Share

Bab 5

Author: Safiiaa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Akhirnya Kumenemukanmu 5

Hari-hari berlalu seperti biasanya. Sikap dingin Mas Risky semakin menjadi. Tak peduli bagaimanaa baiknya aku merawat putri tunggalnya dia tetap dingin. Sedingin es.

Perlahan hatiku mulai kebal. Kebal akan wajahnya yang tak pernah bersahabat denganku. Hanya bicara seperlunya saja. Aku pun belajar tak peduli. Tak peduli akan dinginnya sikap pria yang masih menjadi pemilik separuh hatiku itu padaku.

Benarkah rasanya padaku sudah menguap seiring dengan jarak dan waktu yang membatasi? Entahlah, aku pun belajar tak peduli. Tetapi sisi terdalam hatiku tak mau berhenti menyebut namanya dalam setiap doa yang kugaungkan tiap sepertiga malam.

Dalam hati aku selalu berharap akan ada kesempatan dimana kami bisa meluapkan rasa satu sama lain. Bisa jadi sisa rasa itu ada dan aku ingin suatu saat rasa itu tersampaikan padaku.

Tapi siapa aku? Pantaskah aku memiliki keinginan seperti itu? Lancang.

Siang ini kami sedang berada di ballroom sebuah hotel bintang lima untuk melaksanakan acara pernikahan Mas Risky dengan Adinda. Sekilas kulihat hiasan dalam ruangan itu tampak banyak bunga-bunga yang terpajang sebagai hiasan. Tetapi sayangnya aku tak punya hak untuk menikmati pemandangan itu sebelum acara dimulai. 

Ada Kiaa yang lebih berhak mendapatkan perhatianku daripada acara sakral sang ayah yang bukan menjadi urusanku. Aku menghela napas dalam untuk mengurai segala rasa lancang dalam hatiku.

Seharusnya memang bukan urusanku, tapi soal hati? Mau tak mau aku pun merasa terdampak akan pernikahan ini. Berkali-kali kulafadzkan istighfar dalam hati agar hatiku legowo. Meskipun dadaku terasa sesak tapi aku harus tampak biasa. Allahu Rabbi.

"Jangan jauh dari Kiaa, kamu harus selalu menjaganya." Bu Maria berpesan padaku saat semuanya sibuk dengan persiapan pernikahan Mas Risky dengan Adinda.

Para keluarga dan perias perlahan menyelesaikan tugasnya masing-masing. Satu persatu kerabat sudah menjelma menjadi putri dengan kebaya dan sanggul yang menghiasi tubuh mereka.

"Baik, Bu." Aku menjawab dengan cepat dan pelan. Kiaa sedang dalam gendonganku. Ia tertidur setelah minum susu, tetapi belum kuletakkan di atas ranjang karena khawatir dia akan terbangun kembali.

Kuusap kembali punggungnya dengan telapak tanganku. Lalu kubacakan beberapa shalawat agar ia makin terlelap. Kupandangi wajahnya yang cantik. Sungguh, sungguh ini adalah keajaiban Tuhan. Aku bisa memeluk Mas Risky dalam bentuk kecil.

Bu Maria sejenak melihat kondisi Kiaa dalam gendonganku. Perempuan paruh baya yang sudah memakai kebaya warna gold dengan sanggul dan rias modern itu mengusap punggung Kiaa sebentar lalu meninggalkanku sendirian di kamar hotel ini. Anggun sekali Bu Maria. 

Aku kembali menimang Kiaa dalam dekapanku. Bayi ini memang sudah terlelap tapi belum terlalu nyenyak. Sehingga aku masih harus mengayunnya dalam gendonganku sambil kubacakan shalawat. Kusayangi dia ibarat dia adalah anak kandungku sendiri. Ini sedikit bisa menjadi pelipur laraku saat aku tengah dilanda rindu pada Caca.

Tiba-tiba saja Mas Risky masuk kamar Kiaa tanpa permisi. Ia mematung di depan pintu setelah daun pintu itu terbuka lebar. Pandangan matanya tertuju pada bayi yang sedang dalam gendonganku. Wajah itu kaku. Tak ada ekspresi apapun saat menatap bayinya yang tengah kugendong.

