Share

Bab 70

Penulis: Ririn Irma
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-13 06:33:45
Spontan pandangan Bu Soni mengarah ke sebelah. "Lho, Bu Dar udah di sini. Perasaan tadi saya liat njenengan lagi di belakang. Tadi bikin apa, Bu Dar? Kok saya liat njenengan ke arah belakangnya Tante Dewa."

Seketika aku menoleh ke arah Dewa dan suamiku itu juga ternyata menatapku. Kami pun saling pandang sesaat, lalu mengalihkan pada diri masing-masing.

"Itu lho, saya nyari ayam. Pas saya liat ayamnya masuk ke halaman belakangnya Bu Dewa. Kalau saya gak liat tadi, terus saya gak tau ya bahaya. Bisa-bisa ayam saya ilang," jawab Bu Dar dengan nada sewot. Matanya celingukan ke sana kemari.

Ternyata benar, yang dilihat Dewa tadi memang Bu Dar. Aku sejenak menyeringai. Bisa-bisanya masuk halaman rumah orang tanpa permisi. Dasar tetangga aneh.

"Ya udah, kita pamit dulu. Nanti kesorean." Akhirnya Dewa mendekatiku dan mengajak pulang.

"Oke lah. Saya pamit dulu, ya ibu-ibu. Besok ketemu lagi," basa-basiku. Sekilas kulihat raut wajah Bu Dar masam sambil melengos. Mungkin dia kesal karena kami t
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 71

    Jeda beberapa saat, bamin keluar dari rumahnya. Sigap Dewa segera menghampiri dan aku mengekor di belakangnya. Ketimbang duduk di dekat ibu-ibu itu, mending ikut suamiku."Mau bayar baju olahraga yang kemarin itu, Bamin," ucap Dewa seraya menjulurkan sejumlah uang."Berarti gak usah potong gaji nih?" timpal Bamin sambil menerima uang dari Dewa.Suamiku menggeleng. "Siap, gak usah Bamin."Tak banyak waktu, Dewa langsung pamitan karena memang mentari telah memancarkan semburat orange-nya. Kemudian, kami berjalan melewati kerumunan ibu-ibu menuju mobil. Ketika kusapa mereka, hampir semuanya melengos. Hanya ada beberapa yang menyahut sapaanku. Ya ampun, nyesek sekali rasanya. Gimana nanti kalau aku tinggal di sini? Sepertinya aku bakal membatasi diri demi menghindari tetangga toxic.Dewa segera melajukan mobil. Di tengah perjalanan, dia menawariku mampir ke rumah Bu Danton. Namun, kutolak. Selain capek, aku sudah trauma jika harus berhadapan dengan ibu-ibu asrama. Mendingan istirahat di r

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-14
  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 72

    "Yang sabar, coba aku lihat SMS-nya."Dewa kembali memungut ponselnya yang tergeletak di atas tempat tidur, lalu menunjukkannya padaku. Setelah kubaca tulisan di ponsel tersebut, seketika rasa iba menyeruak. Bagaimana jika Dewa mengetahui kebenaran bahwa dia bukan putra kandung dari keluarga Himawan? Pasti yang melakukan ini Jems, tak ada yang lain."Enak aja ada yang mau ngaku-ngaku anak Papi! Anak Papi sama Mami itu cuma aku." Dewa tampak begitu geram.Kemudian, Dewa tampak menghubungi seseorang. Namun, yang kudengar justru suara operator menunjukkan bahwa nomor tersebut sedang tidak aktif."Sialan! Nomornya langsung gak aktif!" lanjut Dewa sembari memukul telapak tangannya sendiri."Papi harus tau tentang ini. Aku akan kasih tau. Kurang ajar!" Dewa spontan bergegas keluar.Tapi, tangannya segera kutarik. Aku tak bisa membayangkan jika Dewa mengusut tuntas dan mengetahui kebenarannya. Hatinya pasti hancur. Saat ini bukan waktu yang tepat."Tunggu dulu! Mendingan kamu pikir tentang r

