Share

Titik Balik (POV Author)

last update Last Updated: 2024-12-11 20:12:29
Nadya duduk di tepi ranjang dengan tangan gemetar saat memegang surat cerai yang baru saja ia terima. Seharusnya hal itu membuatnya senang karena satu masalah sudah terselesaikan. Namun, ekspresi wajah wanita itu menunjukkan sebaliknya.

Hatinya terluka.

“Udah cukup sedihnya, Sayang.”

Dengan gugup, Nadya menghapus air mata di pipinya. Mama Anita jelas sudah melihatnya.

“Semua udah selesai. Jangan sesali yang udah terjadi.”

Sebuah anggukan Nadya tunjukkan sebagai jawaban. Kedua tangannya terulur dan mendekap tubuh wanita yang telah melahirkannya 28 tahun yang lalu. Wanita yang pasti ikut merasa hancur seperti dirinya.

Alih-alih reda, tangisnya semakin deras hingga sesenggukan. Tidak ada wanita yang ingin berpisah dengan pasangan yang bertahun-tahun menghuni hatinya. Bahkan jika mereka berpisah pun, kenangan yang telah mereka lalui bersama tidak akan pergi dengan mudahnya.

Tangan Mama Anita mengelus puncak kepala Nadya saat putri kesayangannya itu mengurai pelukan mereka.

“Coba m
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Permainan Dimulai!

    “Pak Reza, ditunggu Pak Wirawan di ruangannya. Sekarang.” Deg! Detak jantung Reza seolah terhenti detik itu juga. Dia bahkan terpaksa harus menelan ludah berkali-kali setelah panggilan telepon itu berakhir. “Pasti ini ada urusannya sama keputusan cerai kemarin.” Tangan Reza terkepal marah, tapi raut wajahnya lebih menunjukkan kekhawatiran. “Dahlah, bodo amat. Mau dipecat juga gak masalah. Toh, semua aset Nadya udah jadi milikku sekarang. Leha-leha setahun pun nggak akan habis.” Sambil mengendurkan dasi di lehernya, Reza menutup lembar kerja di depannya dan beranjak keluar dari ruangannya. Dia berjalan cepat menuju lift dan menekan tombolnya. Tak berapa lama, kotak besi itu terbuka. Hanya butuh hitungan detik, Reza sudah ada di lantai tiga dan langsung menuju ruangan ayah angkat mantan istrinya. Selama ini, dia diperlakukan dengan sangat baik oleh orang-orang karena Pak Wirawan menganggapnya sebagai menantu yang baik. Entah sekarang, setelah pengkhianatan yang telah dilakukannya.

    Last Updated : 2024-12-12
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Perusak Suasana (1)

    “Akhirnya!” ucap Reza dengan senyum merekah di wajah. Punggungnya dihempas ke sandaran kursi sambil melepas dasi. “Cerai dari Nadya nyatanya keputusan paling tepat. Tahu gini aku ceraikan dia dari dulu!” Tawa pria 29 tahun itu begitu lepas seolah semua beban terangkat dari pundaknya. Surat keputusan promosi yang baru diterima masih tergenggam erat, seolah-olah itu adalah tiket emas menuju masa depan yang lebih cerah. “Apa kata Pak Wirawan tadi? Dia minta maaf dan memberikan promosi ini sebagai kompensasi?” Sekali lagi gelak tawa terdengar. Reza benar-benar puas dan bangga, tampak dari sorot matanya yang berbinar. Dia mengusir jauh bayangan suram perceraian dengan imajinasi uang melimpah karena jabatannya sekarang lebih tinggi. “Pulang cepat, Mas?” tanya Joyce yang tiba-tiba muncul dan duduk di samping Reza. Semerbak parfum seketika menguar, seolah wanita itu menumpahkan sebotol penuh untuk menarik perhatian pujaan hatinya. Belum sempat Reza bereaksi, Joyce lebih dulu mengec

    Last Updated : 2024-12-13
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Perusak Suasana (2)

