Bu Susy langsung merogoh tasnya mengambil handphone. Ia langsung menghubungi seseorang. Tak lama terdengar suara dari seberang.
"Halo, Sherly ini Tante! Kamu ada waktu nggak? Ada yang ingin Tante bicarakan!" ucap Bu Susy pada seseorang.Terdengar obrolan panjang lebar antara bu Susy, dan seseorang di seberang sana. Entah apa yang dibicarakannya tak ada ada yang tahu. Muslihat dan taktik apa yang di rencanakan pun tak diketahui.Bahkan Bella yang saat itu berada di luar kamar ibunya pun, tak dapat mendengar jelas apa isi percakapan ibunya dengan Sherly. Yang ia ketahui bahwa ibunya sedang merencanakan sesuatu."Hm...! Moga aja Mama punya rencana bagus untuk mengusir perempuan itu dari keluargaku!" Gumam Bella sendiri.Tak terasa dua hari sudah Nisa dirawat di Rumah sakit. Hari ini Nisa sudah diperbolehkan pulang.Setelah menyelesaikan administrasi dan keperluan lainnya, Arman membawa istrinya pulang ke rumah mereka.BegitNisa mendudukkan dirinya di sofa yang ada di ruang keluarga rumahnya. Ia duduk menyandarkan punggungnya di sandaran sofa, dan terdiam menatap ke langit-langit rumah. Ia masih kesal dan sakit hati, melihat bagaimana wanita tadi yang ternyata adalah selingkuhan suaminya, yang dengan percaya diri meminta ia menceraikan suaminya demi bisa menikahi dirinya.Sementara Arman masih berdebat dengan Sherly yang masih tak mau pergi saat disuruh pulang nampak emosi."Sher...! Please jangan ganggu rumah tanggaku lagi. Aku sudah menyesali semua kesalahanku selama ini." Arman pun berusaha memberi pengertian, agar tak menimbulkan masalah ke depan bagi rumah tangganya."Apa Mas? Kamu meminta aku meninggalkan kamu, hanya untuk dia Mas! Bukankah kamu sendiri yang bilang akan menikahi aku setelah menceraikannya, Mas!" Sherly yang tak terima dengan penjelasan Arman pun marah."Cukup Sherly..! Memang aku pernah bicara seperti itu, tapi aku menyesal Sher! Aku gak mungki
Apa-apaan ini Nisa? Kalian mau kemana?" tanya Arman sambil menurunkan tas dari tangan istrinya.Nisa yang menyadari keberadaan putranya di antara mereka pun memandang anaknya "Ahmad bisa tunggu di luar nggak, sebentar aja ya?" pinta Nisa pada putranya."Iya Bun!" Ahmad pun berjalan keluar rumah menunggu di teras.Arman yang hanya melihat interaksi antara anak dan istrinya pun hanya diam. "Mas..! Aku memberikan waktu untukmu berpikir sekali lagi! Dan untuk saat ini, aku akan pergi membawa putraku!" ujar Nisa sambil mengambil tasnya kembali.Arman jelas tak menerima permintaan istrinya, hingga tanpa sadar Arman pun berkata dengan keras "Jangan bodoh Nisa! Kamu gak bisa bertindak semaumu begini!" "Kenapa nggak bisa, Mas?" tanya Nisa membalas tatapan tajam suaminya."Aku gak bakal mengijinkan kamu pergi dari rumah ini walau hanya sejengkal, titik!" ucap Arman lagi."Oh....! Apa aku harus menunggu kamu mengusir aku
