Rasanya tak sanggup lagi wanita itu mendengarkan semua ucapan benar yang dilisankan temannya.
"Ini kenyataannya. Pertemuan pertama kalian di kafe itu memang adalah rencanaku. Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri ketika kamu pamit ke toilet, dia menghampiri dan meminta penjelasanmu. Apa alasan kamu berpura-pura tidak mengenalnya? Aku juga sengaja menyuruhnya untuk mengantarmu pulang. Meski kamu tolak dan menghindarinya terus."Tisna terus berbicara padahal Keysha sudah memintanya berhenti. Bahkan, Keysha sudah menutup telinga dengan kedua tangan, tak sanggup mendengarkannya lagi."Aku tidak mau mendengarmu, Tis. Stop, please!"Kalimat yang terlontar di bibir Keysha tak dihiraukan wanita pengidap kanker itu. Dia terus menimpali ucapan seolah malam itu adalah malam terakhirnya."Membiarkan kalian berdua pulang bersama saat di Bandung, itu juga ideku. Aku mau kalian bernostalgia."Suara Tisna semakin melemah, deraian airmata punTisna terus menyalahkan diri sendiri, membuat Keysha langsung memeluknya dan menumpahkan kesedihan yang bertalu melalui airmata."Bukan salah kamu, Tis. Memang sudah diatur harus seperti ini jalannya oleh Tuhan." Keysha berucap sok bijak, padahal di lubuk hati sedang mengutuk takdir yang menimpanya. Namun, dia berusaha tidak menyalahkan siapapun karena sadar hal itu tidak akan mengembalikan Ikbal-nya untuk hidup kembali. Keduanya kemudian melonggarkan pelukan dan saling mengusap pipi yang basah."Bertahun-tahun aku mencari kalian, aku selalu berdoa agar kita dipertemukan. Ternyata empat tahun, aku sudah bertemu kalian, tetapi tidak tahu kalian adalah orang yang aku cari selama ini."Ada senyum dalam tangisan mereka. Lalu, Tisna melanjutkan ucapannya. "Tahun lalu, aku tak sengaja melihat dompet Gita. Di dalam dompet itu aku menemukan foto kalian bertiga. Ya, foto lelaki yang menyelamatkan jiwaku malam mencekam. Aku tanya ke Gita, itu sia
"Hai, Keysha kesayangan!" Suara familiar itu menyambut saat dia menuju ke meja makan."Hai, Ibu. Apa kabar?" Dia menghambur memeluk wanita tua yang bernama Danisa itu."Baik, Sayang." Mereka saling mencium pipi kiri dan kanan. Sapaan sayang memang selalu ditujukan kepada wanita muda, mantan calon mantunya. Senyuman tercantik terlukis di wajah Keysha saat memandang Danisa yang masih terlihat sehat dengan kulit yang glowing."Ibu masih tetap cantik di usia seperti ini." Keysha mengaguminya dan selarik senyuman terbit di wajah yang sedikit berkeriput itu."Kamu bisa aja. Kamu juga Keysha-nya Ibu yang paling manis." Wanita tua itu memegang wajah yang mulai berubah menjadi merah muda."Gimana keadaan mamamu?" tanyanya."Baik, Bu. Cuma, ya, karena usia, kadang mama suka ngeluh sakit pinggang dan kaki. Kami pun tidak mengizinkan mama untuk melakukan banyak aktifitas lagi." "Ya, seharusnya memang seperti itu. Tapi bos
"Maksud kamu, aku harus mundur sebelum perang itu usai?" sahut Ronald sedikit penekanan dengan mata sedikit melebar."Kamu cari kebenaran itu sendiri, Mas. Apa kamu belum peka dengan kejadian beberapa minggu ini? Mereka seperti pasangan serasi yang terpaksa harus dipisahkan."Ronald mendengus kesal. "Tis, itu hanya sepenggal masa lalu mereka yang semestinya sudah lenyap dari pikiran mereka. Aku akan memulai kehidupan baru bersama Keysha. Aku yakin Keysha sudah move on sejak bertemu aku." Ronald tidak mau mengakui kemenangan Bastian untuk mendapatkan Keysha kembali. Lagi pula, Bastian masih berstatus suami yang mempunyai ikatan pernikahan dengan adiknya. Toh, yang paling penting selama ini dia melihat Keysha tidak pernah merespons Bastian dengan baik."Semoga yang kamu katakan itu benar, tetapi entah mengapa aku tidak begitu yakin." Kalimat itu menjadi kalimat terakhir yang diucapkan Tisna sebelum Bastian memanggilnya.
