Share

Bab 56

Author: Ririn Irma
last update Huling Na-update: 2022-11-04 09:50:33

"Oke, gak masalah. Aku bisa memaklumi." Dewa pun mengalihkan tatapannya. Hening seketika merajai suasana.

Perlahan kakinya menginjak pedal gas dan melajukan mobil dalam diam. Namun, riak wajahnya tampak bahagia. Senyumnya sesekali merekah dan sedikit mencuri-curi menatapku. Mentari yang telah meninggi serta pesona awan putih berarak-arakan di atas sana pun turut mengiringi perjalanan kami.

Beberapa saat kemudian, tangan kirinya melepas kemudi dan meraih jemariku hingga membuat jantungku berdentum tak beraturan. Suasana tenang dan nyaman pun seketika tercipta.

"Kita mau ke mana ini?" tanyaku yang akhirnya memecah kesunyian.

"Kamu maunya ke mana?" Dewa balik bertanya padaku. Tangannya masih memegang jemariku. Tatapannya kali ini terbagi antara fokus mengemudi dan sesekali menatapku penuh perhatian.

Sejenak kukernyitkan kening. "Loh, bukannya katanya tadi mau beli perabotan?" Segera kulepaskan tangan seraya berpura-pura merapikan rambut, padahal sebenarnya menyembunyikan riak kecanggung
Locked Chapter
Ituloy basahin ang aklat na ito sa APP

Kaugnay na kabanata

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 57

    Mendengar ucapannya barusan membuatku tak berhenti tertawa. "Wah, bagus juga itu. Kelakuanmu selama ini kan persis sayton."Dewa seketika mencebik sembari memegang dadanya. "Astaghfirullah, masa kamu bilang aku sayton?" Nada bicaranya terdengar begitu pasrah.Aku makin terkekeh dan tak mau berhenti. Benar-benar momen yang sangat menghibur diri."Kita jadi belanja gak nih? Kelamaan cerita malah keburu tutup tokonya nanti," ujarku mengalihkan pembicaraan.Dewa lalu mengembalikan ponselku dan perlahan melajukan mobil menuju pertokoan yang ada di depan sana.Kemudian, kami turun dan berjalan beriringan. Karyawan toko menyapa sangat ramah dan menampilkan senyum terindah mereka. Aku dan Dewa menyusuri tiap lorong toko seraya memilih produk yang akan kami beli.Ketika sampai di bagian kasur, aku seketika melirik Dewa. Dia asyik memilih dan sesekali bertanya harga pada karyawannya."Kamu gak butuh sofa? Biasanya kalau mau tidur yang dicari sofa," kelakarku seraya mengingatkan Dewa. Sontak De

    Huling Na-update : 2022-11-04
  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 58

    "Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?" Ternyata Dewa memperhatikan gerak-gerikku.Namun, aku seketika menyembunyikan perasaanku. "Oh, itu. Aku tiba-tiba ingat aktingmu sama Winda tadi. Padahal dia udah ke-PD-an mau deketin kamu. Eh, ternyata kena prank.""Hahaha." Gelak tawa Dewa pun pecah.Ketika hendak berbelok ke arah batalyon, melintas motor melewati mobil kami. Spontan Dewa menambah kecepatan."Sialan! Itu Nindi sama Jems. Aku harus bisa berhentikan mereka. Kayaknya mereka pura-pura kabur dari kota ini." Dewa makin menambah laju kecepatan hingga menerobos lampu merah. Untung saja tidak ada kendaraan dari arah berlawanan.Kutajamkam penglihatan ke arah depan. Memang benar, tampak Nindi sedang berboncengan dengan Jems.Tepat di samping toko bangunan, Dewa berhasil menghentikan motor yang dikendarai mereka berdua. "Turun." Dewa melongokkan kepala, lalu turun dari mobil.BUGH!Satu pukulan melayang ke arah kepala Jems. Sontak lelaki yang menjadi tunangan Nindi itu segera memarkir motor