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-14
  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 73

    Selepas dua gadis tadi pergi, aku menyusul Dewa masuk ke mobil. Ketika di dalam, kutuntaskan gelak tawa. Aku tak berhenti tertawa saat mengingat kejadian yang baru saja terjadi."Kamu ketawanya lepas banget. Aku seneng liatnya." Dewa berbicara sambil membenarkan posisi spion yang ada di depannya. Sejenak kuhentikan tawa. "Habisnya Mbak tadi lucu banget. Duh, gak kebayang gimana malunya, tuh."Sambil memasang seat belt, Dewa kemudian menyalakan mesin mobil. "Biarin aja. Mungkin itu cara mereka untuk membahagiakan dirinya sendiri." Suamiku itu perlahan melajukan mobil.Di sepanjang jalan, aku masih menyerocos membicarakan dua gadis tadi. Pun dengan Dewa. Sesekali kunikmati pemandangan wajah suamiku yang semakin hari semakin menyenangkan. Dewa yang sekarang di sampingku ini seperti bukan Dewa saat bersama Nindi. Dia benar-benar berubah tiga ratus delapan puluh derajat. Tak terasa kami tiba di rumah. Tampak Mang Dikin baru keluar, sepertinya beliau baru pulang menjemput Papi."Den, ditu

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-14
  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 74

    "Gak papa, Sayang. Gak masalah. Mami bener-bener salut sama kamu. Kamu itu berasal keluarga berada, tapi sifatmu rendah hati. Didikan mama sama papamu emang the best." Mami mengacungkan jempol ke arah Mama.Mama pun tertawa. "Ada-ada aja, Jeng. Saya itu selalu didik anak-anak buat hidup sederhana karena kehidupan ini selalu berputar. Saat ini emang kita ada, tapi gak tau ke depannya nanti. Ya, biar mereka gak kaget kalau sewaktu-waktu kita ada di bawah."Aku hanya mematung menyaksikan dua wanita bak malaikat itu berbincang. Tiba-tiba ingatanku tertuju pada Diva. Sejak aku berada di sini tak tampak batang hidung adik semata wayangku itu."Diva mana, Ma? Kok, gak keliatan?" tanyaku seraya menyela obrolan Mama dan Mami.Mama sejenak menghentikan obrolannya, lalu menatap ke arahku. "Oh, adekmu ada kegiatan di kampus. Gak bisa ikut ke sini, tadi dia cuma nitip salam. Apa dia gak kasih tau kamu?""Oh, gitu ya. Gak tau juga, Ma. Soalnya dari tadi aku belum lihat HP."Kemudian, Mama dan Mami

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-14
  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 75

    "Kamu siap-siap duluan sana. Cewek itu kalo dandan, kan lama. Aku belakangan aja," tutur Dewa dari tempatnya berada."Iya," jawabku mengambang. Pikiranku masih tertuju pada SMS dari Winda. Tak kusangka ada wanita sepertinya. Setelah Nindi, sekarang dihadapkan dengannya lagi.Perlahan aku melangkah gontai melewati Dewa. Dalam hatiku masih bergejolak. Memang suamiku bisa menolak, tapi jika digoda terus menerus aku tak menjamin dia tidak akan goyah. Baru beberapa langkah hendak menuju kamar mandi, suara Dewa menghentikanku.Sejenak aku menoleh. "Kenapa?""Sini dulu," jawabnya sambil menepuk-nepuk tempat tidur pertanda meminta diriku duduk di sampingnya.Aku kembali. "Ada apa?" Bibir ini berusaha kutarik lebar. "Kamu kenapa? Gak kayak biasanya." Dewa menarikku hingga kuhempaskan bokong dan duduk di sebelahnya.Aku terdiam sejenak. Tak ingin Dewa tahu apa yang menjadi keganjalan hatiku. Namun, dia terus mendesak dan begitu penasaran."Suer, aku gak papa." Masih kupasang wajah datar.Seket