Aku terperanjat melihat tingkahnya. Sedang apa dia diam disitu. Padahal kalau dia bertanya pun aku pasti bersedia menjawabnya. Aku menunduk takut melihat wajah dinginnya. Bacaan shalawat yang sejak tadi kudendangkan langsung kuhentikan. 

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanyaku memberanikan diri. Kepalaku menunduk setelah berucap, takut melihat ekspresi wajahnya. Beruntung Kiaa sudah terlelap sehingga ia tak perlu lagi membuatku sibuk menimang-nimangnya.

"Tidak ada. Saya cuma ingin memastikan Kiaa baik-baik saja. Jangan tinggalkan dia selama acara berlangsung. Saya tidak mau Kiaa kenapa-kenapa," ujarnya dingin tanpa ekspresi. Saat bicara sorot mata itu setajam mata elang, tajam menatap wajahku. Tetapi setelah selesai bicara, ia berbalik badan tanpa menungguku membalas tatapan matanya. 

Bibirku sudah terbuka hendak menjawab ucapannya. Tetapi tubuh gagah dengan balutan kemeja lengan panjang warna putih itu asal pergi saja tanpa permisi. Wajah Mas Riski semakin terlihat tampan dan gagah. Wajah yang bersih tanpa jerawat membuat wajah itu makin terlihat menawan. Ah andai saja. Sayangnya itu hanya akan menjadi angan. Aku mengembuskan napas kasar dari bibirku yang sedikit kuoles liptint warna merah jambu.

"Nduk, kamu ngga ganti baju?" tanya Bi Siti setelah ia masuk ke dalam kamar yang disiapkan untuk Kiaa. Ia datang setelah kepergian Mas Risky. Aku yang sedang duduk di sisi ranjang sambil memainkan ponsel segera menatap wajah wanita tua yang sudah memakai gamis rapi ini. Kerudung panjang yang ia kenakan tak membuat statusnya sebagai pembantu rumah tangga itu kelihatan. Ia tampak anggun dengan gamis itu yang ditambah dengan riasan tipis di wajahnya.

"Ganti baju buat apa, Bi?" balasku bertanya sambil mengamati pakaian yang kukenakan. Aku sedang memakai pakaian khusus baby sister lengan panjang dengan kerudung panjang yang menutup dadaku.

"Ehh kok buat apa, ini kan hari bahagia Den Bagus sama Mbak Adinda, masak kamu pakaiannya gini aja?" 

"Saya takut, Bi. Nunggu perintah dari Nyonya besar aja lah. Kalau disuruh baru ganti baju," jawabku sekenanya. Selain memang belum diperintah, aku juga malas untuk menghadiri acara di depan. Aku takut tak bisa menahan diri untuk tidak menangis.

"Nyonya mah terserah kamu saja! Ngga harus maksa pakai ini itu, tapi kan ini acara sakral, ya mbok ya menghargai diri kamu sendiri biar cantik di depan tamu undangan," ujar Bi Siti. Wajah renta itu menatapku sendu. Tatapan matanya dalam, sekaan penuh kasih terhapku.

Aku tersenyum untuk membalas rasa khawatirnya. "Aku nyaman pakai ini saja, Bi," ujarku akhirnya.

"Kamu itu pakai baju gini kok nyaman. Ganti gamis ajalah, kalau ngga bawa kamu boleh pinjam gamis anak Bibi," tawarnya.

Wajahku kembali menatap wajah teduh milih wanita paruh baya di depanku ini. Kemudian aku tersenyum mengangguk. "Terserah Bibi saja."

"Baiklah biar diambilkan Rasyid sebentar," ujarnya sebelum pergi.

Di dalam keluarga ini aku seperti memiliki saudara. Semuanya baik padaku termasuk Rasyid, sopir pribadi Bu Maria. Hanya satu yang tak menganggapku seperti saudara, yaitu Mas Risky.

Kembali kutatap layar ponsel yang sedang kupegang. Ada foto keluarga kecilku sebagai walpaper layar utamanya. Wajah Mas Yudha yang penuh kasih meskipun aku terlambat menyadarinya. 

