POV Keysha
Perasaanku sedikit lega saat wajah tampan yang tertidur pulas itu tidak meringis kesakitan. Damai dan tentram yang kurasakan sekarang. Iya, dia lelaki masa lalu yang pernah kusayangi. Namun, aku tidak menyangkal, kini masih ada rasa itu di hati untuk si lelaki yang sedang memejamkan mata.Rasa khawatir begitu amat besar saat aku harus menyadari kematiannya ada di depan dan kapan saja. Ah, apa aku salah mempunyai perasaan itu? Aku seorang janda sedangkan dia lelaki beristri.Terkadang aku merenungi, mengapa kita selalu berada di situasi seperti ini? Dulu aku yang bersuami saat dia masih mengharapkanku. Kini aku janda, dialah yang beristri. Seakan-akan takdir sedang mengolok-olok hubungan kami yang tidak akan sampai ke final pelaminan. Apa memang Tuhan sengaja menyusun rencana skenario seperti itu?Tak bosan aku menatap kagum wajah tampan khas keturunan timur tengah, menambah pesona di mata siapa saja yang memandangnya. Jambang tipis diDia selalu begitu, jawabannya kebanyakan berisi candaan. Padahal, aku mengingatkan agar dia tidak mengulangi kesalahan fatal. Aku akan merasa bersalah seumur hidup jika dia harus tiada gara-gara mengorbankan diri untukku. Belum kutanggapi, dia melanjutkan kalimatnya."Aku belum rela mati kalau aku belum menikahi kamu." Dia menatapku lekat dan terlihat santai saat mengucapkan kalimat terakhirnya."Ssttt ...." Benar-benar, ya, dia. Padahal bukan itu maksudku, dia semakin menjadi-jadi menjawab pernyataanku."Jaga ucapanmu, ada Gita di sini. Bercandanya kelewatan." Mataku melotot sambil berbisik lalu beralih pandang ke arah Gita yang berdiri dan mendekati. Aku was-was sekali kalau sampai kedengaran putriku. Aku tidak mau anak itu berprasangka buruk tentang hubungan masa lalu kami."Aku nggak sedang bercanda, Key. Malam tahun baru itu Tisna melamarmu untuk aku, kan?" Seperti dia sengaja menekankan kalimat tersebut padahal
Aku memberanikan diri untuk bertanya setelah kami sudah memesan minuman. Dari tadi matanya terpaku memandangku. Agak risih sih, tapi mau gimana lagi, tidak mungkin aku memakai topeng atau melarang mata itu memandang."Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan kepadamu.""Soal?" Aku sengaja menggantung ucapanku."Kasus perencanaan pembunuhan tempo lalu.""Oh, ya? Udah nemu siapa dalangnya?" Aku bertanya dengan antusias. Rasa penasaranku naik ke ubun-ubun untuk masalah ini. Aku juga ingin tahu siapa yang menyuruh orang untuk mencelakakan aku padahal aku tidak pernah merasa punya musuh sama sekali.Dia mengangguk pelan, "Melinda."Satu nama itu membuatku tersenyum masam, sekuat tenaga aku mengontrol perasaan aneh yang ada di rongga dad4ku. Entah mengapa dari awal bertemu, aku sudah bisa merasakan aura wanita itu begitu membenciku sehingga harus melakukan penyerangan berulang kali terhadapku."Sorry ya, aku enggak tahu dia bakal mencelakakan kamu. Aku ng
