Happy reading***Harus dengan kata apa Lisa menggambarkan bagaimana rasa bersyukurnya? Luar biasa dia dijadikan adik oleh Aluna, dianggap keluarga oleh Daffin dan Salina. Sungguh, tiada tara Lisa akan berterimakasih kepada Tuhan yang sudah memberikan dia kakak seperti Aluna, si cantik pembawa keberuntungan untuknya.“Aku bahkan tidak pernah membayangkan akan memegang kartu ini,” bisikan yang sangat kecil. Lisa tak henti-hentinya menatap kartu kredit pemberian Daffin, seperti orang bodoh karena menampilkan ekspresi linglung.Disaat Aluna, Daffin dan Salina sibuk memilih film yang akan mereka tonton, Lisa hanya berdiri diam di belakang ketiganya. Seolah tidak peduli apa yang akan dia tonton nanti, Lisa menerima saja. Dipikirannya saat ini adalah, bagaimana cara membuat Aluna dan Daffin bangga atas prestasi dan kerja kerasanya nanti selama belajar.“Lisa,” panggil Aluna saat menyadari adiknya diam sedari tadi.“Iya kak?”Cepat-cepat Lisa menutup dompetnya dan memasukkan ke dalam tas, be
Happy reading***“Enggh…”Pukul tiga dini hari Aluna mengeluarkan lenguhannya, bergerak tidak nyaman dalam tidur. Merasa tubuh sangat dingin membuat Aluna menarik tinggi selimut sampai menutupi kepalanya. Tidak sampai disana, Aluna sampai memepetkan diri dengan Daffin, memeluk suaminya erat guna mencari kehangatan.“Daff,” panggil Aluna saat benar-benar usahanya berujung sia-sia. Dia masih saja merasa kedinginan, seperti AC kamar mereka suhunya terlalu rendah.“Husband,” sekali lagi Aluna memanggil.Mengguncang pelan kedua bahu Daffin saat suaminya itu sama sekali tidak membalas. Sedikit memahami jika Daffin kelelahan, tapi Aluna terpaksa membangunkan karena ingin meminta tolong untuk mematikan AC. Aluna lemas, tidak sanggung berdiri, jangankan berdiri untuk duduk saja dia merasa pusing.“Husband, bangun!” kali Aluna sedikit memaksa.“Hmmm?” balas Daffin super duper malas.“Aku kedinginan,” berbisik pelan, Aluna berharap suaminya itu mau bangun semenit saja.“Aku peluk ya, sini.”Alu
Happy reading***“Pagi bibi cantik.” Lisa muncul di dapur dengan senyum cerahnya.“Selamat pagi non Lisa, yuk sarapan.” Asisten rumah tangga Daffin langsung menyiapkan sarapan untuk Lisa.Ada Salina juga di sana tengah memainkan ponsel dengan satu tangan tetap setia memegang segelas susu putih. Jelas Lisa memilih duduk di samping Salina karena nanti di depan mereka ada Aluna dan Daffin yang belum datang.“Jadi mau nemeni ke kampus kak?” tanya Lisa membuka pembicaraan.“Iya dong, aku udah semangat banget tahu. Ini aja aku lag icariin kamu info terbaru dari beberapa temen kelas aku,” ucap Salina penuh semangat. Hari ini kuliahnya jam dua siang nanti, jadi sangat-sangat bisa untuk membantu Lisa mengurus berkas pendaftaran.“Okedeh, habis sarapan langsung pergi kan ya?” Lisa memastikan agar selesai sarapan dia langsung bisa siap-siap.“Yap, kita berangkat setelah sarapan,” angguk Salina membenarkan.Keduanya kembali terdiam setelah Lisa menganggukkan kepala, sibuk dengan piring masing-ma
