"Selamat datang, Tuan dan Nyonya Bram," sapa seorang pria berjas hitam dengan antusias saat menyambut kedatangan mereka. Bram mengangguk singkat sebagai balasan, sementara pria tersebut dengan sopan membimbing mereka masuk ke dalam ruangan.
Mengikuti isyarat tangannya, Bram berjalan sambil memeluk pinggang ramping Aliyah. Mereka memasuki ruang kantor yang telah dihias dengan indah, menampilkan nuansa elegan dan mewah yang sesuai dengan acara tersebut."Selamat datang di pesta peresmian cabang Alex Company," ujar pria berambut ikal itu ketika mereka tiba di dalam ruangan. Dia kemudian mengarahkan pandangannya ke sudut lain dan menunjuk ke arah Alex Demian, CEO Alex Company sekaligus tuan rumah acara tersebut, yang tampak sedang berbincang dengan beberapa tamu.Aliyah mengikuti arah yang ditunjuk dan melihat sosok pria berperawakan tinggi dengan rambut pirang mencolok. Wajahnya tampan dan senyumnya ramah saat ia berbicara dengan kolega-koleganya.Malam ini, Aliyah tidaSetelah percakapan ringan dengan Alex, Bram dan Aliyah memutuskan untuk menikmati malam mereka dengan sedikit lebih santai. Mereka bergerak ke arah meja yang telah disiapkan untuk tamu VIP di sisi ruangan, duduk bersama beberapa tamu penting lainnya. Suasana pesta semakin meriah, dengan musik yang mengalun lembut di latar belakang dan tamu-tamu yang tertawa serta bercengkerama.Setelah perbincangan selesai, Aliyah beranjak dari sisi Bram dan memutuskan untuk mengambil sedikit waktu sendiri, berbaur dengan tamu lainnya. Saat ia berjalan menuju meja minuman, Diana, salah satu kolega Bram, mendekat dengan senyum hangat namun sorot matanya penuh dengan rasa ingin tahu."Aliyah, senang sekali bisa bertemu denganmu," sapa wanita itu dengan nada ramah. "Kamu istri Bram, kan?" tanyanya kemudian.Aliyah tersenyum lembut, meskipun ada perasaan canggung di dalam dirinya. "Iya, terima kasih, senang juga bisa bertemu dengan Anda..."“Diana!” ucap wanita itu memperkenalkan diri.
Bram merasa jantungnya seolah berhenti saat mendengar teriakan Aliyah dari arah toilet. Suara para tamu yang kebingungan dan ruangan yang kini gelap total menambah suasana mencekam. Nalurinya yang selama ini tajam dalam menghadapi bahaya langsung mengambil alih. Ia bergegas menuju toilet wanita tempat Aliyah terakhir kali terlihat, mengabaikan segala gangguan di sekelilingnya."Aliyah!" teriaknya, suaranya penuh kepanikan. Ia menerobos kerumunan tamu yang semakin panik karena suara tembakan yang terdengar tiba-tiba, beberapa bahkan mulai berdesakan mencari jalan keluar. Pikirannya dipenuhi kekhawatiran. Tidak ada yang lebih penting sekarang selain menemukan istrinya.Ketika Bram tiba di depan pintu toilet wanita, ia membuka pintu dengan cepat, tetapi sayangnya Aliyah tidak ada di sana. Toilet itu kosong, hanya ada suara gemericik air dari keran yang belum tertutup dengan benar. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Aliyah. Jantung Bram berdegup semakin cepat, perasaan takut yang tak pernah
"Mas Bram, Liyah kangen banget sama Mas. Malam ini Mas Bram manjain Liyah lagi dengan brutal. Mas pasti rinduin Liyah kan? Kok ganggu Liyah terus sih dalam mimpi?" Ucap seorang wanita pada ponsel ditangannya. Wanita itu terkikik geli, ia memutar ulang pesan suara yang telah dikirimkan pada suaminya itu. Lalu bergidik ngeri dan jijik mendengar suara manjanya sendiri. Akan tetapi, wajahnya tersenyum dengan puas. Setiap hari, pagi, siang, dan malam ia tak pernah absen menyapa suaminya itu. Jika seseorang pernah melihat room chatnya dengan orang yang berlabelkan 'Om-om Tua Penculik Akoh', mereka akan dibuat kagum dengan kegigihannya dalam menggapai suami yang setinggi dan sedingin gunung everest itu. Pasalnya dari oktober 2021 hingga Januari 2024, sejak kontak saling tersambung, tak ada satu pun pesan yang mendapatkan balasan kembali! "Mbak Liyah cepat! Sutradara udah manggil dari tadi!" panggil seorang perempuan dengan panik. "Ah, tunggu-tunggu." Dengan cepat Aliyah menyimpan po