"Ada apa, Mas?" tanya Keysha seraya menautkan kedua alis."Tisna."Satu nama cukup membuat jantung Keysha berdegub kencang, segera ingin mengetahui kabar apa yang menimpa teman baiknya itu."Iya, Tisna kenapa?" tanyanya lagi memastikan."Kritis. Tiba-tiba dia pingsan pas lagi di toilet sebelum Bastian berangkat ke kantor. Langsung dibawa di rumah sakit dan sekarang sudah dalam penanganan dokter."Perasaan Keysha semakin tak karuan, berdebar-debar seperti habis melakukan lari maraton mendengar kabar kritis itu. Dia tak ingin ada sesuatu yang buruk terjadi. Heran, mengapa seakaan-akan hidupnya tak pernah tenang. Baru saja terjadi kasus penusukan dan sudah ditemukan dalangnya. Sekarang berita tak sedap pun tak kalah menyakitkan."Sekarang aku mau ke rumah sakit, kamu mau ikut?" tanya Ronald sambil berdiri dan bersiap-siap."Aku akan nyusul ke rumah sakit, sekarang aku harus jemput Gita dari sekolah dulu. 15 menit lagi dia k
Pagi itu, Keysha singgah ke butik setelah mengantar Gita ke sekolah. Dia duduk diam tanpa banyak berbicara kepada siapapun. Suasana hatinya buruk dan enggan melakukan aktivitas sehari-hari.Pikiran kalut hanya tertuju kepada wanita yang terbaring di ruang ICU itu. Bolak-balik dia mengirim pesan kepada Bastian untuk menanyakan kabar terkini, tetapi kabar yang diterima masih sama seperti yang kemarin. Tisna belum bangun dari tidurnya.***Setelah melewati empat malam di ruang ICU, akhirnya Tisna mau membuka mata dengan kesadaran yang sudah mulai stabil. Kabar baik itu langsung terdengar oleh Keysha yang bergegas menuju ke ruang perawatan.Gita yang selalu ingin tahu keadaan Tisna, pun ikut bersama bundanya. Gadis itu merasa dekat dengan Tisna dan tahu kalau Tisna sayang kepadanya. Gita juga selalu menyemangati dan mengajak Keysha berbincang kala melihat dirinya sedang melamun. Ah, anak itu memang kedewasaannya di atas rata-rata anak seusianya. Sifat
"Kenapa harus terburu-buru, Tis? Aku mau tunggu kamu sembuh dulu." Ucapan Keysha membukakan mata Tisna yang tadinya terpejam. Sepertinya wanita pucat itu sangat lelah menahan sakitnya kanker yang sudah menggerogoti hampir seluruh tubuh."Menikah adalah ibadah. Sesuatu yang baik harusnya disegerakan, bukan malah ditunda-tunda. Kamu paham maksudku, Key?"Kalimat per kalimat itu meluncur di lisannya dengan pelan, tetapi ada kemantapan dalam hati untuk segera melihat pernikahan kedua suaminya."Tapi, Tis ...." Gita mengelus punggung bundanya dan memberi isyarat mata agar Keysha menahan kalimatnya dan mengiyakan saja permintaan Tante yang terbaring.Kalau sudah begitu, Keysha tak bisa berbuat apa-apa lagi. Helaan panjang berusaha memasukkan sebanyak-banyaknya oksigen di dalam rongga paru agar mengurangi sesak yang bergemuruh di sana. Sorot mata menerawang kosong ke arah luar jendela, bingung harus bagaimana menolaknya. Di
Air mata Keysha yang tertumpuk di pelupuk kini jatuh seenaknya membasahi pipi yang sudah dipoles bedak. Wanita pucat itu pun memaksakan senyuman walau sedang menahan nyeri susulan di dadanya. Namun, Keysha menyadari perubahan wajah kesakitan darinya."Tis, kamu kenapa?" "Kanker yang aku derita ini adalah penyakit genetik. Nenekku juga mengalami kanker payud*ra dan hanya bertahan beberapa bulan setelah dokter memvonisnya." Tangannya mengelus bagian dada menahan sakit."Tapi aku yakin kamu bisa sembuh, Tis." Tak bosan Keysha memberi semangat kepadanya."Jadi gimana, Key? Kamu mau, kan, bantu aku mengelola garmenku? Clara akan membantu, kamu tidak sendiri. Kamu tidak usah khawatir." Tisna mengulurkan tangan dan meminta berkas yang dipegang Clara. "Coba kamu baca dulu berkas ini kemudian tolong kamu tanda tangani di bawah itu." Dia menyerahkan kertas putih ke arah Keysha. Mata Keysha menyimak poin-poin yang tertulis di kertas itu.
