Beranda / Romansa / Aku Istri Kekasih Sahabatku / Bab 143. Tiga Lembar Foto Mesra

Share

Bab 143. Tiga Lembar Foto Mesra

Penulis: YOZA GUSRI
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aku langsung mengangkat. Tidak ingin membuat Pak Candra menunggu lama.

"Assalamualaikum, Ayah!" ujarku lembut.

"Delisia sekarang dimana, Nak?" tutur Ayah yang terdengar dari speaker handphone.

"Aku masih di kampus, Ayah. Bagaimana?"

"Kalau sudah pulang, kamu singgah di rumah dulu ya. Ada yang ingin ayah bicarakan dengan kamu. Harus hari ini."

"Iya, Ayah."

Setelah aku menyetujui permintaan Pak Candra, panggilan langsung berakhir. Terbesit tanya dalam benak. Pak Candra tidak pernah menyuruhku ke Rumahnya secara mendadak.

Ah, mungkin saja Pak Candra ingin meminta tolong sesuatu padaku. Tak perlu aku takut dan berpikir negatif. Lebih baik aku ke sana saja sekarang saja, dari pada penasaran terlalu lama. Lagi pula aku sudah tidak punya urusan lagi di kampus.

"Eka, aku balik duluan ya. Ada agenda mendadak. Oh iya, kalau ada apa apa, kamu bisa menelponku." ujarku setelah menaruh handphone ke dalam tas.

"Iya, Del. Makasih ya."

Aku pun berlalu dari samping Eka. Aku sengaja mengat
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 144. Kemarahan Pak Candra

    Aku mengambil foto itu. Bibir masih terkunci, belum menjawab pertanyaan Pak Candra. Kini ditanganku ada foto sepasang kekasih yang sedang berpelukan mesra. Dia suamiku dan sahabatku. Jadi ini penyebab Pak Candra menyuruhku datang ke sini. Aku juga mengambil dua foto yang lain. Satu foto, Aksa menatap Utami penuh cinta. Sedangkan satu foto yang lain, Aksa dan Utami nampak sedang tertawa bersama. Aku tidak tahu, dalam foto ini mereka sedang berada di mana. Mungkin foto ini di ambil saat mereka sedang berlibur. Pemandangan sekitarnya sangat asing buatku. "Jelaskan ke ayah, apa yang sudah terjadi dalam pernikahan kalian?" Pak Candra kembali berbicara. Mungkin karena aku masih diam saja. "Apa yang sudah kalian sembunyikan dari ayah?" Aku pun menatap wajah Pak Candra yang nampak marah. "Maafkan aku, Ayah." tuturku sambil menunduk. Ya hanya kalimat maaf yang mampu aku ucapkan. Ada perasaan bingung untuk berucap. "Sejak kapan Aksa punya pacar?" Aku kembali terdiam. Tak ingin terkesa

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 145. Membela Aksa

    "Kamu pasti sedang bercanda, Nak. Mana mungkin orang sebaik kamu bisa selingkuh. Pasti kamu hanya ingin membela Aksa. Anak ini memang bandel. Dia sudah sering membuat ayah marah. Dulu saja waktu ayah menjodohkan kalian, dia sampai membuat ayah masuk rumah sakit." Pak Candra sesekali melihatku. Namun, tatapannya lebih banyak mengarah pada Aksa. Ayah memang sudah sering menceritakan karakter menjengkelkan tentang Aksa. Aku selalu merespon hanya dengan tersenyum. Tak perlu menambah perkataan, jika Pak Candra menceritakan kejelekan Aksa. "Selama ini Aksa sangat baik memperlakukan aku sebagai istrinya. Dia tidak pernah marah-marah. Dia tidak pernah berkata-kata kasar padaku, Ayah. Aku sangat merasa bersalah karena telah selingkuh. Padahal selama ini Aksa sangat baik padaku. Mungkin kenapa sekarang Aksa akhirnya ikut selingkuh, karena dia ingin membalas perbuatanku padanya." Aku masih saja berkata dengan wajah sendu. Berharap Pak Candra percaya dengan semua perkataanku. Aku memperbaik