Perlahan mataku basah. Sedikit banyak aku menyesali kelakuanku dulu yang kurang bersyukur telah memilikinya. Juga menyesal karena telah bermain hati dengan lelaki lain. Lelaki yang kini putrinya menjadi ladang penghasilan untukku. Sekarang aku terbakar karena ulahku sendiri.

Rasyid datang dengan membawa gamis yang diambil dari rumah Bi siti. Hanya dia lelaki yang ramah padaku karena di rumah Bu Maria hanya ada dua lelaki. Salah satunya Mas Risky dengan segala sikap dinginnya.

"Makasih ya, Mas?" ujarku pada Rasyid yang berdiri di depan pintu setelah mengulurkan baju dalam paperbag padaku.

Lelaki yang memakai kemeja batik itu tersenyum dan mengangguk ramah padaku sebelum ia pergi.

Dengan cepat aku berganti pakaian. Beruntung ukuran baju anak Bi Siti sesuai dengan ukuran badanku. Sedikit saja kupoles wajahku dengan bedak tipis dan lipstik warna soft pink agar wajahku terlihat segar. Sedikit berbeda dengan riasanku sehari-hari ketika bekerja.

Derit pintu terdengar saat aku baru saja menutup ujung lipstik dalam tutup di tanganku. Segera wajahku menoleh pada sumber suara untuk melihat siapa yang datang.

Seorang lelaki dengan baju beskap pengantin warna hitam dengan payet yang menghiasi dada dan lengannya tengah berada di ambang pintu. Di tangannya membawa blangkon. Lagi-lagi sorot mata itu dingin ketika menatap wajahku.

Lelaki berpakaian pengantin itu tertegun sejenak sambil beradu pandang denganku.

"Bawa Kiaa keluar, ajak dia bergabung bersama keluarga lainnya. Pastikan tidak ada yang menggendongnya selain kamu," ujar Mas Risky tegas.

"Baik, Tuan." Aku mengangguk patuh.

Setelah melihatku mengangguk, lelaki tampan itu pergi meninggalkanku dengan rasa yang berkecamuk dalam dada. Bagaimana mungkin aku diminta untuk menyaksikan acara akad nikahnya yang sejatinya aku sendiri masih memiliki rasa untuknya?

Bersambung🌷🌷🌷

Related chapters

  • Akhirnya Ku Menemukanmu    Bab 6

    Akhirnya Kumenemukanmu 6Prosesi akad sedang berlangsung dengan khidmat. Banyak tamu undangan yang menyaksikan prosesi itu yang turut larut dalam khidmat dan sakralnya pernikahan. Ada juga yang beberapa kali kulihat mengusap air mata.Saat khutbah nikah dikumandangkan, aliran darahku rasanya mengalir deras. Aliran darahnya bak air terjun yang jatuh ke dasar sungai dengan cepatnya. Ada rasa cemas dan tak rela yang bergelayut dalam hatiku.Beruntung Bi Siti mengambil alih Kiaa dari gendonganku. Kami duduk bersisihan di belakang deretan kursi untuk keluarga inti. Tetapi mataku bisa menangkap dengan jelas proses akad yang sedang berlangsung itu. Sungguh hatiku bak ditusuk sembilu. Perih melihat tangan kekar yang kuharapkan dengan penuh cinta membelai wajahku kini pupus sudah.Kudengar suara Penghulu membaca ijab qabul dengan lantang membuat hatiku semakin perih. Siapalah aku ini? Berulang kali hatiku berdebat. Sisi baik dan sisi buruknya kembali mencari pembenarannya sendiri. Aku mendesah