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-14
  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 76

    Ketika suamiku itu hendak mendekatkan kepalanya di dekatku, tiba-tiba ponselnya berdering. Namun, dia tak menghiraukan dan melanjutkan aksinya. Sayangnya, benda pribadinya itu tak berhenti berdering. Sepertinya memang benar-benar penting. Gegas Dewa beringsut dan menuju meja samping tempat tidur. Kulihat dia mengambil ponselnya. Ketika dia pegang benda tersebut, sepertinya panggilannya telah berakhir.Dewa pun seketika berdecak kesal sambil memandangi layar ponselnya. "Sialan!" Kemudian, dia cepat-cepat menuju lemari dan mengeluarkan seragam lorengnya."Ada apa?" tanyaku penasaran.Belum sempat dia jawab, ponselnya kembali berdering. Gegas suamiku itu menerima panggilan."Siap, siap. Saya sekarang menuju ke sana." Dewa langsung mengenakan seragam lorengnya dengan sangat cepat. Kemudian, dia mencari kaus kaki serta sepatunya. Aku masih penasaran. Sebenarnya dia mau ke mana malam-malam begini?Segera kudekati suamiku itu dan menuntaskan rasa penasaranku. "Kamu mau ke mana?"Dewa sejena

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-14
  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 77

    "Ya udah, aku berangkat dulu," lanjutnya lagi sambil melirik ke arah pergelangan tangannya.Ketika Dewa berjalan keluar, aku mengikutinya dari belakang. Saat tiba di ruang tengah, tampak keluargaku dan keluarga Dewa masih asyik mengobrol. Begitu mengetahui kami datang, pandangan mereka sontak beralih."Lho, lho. Pengantinnya mau mana ini? Kok, pake baju loreng?" Mami kaget ketika melihat Dewa berpamitan."Aku ada apel dadakan, Mi. Tadi ditelepon sama Danki," timpal Dewa sembari menyalami semua anggota keluarga."Aku jalan dulu, ya. Assalamu'alaikum." Dewa langsung melenggang keluar."Eh, kamu naik apa?" teriak Mami.Sontak langkah Dewa terhenti. "Motor, Mi. Biar cepat nyampe." Kemudian, dia kembali melangkahkan kaki keluar.Setelah itu, pandangan Mami mengarah padaku. "Terus rencana pengajian di asrama kapan?""Lho, emangnya udah dapat rumah dinas? Kok, Mama gak tau?" timpal Mama dengan raut wajah terkejut."Inilah Furi dan Dewa, Jeng. Saya aja gak dikasih tau coba. Tau-taunya mereka

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-15
  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 78

    "Sayang!" Tiba-tiba kudengar suara teriakan Dewa.Ketika baru saja kubalikkan badan, suamiku itu telah berada di depanku. Matanya seketika tertuju pada halaman belakang."Kenapa itu?"Aku menggeleng. "Gak tau. Pas aku ke belakang udah kayak gini. Liat, tuh pagarnya juga ada beberapa kayu yang lepas."Dewa langsung berjalan ke belakang seraya mengecek. "Tapi, gemboknya gak rusak. Apa kena angin?"Aku terdiam sejenak, memikirkan ucapan Dewa barusan. Jika memang terkena angin, sangat tidak masuk akal. Pagar kayu di belakang menurutku termasuk berat. Masa iya, bisa terlepas hanya terkena angin? Sekencang apa anginnya? Kalau sampah masih bisa masuk akal. Apa ada orang yang berusaha masuk rumah ini? Ah, kenapa dari tadi pikiranku selalu begini?"Ya udah, biarin aja. Mending kita bersihin," titahku seraya mengambil sapu lidi yang terletak di ujung pintu dapur."Biar aku aja yang bersihin." Dewa mengambil alih sapu dari tanganku.Namun, kutahan. "Aku yang sapu, kamu aja yang buang sampahnya."