Happy reading***Lama Daffin menunggu Raynold yang memeriksa kondisi istrinya, belum juga mendapat kepastian. Berkali-kali melihat Raynold melakukan pemeriksaan yang sama, dan setiap itu juga Daffin melihat kening Raynold mengerut. Ingin sekali bertanya, tapi Daffin takut menganggu fokus Raynold yang tengah memeriksa Aluna, jadi ya… dia lebih memilih diam menunggu.“Aku tidak tahu diagnose ku ini benar atau tidak.” Raynold selesai dengan pemeriksaannya, menghampiri Daffin dan berdiri tepat di depan temannya itu.“Bagaimana keadaannya? Ada sesuatu yang berbahaya?” tanya Daffin ingin cepat mendapat jawaban.Raynold menggelengkan kepala, dia tidak menangkap ada yang berbahaya dari kondisi saat ini. Justru ada hal yang mungkin akan membuat satu rumah heboh, tapi ya Raynold masih ragu. Dia itu dokter pasien yang mengalami gangguan jiwa, bukan dokter yang bisa mengobati orang normal dan memberikan diagnose suatu penyakit.“Kalau aku tidak salah mendiagnosa dan sesuai perkiraan aku,” gantun
Happy raeding***Matahari sudah berada di atas kepala tepat juga dengan terbukanya kedua mata Aluna setelah tidur beberapa jam. Ada Lisa dan Salina yang menunggu di samping Aluna langsung sigap memberikan makan. Mereka berdua tak henti-hentinya berceloteh, menceritakan betapa paniknya mereka saat tahu Aluna sakit dan tidak bangun-bangun. Lisa menyuapi Aluna dengan hati-hati, sementara Salina selalu memegang gelas berisi air putih.Ting. Ting. Ting.Lisa memukul pelan pinggiran piring berisi makanan Aluna, tersenyum puas saat kakaknya itu berhasil menghabiskan bubur setelah melewati sarapan pagi.“Nih kak minum dulu.” Menyodorkan air putih kehadapan Aluna, pelan Salina membantu Aluna memegang gelas, sangat takut kakak iparnya masih lemas.Posisi Aluna yang duduk bersandar pada dashboard ranjang memudahkan dia mencerna bubur dari Lisa, lancar Aluna menghabiskan. Sebenarnya Aluna tidak bernapsu untuk makan bubur yang terasa hambar dimulutnya, tapi mendengar Salina dan Lisa bergiliran me
Happy reading***Deg. Deg. Deg.Bunyi suara alat ultrasonografi? No! itu adalah bunyi jantung Aluna. Melihat layar USG yang menampilkan bagian dalam rahimnya. Ada satu titik yang diberitahukan oleh dokter adalah calon bayinya dan Daffin. Sontak itu yang membuat jantung Aluna berdetak kencang, rasa baru dalam dirinya begitu menguar. Rasa bahagia yang pertama kali Aluna rasakan, dia menggenggam erat telapak tangan Daffin dengan air mata menetes haru.“Seperti dugaan dokter Raynold, janin miss Aluna sudah berumur lima minggu,” jelas dokter kandungan yang mereka datangi sesuai saran Raynold.“Kondisinya bagaimana dok?” tanya Daffin.Jika kalian bertanya Daffin apakah biasa saja, jelas jawabannya tidak. Dia sama seperti Aluna, terharu dengan kehadiran janin mereka. Rasa bahagisa dan terharu bercampur menjadi satu, hanya saja Daffin masih bisa mengontrol dirinya, sambil menenangkan Aluna yang menangis.“Semuanya bagus, kondisi ibu dan bayinya sangat baik,” jawab dokter dengan senyum ramah.