Arman langsung mengangkat tubuh Nisa ke dalam kamarnya yang diikuti putra sambungnya."Yah, Bunda kenapa Yah?" tanya Ahmad sambil menangis mengikuti langkah ayahnya ke kamar.Sampai ke kamar, Arman pun meletakkan tubuh istrinya secara perlahan. Ia menyelimuti tubuh Nisa, dan menyetel ulang setelan AC yang tak di pakai beberapa hari ini."Bunda kamu cuma capek kok, Ahmad nggak usah khawatir ya! Bentar lagi juga Bunda sehat lagi!" Arman berusaha memberi penjelasan yang menenangkan bagi putra sambungnya itu."Kok Bunda bisa capek Yah? Bunda kan baru pulang dari Rumah Sakit?" tanya Ahmad lagi."Itu karena Bunda ingin pergi, makanya Bunda jadi sakit lagi! Nanti kalau Bunda udah sadar, Ahmad harus bujuk Bunda untuk tidak pergi lagi ya?" Arman pun berusaha menahan istrinya pergi melalui anak sambungnya."Iya Yah, Bunda biar istirahat di rumah aja." Ahmad pun mendukung rencana Ayahnya.Di sebuah rumah..."Gimana....! Ka
Nisa yang mendengar pertanyaan suaminya sontak memandang kaget.Melihat putranya ada di antara mereka, merasa tak nyaman.Ia pun meminta putranya pergi ke kamarnya "Sayang..! Kamu masuk ke kamar dulu ya? Ada yang ingin Ayah dan Bunda bicarakan!" pinta Nisa pada putranya. "Iya Bun..! Tapi, Bunda jangan sakit lagi ya?" ucap Ahmad penuh harap."Iya sayang..! Terimakasih ya udah perhatian sama Bunda!" jawab Nisa sambil mencium pipi anaknya.Ahmad pun berlalu meninggalkan kedua orang tuanya dan kembali ke kamarnya."Mas? Aku belum segila itu untuk pergi menemui laki-laki lain, di saat statusku masih sebagai istrimu!" jawab Nisa kesal sambil memandang suaminya.Arman pun segera menyadari kesalahannya "Maafkan aku, Nisa!""Aku hanya ingin menjaga kenyamanan bayi dalam kandunganku! Dari itu aku mohon, ijinkan aku pergi!" jelas Nisa lagi. Arman yang mendengar permintaan istrinya pun tak terima. Ia langsung ban
Hah...! Apa Ma? Mama minta aku untuk membuat menantu Mama itu, keguguran?" Bella yang mendapat perintah dari ibunya tak menyangka, jika saran yang ibunya berikan begitu kejam."Jangan kamu sebut dia sebagai menantu Mama, Bella!" bentak bu Susy.Ia merasa tak Sudi jika menjadi mertua dari wanita yang dibencinya."Maaf...! Tapi 'kan, dia memang menantu Mama. Secara, dia istri dari anak Mama, 'kan?" jawab Bella pelan, yang merasa ngeri dengan kemarahan ibunya."Sudah, sudah! Pokoknya, sampai kapan pun, Mama nggak akan sudi memiliki menantu seperti dia!" "Iya, iya..! Tapi Ma, aku gak tau gimana caranya buat wanita itu keguguran!" ungkap Bella takut."Aakhhh...! Masa' gitu aja nggak tau, sih! Percuma sekolah tinggi-tinggi, gitu aja nggak bisa!" jawab bu Susy ketus sambil menahan emosi pada putrinya."Jangan bawa-bawa pendidikan aku donk, Ma!" jawab Bella tak terima dikatakan bodoh secara tidak langsung."Mama pikir, aku nuntu
Nisa..!" panggil Arman tak percaya.Arman seolah tak percaya melihat kemarahan istrinya kali ini. Istri yang selama ini selalu berkata dengan tutur kata lembut, saat ini berubah kasar dan arogan."Apa..! Apa kamu pikir karena aku ini hanya orang luar dari keluargamu, kamu bisa menyalahkan aku begitu saja, hah! Kamu pikir aku bodoh, Mas?" Bentak Nisa kesal. Ia tak menyangka jika ucapan yang dikatakan suaminya, yang ingin membela dan berpihak padanya, itu hanya ucapan belaka tanpa ada pembuktian."Nisa..! Aku gak bermaksud begitu Nis!" ungkap Arman yang mulai tak terima dengan bentakan istrinya."Lalu bagaimana, Mas?" tanya Nisa tak kalah emosinya."Kamu itu istri aku, wajar donk jika aku meminta kamu menuruti perkataanku!" jawab Arman menegaskan."Jika itu berupa nasihat, aku akan turuti Mas! Namun jika itu sebagai bentuk menyudutkanku, ya jelas aku gak akan mau!" ungkap Nisa memandang suami dan iparnya secara bergantian.