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-15

Bab terbaru

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 102

    Mataku mendadak terbuka ketika mendengar pengumuman olahraga dari masjid. Sigap aku beringsut seraya mengusap-ngusap mata. Berkali-kali kututup mulut karena menguap. Di saat sedang enak-enaknya istirahat, harus terbangun untuk mengikuti kegiatan. Ah, nikmatnya menjadi istri tentara.Segera kulihat jam di ponsel, ternyata telah memasuki waktu asar. Segera kutunaikan salat empat rakaat tersebut, lalu bersiap-siap pergi ke kompi. Tak lama kemudian, ponselku berdering tanda pesan masuk.[Jangan lupa olahraga di kompi]Isi pesan dari Dewa. Ya, suamiku itu belum pulang kantor karena harus lembur lagi. Maklum, Dewa saat ini sedang BP di Staf Pers sehingga sedikit sibuk mengurusi data personil di batalyon ini.Setelah membaca, segera kukirim pesan balasan. [Oke, ini lagi siap-siap]Kemudian, pesanku hanya dibalas dengan emoticon jempol.Setelah semua beres, aku keluar dan mengenakan sepatu. Tampak tetangga berlalu-lalang di jalan mengenakan seragam olahraga, termasuk tetangga sebelahku. Rupan

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 101

    "Kamu kenapa, sih? Ketawa aja, nanti dikira kita ngapain lagi," kata Dewa sambil menatapku heran."Itu, lho. Aku ingat Bu Dar. Lucu banget, ya, dia." Tiba-tiba aku teringat sesuatu. "Eh, apa iya dia satu kompi dengan kita?"Dewa mengangguk, lalu gantian tertawa. "Kenapa?" "Males aja ketemu dia lagi. Dia pasti bakal resek sama aku. Tau gak, tadi pertemuan dia bertengkar sama Bu Soni gara-gara air minum. Kalau gak ingat dia senior, mungkin udah aku siram pake air Bu Dar," sahutku seraya memberi tahu kejadian saat pertemuan tadi."Gak boleh gitu. Biarin aja dia berkembang. Intinya bukan kita yang duluan." Lagi-lagi Dewa menasihatiku. Ya, suamiku itu tidak suka jika aku ingin membalas perbuatan jahat orang."Eh, si Abang Ganjen tadi ngomong apa aja di luar? Dia gak main mata lagi sama kamu, kan?" Dewa segera mengalihkan pembicaraan.Aku langsung memasang wajah memelas. "Ya ampun, Om Ferdi itu kasian banget. Ternyata dia itu sakit saraf. Kamu juga, sih, kenapa gak kasih tau aku."Wajah De

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 100

    Spontan kutowel lengan tetanggaku itu. "Ah, Bu Soni malah ngeledek saya." Kemudian, aku segera pamit pulang karena teringat Dewa yang sedang makan di rumah."Makasih, ya, Tante Dewa.""Sama-sama, Bu Son." Kemudian, aku keluar dari rumah Bu Soni.Ketika di luar, kusempatkan menoleh ke arah sebelah. Tampak Om Ferdi sedang duduk di teras. Kali ini dia diam, tidak menyapaku lagi. Seketika aku merasa iba. Selama ini telah salah sangka padanya, padahal dia sedang sakit.Aku pun bergegas melompat tembok pembatas antara rumahku dan rumah Bu Soni. Begitu hendak masuk, suara Bu Dar mengejutkanku."Wah, yang ditunjuk jadi pengurus cabang. Gak ada acara makan-makan gitu?" celetuk Bu Dar dari teras rumahnya. Sepertinya dia baru saja pulang.Aku seketika menahan langkah dan berdiri di depan pintu seraya tersenyum ke arah tetangga kepoku itu."Siapa yang mau diangkat jadi pengurus cabang, Bulek?" tanya Om Ferdi."Siapa lagi kalau bukan tetangga kita yang cantik itu." Lagi-lagi Bu Dar menimpali sambi