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 146. Aksa Membisu

    "Kamu tidak usah takut, Delisia. Kalian tidak boleh merahasiakan masalah dari orangtua. Kalau orang tuamu mendengar dari orang lain, lebih berbahaya. Mereka pasti akan semakin kecewa." "Tidak usah, Ayah. Aku akan selesaikan semuanya dengan Delisia tanpa di tahu oleh orang tuanya di kampung." Aksa berkata dengan tegas sambil melihat Pak Candra. "Dari tadi ayah sudah memberimu kesempatan untuk bicara. Kenapa baru bicara sekarang? Apapun yang terjadi nanti, itu tergantung keputusan ayah. Kamu jangan membantah! Orang tua Delisia sudah di perjalanan. Tidak lama lagi mereka akan tiba." "Ayah, ini rumah tanggaku! Ayah tidak boleh membuat keputusan sesuai keinginan ayah! Aku yang berhak membuat keputusan untuk rumah tanggaku!" Suara Aksa meninggi. Aku menatapnya. Tidak menyangka dia berani berkata begitu di depan Pak Candra. Aksa yang biasanya selalu bersikap sopan di hadapan ayahnya, kini berubah. Ada apa dengan Aksa? Mungkin kah dia tidak setuju dengan skenario yang aku buat? Padahal

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 147. Tangisan Ibu

    Tidak terasa, kami berada di ruang tamu sudah lebih dari dua jam. Aku belum bisa beranjak karena Pak Candra pun masih duduk di sampingku. Aksa menatap kosong ke depan. Sebenarnya apa yang sedang dia pikirkan? Jika saja dia bicara, melanjutkan skenario yang sudah aku buat, masalah pasti akan selesai. Aksa cukup katakan jika aku yang salah. Dia hanya membuat pembelaan agar tidak terpojokan. Tetapi kenapa Aksa justru menjadikan masalah ini semakin rumit? Aku tidak mengerti jalan pikiran lelaki ini. Harusnya dia sudah senang dan berterima kasih padaku, karena aku telah menolongnya. Tetapi tindakan yang dia lakukan justru tak jelas. Kalau akhirnya akan seperti ini, lebih baik tadi aku diam saja. "Assalamualaikum." Suara lembut seorang perempuan dari pintu, membuat aku, Aksa dan Pak Candra menoleh. Aku langsung berdiri. Tangan terurai untuk memeluk. "Ibu!" ujarku saat sudah berada dalam pelukan. Aku sudah merindukan sosok ini. "Oh kamu dan Aksa juga di sini. Ini ibu dan ayah bawa

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 148. Aksa Si Lelaki Ambigu

    "Ibu tidak menyangka, Nak, kamu bisa melakukan hal sekeji itu. Selama ini kami selalu mengajarkan kamu untuk menjadi anak yang patuh dan taat pada suamimu. Ternyata semua yang kami ajarkan tidak kamu lakukan. Justru kamu melakukan sesuatu yang sangat memalukan … Apa kamu lupa, salah satu nasehat yang pernah ibu katakan setelah kamu menikah? Kelak di akhirat nanti, kamu akan ditanya tentang hak suamimu. Telah dipenuhi atau tidak? Apa yang akan kamu jawab nanti, kalau yang kamu lakukan adalah berselingkuh di belakangnya," ucap ibu dengan terseduh. Beberapa detik, hanya suara tangis yang terdengar. Ibu nampak sangat murka mendengar aku selingkuh. Aku harus bagaimana sekarang? Aku tidak bisa menghentikan kebohongan ini. Tetapi, aku juga tidak bisa membiarkan ibu dan ayah terluka seperti ini. "Kamu pulang saja, Delisia. Ikut kami! Jangan buat malu lagi," ujar Ayahku yang sedari tadi hanya diam saja. Aku mengangkat wajah untuk melihat ayah. Bahkan ayah tidak ingin menatapku. Aku pun ke

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 149. Dasar Lelaki Aneh!