Air mata Tisna pun luluh begitu saja tanpa ditahan. Dia sangat senang bisa menjadi istri dari lelaki itu. Meski dia tahu, maut yang ada di depannya sekarang akan memisahkan mereka."Mas, aku titip Keysha. Aku mohon kamu jangan pernah menyakiti perasaannya. Awas aja kalau nanti dia ngadu kalau kamu mem-bully dia." Wanita itu menoleh ke arah Keysha, begitu juga dengan Bastian yang melirik sekilas ke arahnya."Iya, aku janji." ***"Gimana saksi? Sah?""Sah.""Sah."Untaian doa pun terdengar sebelum Keysha mencium tangan suami barunya dan disusul kecupan kening Keysha dari Bastian. Mata pengantin wanita tak sengaja mengarah ke arah Tisna yang sedang memejamkan mata seperti tertidur. "Tisna?" Bergegas Keysha berlari menghampiri temannya yang duduk di kursi roda dengan tangan yang sudah terlulai lemas. Keysha meraih tangan yang dingin, diraba denyut nadi yang tak bernada. Hampir semua orang mengelilingi dan menatap iba wanita itu yang terlihat s
Bastian paling pintar menggombali mantan pacarnya. Keysha yang mendapatkan kalimat itu langsung merasa melayang jauh di angkasa. Rona wajah si istri pun mulai memerah. Dia pun menggigit bibir menahan untuk tidak tersenyum."Kupastikan kamu tidak bisa ke mana-mana lagi. Kamu sudah menjadi milikku seutuhnya. Aku tidak akan segan-segan membawamu ke puncak kebahagiaan yang selama ini sudah tertunda akibat ketidak-gentle-anku waktu itu.""Sorry ya, waktu itu aku yang menikah duluan, aku...." Kalimat Keysha terpangkas karena aksi kilat Bastian. Lelaki itu menghentikan paksa kalimatnya dengan mengecup bibirnya lalu menarik diri.Mata Keysha melebar saat mendapatkan perlakuan nakal dari mantan pacar yang kini sah menjadi suaminya. Bertahun-tahun pacaran dulu, mereka tidak pernah sekalipun melakukan hubungan seintim itu. Mereka hanya sekadar melakukan genggaman tangan, pelukan dan kecupan kening."Kamu dengar, Key. Memang kamu istri keduaku, tapi aku pastikan sekara
"Eh, sekretarisku. Ini habis dari kantor. Lembur ada meeting dadakan." Ronald menjawab sedikit salah tingkah. "Kalau anak ini?" Keysha mengelus kepala anak kecil itu dengan lembut. Anak itu mundur dan bersembunyi di belakang gadis yang Keysha belum tahu namanya."Anaknya Bagas, tahu kan?""Bagas, adik kamu?" Bastian menerkanya.Dia mengangguk, "istrinya baru meninggal enam bulan yang lalu, kecelakaan.""Inalilahi ... Sorry ya, aku enggak tahu." "Ya, enggak apa-apa. Jadi sekarang aku yang merawatnya dan kadang gantian sama mama.""Oh, sekretarismu bantuin kamu jaga anak ini juga?" Keysha melihat keakraban dari mereka, anak itu terkesan nyaman memegang tangan sang sekretaris."Halalin segera, biar enggak jadi cibiran orang, masa sekretaris merangkap jadi babysitter." Keysha menggodanya. "Iya, iya, tunggu aja undangannya." Ronald menyambut godaannya dengan kekehan. "Gitu dong move on, bagaiman
"Iya setelah dapat dan sekarang body-ku enggak seksi lagi? Mulai pelan mencampakkanku." Mulutnya tak berhenti menggerutu seperti langkahnya yang terus melaju.Perlahan, Bastian bisa membaca aura kecemburuan dari istrinya semakin memuncak. Dia pun menarik sedikit kedua sudut bibir dan menarik lengan Keysha. "Hei, kamu cemburu?" Wanita itu menahan kaki lagi dan menatap lekat suaminya. Mau mengakuinya, tetapi kok, malu. Namun, syukurlah akhirnya dia peka, batinnya."Au ah, gelap." Lalu, Keysha kembali melangkah menjauhi pemilik mata elang itu. Sementara Bastian masih terpaku memandang punggung Keysha yang semakin lama semakin menjauh."Jadi mikir nih untuk punya anak kedua kalau ngidamnya kayak gini. Parah, kudu siapin stok kesabaran berkarung-karung. Perasaan dulu dia enggak pernah cemburuan kayak begini banget. Selalu percaya karena dia tahu sebesar apa cintaku untuknya." Bastian bermonolog dalam hati sembari menggele