Happy reading***“HUSBAND!!”Ckit!Spontan Daffin menginjak rem mobil saat Aluna berteriak keras. Menatap horror istrinya yang hampir saja membuat mereka berempat celaka. Bukan hanya itu, Daffin juga kesal karena akibat teriakan tiba-tiba Aluna membuat dia terpaksa mengerem mendadak yang membuat tubuh mereka berempat tersedak ke depan. Daffin takut saja kalau calon bayinya kenapa-kenapa.“Auuh.” Salina dan Lisa mengaduh sakit pada kening akibat terbentur sandaran kursi yang berada di depan mereka.“Bisa tidak jangan berteriak, kalau bicara itu baik-baik,” sembur Daffin dengan tatapan tajam. Kalau tidak mengingat ada bayi dalam kandungan Aluna mungkin Daffin tidak akan marah.“Hehe… maaf, aku cuma mau bilang kita mampir sebentar ya di rumah kak Adnan,” cengir Aluna tanpa rasa bersalah.“Slow kek kak, ini kening aku benjol tahu,” sungut Salina sedikit kesal pada kakak iparnya itu. Padahal ban mobil butuh beberapa putaran lagi hingga sampai di halaman rumah, tapi karena teriakan Aluna t
Happy reading***“Jadi ini ceritanya kita akan menjadi orang tua dalam waktu bersamaan?”Daffin menganggukkan kepala, membenarkan ucapan Adnan. Mereka akan memiliki anak dengan jeda umur beberapa bulan saja, menyenangkan bukan? Mereka bisa jalan-jalan bersama anak masing-masing, lucu.“Aku langsung dapat dua keponakan, duh pasti bingung nanti mau gendong yang mana duluan,” celetuk Lisa dengan senyum girang.“Yang pasti kamu harus berbagi sama aku Lis,” sahut Salina.“Semoga saja sepasang, laki-laki dan perempuan,” harap Lisa dengan tatapan menatap bergiliran perut Aluna dan Alisia.Aluna yang mendengar celotehan kedua adiknya hanya bisa menganggukkan kepala, mengiyakan saja. Toh dia tidak terlalu mempermasalahkan mau anaknya laki-laki atau perempuan, pentingnya itu sehat sampai dilahirkan nanti.“Tumben gak makan mangga, biasanya kamu paling hobi.” Alisia menatap Aluna yang sedari tadi memakan semangka yang sudah dipotong dadu oleh asisten rumah tangganya.“Lagi gak mau kak, pengen s
Happy reading***“Saya berterima kasih kepada seluruh tamu undangan, para investor yang telah menyempatkan diri hadir pada acara 12 tahun Royal Group.” Daffin berdiri di atas podium dalam acara ulang tahun perusahaan yang dirinya dan sang Papa rintis.Selesai dengan masa jabatan sebagai duta besar, Daffin benar-benar terjun dalam dunia bisnis dan mengambil alih perusahaan atas permintaan sang Papa. Ada begitu banyak kemajuan yang terjadi selama Daffin menjabat sebagai CEO Royal Group. Satu-persatu investor mulai mendekat dan mengajak kerja sama yang membuat Royal Group melebarkan sayap kesegala bidang. Malam ini sebagai pembuktian, Daffin yang berdiri dengan Aluna dan kedua buah hatinya dihadapan begitu banyak tamu undangan memaparkan keuntungan Royal Group selama satu tahun terakhir.“Tidak etis rasanya jika saya tidak membiarkan dewan direksi sekaligus pemegang saham terbesar di Royal Group hanya diam tanpa memberikan sambutan,” ucap Daffin, menoleh menatap Aluna yang masih terseny
Happy reading***“Sayang!”Daffin melambaikan tangan saat dirinya melihat Aluna celingak-celinguk menatap seisi ballroom. Jelas teriakan Daffin yang cukup menggelegar itu membuat banyak pasang mata menatap ke arah Aluna dan Alisia yang tengah berjalan menghampiri suami masing-masing.“Halo anak Papa.” Adnan langsung membawa Haresh ke dalam gendongannya.“Ini acara apa sebenarnya?” tanya Alisia yang masih belum tahu dirinya tengah menghadiri acara apa. “Teman kamu yang mana yang mengundang? Aku kenal mereka? Atau mereka kenal aku tidak?” cecar Alisia membuat suaminya terkekeh.“Bukan acara teman aku,” jawab Adnan, melirik Daffin yang tengah merapikan rambut Aluna. “Tapi acara kita,” lanjutnya.“Ha?” Aluna menatap kakaknya. “Kita?” Jujur Aluna semakin tidak mengerti dengan maksud acara kita.Baru saja Aluna ingin membuka mulut ada sep