    Aku tersadar, ternyata Aksa masih di sini. Tadi dia tidak ikut berdiri bersama Pak Candra. Aksa tidak bersuara. Sama sepertiku, dia hanya menjadi pendengar saat ayah dan ibu mengeluarkan kalimat keluh dan nasehat. Berarti Aksa telah mendengar semuanya. Jika aku selalu memujinya di hadapan ayah dan ibu. Ahh, sebenarnya aku malu. Tetapi tak apa-apa. Toh juga sudah terlanjur. Tidak lama kemudian Aksa berdiri. Dia berlalu dari ruang tamu. Mungkin saja dia jenuh mendengar kalimat maaf dari ibu dan ayahku. Apalagi orang tuaku selalu mengatakan kalimat pujian untuknya. Sesuai dengan semua perkataan saat aku menceritakan dirinya pada kedua orang tuaku. Aku telah berdiri dan duduk di samping ibu sambil memeluknya. Sungguh, aku sangat merasa bersalah karena telah membuat ibu menangis. Ini pertama kalinya aku membuat airmata jatuh dari kelopaknya. "Ayah, ibu, kalau mau istirahat, langsung saja ke kamar. Ini asisten rumah yang akan mengantar ibu dan ayah ke kamar." Aksa muncul dengan memba

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 150. Aksa Tak Ingin Membahas

    Tepat di jam delapan malam, aku sudah mengetuk pintu kamar Aksa. Katanya dia mau makan, kenapa belum keluar kamar? Padahal aku sudah menyiapkan makanan di atas meja. Makanan ala kadarnya sesuai dengan bahan yang masih tersedia di kulkas. Tok! Tok! Aku kembali mengetuk pintu karena Aksa tak kunjung menjawab. Lelaki ini sangat membuatku pusing. Ya Allah, ternyata kesabaranku hanya setipis tisu jika menghadapi tingkah menyebalkan seorang Aksa. "Aksaaa! Kamu mau makan tidak? Makanannya nanti dingin, kalau kamu tidak makan sekarang!" Aku setengah berteriak, agar Aksa bisa mendengar suaraku. Aksa pun keluar dengan memakai celana pendek dan kaos putih. Beberapa detik, mataku tak berkedip. Aku terpesona melihat kegantengannya. Tidak berdosa 'kan jika aku menatapnya? Dia sudah halal bagiku. Aksa lalu berjalan melewatiku. Aku berpura-pura batuk untuk menghilangkan kegugupan. Aksa lalu berdiri di dekat meja makan yang sudah tersedia hidangan di atasnya. "Kenapa tidak duduk?" tanyaku d

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 151. Aku Bukan Penggoda

    *** Aku sedang berjalan menuju toilet. Baru saja bertemu dengan Pak Firman setelah beberapa hari tidak bisa menemuinya. Alhamdulillah revisi proposal ku sudah disetujui. Oh iya, proposal Eka juga sudah ditandatangani. Sebenarnya aku heran, kok bisa ya. Padahal Eka mengaku jika dia belum memperbaiki hasil masukan seminar proposal dari Pak Firman. Apa iya, Pak Firman langsung menandatangani tanpa membaca. Ahh sudahlah! Mungkin semua berkat kekuatan doa Eka. Saat keluar dari bilik toilet, ternyata Utami, Tari, bersama para pengikutnya, baru saja masuk. Aku dan Utami sejenak saling bertatap mata. Aku pun langsung melangkah. Ingin secepatnya keluar dari toilet. Jika Utami hanya sendiri, mungkin aku akan mengajaknya bicara. "Kamu mau kemana, Delisia? Kami sudah lama tidak bermain-main dengan kamu!" ujar Tari sambil mencegat langkahku. Alma berjalan lalu mengunci pintu toilet dari dalam. Meka megang tangan kananku. Sedangkan tangan kiri ku dipegang oleh Ratna. "Apa yang mau kali