Tisna membingkai wajah lelaki ganteng itu dengan kedua telapak tangan. Wanita itu terus menimpali sedangkan Bastian masih bungkam, tak tahu bagaimana menjawabnya."Aku yakin kamu sudah mendengarkan semua percakapan kami semalam. Aku juga yakin kamu sudah tahu apa alasan utamaku kekeuh mempersatukan kalian kembali. Aku ingin membuang semua mimpi buruk yang selalu menyiksa dan menghantuiku selama ini. Aku tidak bisa tenang jika aku belum menjalankan amanah suaminya. Terakhir, aku juga yakin, lelaki yang pantas mendampinginya adalah suamiku sendiri, bukan Mas Ronald." Tidak ada air mata yang luluh, Tisna sudah memantapkan hati dari kemarin untuk menyiapkan kata-kata tersebut. Air matanya sudah kering dituangkan bersama Keysha malam tadi. Dia juga sudah siap menghadapi segala konsekuensi atas ide konyol itu."Dan satu hal lagi, Mas. Aku sudah meminta izin ibumu agar kamu menikahi Keysha. Kamu tahu bagaimana reaksi ibu?" Tisna melengkungkan bibir dan Bastian
Setelah mereka bergerilya di toko buku dan toko olahraga, giliran Keysha masuk ke salah satu toko farmasi berwarna hijau. Matanya menyapu ke hampir seluruh etalase mencari suplemen yang diinginkan. Sampailah netranya berhenti tertuju pada salah satu suplemen cairan coklat dengan kemasan botol berwarna bening. Dia mengeluarkan ponsel dan menyamakan gambar dengan suplemen yang ada di depan mata."Yes, ini madu yang aku cari."Wanita itu membatin dengan menyunggingkan senyuman puas. Lalu, dia mengecek kondisi botol dan tanggal kadarluarsa suplemen."Itu madu apa?" Suara yang tiba-tiba membuat gerak refleks Keysha seperti terkena sengatan listrik."Kaget, ya? Sorry, aku nggak sengaja." Lelaki itu terkekeh geli, merasa lucu melihat reaksi terkejutnya."Ini madu hitam dikombinasi dengan rempah-rempah. Dapat dari rekomendasi teman, bagus untuk lambung kita.""Oh, ya?" Ronald meraih satu botol yang ada di etalase dan mengamati
"Tindakan kalian sangat tidak mencerminkan kalau kalian itu lelaki. Siapa yang menyuruh kalian melakukan semua ini? Berapa bayarannya? Lepaskan anak itu dan aku akan membayar 10 kali lipat dari bayaran yang kalian terima."Kedua preman itu saling menautkan pandang dan meminta tanggapan. Iya, tawaran itu sangat menggiurkan yang belum pernah mereka dapatkan sebelumnya."Gimana?" Mereka mulai bimbang dan saling memandang."Kalau bos marah gimana? Lo mau tanggung jawab?" Samar-samar terdengar negosiasi dari kedua preman tersebut."Kaburlah setelah dapatkan uang itu, masa lo diam aja. Lagian nggak bakal ketahuan kalau nggak ada yang bocor salah satu dari kita." Preman lain menimpali tanggapan temannya. Jari Ronald tak berhenti meminta bantuan call centre polri di 110 saat mereka sedang bernegosiasi. Namun, belum selesai mereka bernegosiasi, seorang lelaki datang menyerang dan memberi pukulan kepada lelaki yang memiting leher Gita. Seketika le
