"Oh, Tisna belum kasih tahu kamu?" Nada di seberang juga terdengar bimbang.
"Tadi Tisna keluar dari butik, sampai sekarang dia belum balik ke sini. Pas aku hubungi ponselnya nggak aktif. Syukur kalau dia bareng Mas Ronald. Tapi dia nggak ngomong apa-apa tadi."Ronald berdecak kesal dan terdengar helaan napas sebelum dia melanjutkan kalimatnya. "Aku balik duluan ke Jakarta bareng Tisna dan anak-anak, ya.""Lho?" Keysha mencebikkan bibir."Mendadak tadi Tisna dapat kabar, papa mama menyuruh kita kumpul di rumah. Ada sesuatu yang penting akan disampaikan. Tadinya aku mau ajak kamu skalian balik, tapi Tisna bilang kamu sibuk banget."Ada kekecewaan di wajah Keysha setelah tahu mereka balik ke Jakarta tanpa memberitahukannya terlebih dahulu. Padahal, dia bisa membawa pekerjaannya ke Jakarta. Meskipun memang mengerjakan di Bandung lebih praktis karena kepala staff nya bisa leluasa membantu mengecek stok barang yang akan ditanyakan.""Aku bilang masuk, ya masuk!" Bentakan itu membuat Keysha kaget dan merinding spontan menoleh ke arah wajah yang sudah mengeraskan rahang.Wanita bermata bundar tersebut tidak menyangka Bastian akan membentaknya seperti itu. Ini pertama kalinya, dia melihat sorot mata kemarahan yang membuatnya hampir lupa cara bernapas. Namun, dia masih terpaku dan membuang pandang ke arah jalan yang dipenuhi kendaraan yang lalu lalang. Jujur, dia tidak terima lisan kasar yang diperoleh. Menurutnya, lelaki itu tidak berhak melarangnya untuk melakukan apa pun karena dia bukan siapa-siapa.Sementara Bastian menyadari dirinya hilang kendali karena penolakan Keysha. Tidak ada maksud untuk melukai hati wanitanya dengan suara bentakan tadi. Dia pun menurunkan ego, memulai pembicaraan dengan nada yang diturunkan beberapa oktaf. "Bisa nggak, sih, kamu nurut, nggak keras kepala seperti ini? Kamu lihat langit sudah mulai gelap. Itu sebabnya aku melarang kamu pulang sendi
Lelaki itu berusaha mencerna tuduhannya meski pandangan masih fokus ke jalan. Namun, otaknya sibuk mencoba menerka-nerka maksud kalimat dari wanita cantik itu. Keysha tak menjawab, dia masih melempar pandang ke luar jendela."Oh, aku tahu." Dia mengangguk dan seperti mendapat ilham bisa membaca jalan pikiran wanita itu."Kamu menuduh aku, menyuruh mereka pulang duluan, terus ninggalin kamu, gitu? Terus, aku pura-pura jadi sosok pahlawan yang berbaik hati mengantar kamu pulang. Iya kan? " Keysha masih menutup mulut dan mengiyakan dalam hati. Dia tahu Bastian lelaki yang cerdas, tidak perlu membuang tenaga menjelaskan apa maksudnya."Kebangetan kamu, Key. Iya, aku akui, aku masih suka sama kamu. Masih ada rasa tetapi enggak kayak gini juga usahaku untuk mendekatimu. Aku juga sadar diri sekarang aku sudah punya istri." Penjelasan yang tegas dengan suara sehalus mungkin. Walaupun suaranya terdengar lembut, tetapi arti dari ucapan itu membua
