Apa yang Arif pikirkan tentang Aliyah?
*** Masih banyak pesan yang dikirimkan oleh laki-laki tersebut, tapi isinya hampir semua sama, pertanyaan itu-itu saja. Terus terang, aku merasa bersalah karena tadi mengakhiri pembicaraan dengan Arif di telepon secara sepihak. Saat masih berpikir akan berbuat apa dengan kesalahan yang kuperbuat padanya, tiba-tiba nada panggilan masuk di ponsel terdengar lagi, dan ternyata dari dia yang ada dalam pikiranku saat ini. Oh, Arif … aku benar-benar tersanjung karena usahamu. “Assalamu’alaikum.” Akhirnya aku mengangkat telepon dari laki-laki itu. “Wa’alaikumsalam. Kamu kenapa, Al?” Pertanyaan itu yang langsung dilontarkan padaku. “Aku nggak apa-apa, kok.” “Kenapa kamu tiba-tiba memintaku untuk tidak menghubungimu? Terus, kamu juga matiin telepon. Setelah aku telepon lagi, kamu nggak angkat. Apa kamu marah? Mungkin aku melakukan kesalahan.” “Kamu, kok, ngomongnya gitu? Aku nggak marah sama sekali. Tadi aku lagi nyetir. Tapi aku minta, untuk sekarang kita tidak usah saling berkomunikasi
*** Aku mencoba mendekati ruangan yang dimasuki oleh Alexa dengan sangat hati-hati agar tidak dicurigai oleh laki-laki yang menunggu di depan pintu. Akhirnya aku berhasil melihat wanita itu dari jendela yang berada di samping kamar pasien tersebut dan mengintip mereka dari celah-celah. Di dalam ruangan seseorang sedang duduk dengan tubuh yang kurus dan dilihat dari penampilannya, dia adalah laki-laki paruh baya yang rambutnya sudah ditumbuhi uban. Dia tidak menghadap ke arahku, hingga tidak dapat melihat wajahnya. “Lexa udah berhasil balas dendam, Pah. Sekarang dia pasti sudah merasa tersiksa dan menderita. Semoga Papa cepat sembuh, ya. Kita kembali kumpul seperti dulu lagi. Lexa kangen menjalani hidup bersama Papa. Mama dan Rifa juga pasti kangen Papa.” Aku mendengar Alexa memanggil orang itu dengan sebutan ‘Papa’. Ternyata laki-laki paruh baya tersebut adalah ayahnya wanita yang telah merebut cinta suamiku. Balas dendam apa yang ia maksud? Siapa yang tersiksa dan menderita? “Lex
*** Hari ini aku benar-benar sangat puas karena sudah berhasil mengatakan kalimat yang mungkin mampu membuat Alexa terkejut. Dia tidak tahu kalau aku juga bisa lebih kuat dan berani karena sudah mengetahui adanya kebohongan yang telah diciptakan oleh wanita itu. Dirinya telah memasuki rumah tangga yang sudah terjalin beberapa tahun hingga membuat hati ini sakit dan perih. Aku kembali mengemudikan kendaraan roda empat milikku dan pergi meninggalkan rumah yang dulunya sebagai istana cinta untukku dan Mas Arif. Semua itu hanya akan menjadi kenangan, karena kenyataannya sekarang aku tidak tinggal lagi di tempat itu. Terdengar nada panggilan masuk dari ponsel yang sudah aku masukkan ke dalam tas berwarna kuning itu. Aku memarkirkan mobil di tepi jalan dan mengeluarkan benda bentuk pipih tersebut. Ada nama Arif di layar. Tidak bosan-bosannya laki-laki itu berusaha menghubungiku setiap hari. Aku merasa bersalah karena sudah satu minggu tidak menerima panggilan darinya. Tanpa menunggu lama
*** Hari ini aku sengaja mampir ke kantor Mas Arif. Tidak seperti biasanya, para karyawan dan juga karyawati memandang aneh padaku. Namun, aku tidak memedulikan tatapan itu, hanya bisa berusaha tetap ramah dengan mengembangkan senyuman pada mereka. Saat sudah berada di depan pintu ruangan Mas Arif, aku mendengar suara Alexa. Aku akhirnya berpikir, mungkin ini alasan