  • Akhirnya Ku Menemukanmu    BAB 7

    Akhirnya Kumenemukanmu 7"Bi, permisi ke depan dulu ya? Ini waktunya Kiaa minum susu, biar kuberi susu sambil kugendong keluar," pamitku pada Bi Siti. Tempat duduk Bu Maria tepat di depan tempat duduk Bi Siti, aku takut mengganggu jika harus meminta izin lebih dulu padanya. Biarlah nanti Bi Siti yang menyampaikan.Aku berjalan mewati tamu undangan menuju pintu keluar. Suasana bising sound system di dalam ruangan tidak bisa membuat Kiaa tertidur pulas. Aku harus membawa Kiaa keluar ruangan ini.Aku berdiri di depan pintu masuk. Terdapat satu kursi panjang yang di atasnya sedang terduduk dua gadis dengan kebaya yang membalut tubuh keduanya. Mungkin mereka tamu undangan yang sedang menunggu temannya di luar."Enak bener ya jadi Adinda, jadi temen deket dari mantan istri Risky, eh malah disuruh gantiin posisinya. Mujur banget nasibnya, padahal Adinda ngga deket-deket amat sama Alisya," ujar salah satu dari gadis yang duduk di atas kursi itu. Tepat di samping kiri tempat kuberdiri. Mereka

  • Akhirnya Ku Menemukanmu    Bab 8

    POV. Ar Risky GunawanAku tak mengira bahwa rumah tangga yang sedang kuperjuangkan di tengah kemelut rasa yang membuncah dalam hatiku tetap harus berakhir. Bukan karena perceraian tapi karena usia istriku yang tak lagi bisa membersamaiku.Betapa hancur hatiku saat aku memandangi wajah ayu Azkiaa yang harus menjadi piatu diusia yang masih bisa dihitung jari. Air mataku mengalir saat harus terjaga untuk menemaninya menghabiskan susu dalam botol yang telah kusiapkan. Gadis kecilku mengisap karet botol itu dengan kuatnya. Lehernya naik turun menelan air yang keluar dari lubang kecil diujung karet yang ada di dalam mulutnya. "Malang sekali nasibmu, Nak," lirihku sambil memandangi wajahnya.Hari berganti hari, perlahan Adinda mulai menggantikan posisi Alisya dalam keseharianku. Wanita yang ditunjuk oleh Alisya untuk merawat anaknya kini mulai menepati janjinya. Gadis yang bekerja di bank konvensional itu selalu meluangkan waktunya setiap hari setelah kepergian Alisya. Dia berusaha keras u

  • Akhirnya Ku Menemukanmu    Bab 9

    Akhirnya Kumenemukanmu 9"Eh tumben kayak bapak-bapak bener omonganmu?" tanyaku heran. Tak biasanya dia bisa sebijak ini. "Kan aku lagi bijak, jangan menghancurkan martabatku sebagai lelaki yang bijak," ujarnya sambil membenarkan kerah baju, bergaya sok."Hilih, biasanya juga kamu yang doyan!" balasku sambil melempar rokok ke arahnya. Dengan sigap tangan Adam menerima lemparanku itu."Haisss jangan main lempar-lemparan, hancur rokokku!" sungutnya pura-pura marah."Berapa sih harga rokok? Ngajakin kencan cewek keluar modal banyak juga biasa aja," selaku sambil mencebik. Adam malah tertawa renyah. "Jangan keras-keras, ini kafe ada cctvnya, hancur sudah rumah tanggaku kalau dia dengar," bisiknya."SSTI." "Apaan itu?""Suami-suami takut istri," jawabku sambil tertawa."Bukan takut istri, tapi sayang istri. Ngawur aja kalau sampai dia tahu, bisa tidur di luar aku," sengitnya.Setelah ngobrol dengan Adam, aku kembali pulang dengan hati berkecamuk. Pernikahan sudah didepan mata tapi hatik

  • Akhirnya Ku Menemukanmu    Bab 10

    Akhirnya Kumenemukanmu "Sa, siapin baju-baju kamu sama barang-barang Kiaa ya? Kalian ikut pindah ke rumah Risky yang di perumahan Grand Kencana," ujar Bu Maria saat aku sedang membuatkan susu untuk Kiaa. "Pindah, Nyonya?" tanyaku kaget. Aku refleks menghentikan gerakan tanganku memindahkan susu bubuk ke dalam botol susu milik Kiaa."Iya. Setelah pulang dari hotel Risky dan Adinda langsung pindah ke rumahnya," jawab Bu Maria cepat. Ia tengah duduk di bibir ranjang dan menepuk paha Kiaa yang mengantuk. Bayi mungil itu menggeliat karena lapar.Astaga, aku pun ikut pindah? Bagaimana hidupku di sana nanti? Bagaimana kikuknya sikapku saat hanya tinggal berempat di sana dengan keluarga kecilnya? Astagfirullah. "Kenapa, Sa? Kok bengong?" tanya Bu Maria saat aku terdiam sambil menggenggam susu Kiaa yang belum kuaduk.Mataku terperanjat saat mendengar pertanyaan Bu Maria. Perempuan paruh baya itu rupanya mengamatiku."Hei, Bayi kecil," sapa Dimas tiba-tiba. Ia baru saja masuk ke kamar Kiaa t