Bab terbaru

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 182. Penyesalan Tak Berujung (Pov Aksa)

    *** "Ternyata hidup selucu ini. Aku tidak pernah menyangka jika Juna akan menikah dengan Utami. Sungguh kejutan, bukan."A ku tersenyum dan berkata lirih dalam mobil. Saat ini aku sedang mengendara menuju restoran milikku. Aku baru saja pulang dari acara pernikahan Juna dan Utami. Tadi mereka terlihat sangat bahagia. Syukurlah Utami sudah melupakanku. Aku senang Juna menikah dengan Utami. Walau bagaimanapun Utami perempuan baik. Dia layak mendapatkan lelaki yang juga baik. Aku rasa Utami pantas mendapatkan lelaki seperti Juna. Aku dan Juna sudah malam bersahabat. Aku tahu bagaimana dia. Yang tidak pantas itu, kalau Utami menikah dengan Rian. Bisa hancur dunia ini. Rian memang baik. Namun, terkadang tingkah konyol dan mulut beracunnya, membuat orang yang berhadapan dengannya kecewa. "Kamu sekarang dimana, Delisia? Sudah satu tahun aku mencarimu. Sudah setahun pula aku tidak mendengar kabarmu. Kamu baik-baik saja kan di sana?" Ketika mengingat Delisia, wajah pasti akan berubah send

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 181. Ucapan Selamat Dari Aksa (Pov Utami)

    Kamu dimana, Delisia. Harusnya kamu ada disampingku hari ini. Aku rindu kamu. Batinku berbicara. Pikiranku masih saja terfokus pada Delisia. Aku kini dihantui perasaan bersalah kepadanya. Aku tidak sepenuhnya merasa bahagia hari ini. Meskipun kini di depanku, seorang lelaki baik sudah memasang cincin di jari manisku. Tetapi ternyata tidak adanya Delisia membuat pernikahanku terasa sepi. Jika saja Delisia ada di sini, aku pasti sangat bahagia. Aku tidak mengundang Tari dan kawan-kawannya. Sedang malas saja menjawab ribuan pertanyaan yang sebenarnya tidak enak didengar telinga. Selama menjauhi Delisia dan berteman dengan Tari, aku tidak benar-benar senang. Bagaimana tidak, setiap saat aku harus mendengar Tari dan gengnya menjelek-jelekan orang. Benar kata Juna, perempuan baik yang layak dijadikan sahabat hanyalah tipe perempuan seperti Delisia. Dia, si perempuan yang tulus berteman denganku dan selalu menegur ketika aku melakukan sesuatu yang salah. "Selamat, Bro. Aku sebenarnya kec

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 180. Sah Menjadi Istri (Pov Utami)

    ***Hari ini, aku akan menjalani pernikahan. Bukan dengan Aksa, tetapi bersama Juna. Ahh, aku akhirnya menerima Juna setelah melihat perjuangannya selama setahun ini. Sebenarnya aku belum terlalu mencintainya, tetapi aku ingin membuka hati untuknya. Juna tidak ingin jika kami pacaran. Akhirnya keputusan ini lah yang aku ambil. Menikah dengannya! "Tam, kamu belum selesai di make-up?" Aku kembali mendengar suara mama. Sudah terhitung tiga kali mama masuk ke kamar ini hanya untuk menanyakan tentang kesiapan.Aku tak perlu menjawab. Mama pasti bisa melihat sendiri, apa aku sudah selesai dimake-up atau belum."Mba, tolong cepat-cepat ya. Acaranya tidak lama lagi akan di mulai," ujar mama pada MUA yang sedang memberi hiasan di atas kepalaku."Mama, jangan disuruh cepat-cepat. Nanti jadinya jelek." Aku berkata dengan suara manja. Mama pun keluar tanpa menggubris ucapanku. Iya sih, acaranya tidak lama lagi akan di mulai, tetapi aku tidak suka di suruh cepat-cepat. Takut hasilnya tidak memua