kenapa tadi para karyawan dan karyawati menatapku penuh dengan keanehan. “Aku nggak mau kalau kamu tetap mempertahankan Aliyah menjadi istrimu. Sekarang kamu harus bisa memilih antara aku atau dia.” Aku tidak terkejut sama sekali dengan kalimat yang diucapkan wanita itu. “Tapi, Sayang … aku tidak bisa memilih di antara kalian berdua. Aku juga mencintai Aliyah.” Sebenarnya aku muak mendengar pengakuan Mas Arif. Katanya cinta, tapi tega menyakiti. “Ya, udah … jika itu yang kamu inginkan, aku dan Rifa akan pergi dari kehidupanmu selamanya.” “Itu tidak mungkin, Sayang. Aku nggak mau kalau harus berpisah lagi dengan wanita
*** Sangat benar kalau impian Arif merupakan kejutan untukku, karena ternyata kami memiliki cita-cita dan harapan yang sama. Laki-laki itu mampu memberikan sesuatu yang tidak pernah terpikirkan sama sekali. Cinta dan pengorbanan yang ia punya juga membuat pikiran melambung. Jika mengingat semua tentang dia, rasa sakit seketika hilang dengan sendirinya. Aku hampir lupa kalau kenyataan pahit baru terjadi. Laki-laki yang menikahiku selama bertahun-tahun lebih memilih istri kedua yang baru ia halalkan. Kebersamaan yang sudah lama terbina tidak berarti apa-apa untuknya. Aku ikhlas, tapi masih terasa sakit menghujam jantung ini. Akhirnya perjalananku berakhir di rumah Kak Radit, segera kuparkirkan kendaraan roda empat yang selalu setia menemani. Aku segera turun lalu menghampiri Kak Ayu di depan teras yang sudah menunggu. “Hai, Kak,” sapaku lalu kami saling merangkul. “Yuk, kita langsung ke dalam aja,” ajak Kak Ayu lalu melepas pelukan. Kami beranjak meninggalkan teras dengan arsitektu
*** Aku merasa bahagia mendengarkan suara laki-laki yang ada dalam pikiran saat ini. Dia mampu membuat hatiku jauh lebih tenang dari sebelumnya. Aku tidak mengerti kenapa perasaan ini begitu cepat menikmati sikap peduli dari Arif. Apa mungkin karena dia merupakan cinta pertama yang mampu menggetarkan jiwa? “Iya, Rif. Suamiku sudah menceraikan aku tepatnya hari ini.” Suaraku sedikit melemah. “Kenapa kamu mengatakan hal ini dengan nada seperti itu?” “Maksud kamu?” Aku tidak mengerti arah pembicaraannya. “Apa kamu merasa bersedih?” Ternyata dia menyadari perubahan suaraku. Terus terang aku sama sekali tidak merasa bersedih atau menyesal, aku hanya masih terkejut dengan status baru yang kudapatkan hari ini dari mantan suami. Tidak pernah terpikirkan sama sekali hingga akhirnya menerima kenyataan ini. “Sama sekali nggak, kok.”Aku memberikan jawaban pada Arif. “Terus, kamu kenapa?” “Mungkin karena masih baru, jadi merasa belum terbiasa dengan status yang sekarang.” “Itu tidak akan
***“Apa? Secepat itu, Al?” Sudah kuduga sebelumnya, apa yang akan Kak Radit ucapkan.“Iya, Kak. Dia teman masa kecilku di desa nenek. Dari dulu kami sudah saling suka, tapi berusaha memendamnya.” Aku mencoba memberikan penjelasan.“Jangan bilang kalau dia laki-laki yang mantan suamimu maksud saat itu.” Kak Radit ternyata masih ingat apa yang dikatakan Mas Arif kala itu.“Iya, Kak, itu benar. Mas Arif juga pernah bertemu dengan laki-laki itu. Kebetulan nama mereka berdua juga sama. Mungkin kalau Mama masih ingat pasti tahu dengan teman masa kecilku.”“Atau jangan-jangan kamu dulu memilih mantan suamimu karena namanya sama dengan teman masa kecilmu?” Mama tiba-tiba menebak apa yang ada dalam pikiranku selama ini.