Pandangan wanita itu nanar menatap kearah kami. "Tega kamu mas! kamu bilang akan bekerja, ada urusan, tapi ternyata kamu ada disini. Urusanmu adalah urusan ranjang bersama wanita ini, hah!?" ucap Maya berapi-api. Dia langsung menarik badan Bisma dari atas tubuhku dan mendorongnya menjauhiku. Tenang wanita itu begitu kuat, mungkin karena di kuasai kemarahan. "Dasar wanita murahan! kamu sudah mengambil suami orang lain tapi tidak puas dan ingin juga mengambil suamiku. Aku bukan Amelia, aku tidak akan tinggal diam dengan semua ini. Aku akan membunuhmu sekarang juga," pekiknya kencang. Istri Bisma langsung menyerangku dengan membabi buta, menampar pipiku berkali-kali dan memukuliku. Aku yang sejak tadi dalam posisi tidak berdaya makin tak berdaya untuk melawan wanita yang sedang kalap itu. "Aku sudah menhan diri selama ini karena malu sama mertuamu, tapi ternyata kamu masih belum berubah juga. Bahkan setelah suamimu meninggalkan dirimu kamu makin tidak terkendali. Apa kamu sekarang b
Perlahan aku membuka amplop berwarna putih yang tertulis namaku. Alesha menulis surat untukku.Amelia, Sahabatku. Mungkin sekarang aku tidak pantas lagi disebut sahabat, setelah apa yang aku lakukan padamu. Aku sudah menduga jika kamu pasti tidak akan mau menemuiku, makanya aku sengaja menulis surat ini. Maafkan aku, teman. Aku sudah iri dengan apa yang kamu miliki, bahkan aku berusaha merebutnya darimu. Tapi nyatanya ikatan cinta kalian begitu kuat, aku tidak bisa memiliki suamimu dan aku sendiri yang terbakar didalam api yang aku ciptakan sendiri.Ibu mas Damar sudah menyuruhku pergi dari rumah itu, saat ini aku sudah tidak ada disana lagi. Raka bersama bunda sekarang, bunda sangat kecewa padaku saat aku menceritakan semuanya dengan sebenar-benarnya. Mungkin aku tidak berhak meminta, tapi jika boleh aku tidak ingin Raka diambil dan diasuh oleh Bisma, lelaki itu tidak boleh merawatnya. Aku juga titip bundaku, Amel. Jenguklah dia sesekali, hiburlah dirinya, aku tahu kamu akan mau m
Mas Damar tampak menghela nafas panjang, seolah-olah menata hati dan ucapan yang hendak dia sampaikan pada bunda Zahra. "Sebelumnya saya minta maaf bunda, saya tidak bisa lagi mempertahankan pernikahan saya dengan Alesha. Selain karena pengacara sudah mengurus semuanya dan mungkin akan segera selesai, sejak awal tidak ada perasaan yang terjalin diantara kami. Jika kami terus mempertahankan hubungan ini, tidak akan ada yang bahagia, baik saya maupun Alesha. Lebih baik saya melepaskan, dan berharap suatu saat nanti Alesha akan mendapatkan laki-laki yang baik, yang mau menerimanya dan menjaganya dengan baik," tutur mas Damar panjang lebar. Dalam hatiku aku merasa lega mendengar jawaban dari suamiku itu, disisi lain bunda tampak kecewa dengan jawaban mas Damar. "Bunda tidak bisa memaksa ataupun berbuat apa-apa karena kesalahan putri bunda memang tidak bisa di toleransi, dan memang perasaan tidak bisa di paksakan. Buktinya anak bunda sendiri yang mengalaminya. Mungkin nak Damar begitu n
Gelombang cinta sudah kurasakan sejak tadi pagi di perutku. Aku pikir sepertinya aku akan melahirkan, biasanya rasa ini akan segera menghilang begitu beberapa saat aku rasakan. Dokter bilang itu kontraksi palsu. Tapi hari ini, rasa itu semakin lama semakin sering muncul, dan rasanya luar biasa. Aku sejak tadi mencoba menahannya karena kupikir ini akan hilang lagi seperti biasanya, karena perkiraan kelahiran masih satu minggu lagi. Namun ternyata makin siang rasanya semakin sering muncul. Sejak pagi tadi aku sudah berjalan-jalan di sekeliling rumah seperti biasanya selepas mas Damar pergi bekerja, dan saat ini aku tengah berisitirahat di dalam kamar sambil menikmati rasa sakit di perutku yang datang dan pergi secara intens. "Maaa," aku berteriak memanggil mama. Tidak ada jawaban, mungkin mama sedang sibuk di dapur. Perlahan-lahan aku turun dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar untuk mencari mama. Sepertinya aku harus segera kerumah sakit. "Maaa," seruku lagi, memanggil calon
