masih membekas dalam otak Daffin, dan sungguh merasa malu.“Aku sepertinya harus melakukan pijat akupuntur,” asal bicara, ya Aluna lakukan supaya suaminya itu mau menatap.“Hah…” lagi dan lagi Daffin mengembuskan napas berat, entah ini yang keberapa kali. Bodo amat dengan istrinya, Daffin lebih memilik mendorong troli menuju parkiran. Adiknya, Salina sudah menunggu mereka dari tiga puluh menit lalu.“Daffin, istri kamu ini mau digendong,” pinta Aluna sengaja menahan Daffin saat melewatinya.Tap.Sumpah demi apa pun Aluna langsung menganga kala suaminya itu dengan santai mengempas tangannya. Begitu
Happy reading***“Zzz…” suara dari dengkuran Aluna yang luar biasa langsung memenuhi seisi kamar. Istri Daffin ini sudah tidak seperti perempuan anggun, lihat saja cara tidurnya yang seperti tarzan. Rambut kesana-kemari, kaki mengangkang, iler belepotan, dan jangan lupa wajah kusamnya.Lebih hebatnya lagi, Daffin yang tidur kalem di sampingnya tidak terganggu sama sekali. Seolah dengkuran keras Aluna itu sebagai alunan musik pengantar tidur. Syukur saja Daffin masih mau menerima semua kebarbaran Aluna, coba kalau tidak. Pria mana yang akan tahan dengan Aluna.“Enggh.”Aluna mulai bergerak dalam tidurnya, menggaruk dagu dengan jari yang masih terpasang kuku palsu. Oh God! Benar-benar istri Daffin ini, kuku palsu saja dibawa tidur. Oke! Tolong maklumi ya, mereka sudah melakukan penerbangan yang cukup panjang, jadi wajar.“Husband,” serak suara Aluna memanggil Daffin. Tangan Aluna terangkat meraba ranjang di sampingnya sampai mengenai wajah Daffin yang tertidur pulas.“Hmm…” balas Daffi
Happy reading***“Ini mau dipotoong bulat atau dadu kak?”“Terserah kamu aja, tapi lebih bagus kotak sih,” sahut Aluna dengan sedikit memberi masukan.“Gosong gak sih ini?” Salina menoleh menatap Aluna yang berdiri dengan jarak satu meter darinya.“Astaga!”“Matiin kak kompornya.” Lisa langsung menghampiri Salina dengan satu lap tangan.Wow. Ini baru saja hari kedua dan kondisi dapur Daffin sudah seperti kapal pecah oleh ketiga perempuan itu, ya siapa lagi kalau bukan Aluna, Salina, dan Lisa. Rencananya sih mereka ingin membuat sarapan pagi pertama mereka, sebagai perayaan tinggal bersama. But see, mereka justru mengacaukan.“Kan sudah aku bilang, kalian terima jadi saja, biarkan asisten rumah tangga yang mengerjakan.” Daffin hanya bisa geleng kepala sambil memijit kening yang langsung pening.Dia baru saja duduk tiga puluh menit di meja makan setelah mempersiapkan diri untuk berangkat ke kantor. Awalnya baik-baik saja, masih oke untuk mereka para pemula, tapi lama-kelamaan Daffin di
Happy reading***Setelah membuat kericuhan di pagi hari ketiga perempuan biang kerok ini tetap melanjutkan kegiatan sesuai rencana. Apalagi kalau bukan belanja perabotan untuk mengisi kamar Salina dan Lisa. Saat ini mereka tengah di salah satu pusat perbelanjaan furniture yang berada dalam mall, dengan pembagian tugas. Lisa mendorong troli, Salina mendata dan memilih barang yang akan mereka beli, Aluna? tugasnya hanya membayar.“Ini bagus gak kalau jadi hiasan dinding?” Salina menunjukkan lampu berbentuk seperti bola, kuning keemasan cahaya yang dipancarkan.“Menurut aku bagus aja kalau diletakkan pada meja belajar, atau dibelikan rak khusus tapi dari bahan kay uterus gantung di dinding kamar,” saran sekaligus masukan Lisa berikan.“Ide bagus gurl! Kalau begitu ayo temani aku cari rak kayu,” ajak Salina langsung membantu Lisa mendorong troli.Tap.“Kenapa?” tanya Salina bingung saat Lisa justru berhenti dengan tatapan aneh.“Tidak apa-apa jika kita meninggalkan kak Aluna duduk di san