"Apa yang kamu lakukan, Bas?" pekiknya dengan ketus."Aw!" Bastian meringis kesakitan sambil mengelus pipinya yang baru ditampar Keysha."Kamu mau macem-macem ya? Cari kesempatan dalam kesempitan?" Keysha mencecar dengan marah, tidak terima perlakuan amoral dari lelaki itu."Ya, ampun, Key. Kamu kira aku mau apain tadi? Pikiran kamu negatif terus ke aku." Hembusan napas panjang sebelum dia melanjuti kalimatnya."Tadi aku mau banguni kamu. Tapi aku lihat itu ...." Bastian menunjuk ke wajah wanita yang sedang kebingungan menerka apa yang dia maksud. Apa ada yang salah dengan wajahnya?"Encesmu." Spontan dia terkekeh membuat Keysha refleks mengelap sudut bibir yang mengeluarkan sedikit air dari mulutnya. "Lucu ya?" Keysha berpura-pura pasang wajah galak untuk menepis rasa malu. Rasanya ingin dia membenamkan diri di kolong mobil untuk menutup rona merah yang bersemayam di wajah Lelaki itu menahan kekehannya sambi
Keysha mengenali sosok lelaki yang keluar dari mobil itu, ternyata dia adalah Ronald. Perasaannya tidak nyaman karena ada tamu lelaki yang berkunjung pagi-pagi buta. Yang lebih parah lagi, tamu itu datang saat para wanita ghibah itu menyaksikan langsung kehadirannya.Kekepoan mereka pun mulai terbakar tatkala melihat Ronald melambaikan tangan ke arah Keysha dan mengukir senyuman hangat."Siapa itu, Key?" "Teman."Keysha bingung mau menjawab apa. Spontan hanyabkata itu yang keluar dari bibirnya."Oh, Perjaka, duda apa laki orang?" tambahnya."Duda." Bergegas Keysha menyahuti pertanyaan yang membuatnya sedikit kikuk. Lalu, dia membayar sejumlah uang dan pamit kepada wanita yang masih penasaran dengan lelaki yang baru pertama kali mereka ketemu. "Hai, kok tahu aku tinggal di sini?" tanya Keysha saat sudah berdiri telat di depannya."Dari Tisna.""Oh." Dia mengangguk. "Ada apa, ya?" Dia belum me
"Bisa apa?" Pemilik suara itu mendekati mereka yang sedang berargumen.Tak sadar menarik sedikit kedua sudut bibir, Keysha dapat bernapas lega kala mengetahui kehadiran lelaki berkemeja maroon seperti yang dipakai tadi pagi."Ada apa ini?" Lelaki itu mengambil kertas putih dari tangan Keysha dan membaca dengan seksama. Sesekali dia menautkan kedua alis dan menggelengkan kepala, menunjukkan bahwa dia tidak setuju dengan pernyataan yang tertulis di sana.Dia menatap kedua pemuda yang masih berdiri dengan ekspresi tak suka. Dia menengok dan paham guratan kekhawatiran di wajah Keysha."Maksudnya apa ini? Mencoba melakukan pemerasan?" Suara penekanan dengan rahang mulai mengeras."Maaf, Anda siapa? Jangan ikut campur urusan kami." Pemuda berambut keriting itu mencoba mengurai ketakutan setelah mendapat transferan kemarahan dari Ronald. Tak langsung memberi tanggapan apapun, Ronald melirik sekilas wanita yang juga menunggu j
"Iya. Kenapa? Kamu kenal?" Keysha sedikit bingung melihat gelagat Ayu yang menutup sebagian wajah dengan telapak tangannya. Seperti ingin menghindari pertemuan mata dengan sang guru les itu."Yu, kamu kenapa? Kamu kenal sama Mas Ronald?" Keysha semakin penasaran karena belum mendapat tanggapan apapun darinya."Kenal banget." Dia menjawab sambil menekan kata banget.Keysha melebarkan mata dan ingin mengetahui apa hubungan mereka. Mengapa sahabatnya ini bisa kenal banget dengan Ronald."Dia tuh atasan aku." Ayu menjawab dengan sedikit berbisik. "Kok, dia bisa ada di sini? Guru les? Demi apa? Bukannya uangnya udah banyak, kok, nyari uang tambahan menjadi guru les segala?" Berbagai pertanyaan yang Keysha sendiri tidak tahu jawabannya. Dia malah tidak tahu pekerjaan Ronald sebelumnya. Tadinya dia pikir lelaki itu bekerja sebagai karyawan biasa, tetapi mungkin jabatannya bagus. Siapa sangka, ternyata dia atasan dari sahabatnya.