“Iya, Mah, itu benar. Awalnya Aliyah tertarik pada Mas Arif karena namanya sama dengan laki-laki yang Aliyah cintai.” Akhirnya aku jujur dengan apa yang telah kusembunyikan selama ini.“Pantes aja akhir-akhir ini sering senyum-senyum sendiri kalau lihat layar gawai, ternyata a
*** Waktu menunjukkan pukul 14.06 WIB, akhirnya Arif tiba di rumah. Dia terlihat canggung saat berhadapan dengan keluargaku. Rasanya ingin menggoda laki-laki itu karena sikap yang biasa yang ia tunjukkan sungguh sangat berbeda. Tadi aku langsung mengajaknya ke ruang TV untuk ikut berkumpul bersama keluargaku. Papa dan Mama sangat menikmati drama keluarga yang biasa mereka saksikan di televisi. Namun, setelah Arif tiba, mereka serius pada laki-laki itu. “Apa kegiatan kamu sekarang?” tanya Papa pada Arif. “Mengajar di salah satu SMP yang ada di desa, Om.” Sahabat kecilku terlihat malu-malu. “Saya langsung ke intinya saja, ya. Apa hubungan kamu dengan anak saya?” Aku hanya bisa diam mendengar pertanyaan Papa. “Kami sekarang lagi tahap pendekatan, Om. Saya menunggu masa iddah untuk Aliyah berakhir. Setelah itu saya akan melamarnya.” Aku sangat terharu mendengarkan kejujuran dan ketegasan Arif di depan keluarga. “Saya harap kamu tidak main-main dengan anak saya. Kamu sudah sangat tah
***Dua bulan telah berlalu, hari ini keluarga Arif kembali datang ke rumah orang tua untuk melamarku. Rasanya masih seperti mimpi karena laki-laki itu akhirnya menepati janji untuk meminta diriku kepada Mama dan Papa sebagai wanita yang akan mendampingi hidupnya.Orang tua Arif sudah meminta maaf dari beberapa bulan yang lalu atas kejadian yang terjadi di masa lalu, di mana saat itu umi dari laki-laki itu tidak merestui hubungan kami karena aku tidak mampu mewujudkan harapan mereka untuk melahirkan anak kandung.Abi dan uminya mengaku bersalah karena telah membuat hati ini terasa sakit saat itu. Aku sudah melupakan atas apa yang terjadi. Besarnya cinta yang kurasakan mampu mengalahkan rasa sakit hati yang begitu mendalam. Bagiku, yang terpenting adalah dapat bersatu dengan lelaki impian.“Bagaimana kalau acara pernikahannya kita tentukan bulan depan? Calon mempelai pria sudah ngebet pengen nikah.” Abinya Arif membuatku merasa malu.“Saya setuju aja, Pak. Sepertinya mempelai wanita ju
POV Aliyah***Aku tidak pernah menyangka bahwa dua insan yang membuat hati ini merana dan menderita, kini bersimbah darah di hadapanku. Mas Arif dan Alexa terluka karena satu orang yang sama. Dia adalah Danny, ayah dari Rifa. Dia menghujamkan benda tajam ke tubuh wanita dan laki-laki tersebut.Aku menempelkan kepala Mas Arif di pangkuanku. Dia menahan sakit sambil memegang perutnya yang terkena benda tajam milik Danny. Walaupun laki-laki itu pernah menyakiti bahkan mencampakkan diriku, tapi rasanya tidak tega melihatnya kesakitan seperti saat ini.“Ampuni aku, Sayang. Aku sangat kejam karena sudah menyakitimu. Mungkin ini adalah hukuman atas apa yang kulakukan pada wanita baik sepertimu.” Mas Arif mengusap pipiku.“Kamu harus kuat, Mas. Kita ke rumah sakit sekarang.” Aku tidak sanggup melihat keadaan Mas Arif.“Tidak perlu, Sayang. Aku udah nggak kuat, biarkan aku pergi dari pangkuanmu. Aku ingin bersamamu untuk yang terakhir kali. Biarkan aku menatap wajahmu.” Aku tidak kuasa menaha