Happy reading***Aluna sudah kelimpungan mengurus Ara dan Haresh, belum lagi Aziel yang sedari tadi terus merengek. Pagi-pagi kepalanya sudah dibuat pecah, mana Ara susah sekali diatur sejak Haresh datang. Kedua bocah itu hobi sekali berlari-lari membuat Aluna kewalahan untuk memasangkan pakaian.“Sini biar Aziel sama kakak.” Alisia muncul dengan gaun biru dongker miliknya.Mengembuskan napas lega, Aluna menganggukkan kepala lantas berjalan keluar kamar mencari Ara yang belum dikuncir rambutnya. Pagi ini mereka membagi tugas, tapi karena Gail tiba-tiba demam membuat Alisia haru benar-benar mengurus anaknya, jadilah Haresh Aluna yang mengurus.Aluna ingin menyumpah rasanya, tadi Daffin dan Adnan meminta mereka semua berdandan dengan rapi dan akan dijemput pukul sepuluh yang artinya tiga puluh menit lagi. Tidak ada penjelasan Daffin dan Adnan pergi begitu saja, menyerahkan tugas mengurus dan menyiapkan anak-anak pada istri masing-masing.
Happy reading***Daffin menahan tawanya saat menatap Aziel berjalan dengan sempoyongan. Bayi yang baru saja menginjak umur dua tahun itu tengah berjalan menghampiri Aluna yang tengah menguncir rambut Ara. Tersenyum lucu menatap putranya yang berjalan tertatih dengan menjaga keseimbangan tubuh. Jujur saja melihat Aziel yang pantatnya masih dilapisi popok dengan langkah sempoyongan membuat perut Daffin tergelitik.“Buahahahahaha…”Tawa Daffin tidak bisa ditahan lagi saat Aziel jatuh terduduk kala kakinya gagal menjaga keseimbangan tubuh. Anak laki-laki itu yang tahu tengah ditertawai langsung menangis kencang.“Hahaha…” bukannya berhenti tertawa Daffin malah menjadi-jadi, terpingkal-pingkal dengan melihat wajah memerah Aziel dengan air mata membanjiri wajah.“Daffin!” Aluna menatap tajam suaminya.“Haha… iya-iya.” Daffin mengangkat tangan, lekas bangun dari duduknya m
Happy reading***Semuanya mengerubungi si tampan yang berada pada ranjang khusus bayi. Anak laki-laki Daffin dan Aluna telah lahir dengan berat normal dan kondisi sehat. Alisia bahkan menangis saat dirinya yang diizinkan menggendong bayi Aluna pertama kali karena Daffin masih dalam kondisi bergetar setelah menemani Aluna melahirkan.“Lihat sayang, adiknya tampan sekali,” tunjuk Lisa yang tengah menggendong Ara. “Mirip banget sama Papa,” lanjutnya dengan senyum mengembang. Kepala Lisa mendunga menatap ke arah Aluna yang tengah istirahat karena tenaganya habis terkuras. Senyum bangga Lisa berikan pada Aluna walau kakaknya itu tidak melihat, Lisa bahagia kakaknya telah melewati rasa sakit saat melahirkan.“Mirip Ara ya adik kecilnya,” girang Ara melihat adiknya yang masih memejamkan mata.“Ih mirip tante tahu, tidak ada tuh mirip Ara sama sekali.” Salina menggelengkan kepala, waktunya menggoda Ara akhir