Isakan tangis pun pecah seketika dan menyedot perhatian Ronald dan Keysha saat itu. Mereka bangkit dan mengecek keadaan di teras, mencari sumber suara tersebut. Helaan napas berat dari Ronald terdengar kasar setelah mengetahui siapa gerangan pemiliknya."Apa yang kalian lakukan di sini?" Yang ditanya membulatkan mata sempurna karena kepergok menguping pembicaraan.Sepasang manik mata milik Keysha bersitatap dengan Tisna. Dia ingin mendapat penjelasan, mengapa mereka berdua bisa berada di sini malam-malam dan menguping pembicaraannya dengan Ronald. Rasa ingin tahu berasap di tempurung kepala sehingga tidak terbendung lagi."Maaf, Key. Bukan bermaksud mengganggu kalian, kedatangan kami tadi karena ..." Suara Tisna terbata-bata terdengar dan terhenti ketika orang yang bersamanya memangkas ucapan dengan cepat."Kenapa? Takut keciduk karena berduaan di tempat ini?" Suara lantang milik Melinda menggema, sorot mata tajam dengan pipi yang sudah basah.
"Apakah saya boleh melihat keadaannya sekarang, Dok?" tanya Bastian dengan nada cemas."Iya, boleh. Sambil diurus ruang perawatannya untuk malam ini. Besok pagi, kita tim dokter akan memulai melakukan beberapa tindakan lanjut untuk Ibu Tisna. Kalau begitu, saya pamit dulu." Usai penjelasan itu, Dokter meninggalkan tempat itu. Mereka berempat masuk ke ruangan di mana Tisna berbaring. Wajah yang pucat tadi kini sudah mulai merekah walau tidak semerekah sebelum dia jatuh pingsan tadi."Tis, gimana keadaanmu sekarang?" Pertanyaan pertama yang dilontarkan Keysha setelah lega melihat Tisna tersenyum menyambutnya."I'm okay, you see?" Senyuman tipis terbit di wajah wanita yang terkulai lemas di brangkar. Terlihat ada selang infus yang terhubung di punggung tangannya."Kamu sakit apa, sih? Kenapa tidak pernah cerita?" Keysha masih belum percaya kalau dia baik-baik saja. Dia mendengarnya sendiri barusan dari dokter kalau ada kanker di dalam tubuh
"Eh, sekretarisku. Ini habis dari kantor. Lembur ada meeting dadakan." Ronald menjawab sedikit salah tingkah. "Kalau anak ini?" Keysha mengelus kepala anak kecil itu dengan lembut. Anak itu mundur dan bersembunyi di belakang gadis yang Keysha belum tahu namanya."Anaknya Bagas, tahu kan?""Bagas, adik kamu?" Bastian menerkanya.Dia mengangguk, "istrinya baru meninggal enam bulan yang lalu, kecelakaan.""Inalilahi ... Sorry ya, aku enggak tahu." "Ya, enggak apa-apa. Jadi sekarang aku yang merawatnya dan kadang gantian sama mama.""Oh, sekretarismu bantuin kamu jaga anak ini juga?" Keysha melihat keakraban dari mereka, anak itu terkesan nyaman memegang tangan sang sekretaris."Halalin segera, biar enggak jadi cibiran orang, masa sekretaris merangkap jadi babysitter." Keysha menggodanya. "Iya, iya, tunggu aja undangannya." Ronald menyambut godaannya dengan kekehan. "Gitu dong move on, bagaiman
"Iya setelah dapat dan sekarang body-ku enggak seksi lagi? Mulai pelan mencampakkanku." Mulutnya tak berhenti menggerutu seperti langkahnya yang terus melaju.Perlahan, Bastian bisa membaca aura kecemburuan dari istrinya semakin memuncak. Dia pun menarik sedikit kedua sudut bibir dan menarik lengan Keysha. "Hei, kamu cemburu?" Wanita itu menahan kaki lagi dan menatap lekat suaminya. Mau mengakuinya, tetapi kok, malu. Namun, syukurlah akhirnya dia peka, batinnya."Au ah, gelap." Lalu, Keysha kembali melangkah menjauhi pemilik mata elang itu. Sementara Bastian masih terpaku memandang punggung Keysha yang semakin lama semakin menjauh."Jadi mikir nih untuk punya anak kedua kalau ngidamnya kayak gini. Parah, kudu siapin stok kesabaran berkarung-karung. Perasaan dulu dia enggak pernah cemburuan kayak begini banget. Selalu percaya karena dia tahu sebesar apa cintaku untuknya." Bastian bermonolog dalam hati sembari menggele