Aku Arman Santoso suami dari Annisa Hafizah, dengan ini menjatuhkan talak satu untuk istriku. Maka dengan ini, kamu bukan lagi istriku." Arman pun terduduk di kursi.Setelah mendengar kata talak terucap jelas dari bibir suaminya, untuk sesaat tubuh Nisa pun bergetar, ia pun beranjak dari duduknya. Ia berjalan lamban, menaiki anak tangga satu persatu, dengan tubuh yang seakan tak mampu ia bawa. Bukan karena menyesali keputusan yang ia ambil, namun kembali harus merasakan hidup sendiri, dan harus melihat anak yang ia kandung akan merasakan hal yang sama seperti yang terjadi pada anak pertamanya. Di mana harus merasa dihina dan diperlakukan beda oleh orang sekitar.Namun Nisa telah bertekad dan berjanji pada dirinya sendiri, bahwa hal yang pernah terjadi di masa lalu tak akan terulang kembali.Ia harus berjuang demi kebahagiaan dan masa depan anak-anaknya. Dan ia pun bertekad untuk hidup sendiri membesarkan kedua buah hatinya nanti. Nisa merasa trau
Arman mengejar Nisa yang sudah sampai di ambang pintu. Nisa yang mendengar panggilan dari Arman pun menghentikan langkahnya, Nisa menoleh ke belakang dan melihat Arman mengejarnya."Apalagi Mas? Kamu ingin menarik kata-katamu?" tanya Nisa memandang wajah sedih suaminya. "Aku mohon...!" ucap Arman dengan suara serak sambil memegang tangan istrinya."Mas...! Apa-apaan sih, Mas? Biarkan saja mereka pergi, memang sudah seharusnya mereka meninggalkan rumah ini!" seru Bella memotong ucapan kakaknya."Diam kamu Bella..!" bentak Arman pada adiknya."Kamu yang harus sadar, Mas! Wanita seperti itu tidak pantas berada di keluarga kita! Wanita kampung seperti dia memang pantasnya jadi gembel di kota ini!" kata-kata kasar dan hinaan kembali terdengar dari bibir Bella.Arman kembali ragu dengan rencananya yang ingin membuat istrinya tak pergi dari rumah. Ia pun hanya diam dan melepaskan tangan istrinya dari genggamannya.Ni
Bu Susy tersadar dari tidurnya kaget, melihat suasana berbeda dengan tempat yang ia tempati beberapa bulan terakhir. Dalam kebingungan, ibu Susy berteriak. Tak berapa lama, seorang perawat yang bertugas melayani para penghuni panti, datang. "Ada apa, Bu?" tanya perawat tersebut. "Hapa... hamu...?" tanya bu Susy heran. "Saya perawat di sini, Bu! Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya perawat yang telah terbiasa berinteraksi dengan orang stroke, membuat ia bisa mengartikan bahasa tak jelas dari ibu Susy."Hana, haman, haku hau haman!" "Maaf Bu, Bapak Arman sendiri, yang mengantarkan Ibu ke sini! Saat ini, Bapak Arman sudah pulang! Ibu bisa tenang, Ibu berada di tempat yang khusus merawat para orangtua, yang tak sempat, di rawat anak-anak mereka!"Betapa kagetnya bu Susy setelah mendengar penjelasan perawat. Ia nampak shock, tak menyangka jika ia akan dibuang oleh anaknya sendiri. Bu Susy menangis, ia menyesal
"Apaan sih, Mas! Aku malah bahagia, jika mereka bisa tetap bersama selamanya! Lagi pula, aku udah punya kamu, ngapain harus menyemburukan suami orang?" jawab Nisa sambil nyelendot di tangan Rasya. Hati Rasya berbunga-bunga, dengan ungkapan perasaan istrinya. "Terimakasih sayang! Aku harap, apapun masalahnya, kita bisa bicarakan baik-baik! Aku tak mau mengalami kegagalan, dalam rumahtangga kita!""Aamiiiin....! Sama-sama, sayang!" jawab Nisa tersenyum manis. Nisa merasa bahagia, dengan selesainya semua permasalahan yang ia rasakan selama ini, Nisa akhirnya bisa merasa lega. "Mas.... aku bahagia banget, masalalu yang dulu aku alami terasa berat, ternyata memberi kebahagiaan bagiku, di masa sekarang!" ucap Nisa memandang jalanan di depan. "Syukurlah, tapi aku akan berusaha, memberikan kebahagiaan bukan cuma saat ini, tapi selamanya!""Aamiiiin...!"Kedua suami istri tak jadi pulang ke rumah, tapi justru mereka