    Huling Na-update : 2022-11-04
  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 59

    "Asal jangan tambahin embel-embelnya aja," kekeh Dewa sembari menyambar ponsel yang berada di dashboard. Matanya tak lepas memandangi benda yang kini sedang dia pegang."Terus apa, dong?" sahutku datar. Jujur, aku sangat canggung jika harus memanggil Dewa dengan sebutan lain. Apalagi dengan panggilan sayang. Ah, rasanya bibir ini kelu. Aku sengaja berpura-pura menyisir rambut untuk menghalau riak kecanggungan.Dewa seketika menjauh dari mobil seraya menegakkan badannya ketika ada seorang lelaki berseragam loreng melintas mengendarai sepeda motor. "Siang, Bang."Kemudian, Dewa kembali melongokkan kepala dan menatapku tajam, sementara tangan kanannya menempel di pintu mobil. "Terserah kamu aja, deh. Yang penting aku manggil kamu Yang, ya? Boleh, kan?" Dia memandangiku makin lekat.Perlahan kukembalikan sisir berwarna pink ke dalam tas. "Boleh, asal bukan Yangti aja."Tampak kening Dewa berkerut. "Yangti? Apa artinya itu?" Sepertinya dia benar-benar tak paham dengan selorohan yang kulont

    Huling Na-update : 2022-11-04
  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 60

    "Ya udah, aku ke depan dulu, ya?" pamitku seraya melangkah keluar.Ketika di teras, Bu Soni mengambil alih Zara dari gendonganku. Kemudian, seorang wanita mengendarai motor melintas di depan. Begitu melihatku, wanita tersebut berhenti."Bu Soni, siapa yang nempatin rumah itu?" tanyanya sambil mengarahkan pandangan pada tetangga sebelah."Om Dewa, Bu Dar," balas Bu Soni setengah berteriak.Sontak wanita pemilik nama Bu Dar itu menepikan motor dan berjalan menuju pekarangan rumah. "Oh, Om Dewa yang dulu pacarnya selebgram itu, ya? Denger-denger gak jadi nikah, kan? Duh, sayang banget, ya. Padahal serasi lho. Omnya ganteng, mbaknya juga cantik."Bu Soni seketika melirikku, seperti ada rasa tak enak hati. "Ya, namanya juga jodoh, Bu. Mau dikejar sampe mana juga kalau gak jodoh ya percuma. Ya kan, Tante?"Aku hanya tersenyum tipis. Rupanya orang di asrama telah mengetahui hubungan Dewa dan Nindi. Namun, aku tidak terlalu mengambil pusing. Toh, sekarang yang menjadi istri sahnya adalah aku.

    Huling Na-update : 2022-11-05
  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 61

    Aku berpura-pura menelepon Mama. Beberapa saat kemudian, kukembalikan ponsel pada Dewa. Suamiku itu mematung sambil menatapku heran."Kok cepat?""Gak diangkat sama Mama. Mungkin lagi sibuk," jawabku santai.Jika tadi kuputar otak mencari cara mendapatkan nomor telepon mencurigakan itu, sekarang justru aku sedang memikirkan bagaimana caranya agar bisa berkomunikasi dengan si pemilik nomor itu. Ah, iya, nanti kalau sudah sampai rumah Mami akan kuhubungi."Aku bantu apa lagi nih?" ucapku kemudian untuk mencairkan suasana agar Dewa tak mencurigaiku."Gak ada, udah beres semuanya, Yang. Oh iya, masih ada sampah di serokan. Bisa minta tolong buang di sampah belakang gak?" Dewa berbicara sembari memeras alat pel yang terakhir.Aku gegas mengambil serokan sampah dan membuangnya. Sejenak mataku mengitari sekeliling. Ternyata halaman belakang di rumah dinas ini lumayan luas. Antara halaman rumahku dengan tetangga hanya disekat dengan pagar yang terbuat dari kayu. Di sebelah juga kulihat ada be

    Huling Na-update : 2022-11-07
  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 62