"Sayang, kita ke sana, yuk! Biar kamu minum teh hanget dulu. Sekalian sarapan, aku khawatir kamu masuk angin." Mata Keysha mengikuti arah pandang suaminya. Sebuah tenda kaki lima orang berjualan makanan."Kamu mau makan apa?" tanya Bastian yang duduknya agak berjauhan dengan Keysha. "Ada bubur, soto Surabaya ama tupat tahu.""Bubur aja." Sorot matanya tertuju ke gerobak mamang yang berbaju kuning. "Buburnya enggak pake sambal, kacang, kerupuk dan satu lagi, enggak pake lama." Bastian geleng-geleng lalu menuju ke mamang berbaju kuning itu kemudian kembali duduk di tempat semula. Suasana di sana masih belum begitu ramai "Nih, minum dulu." Teh hangat disodorkan di depannya.Ada resah di wajah suami melihat acara muntah-muntah tadi. Bibir Keysha sedikit pucat dan paras terlihat lemas. Bukannya dia tidak mau membantu, kalian bisa tahu, kan reaksinya, gaes.Dua bubur panas tersaji di meja. Baru beberapa suap bubur itu masuk
"Mau ke mana, Sayang?" tanya Bastian ketika melihat Keysha bersiap dengan kaos lebar yang menutup perut buncitnya dan celana panjang lengkap dengan sepatu kets."Mau jalan keliling kompleks. Kata dokter kalo mau normal, kudu banyak jalan." Keysha berlalu begitu saja melewatinya. "Tunggu, aku temani, ya. Mumpung Sabtu, aku hari ini enggak ke kantor." Bastian beranjak dari duduk dan berjalan menuju ke arahnya."Enggak usah, Mas. Aku bisa sendiri. Kamu jangan mendekat." Dia membentang salah satu tangannya dan tangan lain menutup hidung."Astaga. Iya, aku jaga jarak nanti pas kamu jalan. Aku enggak dekat-dekat. Kamu di depan, entar aku ikutin kamu dari belakang. Aku cuma ingin temani, enggak mau kamu kenapa-napa nanti. Itu aja, oke?" Lelaki itu menahan langkah dan memberi penjelasan. Berharap dia diizinkan ikut. Dia hanya ingin pastikan kalau istrinya aman-aman saja saat jalan pagi.Dengan terpaksa, Keysha mengangguk setuju, "tapi
"Tapi waktu itu kamu jadi pergi 'kan?" Ibu memotong pembicaraannya."Iya, mau enggak mau, bisnis itu penting sekali. Tapi apa, Bu? Tiap jam aku harus video call-an. Terus, pas dia mau tidur, aku harus tunggu dia sampai tidur, baru boleh dimatiin video call-nya. Itu pun karena aku suruh dia ambil bajuku untuk dia cium. Manjanya kelewatan banget. Sementara tadi?"Bastian menarik napas panjang sebelum melanjutkan keluhannya."Bekas saliman tangan dan bekas kecupan di kening, buru-buru dia cuci. Kayak jijik gitu sentuhan suaminya."Kalimat terakhirnya beriringan dengan gelak tawa Danisa."Sabar. Sabar." Wanita mengelus lengannya. Tawaan itu belum berakhir, masih berlanjut untuk beberapa detik kemudian."Perasaan, istri teman-temanku kalau ngidam enggak kayak gitu deh. Ngidamnya cuman makanan doang, martabak, soto, bakso, atau apa gitu. Istriku, kok, beda, ya?""Iya, itu yang Ibu bilang tadi, reaksi setiap ibu hamil itu beda-beda. Ada yang ngidam makanan,