"Sayang, kita ke sana, yuk! Biar kamu minum teh hanget dulu. Sekalian sarapan, aku khawatir kamu masuk angin." Mata Keysha mengikuti arah pandang suaminya. Sebuah tenda kaki lima orang berjualan makanan."Kamu mau makan apa?" tanya Bastian yang duduknya agak berjauhan dengan Keysha. "Ada bubur, soto Surabaya ama tupat tahu.""Bubur aja." Sorot matanya tertuju ke gerobak mamang yang berbaju kuning. "Buburnya enggak pake sambal, kacang, kerupuk dan satu lagi, enggak pake lama." Bastian geleng-geleng lalu menuju ke mamang berbaju kuning itu kemudian kembali duduk di tempat semula. Suasana di sana masih belum begitu ramai "Nih, minum dulu." Teh hangat disodorkan di depannya.Ada resah di wajah suami melihat acara muntah-muntah tadi. Bibir Keysha sedikit pucat dan paras terlihat lemas. Bukannya dia tidak mau membantu, kalian bisa tahu, kan reaksinya, gaes.Dua bubur panas tersaji di meja. Baru beberapa suap bubur itu masuk
"Mau ke mana, Sayang?" tanya Bastian ketika melihat Keysha bersiap dengan kaos lebar yang menutup perut buncitnya dan celana panjang lengkap dengan sepatu kets."Mau jalan keliling kompleks. Kata dokter kalo mau normal, kudu banyak jalan." Keysha berlalu begitu saja melewatinya. "Tunggu, aku temani, ya. Mumpung Sabtu, aku hari ini enggak ke kantor." Bastian beranjak dari duduk dan berjalan menuju ke arahnya."Enggak usah, Mas. Aku bisa sendiri. Kamu jangan mendekat." Dia membentang salah satu tangannya dan tangan lain menutup hidung."Astaga. Iya, aku jaga jarak nanti pas kamu jalan. Aku enggak dekat-dekat. Kamu di depan, entar aku ikutin kamu dari belakang. Aku cuma ingin temani, enggak mau kamu kenapa-napa nanti. Itu aja, oke?" Lelaki itu menahan langkah dan memberi penjelasan. Berharap dia diizinkan ikut. Dia hanya ingin pastikan kalau istrinya aman-aman saja saat jalan pagi.Dengan terpaksa, Keysha mengangguk setuju, "tapi
"Tapi waktu itu kamu jadi pergi 'kan?" Ibu memotong pembicaraannya."Iya, mau enggak mau, bisnis itu penting sekali. Tapi apa, Bu? Tiap jam aku harus video call-an. Terus, pas dia mau tidur, aku harus tunggu dia sampai tidur, baru boleh dimatiin video call-nya. Itu pun karena aku suruh dia ambil bajuku untuk dia cium. Manjanya kelewatan banget. Sementara tadi?"Bastian menarik napas panjang sebelum melanjutkan keluhannya."Bekas saliman tangan dan bekas kecupan di kening, buru-buru dia cuci. Kayak jijik gitu sentuhan suaminya."Kalimat terakhirnya beriringan dengan gelak tawa Danisa."Sabar. Sabar." Wanita mengelus lengannya. Tawaan itu belum berakhir, masih berlanjut untuk beberapa detik kemudian."Perasaan, istri teman-temanku kalau ngidam enggak kayak gitu deh. Ngidamnya cuman makanan doang, martabak, soto, bakso, atau apa gitu. Istriku, kok, beda, ya?""Iya, itu yang Ibu bilang tadi, reaksi setiap ibu hamil itu beda-beda. Ada yang ngidam makanan,