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 99

    Tepat jam setengah delapan malam, Dewa pun pulang. Kulihat wajahnya tampak berminyak. Pakaian yang pagi tadi dikenakan telah berubah menjadi kusut. Sepertinya suamiku itu benar-benar sibuk di kantor."Udah pulang?" Kusodorkan tangan seraya mendekatkan kening.Dewa seketika menyambar keningku. Kemudian, aku bergegas ke dapur seraya mengambilkannya air minum. Setelah itu, aku kembali memberikan pada suamiku. Dia Kun segera meneguk air minum hingga tandas."Kamu tadi pulang jam berapa?" tanya Dewa sambil memelukku dan menuntun masuk kamar."Pas magrib tadi. Aku udah masak lho.""Masak apa?" Dewa memandangiku lekat."Masak tongseng sapi," jawabku sambil terkekeh."Kok malah ketawa?" Dewa masih memandangku intens."Soalnya gak tau enak apa enggak." Aku bergegas ke dapur dan menyiapkan makan malam.Tak berselang lama, Dewa menghampiriku. Dia membuka tudung saji, sementara tangan kanannya melingkar di pundakku. Kemudian, kuambil piring dan meletakkan nasi serta tongseng.Selajutnya, Dewa dud

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 98

    Segera kuambil ponsel, lalu kubuka semua hasil tangkapan layar yang dikirim Dewa padaku. Melihat gambar tersebut, Winda seketika tampak lemas. Wajahnya yang tadi bengis, kini berubah menjadi seperti mayat hidup. Rasakan!Sesaat kemudian, dia kembali menampilkan wajah bengisnya. "Kurang ajar kamu. Kamu tau rumahku dari mana?"Aku terbahak seketika. "Kamu mau tau? Yang SMS-an kemarin malam itu bukan Dewa, tapi aku."Sontak Winda membalikkan badan menghadap ke arahku. Wajahnya benar-benar merah padam."Kamu mau macem-macem lagi? Apa perlu sekarang aku panggil suamimu?"Namun, wanita tak tahu malu itu justru menantangku. "Semakin kamu seperti ini, semakin aku ganggu suamimu."Mendengar ucapannya barusan, aku lunglai seketika. Tapi, segera kuputar otak untuk menghadapi wanita gatal itu. Mulai kuredam sedikit amarahku. Ya, aku baru sadar, orang seperti Winda sepertinya tidak bisa dikasar. Lagi pula kalau diriku memaksakan ribut di rumah wanita itu, pasti akan menambah masalah baru. Apalagi

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 97

    "Ibu-ibu, terima kasih atas kerjasamanya hari ini, ya? Kalau yang mau pulang, silakan pulang. Biar kursi sama bunganya nanti diangkatin sama om bujangan aja." Ibu Ketua kembali bersuara.Aku pun bernapas lega. Setelah berpamitan, aku melangkah keluar. Kemudian, segera kuhubungi Dewa lagi. Beberapa kali bunyi nada sambung, teleponku pun terhubung."Kamu dari mana aja, sih? Aku telepon gak diangkat-angkat. Perasaan tadi aku liat ibu-ibu udah pulang pertemuan. Kamu, kok, belum pulang? Tadi aku ngecek ke rumah, kamu gak ada. Kamu di mana?" cerocos Dewa bak kereta api dari seberang.Sejenak aku berhenti di depan pintu aula. "Woi, ngomong itu pake koma."Namun, Dewa justru meledekku. "Gak mau, kalau koma nanti aku gak bisa liat wajahmu yang cantik lagi."Aku seketika tergelak. Alamak, sejak kapan Dewa bisa menggombal? "Tanda koma. Bukan koma, gak sadarkan diri." Balasku seraya meledeknya kembali."Iya, iya, Sayangku. Kamu sekarang di mana?" Dewa bertanya ulang."Aku masih di aula. Eh, tau g