Happy reading***Lagu-lagu dari penyanyi dari Korea Selatan menjadi teman makan siang mereka berempat. Namanya saja makan di restoran Korea, ya sudah pasti lagu yang akan dimainkan berasal dari idol sana. Aluna yang sebagai penggemar berat drama Korea sangat suka, tidak henti-hentinya bibir istri Daffin ini ikut bernyanyi. Begitu juga dengan Salina dan Lisa, tidak menyangka jika keduanya juga sama-sama menyukai negara ginseng tersebut. Menyisakan Daffin saja yang tidak tahu apa-apa.“Habis ini mau kemana lagi?” Daffin menatap istrinya yang tengah membakar daging sapi.“Kalian mau kemana?” Aluna malah menyodorkan pertanyaan kepada kedua adiknya. Ya masalahnya dia tidak tahu mau kemana lagi, orang agendanya hari ini hanya membawa kedua adiknya belanja.“Mau kemana Lis?” tanya Salina menoleh menatap Lisa yang baru saja mau menyuapkan satu sendok bibimbap ke dalam mulutnya namun urung karena ditanya.“Gak tau,” menggelengkan kepala sebagai jawaban, Lisa mana tahu daerah Kanada.“Ini kena
Happy reading***Harus dengan kata apa Lisa menggambarkan bagaimana rasa bersyukurnya? Luar biasa dia dijadikan adik oleh Aluna, dianggap keluarga oleh Daffin dan Salina. Sungguh, tiada tara Lisa akan berterimakasih kepada Tuhan yang sudah memberikan dia kakak seperti Aluna, si cantik pembawa keberuntungan untuknya.“Aku bahkan tidak pernah membayangkan akan memegang kartu ini,” bisikan yang sangat kecil. Lisa tak henti-hentinya menatap kartu kredit pemberian Daffin, seperti orang bodoh karena menampilkan ekspresi linglung.Disaat Aluna, Daffin dan Salina sibuk memilih film yang akan mereka tonton, Lisa hanya berdiri diam di belakang ketiganya. Seolah tidak peduli apa yang akan dia tonton nanti, Lisa menerima saja. Dipikirannya saat ini adalah, bagaimana cara membuat Aluna dan Daffin bangga atas prestasi dan kerja kerasanya nanti selama belajar.“Lisa,” panggil Aluna saat menyadari adiknya diam sedari tadi.“Iya kak?”Cepat-cepat Lisa menutup dompetnya dan memasukkan ke dalam tas, be
Happy reading***“Enggh…”Pukul tiga dini hari Aluna mengeluarkan lenguhannya, bergerak tidak nyaman dalam tidur. Merasa tubuh sangat dingin membuat Aluna menarik tinggi selimut sampai menutupi kepalanya. Tidak sampai disana, Aluna sampai memepetkan diri dengan Daffin, memeluk suaminya erat guna mencari kehangatan.“Daff,” panggil Aluna saat benar-benar usahanya berujung sia-sia. Dia masih saja merasa kedinginan, seperti AC kamar mereka suhunya terlalu rendah.“Husband,” sekali lagi Aluna memanggil.Mengguncang pelan kedua bahu Daffin saat suaminya itu sama sekali tidak membalas. Sedikit memahami jika Daffin kelelahan, tapi Aluna terpaksa membangunkan karena ingin meminta tolong untuk mematikan AC. Aluna lemas, tidak sanggung berdiri, jangankan berdiri untuk duduk saja dia merasa pusing.“Husband, bangun!” kali Aluna sedikit memaksa.“Hmmm?” balas Daffin super duper malas.“Aku kedinginan,” berbisik pelan, Aluna berharap suaminya itu mau bangun semenit saja.“Aku peluk ya, sini.”Alu
Happy reading***“Saya berterima kasih kepada seluruh tamu undangan, para investor yang telah menyempatkan diri hadir pada acara 12 tahun Royal Group.” Daffin berdiri di atas podium dalam acara ulang tahun perusahaan yang dirinya dan sang Papa rintis.Selesai dengan masa jabatan sebagai duta besar, Daffin benar-benar terjun dalam dunia bisnis dan mengambil alih perusahaan atas permintaan sang Papa. Ada begitu banyak kemajuan yang terjadi selama Daffin menjabat sebagai CEO Royal Group. Satu-persatu investor mulai mendekat dan mengajak kerja sama yang membuat Royal Group melebarkan sayap kesegala bidang. Malam ini sebagai pembuktian, Daffin yang berdiri dengan Aluna dan kedua buah hatinya dihadapan begitu banyak tamu undangan memaparkan keuntungan Royal Group selama satu tahun terakhir.“Tidak etis rasanya jika saya tidak membiarkan dewan direksi sekaligus pemegang saham terbesar di Royal Group hanya diam tanpa memberikan sambutan,” ucap Daffin, menoleh menatap Aluna yang masih terseny