"Bentar, nih mau cukur dulu. Udah lebat." Berbagai alasan dia lontarkan untuk mengulur waktu agar bisa berlama-lama berada di kamar, syukur-syukur dia diizinkan tidur di kamar itu lagi."Enggak pake acara cukur-cukuran. Ayo, silakan keluar! Cukur di kamar tamu." Sekuat tenaga dia mendorong lagi tubuh suaminya. Sebenarnya bukan sang suami tidak bisa menahan tubuh, dia hanya melihat kondisi tubuh sang istri seperti itu. Dia tidak tega menggunakan tenaga untuk memaksa mempertahankan diri. Pintu kamar segera dikunci ketika sang suami berhasil diseret ke luar."Key, jangan gitu dong. Sayang, please, salahku apa? Izinkan aku tidur di sini malam ini." Lelaki itu masih mengiba, berharap hati Keysha luluh. Akan tetapi, usaha permohonannya tidak digubris sang istri. Tidak ada sahutan apapun di balik pintu kamar itu."Key, tolong bukakan pintu, aku lupa sesuatu. Madu yang kamu beli, ketinggalan di kamar. Please izinkan aku masuk untuk mengambilnya." Wajahny
Extra part 1"Mau ngapain kamu ke sini, Mas?" Wajah jutek Keysha di balik pintu kamar kala membuka pintu setelah mendengar ada ketukan."Mau mandi, nih, habis pulang dari kantor, gerah." Sang suami masuk dengan santai sambil melonggarkan dasi yang seakan mencekiknya seharian. "Di kamar tamu, kan ada kamar mandi juga, kenapa enggak mandi di situ aja?" Wajahnya masih menunjukkan ketidakrelaan sang suami masuk ke kamar."Di sana kamar mandinya enggak ada air panas, water heater-nya rusak. Kamu juga tahu, kan?" Bastian masih dengan nada selembut mungkin, membuka jam tangan branded yang melingkar di pergelangan tangan dan meletakkan tas kerja di meja.Tatapan Keysha masih menyoroti setiap gerak-geriknya sambil menutup hidungnya."Suami pulang bukan disalim, eh, matanya jutek gitu, sih?" Sengaja lelaki berkemeja putih itu mengulurkan tangannya untuk disalam.Dengan malas akhirnya Keysha mendekati, meraih dan mencium punggung
Bastian paling pintar menggombali mantan pacarnya. Keysha yang mendapatkan kalimat itu langsung merasa melayang jauh di angkasa. Rona wajah si istri pun mulai memerah. Dia pun menggigit bibir menahan untuk tidak tersenyum."Kupastikan kamu tidak bisa ke mana-mana lagi. Kamu sudah menjadi milikku seutuhnya. Aku tidak akan segan-segan membawamu ke puncak kebahagiaan yang selama ini sudah tertunda akibat ketidak-gentle-anku waktu itu.""Sorry ya, waktu itu aku yang menikah duluan, aku...." Kalimat Keysha terpangkas karena aksi kilat Bastian. Lelaki itu menghentikan paksa kalimatnya dengan mengecup bibirnya lalu menarik diri.Mata Keysha melebar saat mendapatkan perlakuan nakal dari mantan pacar yang kini sah menjadi suaminya. Bertahun-tahun pacaran dulu, mereka tidak pernah sekalipun melakukan hubungan seintim itu. Mereka hanya sekadar melakukan genggaman tangan, pelukan dan kecupan kening."Kamu dengar, Key. Memang kamu istri keduaku, tapi aku pastikan sekara
Air mata Tisna pun luluh begitu saja tanpa ditahan. Dia sangat senang bisa menjadi istri dari lelaki itu. Meski dia tahu, maut yang ada di depannya sekarang akan memisahkan mereka."Mas, aku titip Keysha. Aku mohon kamu jangan pernah menyakiti perasaannya. Awas aja kalau nanti dia ngadu kalau kamu mem-bully dia." Wanita itu menoleh ke arah Keysha, begitu juga dengan Bastian yang melirik sekilas ke arahnya."Iya, aku janji." ***"Gimana saksi? Sah?""Sah.""Sah."Untaian doa pun terdengar sebelum Keysha mencium tangan suami barunya dan disusul kecupan kening Keysha dari Bastian. Mata pengantin wanita tak sengaja mengarah ke arah Tisna yang sedang memejamkan mata seperti tertidur. "Tisna?" Bergegas Keysha berlari menghampiri temannya yang duduk di kursi roda dengan tangan yang sudah terlulai lemas. Keysha meraih tangan yang dingin, diraba denyut nadi yang tak bernada. Hampir semua orang mengelilingi dan menatap iba wanita itu yang terlihat s