POV Alexa***Apa yang kuharapkan akhirnya menjadi kenyataan. Setelah beberapa bulan kemudian, Arif dan Aliyah resmi bercerai. Aku merasa sangat bahagia karena menjadi istri satu-satunya untuk laki-laki itu. Namun, ternyata perceraian mereka tidak membuat Arif sepenuhnya memberikan cintanya untukku.Dia masih saja menceritakan Aliyah saat berdua denganku. Padahal selama ini aku sangat yakin kalau Arif hanya mencintaiku seorang. Oleh karena sikapnya yang masih sulit untuk melupakan sang mantan istri pertamanya, membuatku merasa jenuh jika berada di rumah. Aku akhirnya lebih sering menemui Danny.“Sekarang kamu baru percaya kalau hanya aku laki-laki yang setia mencintaimu.” Danny menggenggam jemariku.“Ternyata aku salah menilai Arif. Aku menyesal telah membuka hati kembali untuknya.” “Makaudnya apa, Sayang? Kamu mencintai laki-laki itu?” Danny terkejut mendengar ucapanku.“Aku minta maaf. Setelah kembali bertemu dengannya, rasa itu kembali tumbuh. Tapi sekarang aku sadar bahwa ternyat
POV Alexa***Awalnya aku sangat mencintai Arif, kami pernah menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih selama beberapa tahun. Namun, apa yang telah kami rencanakan akhirnya kandas setelah diriku bertemu dengan Danny, yang merupakan ayah dari anakku. Danny adalah laki-laki yang bekerja di perusahaan orang tuaku kala itu. Pertemuan kami berawal dari saat aku berkunjung ke perusahaan Papa. Dia terlihat lugu dan polos, tidak ada yang menarik dari pria tersebut. Jika dibandingkan dengan Arif, sangat jauh berbeda.Namun, karena perhatian yang diberikan padaku, akhirnya hati ini luluh dan mulai mengagumi sikapnya. Aku pun secara diam-diam menjalin hubungan dengan laki-laki itu tanpa sepengetahuan Arif yang masih berstatus sebagai kekasihku. Ternyata Danny merupakan karyawan kepercayaan Papa.Aku semakin yakin kalau Papa pasti akan menyetui hubunganku dengan Danny, tapi ternyata salah. Laki-laki itu sangat marah setelah mengetahui status yang terjalin dengan Danny kala itu. Akhirnya aku dan
POV Mas Arif (Kota)***Malam telah tiba, aku pun kembali memantau keberadaan Aliyah, tapi tidak ada tanda-tanda bahwa penghuni rumah itu akan ke luar. Aku mengamati rumah tersebut dari kejauhan supaya tidak ada yang mencurigakan. Aku sengaja menyewa taksi online untuk memudahkan mejalankan rencana ini.Setelah menunggu hampir satu jam, aku melihat satu unit mobil keluar dari pintu gerbang, tapi tidak tahu siapa yang berada di dalam kendaraan roda empat tersebut. Aku melihat ke arah kamar tempat Aliyah melambaikan tangan tadi sore, semuanya gelap, tidak ada penerangan.Aku merasa aneh melihat istana sebesar itu, seperti memberikan kesan yang menyeramkan. Perasaan saat berada di dekat rumah itu terasa aneh, sepi dan hening. Semuanya bak teta-teki yang harus diselesaikan dengan penuh hati-hati. Aku mencoba kembali menemui penjaga rumah tersebut, dia sedikit terkejut melihat keberadaanku. Mungkin dia merasa aneh karena melihatku kembali berdiri di hadapannya. Laki-laki itu menunjukkan t
POV Mas Arif (Kota)***Aku sudah tiba di kota tempat tinggal Aliyah. Rasanya sudah tidak sabar ingin segera ke rumah suaminya, tapi niat itu aku urungkan. Aku memilih untuk mencari penginapan terlebih dahulu untuk beristirahat sejenak. Sebaiknya terlebih dahulu harus menyusun rencana agar sesuai dengan harapan.Setelah tiba di hotel terdekat dari bandara, aku langsung menghempaskan tubuh. Namun, aku masih sangat penasaran dengan dendam yang diucapkan Kak Radit. Tadi dia belum sempat menjelaskan semuanya karena aku harus buru-buru naik pesawat.Ini adalah saat yang tepat untuk menghubungi kembali mantan kakak iparku. Aku harus menggali informasi lebih lengkap untuk mengetahui apa yang terjadi dalam keluarga Kak Radit. Kenapa kakak sepupu Alexa menikahi Aliyah? Apakah semua ini ada hubungannya dengan rencana dari mantan istri ke duaku?“Assalamu’alaikum, Rif.” Kak Radit memberikan salam dari seberang.“Wa’alaikumsalam, Kak. Maaf, aku nanya tentang dendam yang tadi Kakak ucapkan. Dendam