  • Akhirnya Ku Menemukanmu    Bab 11

    Akhirnya Kumenemukanmu"Sudah, Papa. Kita berangkat?" tanya Adinda yang suaranya juga dibuat seperi anak-anak."Ya sudah buruan pamit sama Mama dan yang lainnya."Tanpa permisi lelaki berkaus polo warna cokelat itu berlalu begitu saja. Adinda pun turut kekuar bersama Kiaa dalam gendongannya. Sedang aku mengekor di belakangnya sambil menarik koper Kiaa juga menenteng tas bawaanku.Bu Maria dan Dimas sudah menunggu di teras. Keduanya menunjukkan raut wajah sedih melepas kepergian Kiaa dari rumah mereka."Hati-hati ya, Sayang, cucu Nenek," ujar Bu Maria sambil menciumi pipi Kiaa. "Kapan-kapan Om juga mau main ke rumah Kiaa, biar ketemu sama embak berhijab yang cantik jelita," goda Dimas sambil melirik ke arahku.Ah lelaki muda ini terlalu genit. Sungguh berbeda dengan sang kakak yang berwibawa. Aku menunduk sambil menahan senyum. Bukan karena ada yang lucu, hanya saja aku bersyukur pernah menaruh rasa pada kakaknya yang lebih baik dari adiknya, kelihatannya.Kepalaku kemudian mendongak,

  • Akhirnya Ku Menemukanmu    Bab 12

    Akhirnya Kumenemukanmu"Maaf," ucapnya setelah aku menarik tanganku dari bawah tangannya.Aku mengangguk cepat. Ada sebuah rasa yang menjalar dari tanganku ke seluruh sendi-sendi dalam tubuhku setelah merasakan sentuhannya. Hanya sentuhan biasa, bukan sentuhan dengan rasa tapi sudah membuat kepalaku terasa ada yang berjalan lambat. Kami terdiam beberapa saat. Bergulat dengan isi pikiran masing-masing. "Kamu masuk saja, biar aku yang ambil," ucapnya tanpa melihatku. Tangan kokoh itu dengan cepat membuka pintu mobil bagian belakang.Aku lantas masuk ke rumah baru Mas Risky dengan hati tak menentu. Seharusnya tadi aku tersenyum atau membalas menyentuh tangannya karena respon dia hanya diam tanpa berucap apapun sebelum aku menarik tanganku. Setidaknya itu satu kemajuan dari perubahan sikapnya.Adakah yang harus disyukuri dari semua ini?Suara tangis Kiaa membuatku tersadar bahwa lelaki yang tadi mneyentuh tanganku adalah suami orang. Astagfirullah hal adzim. Aku memukul kepalaku menggu

  • Akhirnya Ku Menemukanmu    Bab 13

    Akhirnya KumenemukanmuTidak ada maksud dalam hati untuk menguping pembicaraan seseorang dalam ruangan yang ada di depanku berdiri. Aku hanya ingin memastikan bahwa tidak ada pembicaraan yang merugikan orang lain. Sebab rasa cintaku pada lelaki yang bergelar suami itu lebih untuk menjaga, bukan merusak. Aku masih memiliki kewarasan pikiran untuk membedakan hal baik dan buruk. Terlebih setelah melihat seberapa besar cinta Mas Risky terhadap almarhumah istrinya yang sekarang ia curahkan kepada putri semata wayangnya. Diri ini hanya ingin menjaga apa yang dulu dijaga mati-matian olehnya."Kalau masih pengantin baru aja aku diabaikan, gimana kalau pernikahannya sudah berumur panjang?"Suara Adinda terjeda beberapa saat. Mungkin ia sedang menelpon seseorang dan sedang memberi kesempatan bagi si penelepon untuk membalas ucapannya. "Besok kalau dia masih sibuk sama kerjaannya, aku mau jalan aja sama kamu," jawabnya lagi setelah beberapa saat terdiam."Oke, jemput di rumah aja. Tapi jangan