Pisau itu berhasil menancap ke perut Bastian. Ya, Tuhan. Darah segar berbau amis bercucuran keluar dari tubuh itu. Detik itu pula, Bastian jatuh tak sanggup menahan sakit sambil memegang bagian yang terluka tersebut.Setelah melihat kejadian itu, tanpa pikir panjang Ronald mengejar lelaki misterius yang langsung kabur dari tempat tersebut. Sekuat tenaga dia berlari dan harus mendapatkan si pelaku keji. Tidak boleh ada ampun karena baginya tingkat kejahatan itu sudah di luar batas nalar manusia.Beruntung, kondisi di sana banyak mobil yang melintas sehingga mengganggu arah lari sang pria misterius. Pria berjaket hitam itu terperangkap dan Ronald berhasil menghentikan aksinya yang hendak kabur. Secepat itu pula, Ronald menarik kerah baju lalu melakukan beberapa hantaman ke wajah dan tubuhnya. Lelaki itu oleng dan pisau yang dipegang pun terlepas.Beberapa satpam yang masih berada di sana ikut menyerang dan meringkus pria yang berniat kabur tadi. Setelah dikira aman, R
"Kami sedang menanyakan stok yang ada PMI, Bu. Namun, kami tidak bisa menjamin adanya stok atau tidak. Kami sedang berusaha semaksimal mungkin. Akan tetapi, kami sangat berharap dari pihak keluarga ada yang bisa menemukan pendonor, untuk jaga-jaga saja dan memastikan ketersediaan darah."Mereka saling berpandangan dan memikirkan siapa kira-kira di antara mereka yang bisa menjadi pendonor jika memang benar stok di PMI sedang kosong."Setelah kami observasi tadi ternyata perut pasien tersobek lumayan dalam. Kami akan segera melakukan tindakan lebih lanjut untuk melihat apakah ada organ dalam yang terkena imbas dari penusukan tersebut. Jika itu terjadi, kemungkinan pasien harus dioperasi." Dokter memberitahu kondisi luka dan menyarankan untuk segera menandatangani surat tindakan dari pihak keluarga.Jantung Keysha bagai ditikam golok, perih tetapi tidak terinfeksi setelah mendengar kondisi terkini dari Bastian. Dia masih syok melihat tragedi penusukan langsu
"Eh, sekretarisku. Ini habis dari kantor. Lembur ada meeting dadakan." Ronald menjawab sedikit salah tingkah. "Kalau anak ini?" Keysha mengelus kepala anak kecil itu dengan lembut. Anak itu mundur dan bersembunyi di belakang gadis yang Keysha belum tahu namanya."Anaknya Bagas, tahu kan?""Bagas, adik kamu?" Bastian menerkanya.Dia mengangguk, "istrinya baru meninggal enam bulan yang lalu, kecelakaan.""Inalilahi ... Sorry ya, aku enggak tahu." "Ya, enggak apa-apa. Jadi sekarang aku yang merawatnya dan kadang gantian sama mama.""Oh, sekretarismu bantuin kamu jaga anak ini juga?" Keysha melihat keakraban dari mereka, anak itu terkesan nyaman memegang tangan sang sekretaris."Halalin segera, biar enggak jadi cibiran orang, masa sekretaris merangkap jadi babysitter." Keysha menggodanya. "Iya, iya, tunggu aja undangannya." Ronald menyambut godaannya dengan kekehan. "Gitu dong move on, bagaiman
"Iya setelah dapat dan sekarang body-ku enggak seksi lagi? Mulai pelan mencampakkanku." Mulutnya tak berhenti menggerutu seperti langkahnya yang terus melaju.Perlahan, Bastian bisa membaca aura kecemburuan dari istrinya semakin memuncak. Dia pun menarik sedikit kedua sudut bibir dan menarik lengan Keysha. "Hei, kamu cemburu?" Wanita itu menahan kaki lagi dan menatap lekat suaminya. Mau mengakuinya, tetapi kok, malu. Namun, syukurlah akhirnya dia peka, batinnya."Au ah, gelap." Lalu, Keysha kembali melangkah menjauhi pemilik mata elang itu. Sementara Bastian masih terpaku memandang punggung Keysha yang semakin lama semakin menjauh."Jadi mikir nih untuk punya anak kedua kalau ngidamnya kayak gini. Parah, kudu siapin stok kesabaran berkarung-karung. Perasaan dulu dia enggak pernah cemburuan kayak begini banget. Selalu percaya karena dia tahu sebesar apa cintaku untuknya." Bastian bermonolog dalam hati sembari menggele