    Setelah berada di mobil, mulai kutanyakan satu per satu mengenai sikap aneh Bu Dar padaku. "Bu Dar tadi kenapa sih ngeliatin aku kayak gitu?"Dewa langsung memasang wajah heran sebelum menyalakan mesin mobil. "Aneh gimana?""Sinis banget. Kayak gak suka gitu sama aku.""Perasaanmu aja kali. Gak usah diambil hati orang-orang kayak gitu. Kamu sendiri nanti yang pusing mikirnya," jawab Dewa menenangkan.Aku sejak terdiam. Ada benarnya juga apa yang dikatakan. Namun, sebagai manusia normal, aku juga ada perasaan tak enak. "Atau mungkin dia merasa tersaingi dengan kecantikanmu," lanjut Dewa diikuti kekehan.Aku pun ikut terkekeh. "Ah, ada-ada aja."Kemudian, Dewa melajukan mobil membelah jalanan. Selama perjalanan, segera kusimpan nomor telepon mencurigakan itu di ponselku. Seketika muncul ide untuk menghubungi nomor tersebut. Mumpung ada waktu, pikirku.Setelah itu, segera kukirimi pesan. Aku sengaja menggunakan pesan biasa, bukan aplikasi WhatsApp agar nomor tersebut tak bisa menemukan

    Huling Na-update : 2022-11-07
  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 63

    "Ada apa ini?" tanyaku bingung.Dewa hanya tersenyum manis padaku. Begitu juga dengan dua wanita itu. Salah satu dari mereka kemudian menyerahkan sesuatu pada Dewa."Maaf, ya, Mbak. Pas mbaknya angkat telepon dari saya, saya matikan. Habisnya sudah dipesan sama Pak Dewa buat rahasiain semuanya. Nomor yang sering hubungi Pak Dewa itu nomor saya. Nomor yang Mbak SMS tadi juga itu saya," ucap wanita berbadan tambun menggunakan dres selutut seraya tersenyum.Aku seketika salah tingkah. Apalagi ketika Dewa melihatku seperti terkejut. Ah, kedokku terbongkar. Kan, jadi malu."Udah kuduga. Makanya aku sengaja kasih nomormu sama mbaknya buat antisipasi. Aku udah curiga tadi. Habisnya kamu itu melebihi tim intel," sahut Dewa sambil tertawa."Maaf ya, Mbak." Wanita itu mengatupkan tangannya seraya tersenyum.Namun, aku masih penasaran. "Tapi, maksudnya apa ini?" Kulihat Dewa senyum-senyum padaku."Udah ya, Pak. Tugas kami selesai. Permisi." Dua wanita itu gegas meninggalkanku dan Dewa.Aku kemba

    Huling Na-update : 2022-11-11
  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 64

    "Kamu gak mau tidur sama aku? Kamu dosa, lho. Kamu itu statusnya istriku, dosa besar kalau gak layani aku." Dewa kembali bersuara.Aku terkekeh. "Dosa? Kamu juga dosa. Kalau kita tidur bareng lebih dosa."Mata Dewa seketika membeliak. "Kok bisa? Aturan dari mana itu?"Segera kutarik tangannya dan mendudukkan di sampingku. "Denger, ya. Jadi suami itu besar tanggung jawabnya. Harus jaga ucapan juga. Kamu gak ingat? Dari awal kita nikah, kamu udah ada rencana ceraikan aku, bahkan diomongkan secara terang-terangan. Itu kalau dalam ajaran agama, secara gak langsung udah jatuh talak. Ngerti gak?""Terus kita harus gimana? Tapi, ucapan dan niat itu kan gak beneran." Dewa masih bersikukuh membela diri."Meski gak beneran. Makanya itu sebagai suami harus jaga ucapan. Beda sama istri, seribu kali si istri minta cerai gak akan pengaruh. Tapi, kalau suami sekali aja ngucap kata pisah, udah jatuh talak. Kalau kamu mau, gimana kalau kita bangun nikah? Istilahnya kita perbaiki dan ijab qabul ulang b