Latest chapter

  • Akhirnya Ku Menemukanmu    Doa Orang Teraniaya

    Aku dan Mas Risky sama-sama kebingungan mencari Mama. Kemana perginya beliau yang sama sekali tak paham daerah sini. Rumah Bude Nikmah pun terlihat sepi. "Kemana lagi nyarinya, Mas? Semua ngga ada yang tahu." Aku berujar setelah bertanya pada beberapa tetangga yang kebetulan berada di luar.Mas Risky berusaha terlihat tenang. Ia tak mau gegabah. Terlebih Mama sudah dewasa dan masih normal atau belum pikun. Minimal Mama masih bisa kembali dengan selamat. Hanya saja kami panik karena beliau tak izin lebih dulu."Mama ngga akan hilang. Cuma pergi aja mungkin dan ngga pamit." Mas Risky mencoba menenangkanku."Iya. Tapi Mama kan ngga kenal siapa-siapa di sini. Gimana ngga panik coba?""Kita tunggu ya? Kamu tenang aja." Mas Risky menggandengku berjalan kembali menuju arah rumah. Ia tak mau terlihat kebingungan di jalanan. Sebaiknya kami menunggu saja di rumah.Aku duduk di kursi teras dengan cemas. Baru kali ini Mama keluar tanpa pamit. Bahkan Mas Dimas pun tak tahu kemana mamanya pergi.

  • Akhirnya Ku Menemukanmu    Mana Mana?

    Akhirnya Ku Menemukanmu"Kita balik?" tawar Mas Dimas malam ini. Bakda tarawih kami semua duduk bersantai di ruang tamu. Mengeratkan diri satu sama lainnya dengan obrolan yang ringan dan seru.Bu Maria terdiam. Ia memandangku dan Mas Risky bergantian."Kayaknya enak di sini. Sampai lebaran juga boleh. Gimana?" balas Bu Maria."Apa boleh kami menginap di sini sampai lebaran?" tanya Bu Maria. Kini wajah itu menghadap ke wajahku, seakan ia sedang meminta persetujuanku."Boleh dong, Ma. Silahkan saja. Sania malah senang bisa lebaran di kampung ini lagi.""Gimana, Mas?" tanyaku pada Mas Risky. Bagaimana pun aku harus meminta persetujuannya sebelum mengambil keputusan."Kalau Mama minta begitu ya sudah. Kita di sini dulu. Tapi aku minta Bi Siti buat antar Kiaa dulu ke sini. Biar rame.""Biar kujemput, Bang.""Apa Caca boleh ikutan?" sela Caca tak mau ketinggalan."Boleh. Ajak Mbak Mira juga boleh," sambut Mas Dimas malu-malu."Mbak Mira ikutan ya? Biar seru. Nanti bantu aku gendong adik Kia

  • Akhirnya Ku Menemukanmu    Ganti Rugi

    Akhirnya Ku Menemukanmu "Halo Sayang," ujar Bu Maria ramah.Akan tetapi yang diberi ucapan malah bersembunyi dibalik badan langsing milik Mira. Ia memegang ujung baju Mira dengan eratnya. Seperti sedang merasa terintimidasi.Dadaku mencelos melihat sikap Caca. Begitu takutnya ia melihat wanita yang pernah marah-marah di hadapannya waktu itu. Tapi aku pun tidak bisa menyalahkan. Itu adalah sebuah respon natural dari apa yang pernah ia lihat dan saksikan. Terlebih sebuah kejadian itu tidak pernah ia alami sebelumnya.Aku berinisiatif untuk mendekati tubuh putriku. Bukan tidak mau, hanya saja butuh waktu dan pengertian. Aku memaklumi itu."Sayang, Nenek sudah minta maaf sama Mama. Nenek sudah baik sama Mama dan Papa. Caca jangan takut lagi ya? Nenek sayang kok sama Caca," ujarku sambil menoleh ke arah Bu Maria.Caca masih saja bersembunyi di balik badan Mira. Ia masih dengan posisi yang sama. Menggenggam erat baju Mira dengan kedua tangannya.Badan tambun yang wajahnya sudah terlihat se