Dewi mengguncang bahu Aliyah kuat. “Mbak ... sadar mbak!”Saking kuatnya, membuat Aliyah menjadi pusing dan memegang kepalanya.“Dewi stop!”“Maaf Mbak, tapi ini harus Dewi lakuin supaya Mbak sadar.”Dengan serius mengarahkan Aliyah untuk menatap matanya, “Mbak Aliyah, dengar ya ... Suami mbak itu incaran banyak wanita!”Dewi mengucapkannya dengan tegas dan penuh penekanan. Melihat dengan sangat prihatin pada Aliyah.“Mbak harus pegang erat-erat, kalau sampai lepas dikit aja ...” Dewi menggeleng-gelengkan kepalanya.Aliyah tertawa lucu, balas menatap Dewi dengan serius, memberikan pengertian kepada asistennya itu.“Dewi, kamu gak tau dibalik kehebatan pria itu, dia punya banyak banget banget banget ...! Kekurangan!”Melihat kembali pada cermin besar didepannya, Aliyah merentangkan jari tangan kanannya.Jari-Jari lentik wanita itu terlihat indah dengan warna merah muda yang lembut. Kukunya terpotong dengan rapi, dihiasi dengan nail art yang cantik.“Dewi ... kamu dengerin
Sesampainya di sebuah restoran terkenal, pak Tomo segera membukakan pintu belakang dengan hormat.“Aliyah bisa sendiri kok, Pak.” Ucap Aliyah lembut pada Pak Tomo.“Gak papa, Non. Ini kan tugas bapak.”Masuk ke restoran itu, seorang pelayan telah menunggu disana.“Selamat datang nyonya Atmaja, meja reservasi anda ada di lantai 27, kami telah menyiapkan makan malam mewah untuk anda.”Aliyah menganggukkan kepala tanpa ekspresi. Kali ini ia dengan sengaja memesan makan malam khusus di Bianca Restorant. Restoran kelas atas itu hanya menerima lima reservasi setiap harinya. Jika ada anggota VVIP yang membooking khusus, mereka hanya menerima satu pada hari itu.“Silahkan dinikmati Nyonya,” ucap seorang pelayan dengan sopan.Sebagai seorang nyonya Atmaja, sudah menjadi kewajiban Aliyah untuk menghabiskan uang seperti air mengalir.Dewi yang sudah lama di hantam dengan berbagai kemewahan, sejak bekerja sebagai asisten artis dari Aliyah, kini dapat dengan lancar memasang wajah datar.
“AH …” pekik Aliyah keras, tubuhnya terpaku karena kejutan yang tiba-tiba ini.Kontak gaib itu tiba-tiba mengirimkan pesan. Dugaannya yang selama ini mengira bahwa kontaknya telah diblokir ternyata salah.Bola mata bewarna hazelnya yang indah melebar, mulutnya ternganga cantik, dan dengan syok tanpa sengaja ponsel barunya itu terlepas dari genggamannya.Dengan kalang kabut Aliyah menjulurkan tangan, tapi sayangnya ia gagal menjangkau, wanita itu sontak menarik napas tertahan saat akhirnya mendengar suara renyah dari pantulan ponsel yang mencium lantai.Untuk sesaat dunia hening sejenak. Dan ia pun tersadar dari lamunanya, “Astaga …” seru Aliyah panik, berlutut di depan ponsel itu dan segera mengambilnya. Napasnya memburu karena syok. Bagaimana tidak!Ini pertama kalinya setelah 3 tahun mereka menikah, Bram mengirimkan pesan secara pribadi. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya, jangankan pesan! Aliyah sendiri bisa menghitung dengan jarinya berapa banyak kata yang pernah ia
Bram mengangkat wajahnya dari ipad di pangkuannya. Melihat pada wanita yang sudah tiga tahun tak dilihatnya. Wanita itu sepertinya telah banyak berubah.Gadis pendiam berumur 20 tahun yang dinikahinya dulu, kini terlihat semakin menarik dan cantik. Wajah lembutnya bak malaikat yang membawa penenangan, bibir tipis bewarna pink merah itu terlihat basah dan lembut, bagai embun di pagi hari yang membawa kelembapan.Mata yang membulat karena terkejut itu, terlihat jernih mencerminkan dunia yang indah.Tanpa ekspresi berarti di wajahnya, Bram mengalihkan pandangan.Aliyah masih terpaku melihat pada sosok pria yang terlihat sangat, sangat, sangat jauh dari perkiraannya.Dimana kepala putih yang penuh dengan uban itu? Apakah ini masih Bramie Atmaja, suaminya yang menghilang selama tiga tahun dengan alasan membangun pasar di Amerika?Kenapa ia masih terlihat sama tampannya seperti tiga tahun yang lalu? “Mas Bram … Aliyah gak nyangka! Akhirnya setelah tiga tahun lamanya, mas Bram pula
Tubuh Aliyah kaku dan matanya membelalak terkejut.Ini bukan reaksi yang seharusnya!Tanpa Aliyah sadari, sudut bibir Bram naik ke atas saat merasakan tubuh lembut yang bersandar disampingnya, kini terasa kaku dan tegang.Hampir 15 menit lamanya perjalanan, dan Aliyah bisa merasakan bahwa Bram tertidur disampingnya. "Mas Bram?!" "Mas?"Aliyah memanggil berulang kali, tapi tak juga mendapatkan jawaban. Melihat itu, dengan lembut ia menarik tangannya keluar dari cengkeraman jemari pria itu.Aliyah mengusap pada posisi jantung yang berdetak tak karuan."Jantung ... plis calm down!" lirihnya kecil."Ekhm ..." deheman Bram terdengar tak lama setelah itu.Aliyah terkejut dan dengan spontan berkata, "Mas Bram kayaknya kelelahan deh, kalau Mas mau kita pulang aja, nanti Aliyah bantu pijitin Mas. Gimana?"Suasana hening seketika. Aliyah terpaku dan dalam sepersekian detik ia memejamkan matanya dengan kesal, merasa menyesal setelah mengatakan itu.Bagaimana mungkin mulutnya dengan spontan me