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 179. Cinta Diam Diam (Pov Utami)

    Keesokan harinya, ternyata Juna menepati perkataannya, dia datang lagi di rumahku. Namun sekarang, aku tidak lagi marah-marah seperti kemarin. Saat asisten rumah mengetuk pintu kamar dan memberitahu Juna ada di bawah, aku langsung keluar, turun dari lantai dua kamarku. Juna tersenyum. Tetapi aku tak membalas senyum itu. Aku rasa tidak perlu ramah padanya. "Bagaimana keadaanmu hari ini?" tanya Juna dengan wajah yang ceria. "Apa saja yang kamu tahu tentang Delisia?" Aku pikir tidak penting menjawab pertanyaan Juna. Sekarang yang paling penting, aku harus tahu tentang Delisia. Juna pasti sudah mendengar semua ceritanya dari Aksa. "Dia perempuan baik. Banyak hal yang sudah dilakukan Delisia untuk menjaga perasaan kamu, Tam. Termasuk menghilang dari kehidupan kita semua. Sampai sekarang Aksa tidak tahu Delisia berada dimana. Kemarin Aksa juga tidak ikut wisuda karena pergi ke Rumah Delisia yang ada di kampung … Orang tua Delisia tidak mau memberitahu tempat tinggal Delisia sekarang.

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 178. Catatan Diary Delisia (Pov Utami)

    Setelah Juna hilang dari pandangan, mataku terfokus pada dua buku diary yang ada di atas meja. Tanganku pun mengambil. Ahh, aku tidak perlu membaca buku ini. Pasti isinya akan sangat menyakitkan untuk aku. Tetapi aku juga penasaran. Memangnya apa sih isinya, hingga Juna memaksaku untuk membacanya? Kalau tidak penting, Juna pasti tak akan membawanya ke sini. Aku pun mengambil. Lalu membawanya ke kamar. Setelah tiba di kamar, aku mengambil diary yang semua halaman dipenuhi tulisan. Aku membuka lembaran pertama. Hari ini seperti mimpi bagiku. Ya Allah, jika ini sebuah mimpi, segera bangunkan aku. Mimpi ini terlalu buruk. Aku tidak tahu jika lelaki yang dijodohkan denganku adalah Aksa, kekasih sahabatku. Bagaimana perasaan Utami jika tahu aku menikah dengan Aksa? Dia pasti akan sangat terluka. Aku tak tahu harus berkata apa padanya. Aku takut Utami membenciku. Di sahabatku satu-satunya. Aku tak ingin kehilangan Utami. Kalau Utami tahu tentang pernikahan ini, dia pasti akan sangat ma

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 177 Juna, Si Lelaki Aneh (Pov Utami)

    "Pulang! Kalau kamu datang ke sini yang untuk menceritakan mereka, membela mereka. Pulanglah! Aku tidak ingin mendengar cerita apapun tentang mereka. Sakit, Juna! ... Apa yang mereka perbuat sangat menyakitiku ... Kenapa selama ini Delisia tidak jujur padaku? Kenapa dia tidak cerita semua ke aku? Dan Aksa, dia selalu bersikap seolah tidak akrab dengan Delisia. Padahal kenyataannya, mereka sudah menikah ... Mereka menikah dan aku tidak tahu!" Aku histeris. Mungkin suaraku dapat di dengar oleh semua asisten di rumah ini. Aku tidak peduli. Mereka pasti sudah tahu jika aku sedang ada masalah. Setelah tadi Juna melepas pelukan, kini dia kembali membawaku dalam pelukannya. Aku terseduh seduh. Sebenarnya ada sedikit rasa tenang saat berada dalam pelukan Juna. Tetapi tidak mungkin aku katakan. Juna pasti akan besar kepala. Lumayan lama berada dalam pelukan Juna. Dia tidak lagi banyak bicara seperti tadi. Mungkin karena tidak ingin melihatku mengamuk lagi. Juna kini melepas pelukan dengan

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 176. Apa Salahku? (Pov Utami)