Happy reading***Alisia menggandeng Haresh dengan langkah terburu-buru melewati lorong rumah sakit, dibelakangnya ada Adnan dengan wajah panik. Suami Alisia itu sibuk menghubungi nomor telpon Daffin sejak sampai di rumah sakit. Sialnya, Daffin justru tidak mengangkat satu pun panggilan darinya.“Anak ini kemana sebenarnya,” gerutu Adnan, sudah ada puluhan panggilan hanya untuk Daffin saja tapi tak satu pun diangkat.“Gimana? Daffin ada angkat telpon?” tanya Alisia saat mereka sudah berada di depan salah satu ruangan VVIP rumah sakit.Adnan menggelengkan kepala. “Buru-buru diangkat, operator yang jawab terus,” ujarnya dengan napas berembus kasar. “Kita masuk saja dulu,” pinta Adnan. Menarik gagang pintu dan mendorong pelan.Pertama kali yang terlihat adalah Aluna yang meringis di atas ranjang rumah sakit, disamping Aluna ada kedua orang tua Daffin yang sudah terbang dari Australia ke Canada sej
Happy reading***Daffin dan Adnan berjalan masuk ke dalam kediaman baru milik Daffin dan Aluna. Semenjak masa jabatan Daffin sebagai duta besar berakhir, dia beserta semua keluarganya pindah dari kondominium, membeli rumah yang jaraknya cukup jauh dari rumah awal mereka. Walau tidak sebesar kondominium tapi rumah yang dibeli Daffin bisa dibilang cukup besar karena memiliki fasilitas yang lengkap. Rumah yang Daffin dan keluarganya tinggali sekarang adalah hasil dari bantuan dari Adnan yang mencarikan mereka rumah.“Aku suka rumah ini,” ujar Adnan saat melihat kolam renang yang mereka lewati untuk sampai ke ruang keluarga. “Untung saja kemarin kamu mau membeli rumah ini, jika tidak aku yang ambil,” canda Adnan yang dibalas kekehan oleh Daffin.“Terima kasih yang ke seratus kali,” ucap Daffin mengingat dia dan Aluna berterima kasih berkali-kali pada Adnan yang membantu mereka mencari rumah, dan mendapat harga diskon karen
Happy reading***Tepat seperti judul untuk bab ini, jam tujuh pagi Aluna dan Alisia tengah menikmati usapan lembut angin yang menerpa kulit mereka. Jalan-jalan pagi sekitaran komplek mereka memang menyenangkan, tak lupa juga dengan Haresh dan Ara yang menemani. Agenda mereka hari ini adalah piknik di taman komplek, hanya mereka berempat karena Daffin dan Adnan tengah keluar karena ada urusan bisnis.“Kandungan kamu gimana? Sehat kan?” Alisia mengusap perut Aluna yang sudah membuncit memasuki umur delapan bulan.“Sejauh ini kata dokter aku dan si kecil sehat-sehat saja,” jawab Aluna. “Semoga saja tidak ada hal buruk terjadi sampai satu bulan kedepan,” harap Aluna.Selama masa kehamilannya Aluna benar-benar menjaga dirinya dengan baik. Dia sama sekali tidak pernah mengerjakan hal berat, pekerjaan rumah pun hanya mencuci piring saja, selebihnya Aluna serahkan pada ART. Aluna terus memikirkan hal positif agar tidak
Happy reading***Tatapan tajam Alisia membuat Adnan sudah seperti buruh upah yang bekerja tiada henti, sejak pagi buta Adnan seperti setrikaan bolak balik mengangkat barang. Ingin rasanya Adnan mengeluh pada istrinya, tapi Alisia malah acuh dan lebih fokus bermain dengan Haresh. Memang nasib melawan istri, tidak ada yang akan membela apalagi kata-kata Alisia.“Ini itu buat adik kamu.” Adnan sih langsung angkat tangan.“Ini mau ditaruh di mana sayang?” tanya Adnan saat mendorong tempat tidur bayi yang memiliki roda.Alisia menatap seluruh isi kamar yang kata Daffin menjadi kamar sementara anak Daffin dan Aluna. “Di mana ya?” bingung Alisia saat tidak menemukan space yang tepat.Adnan mengembuskan napas, setidaknya dia bisa istirahat sebentar selama istrinya berpikir. “Kamu sih, banyak banget belinya,” ucap Adnan. No! Dia tidak mengeluh karena pengeluaran sang istri yang diluar nalar demi membel