"Sayang, kita ke sana, yuk! Biar kamu minum teh hanget dulu. Sekalian sarapan, aku khawatir kamu masuk angin." Mata Keysha mengikuti arah pandang suaminya. Sebuah tenda kaki lima orang berjualan makanan."Kamu mau makan apa?" tanya Bastian yang duduknya agak berjauhan dengan Keysha. "Ada bubur, soto Surabaya ama tupat tahu.""Bubur aja." Sorot matanya tertuju ke gerobak mamang yang berbaju kuning. "Buburnya enggak pake sambal, kacang, kerupuk dan satu lagi, enggak pake lama." Bastian geleng-geleng lalu menuju ke mamang berbaju kuning itu kemudian kembali duduk di tempat semula. Suasana di sana masih belum begitu ramai "Nih, minum dulu." Teh hangat disodorkan di depannya.Ada resah di wajah suami melihat acara muntah-muntah tadi. Bibir Keysha sedikit pucat dan paras terlihat lemas. Bukannya dia tidak mau membantu, kalian bisa tahu, kan reaksinya, gaes.Dua bubur panas tersaji di meja. Baru beberapa suap bubur itu masuk
"Mau ke mana, Sayang?" tanya Bastian ketika melihat Keysha bersiap dengan kaos lebar yang menutup perut buncitnya dan celana panjang lengkap dengan sepatu kets."Mau jalan keliling kompleks. Kata dokter kalo mau normal, kudu banyak jalan." Keysha berlalu begitu saja melewatinya. "Tunggu, aku temani, ya. Mumpung Sabtu, aku hari ini enggak ke kantor." Bastian beranjak dari duduk dan berjalan menuju ke arahnya."Enggak usah, Mas. Aku bisa sendiri. Kamu jangan mendekat." Dia membentang salah satu tangannya dan tangan lain menutup hidung."Astaga. Iya, aku jaga jarak nanti pas kamu jalan. Aku enggak dekat-dekat. Kamu di depan, entar aku ikutin kamu dari belakang. Aku cuma ingin temani, enggak mau kamu kenapa-napa nanti. Itu aja, oke?" Lelaki itu menahan langkah dan memberi penjelasan. Berharap dia diizinkan ikut. Dia hanya ingin pastikan kalau istrinya aman-aman saja saat jalan pagi.Dengan terpaksa, Keysha mengangguk setuju, "tapi
"Tapi waktu itu kamu jadi pergi 'kan?" Ibu memotong pembicaraannya."Iya, mau enggak mau, bisnis itu penting sekali. Tapi apa, Bu? Tiap jam aku harus video call-an. Terus, pas dia mau tidur, aku harus tunggu dia sampai tidur, baru boleh dimatiin video call-nya. Itu pun karena aku suruh dia ambil bajuku untuk dia cium. Manjanya kelewatan banget. Sementara tadi?"Bastian menarik napas panjang sebelum melanjutkan keluhannya."Bekas saliman tangan dan bekas kecupan di kening, buru-buru dia cuci. Kayak jijik gitu sentuhan suaminya."Kalimat terakhirnya beriringan dengan gelak tawa Danisa."Sabar. Sabar." Wanita mengelus lengannya. Tawaan itu belum berakhir, masih berlanjut untuk beberapa detik kemudian."Perasaan, istri teman-temanku kalau ngidam enggak kayak gitu deh. Ngidamnya cuman makanan doang, martabak, soto, bakso, atau apa gitu. Istriku, kok, beda, ya?""Iya, itu yang Ibu bilang tadi, reaksi setiap ibu hamil itu beda-beda. Ada yang ngidam makanan,
"Bentar, nih mau cukur dulu. Udah lebat." Berbagai alasan dia lontarkan untuk mengulur waktu agar bisa berlama-lama berada di kamar, syukur-syukur dia diizinkan tidur di kamar itu lagi."Enggak pake acara cukur-cukuran. Ayo, silakan keluar! Cukur di kamar tamu." Sekuat tenaga dia mendorong lagi tubuh suaminya. Sebenarnya bukan sang suami tidak bisa menahan tubuh, dia hanya melihat kondisi tubuh sang istri seperti itu. Dia tidak tega menggunakan tenaga untuk memaksa mempertahankan diri. Pintu kamar segera dikunci ketika sang suami berhasil diseret ke luar."Key, jangan gitu dong. Sayang, please, salahku apa? Izinkan aku tidur di sini malam ini." Lelaki itu masih mengiba, berharap hati Keysha luluh. Akan tetapi, usaha permohonannya tidak digubris sang istri. Tidak ada sahutan apapun di balik pintu kamar itu."Key, tolong bukakan pintu, aku lupa sesuatu. Madu yang kamu beli, ketinggalan di kamar. Please izinkan aku masuk untuk mengambilnya." Wajahny