"Bentar, nih mau cukur dulu. Udah lebat." Berbagai alasan dia lontarkan untuk mengulur waktu agar bisa berlama-lama berada di kamar, syukur-syukur dia diizinkan tidur di kamar itu lagi."Enggak pake acara cukur-cukuran. Ayo, silakan keluar! Cukur di kamar tamu." Sekuat tenaga dia mendorong lagi tubuh suaminya. Sebenarnya bukan sang suami tidak bisa menahan tubuh, dia hanya melihat kondisi tubuh sang istri seperti itu. Dia tidak tega menggunakan tenaga untuk memaksa mempertahankan diri. Pintu kamar segera dikunci ketika sang suami berhasil diseret ke luar."Key, jangan gitu dong. Sayang, please, salahku apa? Izinkan aku tidur di sini malam ini." Lelaki itu masih mengiba, berharap hati Keysha luluh. Akan tetapi, usaha permohonannya tidak digubris sang istri. Tidak ada sahutan apapun di balik pintu kamar itu."Key, tolong bukakan pintu, aku lupa sesuatu. Madu yang kamu beli, ketinggalan di kamar. Please izinkan aku masuk untuk mengambilnya." Wajahny
Extra part 1"Mau ngapain kamu ke sini, Mas?" Wajah jutek Keysha di balik pintu kamar kala membuka pintu setelah mendengar ada ketukan."Mau mandi, nih, habis pulang dari kantor, gerah." Sang suami masuk dengan santai sambil melonggarkan dasi yang seakan mencekiknya seharian. "Di kamar tamu, kan ada kamar mandi juga, kenapa enggak mandi di situ aja?" Wajahnya masih menunjukkan ketidakrelaan sang suami masuk ke kamar."Di sana kamar mandinya enggak ada air panas, water heater-nya rusak. Kamu juga tahu, kan?" Bastian masih dengan nada selembut mungkin, membuka jam tangan branded yang melingkar di pergelangan tangan dan meletakkan tas kerja di meja.Tatapan Keysha masih menyoroti setiap gerak-geriknya sambil menutup hidungnya."Suami pulang bukan disalim, eh, matanya jutek gitu, sih?" Sengaja lelaki berkemeja putih itu mengulurkan tangannya untuk disalam.Dengan malas akhirnya Keysha mendekati, meraih dan mencium punggung
Bastian paling pintar menggombali mantan pacarnya. Keysha yang mendapatkan kalimat itu langsung merasa melayang jauh di angkasa. Rona wajah si istri pun mulai memerah. Dia pun menggigit bibir menahan untuk tidak tersenyum."Kupastikan kamu tidak bisa ke mana-mana lagi. Kamu sudah menjadi milikku seutuhnya. Aku tidak akan segan-segan membawamu ke puncak kebahagiaan yang selama ini sudah tertunda akibat ketidak-gentle-anku waktu itu.""Sorry ya, waktu itu aku yang menikah duluan, aku...." Kalimat Keysha terpangkas karena aksi kilat Bastian. Lelaki itu menghentikan paksa kalimatnya dengan mengecup bibirnya lalu menarik diri.Mata Keysha melebar saat mendapatkan perlakuan nakal dari mantan pacar yang kini sah menjadi suaminya. Bertahun-tahun pacaran dulu, mereka tidak pernah sekalipun melakukan hubungan seintim itu. Mereka hanya sekadar melakukan genggaman tangan, pelukan dan kecupan kening."Kamu dengar, Key. Memang kamu istri keduaku, tapi aku pastikan sekara
Air mata Tisna pun luluh begitu saja tanpa ditahan. Dia sangat senang bisa menjadi istri dari lelaki itu. Meski dia tahu, maut yang ada di depannya sekarang akan memisahkan mereka."Mas, aku titip Keysha. Aku mohon kamu jangan pernah menyakiti perasaannya. Awas aja kalau nanti dia ngadu kalau kamu mem-bully dia." Wanita itu menoleh ke arah Keysha, begitu juga dengan Bastian yang melirik sekilas ke arahnya."Iya, aku janji." ***"Gimana saksi? Sah?""Sah.""Sah."Untaian doa pun terdengar sebelum Keysha mencium tangan suami barunya dan disusul kecupan kening Keysha dari Bastian. Mata pengantin wanita tak sengaja mengarah ke arah Tisna yang sedang memejamkan mata seperti tertidur. "Tisna?" Bergegas Keysha berlari menghampiri temannya yang duduk di kursi roda dengan tangan yang sudah terlulai lemas. Keysha meraih tangan yang dingin, diraba denyut nadi yang tak bernada. Hampir semua orang mengelilingi dan menatap iba wanita itu yang terlihat s