Suasana desa yang sejuk dan asri kembali menyapa kami. Pada akhirnya mas Damar dan aku memutuskan untuk pulang juga ke kampung. Kami berangkat selepas subuh dan sampai di kampung ini selepas Zuhur. Kami akan tinggal di rumah besar itu lagi, dimana untuk mempertahankannya bapak rela mengorbankan banyak hal. Beliau seperti diriku, menghargai sesuatu yang memiliki banyak kenangan di dalamnya.Jika di jual rumah dan tanah ini pasti bernilai fantastis, makanya hanya rumah ini dan beberapa aset saja yang di dapat oleh bapak. Mobil di rumah yang dulunya berjejer-jejer sekarang tinggal dua saja. Mobil yang bisa di pakai mas Damar dan di pakai bapak. Mobil-mobil untuk angkut barang sudah berpindah ke rumah Bisma dan orang tuanya semua, karena itu memang aset untuk peternakan yang sekarang di kuasai oleh mereka. Adik perempuan bapak yang paling kecil mendapatkan beberapa hektar kebun, bagian perempuan memang hanya setengah dari bagian laki-laki. Peternakan yang begitu besar dan jumlah ayam r
Adik iparku, Nisa, terlihat cantik dalam balutan gamis pesta berwarna silver. Kepalanya di tutupi dengan jilbab dengan warna yang senada. Hari ini adalah hari yang membahagiakan buatnya, setelah menjalani ta'aruf dengan mas Fariz beberapa waktu lalu akhirnya mereka memutuskan untuk menikah dan hari ini adalah acara lamaran mereka. Mas Fariz yang pernah mengajar Nisa dan bertemu di pondok pesantren, membuat proses perkenalan mereka berjalan lancar dan tidak lama. Akhirnya adik iparku itu akan menjadi pendamping lelaki yang diam-diam dikaguminya. Entah gimana dulu perasaannya saat dia tahu lelaki itu hendak ingin berta'aruf denganku. Ah, ta'aruf berbeda dengan pacaran bukan. Proses itu hanya untuk saling mengenal saja. Pasti Nisa tidak memikirkan apapun soal masa lalu itu. "Amma tatntik," ucap Yumna berceloteh sambil menatap kearah Nisa.Bocah dengan usia dua tahun dua bulan itu sudah pandai berbicara dengan lancar, kedua putra-putriku itu begitu lincah dan pandai, juga saling menjag
"Papa ... Papa!" pekik Yumna dan Zikri saat melihat papanya pulang dari kandang. Sebenarnya peternakan kami sudah mulai berkembang dengan baik, sudah mulai menghasilkan lagi dan bisa mengaji karyawan lebih banyak. Mas Damar ke sana hanya untuk mengecek keadaan saja. Dia mulai sibuk lagi dengan kegiatan penjualan hasil beternak. Aku ikut menghampiri suamiku dan menyambutnya, mengambil barang bawaannya jika dia membawa sesuatu. Kadang kala dia akan membawa telur-telur yang tidak bisa di jual karena mengalami keretakan. "Tumben pulang lambat mas?"Papa dari kedua anakku itu pulang lebih lambat dari biasanya, biasanya sebelum tengah hari sudah pulang jika ke kandang tapi kali ini dia pulang lewat tengah hari. "Oh, lagi ada pembeli yang langsung membeli kesana dalam jumlah besar dan aku menungguinya," jawab mas Damar menjelaskan. Aku hendak ikut ikut masuk kedalam rumah mengikuti anak-anak dan papanya, namun sebuah suara memanggilku. Mbak Yani, tetangga depan rumah yang satu bulan la