Extra part 1"Mau ngapain kamu ke sini, Mas?" Wajah jutek Keysha di balik pintu kamar kala membuka pintu setelah mendengar ada ketukan."Mau mandi, nih, habis pulang dari kantor, gerah." Sang suami masuk dengan santai sambil melonggarkan dasi yang seakan mencekiknya seharian. "Di kamar tamu, kan ada kamar mandi juga, kenapa enggak mandi di situ aja?" Wajahnya masih menunjukkan ketidakrelaan sang suami masuk ke kamar."Di sana kamar mandinya enggak ada air panas, water heater-nya rusak. Kamu juga tahu, kan?" Bastian masih dengan nada selembut mungkin, membuka jam tangan branded yang melingkar di pergelangan tangan dan meletakkan tas kerja di meja.Tatapan Keysha masih menyoroti setiap gerak-geriknya sambil menutup hidungnya."Suami pulang bukan disalim, eh, matanya jutek gitu, sih?" Sengaja lelaki berkemeja putih itu mengulurkan tangannya untuk disalam.Dengan malas akhirnya Keysha mendekati, meraih dan mencium punggung
Bastian paling pintar menggombali mantan pacarnya. Keysha yang mendapatkan kalimat itu langsung merasa melayang jauh di angkasa. Rona wajah si istri pun mulai memerah. Dia pun menggigit bibir menahan untuk tidak tersenyum."Kupastikan kamu tidak bisa ke mana-mana lagi. Kamu sudah menjadi milikku seutuhnya. Aku tidak akan segan-segan membawamu ke puncak kebahagiaan yang selama ini sudah tertunda akibat ketidak-gentle-anku waktu itu.""Sorry ya, waktu itu aku yang menikah duluan, aku...." Kalimat Keysha terpangkas karena aksi kilat Bastian. Lelaki itu menghentikan paksa kalimatnya dengan mengecup bibirnya lalu menarik diri.Mata Keysha melebar saat mendapatkan perlakuan nakal dari mantan pacar yang kini sah menjadi suaminya. Bertahun-tahun pacaran dulu, mereka tidak pernah sekalipun melakukan hubungan seintim itu. Mereka hanya sekadar melakukan genggaman tangan, pelukan dan kecupan kening."Kamu dengar, Key. Memang kamu istri keduaku, tapi aku pastikan sekara
Air mata Tisna pun luluh begitu saja tanpa ditahan. Dia sangat senang bisa menjadi istri dari lelaki itu. Meski dia tahu, maut yang ada di depannya sekarang akan memisahkan mereka."Mas, aku titip Keysha. Aku mohon kamu jangan pernah menyakiti perasaannya. Awas aja kalau nanti dia ngadu kalau kamu mem-bully dia." Wanita itu menoleh ke arah Keysha, begitu juga dengan Bastian yang melirik sekilas ke arahnya."Iya, aku janji." ***"Gimana saksi? Sah?""Sah.""Sah."Untaian doa pun terdengar sebelum Keysha mencium tangan suami barunya dan disusul kecupan kening Keysha dari Bastian. Mata pengantin wanita tak sengaja mengarah ke arah Tisna yang sedang memejamkan mata seperti tertidur. "Tisna?" Bergegas Keysha berlari menghampiri temannya yang duduk di kursi roda dengan tangan yang sudah terlulai lemas. Keysha meraih tangan yang dingin, diraba denyut nadi yang tak bernada. Hampir semua orang mengelilingi dan menatap iba wanita itu yang terlihat s