Happy reading***“Sayang!”Daffin melambaikan tangan saat dirinya melihat Aluna celingak-celinguk menatap seisi ballroom. Jelas teriakan Daffin yang cukup menggelegar itu membuat banyak pasang mata menatap ke arah Aluna dan Alisia yang tengah berjalan menghampiri suami masing-masing.“Halo anak Papa.” Adnan langsung membawa Haresh ke dalam gendongannya.“Ini acara apa sebenarnya?” tanya Alisia yang masih belum tahu dirinya tengah menghadiri acara apa. “Teman kamu yang mana yang mengundang? Aku kenal mereka? Atau mereka kenal aku tidak?” cecar Alisia membuat suaminya terkekeh.“Bukan acara teman aku,” jawab Adnan, melirik Daffin yang tengah merapikan rambut Aluna. “Tapi acara kita,” lanjutnya.“Ha?” Aluna menatap kakaknya. “Kita?” Jujur Aluna semakin tidak mengerti dengan maksud acara kita.Baru saja Aluna ingin membuka mulut ada sep
Happy reading***Aluna sudah kelimpungan mengurus Ara dan Haresh, belum lagi Aziel yang sedari tadi terus merengek. Pagi-pagi kepalanya sudah dibuat pecah, mana Ara susah sekali diatur sejak Haresh datang. Kedua bocah itu hobi sekali berlari-lari membuat Aluna kewalahan untuk memasangkan pakaian.“Sini biar Aziel sama kakak.” Alisia muncul dengan gaun biru dongker miliknya.Mengembuskan napas lega, Aluna menganggukkan kepala lantas berjalan keluar kamar mencari Ara yang belum dikuncir rambutnya. Pagi ini mereka membagi tugas, tapi karena Gail tiba-tiba demam membuat Alisia haru benar-benar mengurus anaknya, jadilah Haresh Aluna yang mengurus.Aluna ingin menyumpah rasanya, tadi Daffin dan Adnan meminta mereka semua berdandan dengan rapi dan akan dijemput pukul sepuluh yang artinya tiga puluh menit lagi. Tidak ada penjelasan Daffin dan Adnan pergi begitu saja, menyerahkan tugas mengurus dan menyiapkan anak-anak pada istri masing-masing.
Happy reading***Daffin menahan tawanya saat menatap Aziel berjalan dengan sempoyongan. Bayi yang baru saja menginjak umur dua tahun itu tengah berjalan menghampiri Aluna yang tengah menguncir rambut Ara. Tersenyum lucu menatap putranya yang berjalan tertatih dengan menjaga keseimbangan tubuh. Jujur saja melihat Aziel yang pantatnya masih dilapisi popok dengan langkah sempoyongan membuat perut Daffin tergelitik.“Buahahahahaha…”Tawa Daffin tidak bisa ditahan lagi saat Aziel jatuh terduduk kala kakinya gagal menjaga keseimbangan tubuh. Anak laki-laki itu yang tahu tengah ditertawai langsung menangis kencang.“Hahaha…” bukannya berhenti tertawa Daffin malah menjadi-jadi, terpingkal-pingkal dengan melihat wajah memerah Aziel dengan air mata membanjiri wajah.“Daffin!” Aluna menatap tajam suaminya.“Haha… iya-iya.” Daffin mengangkat tangan, lekas bangun dari duduknya m
Happy reading***Semuanya mengerubungi si tampan yang berada pada ranjang khusus bayi. Anak laki-laki Daffin dan Aluna telah lahir dengan berat normal dan kondisi sehat. Alisia bahkan menangis saat dirinya yang diizinkan menggendong bayi Aluna pertama kali karena Daffin masih dalam kondisi bergetar setelah menemani Aluna melahirkan.“Lihat sayang, adiknya tampan sekali,” tunjuk Lisa yang tengah menggendong Ara. “Mirip banget sama Papa,” lanjutnya dengan senyum mengembang. Kepala Lisa mendunga menatap ke arah Aluna yang tengah istirahat karena tenaganya habis terkuras. Senyum bangga Lisa berikan pada Aluna walau kakaknya itu tidak melihat, Lisa bahagia kakaknya telah melewati rasa sakit saat melahirkan.“Mirip Ara ya adik kecilnya,” girang Ara melihat adiknya yang masih memejamkan mata.“Ih mirip tante tahu, tidak ada tuh mirip Ara sama sekali.” Salina menggelengkan kepala, waktunya menggoda Ara akhir