    *** "Ngapain kamu datang ke sini? Ada keperluan apa?" Saat ini di hadapanku ada Juna. Sudah berulang kali aku melarangnya untuk datang ke sini. Aku tidak ingin bertemu dengannya. Tetapi Juna terlalu keras kepala. Dia tidak mengindahkan perintahku. "Aku mau ngasih ini?" jawab Juna dengan gaya santai. Tampangnya sangat membuat jengkel. "Apa itu? Diary siapa? Sana, bawa pulang! Aku tidak mau ada satupun barang dari Aksa di Rumahku. Dan kamu, silahkan pulang dan jangan datang ke sini lagi." Aku berkata dengan raut wajah marah. Baru sekarang aku mau menemuinya. Karena capek mendengar pintu kamarku selalu diketuk oleh asisten rumah. Yang katanya, Juna mencari ku. Siapa yang tidak jenuh kalau setiap hari di datangi hanya karena Juna ingin bertemu denganku. Kali ini aku mau menemuinya supaya dia tidak datang lagi datang ke sini. "Ini buku diary Delisia. Bacalah. Agar otakmu bisa waras. Sebelum nanti kamu menyesal selamanya." "Maksud kamu apa? Kamu mau bilang kalau aku tidak waras? J

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 175. Jangan Pamit! (Pov Aksa)

    Aku lanjut ke halaman berikutnya. Ternyata ini sudah halaman terakhir. Berbeda dengan diary yang berada di tasku, yang sudah berisi tulisan sampai halaman terakhir. Diary ini hanya empat halaman. Aksa… Mulai hari ini aku akan belajar melupakanmu. Aku akan pergi ke suatu tempat yang jauh, agar tak bisa bertemu lagi dengan kamu. Kalau kamu ingin menikah dengan Utami. Menikahlah! Aku ridho. Hehe, mungkin kamu tak butuh ucapan ridho dariku. Tak mengapa, aku akan tetap mengatakan. Ahh, bukan mengatakan sih lebih tepatnya. Tetapi menulis dalam diary ini. Karena aku tak mungkin bisa mengatakan pada kamu. Aku tak berani. Dan aku tahu kamu juga tidak butuh ungkapan dari aku. Aku akan menunggu berkas perceraian yang harus aku tanda tangani. Selamat berbahagia dengan kehidupan barumu. Aku menulis ini setelah sholat subuh. Hari ini aku akan pergi. Kamu baik-baik yaa. Jaga kesehatan. Jangan jadi lelaki pemarah lagi. Aku pamit!" "Jangan pergi! Aku sungguh menyesal, Delisia. Aku sangat m

  • Aku Istri Kekasih Sahabatku   Bab 174. Perempuan Berhati Malaikat (POV Aksa)

    Aku kini telah berada di kamar Delisia. Setelah mengantarku masuk ke kamar, ibu mertuaku lantas keluar. Kamar Delisia sangat minimalis, namun membuat siapapun yang masuk akan terasa nyaman. Bahkan toiletku lebih besar dari kamar Delisia. Tetapi penataan barang yang ada di kamar ini cukup bagus untuk ruangan yang berukuran minimalis. Aku menyentuh kasur Delisia yang kini sedang aku duduki. Kasur nya bukan spring bed. Semoga saja badanku tidak sakit saat tidur. Aku tidak terbiasa tidur di kasur seperti ini. Terbuat dari apa ya ini? Aku baru pertama kali melihat kasur begini. Sepertinya dari kamar. Masa sih ada kasur yang terbuat dari kapas? Aku terus bertanya-tanya dengan tangan masih memegang kasur Aku berdiri, melihat lihat buku yang ada di rak. Mataku fokus pada sebuah buku yang sama dengan buku yang ada dalam tas ku. Ya, buku diary Delisia. Tanpa menunggu lama, aku langsung mengambil. "Sebenarnya Delisia punya berapa buku diary? Terus kenapa dia tidak membawa buku ini? Kalau

DMCA.com Protection Status