"Terimakasih atas saran lo, Nis! Aku akan lihat, bagaimana Indra menyadari kesalahannya! Jika memang dia pantas untuk dipertahankan, maka aku akan berusaha mempertahankannya!" jawab Dinda santai. "Bagus deh, semoga Allah memberikan kebaikan untuk rumahtangga kalian!""Aamiiin....!" balas Dinda atas do'a Nisa. "Oh iya Nis! Aku mau minta maaf, ya! Nama kamu, ikut digunakan oleh mendiang anakku!' jawab Dinda sedih teringat dengan kematian putri kecilnya. "Gak papa, kok! Lagian, nama itu 'kan belum aku bikinkan lisensinya, jadi siapa aja boleh menggunakannya! Apalagi aku cantik, aku yakin siapapun yang menggunakan nama itu, pasti cantik kayak aku!" jawab Nisa enteng. Dinda melongo dengan kenarsisan sahabatnya, sejak kapan, pikirnya "Lo baik-baik aja, 'kan, Nis?" tanya Dinda sambil menempelkan tangannya di dahi Nisa. "Apaan sih, Din! Orang sehat begini, malah dibilang sakit!" gumam Nisa sewot. "Tunggu.... tunggu! Sejak
"Assalamualaikum....!" ucap salam Nisa yang di depan sebuah rumah minimalis, ditemani suaminya. "Rumahnya, asri ya Mas!" ucap Nisa sambil melihat-lihat lingkungan rumah sahabatnya. "Kamu suka?" tanya Rasya merangkul tubuh istrinya kepelukan. "Banget, aku itu sukanya suasana alam, ya.... seperti taman ini, Mas!""Nanti kita beli satu, rumah yang ada tamannya!" jawab Rasya enteng. "Awh....!" jerit Rasya yang mendapat cubitan dari istrinya. "Apaan sih, sayang! Main cubit aja!" sungut Rasya sambil menggosok perutnya. "Kamu yang apaan, Mas! Beli rumah, kayak beli gado-gado, pemborosan tau!" protes Nisa. "Kan kamu ingin suasana seperti ini, sayang!" jawab Rasya membela diri. "Tapi nggak gitu juga konsepnya, kali...!" jawab Nisa heran dengan pola pikir suaminya. "Waalaikum salam....! Maaf, cari siapa, ya?" tanya wanita paruhbaya yang membukakan pintu. Rasya dan Nisa menoleh ke pintu
"Dasar, adik ipar perhitungan! Baru aja dimintai pertolongan beberapa kali, udah main kabur!" omel Arman di sepanjang jalan. Sampai di rumah, emosi Arman semakin membengkak! Ibunya yang duduk di atas kursi roda, melemparkan perabotan rumah yang tidak seberapa, ke segala arah. "Mama apa-apaan sih, Ma! Udah gak bisa bantu beres-beres, malah berantakin rumah begini!" Melihat kedatangan putranya, bu Susy tambah meradang. Semua barang benda yang dapat terjangkau oleh tangannya, ia lemparkan kepada Arman. "Huh.... huh...!" Sambil melempar, hanya kata gak jelas yang keluar dari bibirnya. "Ma.... jika Mama terus-terusan seperti ini, Arman pastikan Mama akan menyesal!" bentak Arman memandang tajam. "Mama mikir gak, sih! Mama baru aja keluar dari Rumah Sakit, bukannya istirahat malah marah nggak jelas begini!" omel Arman sambil mengumpulkan pecahan beling yang berserakan di lantai."Hamu... hak.. hecus, hurus hibu!" ujar bu