Happy reading***Alisia menggandeng Haresh dengan langkah terburu-buru melewati lorong rumah sakit, dibelakangnya ada Adnan dengan wajah panik. Suami Alisia itu sibuk menghubungi nomor telpon Daffin sejak sampai di rumah sakit. Sialnya, Daffin justru tidak mengangkat satu pun panggilan darinya.“Anak ini kemana sebenarnya,” gerutu Adnan, sudah ada puluhan panggilan hanya untuk Daffin saja tapi tak satu pun diangkat.“Gimana? Daffin ada angkat telpon?” tanya Alisia saat mereka sudah berada di depan salah satu ruangan VVIP rumah sakit.Adnan menggelengkan kepala. “Buru-buru diangkat, operator yang jawab terus,” ujarnya dengan napas berembus kasar. “Kita masuk saja dulu,” pinta Adnan. Menarik gagang pintu dan mendorong pelan.Pertama kali yang terlihat adalah Aluna yang meringis di atas ranjang rumah sakit, disamping Aluna ada kedua orang tua Daffin yang sudah terbang dari Australia ke Canada sej
Happy reading***Daffin dan Adnan berjalan masuk ke dalam kediaman baru milik Daffin dan Aluna. Semenjak masa jabatan Daffin sebagai duta besar berakhir, dia beserta semua keluarganya pindah dari kondominium, membeli rumah yang jaraknya cukup jauh dari rumah awal mereka. Walau tidak sebesar kondominium tapi rumah yang dibeli Daffin bisa dibilang cukup besar karena memiliki fasilitas yang lengkap. Rumah yang Daffin dan keluarganya tinggali sekarang adalah hasil dari bantuan dari Adnan yang mencarikan mereka rumah.“Aku suka rumah ini,” ujar Adnan saat melihat kolam renang yang mereka lewati untuk sampai ke ruang keluarga. “Untung saja kemarin kamu mau membeli rumah ini, jika tidak aku yang ambil,” canda Adnan yang dibalas kekehan oleh Daffin.“Terima kasih yang ke seratus kali,” ucap Daffin mengingat dia dan Aluna berterima kasih berkali-kali pada Adnan yang membantu mereka mencari rumah, dan mendapat harga diskon karen
Happy reading***Tepat seperti judul untuk bab ini, jam tujuh pagi Aluna dan Alisia tengah menikmati usapan lembut angin yang menerpa kulit mereka. Jalan-jalan pagi sekitaran komplek mereka memang menyenangkan, tak lupa juga dengan Haresh dan Ara yang menemani. Agenda mereka hari ini adalah piknik di taman komplek, hanya mereka berempat karena Daffin dan Adnan tengah keluar karena ada urusan bisnis.“Kandungan kamu gimana? Sehat kan?” Alisia mengusap perut Aluna yang sudah membuncit memasuki umur delapan bulan.“Sejauh ini kata dokter aku dan si kecil sehat-sehat saja,” jawab Aluna. “Semoga saja tidak ada hal buruk terjadi sampai satu bulan kedepan,” harap Aluna.Selama masa kehamilannya Aluna benar-benar menjaga dirinya dengan baik. Dia sama sekali tidak pernah mengerjakan hal berat, pekerjaan rumah pun hanya mencuci piring saja, selebihnya Aluna serahkan pada ART. Aluna terus memikirkan hal positif agar tidak
Happy reading***Tatapan tajam Alisia membuat Adnan sudah seperti buruh upah yang bekerja tiada henti, sejak pagi buta Adnan seperti setrikaan bolak balik mengangkat barang. Ingin rasanya Adnan mengeluh pada istrinya, tapi Alisia malah acuh dan lebih fokus bermain dengan Haresh. Memang nasib melawan istri, tidak ada yang akan membela apalagi kata-kata Alisia.“Ini itu buat adik kamu.” Adnan sih langsung angkat tangan.“Ini mau ditaruh di mana sayang?” tanya Adnan saat mendorong tempat tidur bayi yang memiliki roda.Alisia menatap seluruh isi kamar yang kata Daffin menjadi kamar sementara anak Daffin dan Aluna. “Di mana ya?” bingung Alisia saat tidak menemukan space yang tepat.Adnan mengembuskan napas, setidaknya dia bisa istirahat sebentar selama istrinya berpikir. “Kamu sih, banyak banget belinya,” ucap Adnan. No! Dia tidak mengeluh karena pengeluaran sang istri yang diluar nalar demi membel