  • Akhirnya Ku Menemukanmu    Runtuhnya Ego

    Akhirnya Ku Menemukanmu "Maafkan aku, aku telah membuatmu menderita. Aku telah berbuat dosa padamu," lirih Bu Maria sambil terisak.Wanita yang kini mulai membuka hati untukku itu merengkuhku dalam dekapannya. Erat sekali. Dada yang naik turun tak beraturan itu membuatku turut merasakan sesak yang teramat sangat. Betapa dalam dirinya juga sebenarnya merasakan hal yang serupa denganku. Hanya saja terbalut gengsi dan malu untuk mengakui segala kesalahan yang telah diperbuat."Tidak, Ibu tidak berbuat dosa." Aku mengusap punggung lebar itu dengan lembut dan seirama. Sebisa mungkin aku tidak terlalu menyudutkan posisinya.Semakin tua seseorang, hati dan perasaannya makin sensitif. Sedikit saja ucapan atau perilaku yang tidak sesuai dengan keinginannya, pasti akan membuatnya mudah emosi atau marah-marah. Hal ini juga terjadi dengan Bu Maria, mertuaku. Sikap Bu Maria itu sudah fitrahnya sebagai orang tua yang sudah lanjut. Bahkan hal ini sudah dibahas dalam Al Qur'an. Ini yang membuatku b

  • Akhirnya Ku Menemukanmu    Pasrah

    "Ibu apanya Kiaa?" tanya Mbak Sari, yang sejak tadi diam menyaksikanku memeluk dan sesekali mencium gemas pipi Kiaa yang berada dalam dekapanku.Aku terdiam, lalu mendudukkan Kiaa di pangkuanku setelah memberinya sebuah mainan agar ia tak lagi merengek."Saya ibu sambungnya Kiaa." Aku menjawab sekenanya. Hendak menceritakan semua pun rasanya tak etis."Ibu sambung?" kagetnya. Kedua matanya melebar sambil menatapku tak percaya.Aku tersenyum melihat reaksinya. Wajar dia kaget melihat kedekatanku yang tidak biasanya. Terlebih saat ia bertemu denganku tadi, Bu Maria dalam keadaan marah-marah.Saat aku hendak mengalihkan pembicaraan, kulihat Bi Siti lewat di depan kamar Kiaa sambil membawa nampan berisi makanan."Mbak, nitip sebentar ya," ucapku sambil berdiri. Tanpa menunggu jawaban Mbak Sari, aku mengejar tubuh Bi Siti yang sedang berjalan menuju kamar Bu Maria. Ini adalah saat yang tepat untuk kembali merayu wanita paruh baya itu."Bi, makanannya buat Mama?" tanyaku setelah Bi Siti be

  • Akhirnya Ku Menemukanmu    Curahan Kasih

    Akhirnya Ku MenemukanmuAku berjingkat mendengarkan suara yang tiba-tiba memekakkan telinga. Tangan yang semula sudah terulur untuk menggendong bayi mungil di hadapanku kembali kutarik. Wajahku yang semula sudah bahagia karena bisa melepas rindu dengan Kiaa, sekarang terdiam, bahkan cenderung tegang.Mas Risky berjalan beberapa langkah mendekati badanku berdiri di dekat pengasuh Kiaa. Aku menyambutnya dengan meraih pergelangan tangannya untuk kugenggam erat karena rasa takut yang kembali mendera."Jangan lagi sentuh cucuku," hardik Bu Maria keras. Dua bola mata itu membulat sempurna. Bahkan wajah yang pucat tak membuat dia menurunkan nada bicaranya.Jari telunjuk yang dihiasi dengan cincin emas itu mengarah sempurna searah dengan dua mataku. Aku tertegun, sebegitu besar bencinya terhadapku. Sungguh, perbuatan Mas Risky kemarin menyisakan dendam dalam sinar mata Bu Maria yang penuh luka."Kami datang untuk menjenguk Mama." Mas Risky mulai bersuara. "Mbak Sari, bawa Kiaa masuk kamar.