POV DAMAR______&&_____Tengah malam buta aku memacu kuda besi menuju peternakan, aku abaikan dinginnya udara malam, meninggalkan istriku yang sepertinya dikuasai oleh ribuan pertanyaan. Jono, orang yang bertugas menjaga peternakan mengatakan jika dia menangkap orang yang beberapa hari ini bikin rusuh di peternakan kami. Lelaki itu mengatakan jika yang menyuruhnya adalah sepupuku, Bisma. Mau apa lagi sih nih orang, tidak puas-puasnya menganggu kehidupan keluarga kami. Padahal harapan bapak setelah membagi semuanya secara rata, agar dia tidak akan berulah lagi. Apa lagi dia mendapatkan sesuatu yang memang dia inginkan, peternakan yang sudah sukses dan banyak menghasilkan. Sedangkan bapak dan bulek hanya mendapatkan sebagain kecil, bapak yakin padaku dan pada dirinya sendiri jika kami akan bisa mengembangkan apa yang kami dapatkan, dan saat ini hasilnya memang sudah mulai terlihat. Begitu sampai di tujuan, aku segera menemui Jono dan Yudi yang sedang menunggui seorang laki-laki yang
Pada akhirnya kami memberikan nama Ammar pada anak ketiga kami, nama itu memiliki arti yang bagus dan juga termasuk paduan dari namaku dan nama mas Damar.Kami dikaruniai lagi anak laki-laki yang lucu. Dulu saat kami begitu ingin Yang Kuasa belum berkenaan memberikannya, sekarang dengan mudahnya semua diberikan kepada kami. Seperti itulah rezeki, jika belum menjadi hak kita meskipun hampir ada dalam genggaman tetap saja akan terlepas juga. Semua keluarga lagi-lagi berkumpul di rumah ini untuk ikut berbahagia bersama kami. Hanya Nisa dan suaminya yang tidak bisa datang karena sedang hamil juga. Akhirnya adik iparku itu juga hamil saat ini. "Apa kamu masih tidak suka papa menjodohkanmu dengan pria pilihan papa?" tanya papa sambil mengelus kepalaku. Aku sedang berada di kamar membereskan baju-baju juga hadiah dari teman-temanku dan keluarga kami untuk baby Ammar dan papa barusan masuk ke kamarku sambil membawa hadiahnya untuk cucunya. "Kenapa papa bilang seperti itu, kalau aku menye
POV DAMAR____________Aku sudah menyiapkan semua sebelum berangkat ke rumah sakit. Termasuk melakukan reservasi hotel didekat rumah sakit. Aku pikir jika belum ada pembukaan atau baru pembukaan awal, kami akan menginap di hotel terdekat dengan rumah sakit. Mengingat hari ini sudah masuk Hpl nya, agar tidak terlalu jauh mondar mandir dari rumah ke rumah sakit. Si kembar sudah aman bersama dengan neneknya, jadi kami tidak perlu mengkhawatirkan mereka berdua untuk saat ini. Kami berjalan beriringan menuju kamar hotel yang sudah kami pesan, beristirahat dan rileks sebelum melahirkan mungkin bisa juga menjadi pilihan untuk Amelia saat ini. "Mau istirahat atau mandi dulu," tanyaku begitu kami memasuki kamar. "Aku ingin rebahan dulu mas," jawabnya sambil merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur yang cukup luas untuk kami berdua. Aku meletakkan beberapa barang bawaan yang tadi sempat aku bawa serta kedalam kamar. Setelah itu ikut merebahkan diri disampingnya. Aku mengelus-elus pinggangn
"Perut mama besar ya?" tanya Yumna sambil memegang perutku yang sudah membuncit."Iya, ada adiknya, Sayang," jawabku sambil membelai rambutnya. "Boleh sayang adik?" kali ini Zikri yang datang menghampiriku. "Tentu boleh," jawabku sambil merentangkan kedua tanganku. Membiarkan kedua anak tersebut memeluk perutku. "Wah adiknya bergerak-gerak," pekik Yumna kegirangan. Sepertinya dia merasa gerakan yang ada di perutku, yang barusan juga aku rasakan. "Hai anak-anak, kalian sedang apa?" tanya mas Damar yang baru selesai mandi. Dia baru saja pulang dari bekerja meskipun baru tengah hari."Ada adik di dalam sini, dan dia bergerak-gerak," seru Yumna kegirangan."Apa kalian sayang adik?" tanya mas Damar lagi. "Sayang ... sayang," pekik ke-duanya sambil loncat-loncat. "Mau segera betemu dengan adik?" tanya mas Damar sambil mengelus perutku. "Mau!" jawab Zikri. "Kalau begitu hari ini Yumna sama Zikri menginap di rumah nenek yaa, mama sama papa mau ke dokter biar adiknya cepat keluar."