POV Mas Arif (Kota) *** Aku tidak tahu siapa yang telah mengirim pesan, tapi hati dan perasaan ini semakin tidak tenang memikirkan Aliyah. Aku segera menghubungi nomor itu, tapi tidak aktif. Kenapa tiba-tiba tidak terhubung? Siapakah pemilik nomor tersebut? Tanpa menunggu lebih lama, aku menekan nomor ponsel Kak Radit, semoga dia dapat memberikan petunjuk. “Assalamu’alaikum.” Terdengar ucapan salam dari ujung telepon. Rasanya sangat bahagia karena Radit bersedia menerima teleponku. “Wa’alaikumsalam, Kak, maaf ganggu malam-malam.” “Ada apa?” “Ada nomor yang masuk ke ponselku, dan aku tidak mengenali nomor itu. Isinya memintaku untuk menolongnya. Apa mungkin itu nomor Aliyah?” Aku hanya menduga. “coba sebutin nomornya,” pinta Kak Radit. Aku pun mengaktifkan pengeras suara agar dapat melihat nomor yang telah mengirim pesan. Aku berharap agar si pemilik nomor itu akan tetap baik-baik saja. Setelah menyebutkan dua belas angka tersebut, Kak Radit memberikan jawaban yang mengejutkan.
POV Mas Arif (Kota)*** Hari ini aku tidak sengaja bertemu dengan Alexa. Dia bersama anak dan laki-laki yang sudah lama menjalin hubungan dengannya. Wanita itu bersikap sangat biasa, seolah-olah tidak ada rasa penyesalan karena hubungan kami sudah berakhir dengan sebuah peceraian. Ia mengembangkan senyuman.Putranya yang dulu aku anggap sebagai darah daging sendiri, juga menunjukkan sikap seperti orang yang tidak mengenaliku. Dia sangat hebat menyesuaikan diri dan situasi. Apa mungkin Alexa sudah mengajarai anak kecil itu agar tidak mendekatiku. Jika seperti itu adanya, wanita itu benar-benar ahli dalam segala bidang.Cinta yang dulu kuberikan untuk Alexa, tidak berarti sama sekali, dia dengan santai menunjukkan kemesraan dengan laki-laki lain di depanku. Betapa sia-sianya diri ini telah mengorbankan perasaan untuk wanita seperti Alexa, dia tidak pantas menerima cinta dari laki-laki yang dulu berharap banyak padanya.“Masih sendiri, ya?” Pertanyaan itu dilontarkan Alexa padaku.“Buka
POV Mas Arif (kota)❤❤❤❤❤❤Sebulan telah berlalu semenjak kepergian Aliyah, kini aku lebih sering menyendiri dan menyesali semua yang pernah aku lakukan pada wanita itu. Aku tidak pernah lagi mendengar kabar tentangnya, dia seolah-olah hilang dan tidak ingin mengingat semua kenangan yang terjadi di antara kami.Aku sering menemui Kak Radit untuk menanyakan kabar tentang adiknya, tapi sang mantan kakak ipar tersebut tidak bersedia memberikan info tentang Aliyah. Tidak ada lagi yang dapat kulakukan selain berharap terjadinya keajaiban dalam hubungan kami. Semua anggota keluarganya berusaha menghindariku.Sampai saat ini aku masih sangat heran, kenapa Aliyah harus pergi meninggalkan kota ini? Bagaiman dengan hubungan bersama sahabat masa kecilnya? Kenapa laki-laki itu membiarkan Aliyah pergi? Jika benar dia mencintai wanita tersebut, dirinya tidak mungkin membiarkan perempuan yang disayangi terpisah jarak jauh dengannya.Hari ini Minggu, aku akan menemui laki-laki yang namanya sama persi