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 96

    "Tante Dewa ditunjuk jadi pengurus cabang, ya?" Ucapan Bu Soni membuyarkan lamunanku tentang Winda. Tetanggaku itu baru saja datang dari menenangkan anaknya di luar.Spontan aku menoleh seraya menautkan kedua alisku. "Bu Soni tau dari mana?"Tetanggaku itu tersenyum simpul. Tampak dia memperhatikan ke sekitar seperti khawatir ucapannya didengar oleh orang lain."Tadi saya dengar selentingan dari ibu-ibu di luar.""Pasti mereka ceritain saya, ya, Bu Son?" Aku berusaha menebak.Bu Soni hanya tersenyum. Kemudian, kembali menenangkan pikiranku. "Dah, gak usah dipikirin. Hidup di asrama, ya gini. Apa pun jadi bahan omongan."Tak lama kemudian, datang seorang ibu menghampiri seraya memberi tahu bahwa setelah acara pertemuan, pengurus cabang dilarang ada yang pulang."Bu Son, gimana nih, saya disuruh tinggal di sini dulu. Aduh, nyesel deh saya terima tawaran Ibu Ketua jadi pengurus. Kayaknya sibuk banget," ucapku lirih pada Bu Soni."Kalau saya sih gak papa, Tante. Bu Dar aja nanti yang haru

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 95

    Saatnya perkenalan anggota baru telah tiba. Kulihat satu per satu maju ke depan. Jantungku kali ini berdetak kencang. Tanganku pun masih terasa dingin."Ayo, Tante, maju. Semoga gak ada yang kelupaan. Pasti bisa, Tante. Semangat," ucap Bu Soni menyemangati.Aku tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan kegrogianku. Kemudian, aku melangkah ke depan. Para ibu-ibu telah berbaris sesuai pangkat suaminya. Dan kini posisiku berada di tengah. Seketika kuhela napas lega. Ternyata bukan aku yang memulai perkenalan ini.Beberapa saat kemudian, tiba giliranku. Ketika menyebut NRP, mataku sedikit melirik ke arah telapak tangan. Bersyukur tidak terlalu nampak. Kemudian, ada ibu-ibu yang menyeletuk memintaku menyebutkan jabatan suami. Setelah kulihat, orang tersebut ternyata Bu Dar. Sialan, dia sepertinya ingin mengerjaiku."Jabatan suaminya apa, Bu?" teriak Bu Dar dari tempat duduknya. Kebetulan posisinya berada di nomor dua deretan belakang Ibu Ketua.Aku mulai gugup. Selama menikah dengan Dewa, a

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 94

    Aku kembali masuk rumah seraya mengambil kunci mobil. Ketika keluar, Bu Dar telah berada di terasku."Tunggu bentar, ya, saya panasin mobil bentar aja."Mendengar ucapanku, Bu Dar seketika melengos. "Ealah, kirain udah tinggal pergi. Pake acara dipanasin segala. Kelamaan."Aku tersenyum dalam hati. Namun, tak kutanggapi omongan tetangga kepoku itu. Aku langsung menuju mobil dan menyalakan mesinnya.Setelah itu, kulihat Bu Dar masih berdiri di teras. "Gimana, Bu Dar? Jadi ikut?" Aku melongokkan kepala dari dalam mobil."Ikut lah," jawabnya sinis.Aku dan Bu Soni seketika saling pandang dan berusaha menyembunyikan tawa. Setelah kurasa cukup untuk memanasi mesinnya, kuputuskan untuk segera berangkat."Ayo, Bu. Kita berangkat."Dua tetanggaku itu perlahan berjalan ke mobil. Kemudian, Bu Soni masuk dan duduk di bangku tengah. Sementara Bu Dar masih mematung di luar."Bu Soni gak bawa stroller-nya dedek?" tanyaku seraya melempar pandangan ke arah beliau."Gak, Tante. Gendong aja. Pake strol

DMCA.com Protection Status