POV FARHANKu kecup kening wanita berpipi tirus yang tertidur di samping kemudian aku menyelimutinya. Siang tadi dia pingsan lagi gara-gara panik memikirkan putranya. Entah apa penyebabnya, jika panik melandanya dia akan pingsan. Kuhela nafas panjang sambil menatap langit langit kamar kami, begitu banyak cobaan yang menimpanya hingga dia seperti ini dan aku adalah salah satu orang yang mempunyai andil dalam penderitaan yang menimpanya. Beruntungnya dia tidak mengalami depresi meskipun banyak hal yang dia pendam.Malam itu saat dia tidak sadar karena ku beri obat tidur aku menggaulinya. Aku berpikir saat umi menyuruhku untuk menjemputnya di malam hari, itu adalah sebuah keberuntungan buatku. Beberapa kali melihatnya timbul keinginanku untuk mencicipi tubuhnya. Hingga saat umi memintaku untuk menjemputnya kemudian mengantarkannya ke pesantren aku malah membawanya ke rumah kami setelah dia tidak sadar karena obat yang aku berikan.Namun aku mendapati sebuah kecewakan, ternyata dia tid
Rivani dan Ziva berserta para suaminya sudah pulang karena waktu semakin sore. Di rumah tinggal aku dan Alesha juga si kecil Yumna. Alesha belum pulang karena menunggu suami dan anaknya. Mereka pergi sejak tadi dan belum juga pulang.Alesha mencoba untuk menelepon suaminya, Farhan. Namun sepertinya tidak tersambung, mungkin smartphone milik suaminya itu kehabisan baterai atau bagaimana. Makin lama aku melihatnya sepertinya Alisa mulai nampak khawatir dann panik."Kenapa alesha?" tanyaku. "Nomor telepon Mas Farhan tidak bisa dihubungi, kenapa ya? Mereka sudah pergi sejak tadi tapi kok tidak pulang-pulang aku takut mereka kenapa-napa," jawab Alesha."Tenang saja kan mereka pergi bersama mas Damar juga. Nanti kalau sudah selesai urusannya pasti mereka akan kembali," ucapku menenangkannya."Aku coba telepon mas Damar ya, siapa tahu nomornya bisa dihubungi," ucapku sambil mencari ponsel milikku.Alisa mengangguk tapi terus mondar-mandir di ruangan sambil melihat ke arahku. Begitu menemuka
POV DAMARAmelia datang ke teras belakang dengan wajah panik, seperti ada sesuatu yang terjadi di depan sana entah apa itu."Ada apa?" tanyaku begitu dia menghampiriku."Di depan ada Bisma," ucapnya sambil menatap ke arah suami alesha, Farhan.Aku bisa menduga kenapa kekhawatiran terlihat diwajahnya. Mungkin saja diia mengira Bisma akan melakukan hal-hal yang tidak kami inginkan."Tenanglah aku akan ke sana menemuinya," ucapku menenangkan istriku"Aku ikut," sahut Farhan.Aku dan Amelia saling berpandangan sepertinya Farhan sudah mengetahui atau mungkin sudah pernah mendengar nama Bisma."Ada apa?" tanya suami Rivani."Bukan apa-apa, hanya sepupuku datang bertamu. Sebentar ya kalian tidak apa-apa kan aku tinggal di sini," ucapku yang dibalas anggukan oleh kedua suami dari teman Amel ini.Aku bergegas ke depan diikuti oleh Amelia dan juga Farhan. Terlihat Bisma sedang duduk di teras dengan santainya di antara para wanita-wanita yang menghadang di depan pintu."Sepertinya di rumahmu sed