    Huling Na-update : 2022-11-11

Pinakabagong kabanata

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 102

    Mataku mendadak terbuka ketika mendengar pengumuman olahraga dari masjid. Sigap aku beringsut seraya mengusap-ngusap mata. Berkali-kali kututup mulut karena menguap. Di saat sedang enak-enaknya istirahat, harus terbangun untuk mengikuti kegiatan. Ah, nikmatnya menjadi istri tentara.Segera kulihat jam di ponsel, ternyata telah memasuki waktu asar. Segera kutunaikan salat empat rakaat tersebut, lalu bersiap-siap pergi ke kompi. Tak lama kemudian, ponselku berdering tanda pesan masuk.[Jangan lupa olahraga di kompi]Isi pesan dari Dewa. Ya, suamiku itu belum pulang kantor karena harus lembur lagi. Maklum, Dewa saat ini sedang BP di Staf Pers sehingga sedikit sibuk mengurusi data personil di batalyon ini.Setelah membaca, segera kukirim pesan balasan. [Oke, ini lagi siap-siap]Kemudian, pesanku hanya dibalas dengan emoticon jempol.Setelah semua beres, aku keluar dan mengenakan sepatu. Tampak tetangga berlalu-lalang di jalan mengenakan seragam olahraga, termasuk tetangga sebelahku. Rupan

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 101

    "Kamu kenapa, sih? Ketawa aja, nanti dikira kita ngapain lagi," kata Dewa sambil menatapku heran."Itu, lho. Aku ingat Bu Dar. Lucu banget, ya, dia." Tiba-tiba aku teringat sesuatu. "Eh, apa iya dia satu kompi dengan kita?"Dewa mengangguk, lalu gantian tertawa. "Kenapa?" "Males aja ketemu dia lagi. Dia pasti bakal resek sama aku. Tau gak, tadi pertemuan dia bertengkar sama Bu Soni gara-gara air minum. Kalau gak ingat dia senior, mungkin udah aku siram pake air Bu Dar," sahutku seraya memberi tahu kejadian saat pertemuan tadi."Gak boleh gitu. Biarin aja dia berkembang. Intinya bukan kita yang duluan." Lagi-lagi Dewa menasihatiku. Ya, suamiku itu tidak suka jika aku ingin membalas perbuatan jahat orang."Eh, si Abang Ganjen tadi ngomong apa aja di luar? Dia gak main mata lagi sama kamu, kan?" Dewa segera mengalihkan pembicaraan.Aku langsung memasang wajah memelas. "Ya ampun, Om Ferdi itu kasian banget. Ternyata dia itu sakit saraf. Kamu juga, sih, kenapa gak kasih tau aku."Wajah De

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 100

    Spontan kutowel lengan tetanggaku itu. "Ah, Bu Soni malah ngeledek saya." Kemudian, aku segera pamit pulang karena teringat Dewa yang sedang makan di rumah."Makasih, ya, Tante Dewa.""Sama-sama, Bu Son." Kemudian, aku keluar dari rumah Bu Soni.Ketika di luar, kusempatkan menoleh ke arah sebelah. Tampak Om Ferdi sedang duduk di teras. Kali ini dia diam, tidak menyapaku lagi. Seketika aku merasa iba. Selama ini telah salah sangka padanya, padahal dia sedang sakit.Aku pun bergegas melompat tembok pembatas antara rumahku dan rumah Bu Soni. Begitu hendak masuk, suara Bu Dar mengejutkanku."Wah, yang ditunjuk jadi pengurus cabang. Gak ada acara makan-makan gitu?" celetuk Bu Dar dari teras rumahnya. Sepertinya dia baru saja pulang.Aku seketika menahan langkah dan berdiri di depan pintu seraya tersenyum ke arah tetangga kepoku itu."Siapa yang mau diangkat jadi pengurus cabang, Bulek?" tanya Om Ferdi."Siapa lagi kalau bukan tetangga kita yang cantik itu." Lagi-lagi Bu Dar menimpali sambi