Hati Indra terasa miris, melihat wanita yang biasanya selalu ceria, kini hilang ingatannya. Yang dipikirannya, hanya mengenai anak yang ia lahirkan, yang telah kembali ke pankuan ilahi. "Dinda, kamu udah makan obat?" tanya Indra duduk di bangku, yang ada di kamar mereka. "Udah donk, Mas! Aku kan harus sehat, agar bisa menjaga dede Nisa!" jawab Dinda semangat. "Iya, kamu harus minum obat terus ya, agar dede bayi juga ikutan sehat!" ucap Indra memotivasi istrinya agar tetap semangat untuk minum obat, walau harus mengikuti ke 'halu an' istrinya. "Gitu ya, Mas?" tanya Dinda dengan senyum di bibirnya. "Iya, donk! Jika kamu sehat, nanti kita bisa jalan-jalan!" tambah Indra. "Jalan-jalan...? Sama dede Nisa, Mas?" tanya Dinda dengab mata berbinar. Dinda duduk di pinggir tempat tidur, menghadap suaminya, seperti seorang anak yang ingin mendengar dongeng dari ibunya. "Iya..kita akan jalan-jalan, tapi pastikan
"Siapa istri pemuda itu..? Apakah istrinya, mengenalku? Semoga saja begitu, dengan demikian, aku mempunyai harapan selamat, dari balas dendam bocah itu!" ucap hati Tuan Frass. "Ada apa dengan Tuan! Nampaknya dia begitu bahagia!" Tanda tanya menghantui pikiran Jhon, tapi dia tetap menjalankan perintah Tuannya***Di rumah, Nisa nampak duduk dengan Ahmad,putranya. Ahmad begitu senang mendengar kabar kehamilan ibunya, "Bunda... berapa lama lagi adik Ahmad bisa diajak bermain, Bun?" tanya Ahmad semringah. "Hehe... sabar ya sayang, tunggu adik lahir dulu, terus tunggu adek gede, baru deh main sama kakak Ahmad!" ucap Nisa sambil membelai rambut putranya. "Kok lama banget! Sekarang adik di mana, Bun?" tanya Ahmad polos. Sambil tersenyum, Nisa memindahkan tangan Ahmad, ke perutnya yang masih datar. "Kok di sini, Bun? Apa gak sempit Bun? Terus, tempat adik bermain, dimana?" tanya Ahmad heran. "Nggak sempit don
Air mata Nisa tak dapat ia bendung, air mata bahagia, mengiasi wajah cantiknya. Nisa merasa tak percaya, baru satu bulan ia menikah, ternyata Allah kembali menitip kan karunia terbesar, pada dirinya. Ia benar-benar bersyukur, karena banyak di luar sana, yang telah sekian lama menikah, namun belum dikaruniai seorang anak. "Selamat ya, Bu atas kehamilannya!" ucap dokter wanita yang menanganinya. "Terimakasih, Dok!" ucap Nisa tersenyum haru. "Sudah menjadi tugas kami, Bu! Pesan saya, jaga emosinya agar jangan sampai stres, dan jangan lupa konsumsi makanan bergizi ya, Bu! Jangan lupa, perbanyak istirahat!" nasehat dokter. "Baik, Dok!" jawab Nisa, serius mendengar nasehat dokter. "Satu lagi, di sini saya tulis resep vitamin, juga obat penghilang mualnya, jangan lupa bulan depan datang lagi, kita cek perkembangan janinnya, ya Bu!" "In syaa allah, Dok!"Setelah menebus obat dan vitamin di apotik, Nisa, segera meninggalkan
Nisa baru ingat, jika bulan ini dia belum menstruasi. "Kenapa, nak? Kamu gak berencana menunda kehamilan, 'kan?" "Ee...nggak kok, Yah!" cicit Nisa."Syukurlah, gak baik kamu menunda kehamilan! Walau bagaimanapun, kamu harus menghargai keinginan suamimu! Lagi pula, Ahmad juga sudah besar, sudah sepantasnya punya adik!" nasehat Ayah Faisal. "Iya Yah, dari awal menikah, Nisa gak ada niat untuk menunda kehamilan! Tapi kalau belum hamil, ya sabar aja!" jawab Nisa, tapi dalam hati Nisa berkata lain. "Bagus itu, mumpung kamu masih muda, jadi peluang untuk hamil itu, masih besar! Ayah do'akan agar kamu secepatnya, bisa memberikan Keturunan buat Rasya!""Iya, Yah! Moga aja secepatnya dipercaya Allah!""In syaa allah, aamiiin!" doa ayah Faisal.Ia ingin, dengan kehamilan, dapat mempererat cinta dalam rumahtangga putrinya. Nisa yang masih terngiang pertanyaan ayahnya, dia mulai memikirkan perubahan yang terja