"Jangan menyebut nama dia lagi di hadapanku. Jangan sebut dan menceritakan wanita lain saat kita berdua, aku tidak suka," ucap mas Damar pelanBenar kata suamiku ini, seharusnya aku tidak melakukan hal-hal seperti itu apalagi saat hanya berdua dengannya. "Tapi aku hanya ....""Sssttt!"Mas Damar meletakkan telunjuknya di bibirku, tidak membiarkan aku mengatakan lagi apapun apa yang ingin aku katakan. Padahal aku mau memberitahu perubahan Alesha saat ini, atau mengatakan jika dia sudah bersuami."Apapun alasannya jangan menceritakan wanita lain dihadapkanku, suamimu," ucap mas Damar."Dari Abdullah ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Nabi ﷺ bersabda: Janganlah seorang istri menceritakan seorang perempuan lain lalu menyifati (kecantikan) wanita itu kepada suaminya seakan-akan ia (suami) melihatnya,” lanjutnya mengutip sebuah hadits." Hadist ini riwayat Bukhari dan sahih," ucap mas Damar lagi. "Meksipun aku mau menceritakan perubahannya?" tanyaku lagi."Apapun dan siapapun, bai
Papa dari si kembar menyambut kedatangan kami di depan pintu begitu mendengar suara mobil yang aku kendarai masuk ke halaman. Rumah yang di beli mas Damar dulu adalah sistem cluster, tidak ada pagarnya, hanya ada satpam di pintu masuk depan perumahan sana yang menjaga dan mengawasi setiap orang yang masuk area perumahan sini. Rata-rata satpam itu sudah mengenal wajah-wajah penghuni setiap cluster yang mereka jaga. Anak-anakku langsung menghambur ke pelukan papanya dan mencium tangannya, lalu tanpa disuruh masuk ke rumah. Biasanya mereka akan mencuci kaki dan tangan lalu melakukan apa saja yang ingin mereka lakukan. "Bagaimana tadi acaranya?" tanya mas Damar begitu kami berjalan beriringan masuk kedalam rumah. "Aku merindukanmu," ucapku sambil mendaratkan ciuman di pipinya.Setelah melakukan itu, aku bergegas berjalan lebih dahulu meninggalkan mas Damar. "Hei, ditanya apa di jawab apa," seru mas Damar sambil mengejarku yang sedang masuk ke kamar."Mas, aku mandi dulu yaa. Tolong li
Alesha menyeka air matanya begitu dia selesai bercerita, kami hampir tidak bisa berkata apa-apa mendengar ceritanya barusan. Aku tidak menyangka dia melewati saat-saat yang begitu menyedihkan dan menyakitkan baginya. Aku rasa itu lebih parah daripada yang aku rasakan dulu, aku masih mendapatkan cinta dari suamiku meskipun aku dimadu. Namun dirinya tak pernah mendapatkan dari cinta dari laki-laki manapun, bahkan Bisma yang membuatnya hamil pun tidak memberikan cinta padanya. Tapi mereka melakukan karena saling memberi keuntungan. "Lalu sekarang kamu masih bersama dengan pria itu," tanya Ziva kesal.Alesha menjawab pertanyaan Ziva tersebut dengan anggukan."Kenapa kamu bertahan dengan laki-laki yang seperti itu sih? tanya Rivani."Karena sekarang dia sudah berubah tidak seperti dulu lagi. Dia sudah menjadi suami yang bertanggung jawab dan menyayangiku," jawab Alesha."Lalu kenapa kamu masih seperti kurang bahagia dan kurus seperti ini," tanyaku tidak percaya."Ini karena aku masih m