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 99

    Tepat jam setengah delapan malam, Dewa pun pulang. Kulihat wajahnya tampak berminyak. Pakaian yang pagi tadi dikenakan telah berubah menjadi kusut. Sepertinya suamiku itu benar-benar sibuk di kantor."Udah pulang?" Kusodorkan tangan seraya mendekatkan kening.Dewa seketika menyambar keningku. Kemudian, aku bergegas ke dapur seraya mengambilkannya air minum. Setelah itu, aku kembali memberikan pada suamiku. Dia Kun segera meneguk air minum hingga tandas."Kamu tadi pulang jam berapa?" tanya Dewa sambil memelukku dan menuntun masuk kamar."Pas magrib tadi. Aku udah masak lho.""Masak apa?" Dewa memandangiku lekat."Masak tongseng sapi," jawabku sambil terkekeh."Kok malah ketawa?" Dewa masih memandangku intens."Soalnya gak tau enak apa enggak." Aku bergegas ke dapur dan menyiapkan makan malam.Tak berselang lama, Dewa menghampiriku. Dia membuka tudung saji, sementara tangan kanannya melingkar di pundakku. Kemudian, kuambil piring dan meletakkan nasi serta tongseng.Selajutnya, Dewa dud

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 98

    Segera kuambil ponsel, lalu kubuka semua hasil tangkapan layar yang dikirim Dewa padaku. Melihat gambar tersebut, Winda seketika tampak lemas. Wajahnya yang tadi bengis, kini berubah menjadi seperti mayat hidup. Rasakan!Sesaat kemudian, dia kembali menampilkan wajah bengisnya. "Kurang ajar kamu. Kamu tau rumahku dari mana?"Aku terbahak seketika. "Kamu mau tau? Yang SMS-an kemarin malam itu bukan Dewa, tapi aku."Sontak Winda membalikkan badan menghadap ke arahku. Wajahnya benar-benar merah padam."Kamu mau macem-macem lagi? Apa perlu sekarang aku panggil suamimu?"Namun, wanita tak tahu malu itu justru menantangku. "Semakin kamu seperti ini, semakin aku ganggu suamimu."Mendengar ucapannya barusan, aku lunglai seketika. Tapi, segera kuputar otak untuk menghadapi wanita gatal itu. Mulai kuredam sedikit amarahku. Ya, aku baru sadar, orang seperti Winda sepertinya tidak bisa dikasar. Lagi pula kalau diriku memaksakan ribut di rumah wanita itu, pasti akan menambah masalah baru. Apalagi

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 97

    "Ibu-ibu, terima kasih atas kerjasamanya hari ini, ya? Kalau yang mau pulang, silakan pulang. Biar kursi sama bunganya nanti diangkatin sama om bujangan aja." Ibu Ketua kembali bersuara.Aku pun bernapas lega. Setelah berpamitan, aku melangkah keluar. Kemudian, segera kuhubungi Dewa lagi. Beberapa kali bunyi nada sambung, teleponku pun terhubung."Kamu dari mana aja, sih? Aku telepon gak diangkat-angkat. Perasaan tadi aku liat ibu-ibu udah pulang pertemuan. Kamu, kok, belum pulang? Tadi aku ngecek ke rumah, kamu gak ada. Kamu di mana?" cerocos Dewa bak kereta api dari seberang.Sejenak aku berhenti di depan pintu aula. "Woi, ngomong itu pake koma."Namun, Dewa justru meledekku. "Gak mau, kalau koma nanti aku gak bisa liat wajahmu yang cantik lagi."Aku seketika tergelak. Alamak, sejak kapan Dewa bisa menggombal? "Tanda koma. Bukan koma, gak sadarkan diri." Balasku seraya meledeknya kembali."Iya, iya, Sayangku. Kamu sekarang di mana?" Dewa bertanya ulang."Aku masih di aula. Eh, tau g