  • Akhirnya Ku Menemukanmu    Muara Rindu

    Melihat wajah Mas Risky yang cemberut, aku malah tertawa. Lucu saja melihat wajah tampannya dibuat jelek dengan bibir yang maju beberapa senti. Namun saat aku tergelak, tanpa aba-aba Mas Risky berdiri dan mengangkat tubuhku hingga aku memekik kaget."Mas," pekikku. Dengan cepat tanganku mengalung ke lehernya. Mataku membulat sempurna menatap wajahnya yang tepat berada di depanku. Tapi tak urung, aku menyandarkan kepalaku ke bahunya."Salah sendiri. Dibilang Mas lagi rindu malah cekikikan," kesalnya. Tapi tak urung wajah itu akhirnya tersenyum juga.Mas Risky meletakkan bobot tubuhku ke atas ranjang sederhana yang menjadi tempat bersatunya kami setelah akad beberapa waktu lalu. Ranjang yang menjadi saksi bahwa lelaki yang kerap kusebut dalam doaku benar-benar menyentuhku dengan segenap cinta dan kasih yang dia miliki."Habis Mas lucu sih." Aku masih saja tak bisa menahan bibirku untuk tidak tertawa."Kok lucu?" sela Mas Risky. Ia mengunci tubuhku di bawah tubuh gagahnya. Kedua tangann

  • Akhirnya Ku Menemukanmu    Geli, Mas!

    Akhirnya Ku Menemukanmu 57"Mama sakit, Sayang." Mas Risky berujar setelah meletakkan ponselnya. Ia menatapku dalam tak berkedip."Kita ke sana?" tawarku pelan."Tidak."Aku terkejut. Mataku membulat menatap wajah suamiku yang duduk di sebelahku. Begitu tegasnya ia menolak."Mas, Ibumu sedang sakit, bagaimana mungkin Mas tidak mau datang ke sana?" tanyaku tak percaya."Tidak akan datang sebelum Mama mau menerimamu sebagai menantunya." Mas Risky berujar tanpa menatapku.Aku tertegun mendengar ucapan Mas Risky. Sebegitu kerasnya ia berusaha untuk memaksa Bu Maria untuk menerima kehadiranku."Mas sudah lelah menuruti apa kemauan Mama. Sudahlah, biarkan ini jadi pelajaran buat dia. Biar Mama juga sadar kalau anaknya juga punya kemauan, ngga harus selalu menuruti kemauan Mama saja."Mas Risky kembali meraih sendok yang sebelum menerima telepon ia letakkan. Ia mulai melahap masakanku yang menurutku setelah mendengar kabar ini semua makanan di depanku ini jadi hambar. Padahal sebelumnya aku

  • Akhirnya Ku Menemukanmu    Kenapa Mama?

    "Kamu ngga apa-apa, Dek?" tanya Mas Risky setelah ia terbangun. Gurat kekhawatiran terlihat jelas dari pandangan matanya yang tak lepas menatapku. Telapak tangannya berulang kali memegang dahiku.Hatiku berbunga mendapati perhatian dari lelaki yang telah lama berpisah denganku."Aku ngga apa-apa, Mas. Jangan khawatir." Aku menenangkan. Kuubah posisi tidurku menjadi duduk bersandar di sandaran ranjang."Jangan puasa ya?" pintanya sedikit memaksa."Enggak, Mas. Aku puasa aja. Sayang lebaran kurang beberapa hari lagi. Aku juga sudah bolong banyak." Aku mengelak. "Kamu lagi sakit, Dek.""Enggak. Langsung sembuh pas ketemu Mas di sini," elakku. "Nih lihat sudah sembuh," sambungku sambil kupegang dahiku sendiri.Mas Risky terdiam menatapku sambil mengerjap. Perlahan seulas senyuman terkembang dari bibirnya yang kemerahan. Dimataku ketampanannya meningkat drastis karena lama tak berjumpa. Lebay ya? Biar saja. Aku cinta.Tangan Mas Risky yang kokoh itu meraih jemariku dengan lembut, lalu ia

DMCA.com Protection Status