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 96

    "Tante Dewa ditunjuk jadi pengurus cabang, ya?" Ucapan Bu Soni membuyarkan lamunanku tentang Winda. Tetanggaku itu baru saja datang dari menenangkan anaknya di luar.Spontan aku menoleh seraya menautkan kedua alisku. "Bu Soni tau dari mana?"Tetanggaku itu tersenyum simpul. Tampak dia memperhatikan ke sekitar seperti khawatir ucapannya didengar oleh orang lain."Tadi saya dengar selentingan dari ibu-ibu di luar.""Pasti mereka ceritain saya, ya, Bu Son?" Aku berusaha menebak.Bu Soni hanya tersenyum. Kemudian, kembali menenangkan pikiranku. "Dah, gak usah dipikirin. Hidup di asrama, ya gini. Apa pun jadi bahan omongan."Tak lama kemudian, datang seorang ibu menghampiri seraya memberi tahu bahwa setelah acara pertemuan, pengurus cabang dilarang ada yang pulang."Bu Son, gimana nih, saya disuruh tinggal di sini dulu. Aduh, nyesel deh saya terima tawaran Ibu Ketua jadi pengurus. Kayaknya sibuk banget," ucapku lirih pada Bu Soni."Kalau saya sih gak papa, Tante. Bu Dar aja nanti yang haru

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 95

    Saatnya perkenalan anggota baru telah tiba. Kulihat satu per satu maju ke depan. Jantungku kali ini berdetak kencang. Tanganku pun masih terasa dingin."Ayo, Tante, maju. Semoga gak ada yang kelupaan. Pasti bisa, Tante. Semangat," ucap Bu Soni menyemangati.Aku tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan kegrogianku. Kemudian, aku melangkah ke depan. Para ibu-ibu telah berbaris sesuai pangkat suaminya. Dan kini posisiku berada di tengah. Seketika kuhela napas lega. Ternyata bukan aku yang memulai perkenalan ini.Beberapa saat kemudian, tiba giliranku. Ketika menyebut NRP, mataku sedikit melirik ke arah telapak tangan. Bersyukur tidak terlalu nampak. Kemudian, ada ibu-ibu yang menyeletuk memintaku menyebutkan jabatan suami. Setelah kulihat, orang tersebut ternyata Bu Dar. Sialan, dia sepertinya ingin mengerjaiku."Jabatan suaminya apa, Bu?" teriak Bu Dar dari tempat duduknya. Kebetulan posisinya berada di nomor dua deretan belakang Ibu Ketua.Aku mulai gugup. Selama menikah dengan Dewa, a

  • Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!   Bab 94

    Aku kembali masuk rumah seraya mengambil kunci mobil. Ketika keluar, Bu Dar telah berada di terasku."Tunggu bentar, ya, saya panasin mobil bentar aja."Mendengar ucapanku, Bu Dar seketika melengos. "Ealah, kirain udah tinggal pergi. Pake acara dipanasin segala. Kelamaan."Aku tersenyum dalam hati. Namun, tak kutanggapi omongan tetangga kepoku itu. Aku langsung menuju mobil dan menyalakan mesinnya.Setelah itu, kulihat Bu Dar masih berdiri di teras. "Gimana, Bu Dar? Jadi ikut?" Aku melongokkan kepala dari dalam mobil."Ikut lah," jawabnya sinis.Aku dan Bu Soni seketika saling pandang dan berusaha menyembunyikan tawa. Setelah kurasa cukup untuk memanasi mesinnya, kuputuskan untuk segera berangkat."Ayo, Bu. Kita berangkat."Dua tetanggaku itu perlahan berjalan ke mobil. Kemudian, Bu Soni masuk dan duduk di bangku tengah. Sementara Bu Dar masih mematung di luar."Bu Soni gak bawa stroller-nya dedek?" tanyaku seraya melempar pandangan ke arah beliau."Gak, Tante. Gendong aja. Pake strol

DMCA.com Protection Status