    “Kenapa pakai baju itu? Nggak ada baju lain?!” sengak Reza semakin tak suka. Sebulan lebih hidup satu atap dengan Joyce membuatnya mulai menyadari sifat buruk wanita itu. Nadya dan Joyce layaknya dua kutub yang berbeda, bahkan saling bertentangan. Wanita berhijab itu santun dan pengertian, tapi tidak melupakan tugasnya sebagai istri meski harus bekerja di luar. Sedangkan Joyce, hari-hari hanya dihabiskan untuk bermalas-malasan. Wanita berambut pirang itu tidak bisa memasak, membersihkan rumah, maupun pekerjaan lain. Kesibukannya hanya bersolek dan merias kuku sambil scroll-scroll media sosial. Benar-benar tidak ada gunanya. “Nadya ninggalin semua bajunya. Jadi dari pada mubazir, mending aku pakai.” “Lepas. Jangan sentuh barang-barang dia!” Kening Joyce berkerut. “Mas, kamu kenapa, sih? Masih cinta sama mantan istrimu dan nggak rela baju-baju bekasnya aku pakai?” Kali ini Reza yang terkesiap. Dia tidak tahu kenapa dirinya merasa tidak rela melihat pakaian itu melekat di tu

    Last Updated : 2024-12-13
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Benih-Benih Kecemburuan (1)

    “Joy, dasi krem yang semalam aku minta kamu siapin di mana?” Suara Reza yang cukup memekakkan telinga membuat Joyce terpaksa membuka mata. Padahal, baru satu-dua jam lalu dirinya bisa terlelap. Sejak semalam Reza menolak untuk menyentuhnya dengan alasan takut terlambat bangun esok paginya, Joyce tidak bisa tidur. Berbagai pikiran buruk memenuhi kepala. “Joy! Denger nggak, sih?! Di mana dasinya?” Joyce menyingkirkan selimut dengan kasar, tak peduli kain tebal berbulu itu terhempas ke lantai. “Pakai dasi yang lain aja kenapa, sih?” balasnya jengkel sambil membuka laci. Dengan acuh tak acuh, dia meletakkan kain kecil memanjang warna biru ke atas nakas. “Aku bilang krem, bukan biru. Kamu buta warna?!” Joyce yang sudah terlanjur malas dengan sikap uring-uringan Reza, memilih melenggang ke kamar mandi. “Adanya itu. Cari aja sendiri kalau ngeyel mau yang krem.” “Joy, kamu itu wajib urusin aku. Nadya nggak pernah absen pakein dasi setiap pagi sesibuk apa pun dia.” “Ya udah,

    Last Updated : 2024-12-14
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Benih-Benih Kecemburuan (2)

    “Semua sudah kami atur di Bandung. Jika ada hal-hal yang membuat Pak Reza tidak nyaman, silakan langsung sampaikan ke saya.” “Terima kasih banyak, Bu Mita atas kesediaannya. Kalau begitu, saya tidak akan sungkan menghubungi Ibu.” Dengan anggun, Bu Mita mengangguk sambil tersenyum. Joyce yang sudah sampai di ambang ruang tamu, jelas melihat interaksi antara Reza dengan sekretaris berusia 35 tahunan itu. Seketika, seolah ada jarum tajam yang menusuk jantung Joyce. Hatinya panas melihat Reza begitu ceria menyambut tamunya, berbanding terbalik dengan wajah masam yang ditunjukkan pagi ini. “Siapa sih, dia? Ngapain pagi-pagi ke sini?” Joyce yang belum mandi dan masih mengenakan pakaian tidur lusuh langsung merengut. Hatinya mencelos, kecemburuan langsung menguasai dirinya. “Kita bisa berangkat sekarang, Pak, atau ada yang masih harus Anda persiapkan?” Reza yang sudah siap sejak tadi, gegas berdiri sambil membenahi jas yang dipakainya. “Mas!” panggil Joyce sambil melemparkan

    Last Updated : 2024-12-14
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Terjebak (1)

    "Selamat pagi, Bu. Saya diminta Pak Reza untuk pasang CCTV di rumah ini," ujar pria yang membawa obeng di tangan dengan santai. Joyce mengerjap, menatap mobil yang terparkir di luar pagar. Nama sebuah perusahaan IT terkenal di ibu kota terbaca dengan jelas. “Benar ini rumah Pak Reza Handika? Saya petugas yang akan memasang CCTV di rumah ini.” "CCTV?!” Joyce tersadar. Mata sipitnya melotot, amarahnya meledak setelah menyadari situasi yang terjadi. Dua tamu tak diundangnya itu bukan orang jahat seperti dugaan awal. “Benar. Kemarin Pak Reza sudah datang ke kantor kami dan memesan pemasangan lima CCTV di rumah ini.” “Hah?! Lima?” Joyce menatap sengit keduanya. “Buat apa? Mas Reza nggak bilang itu. Kalian jangan mengada-ada, ya.” “Beliau mengatakan ini demi keamanan Anda.” “Nggak mungkin. Dia pasti curiga aku selingkuh selagi dia nggak ada. Kalian pergi sana. Aku nggak butuh CCTV.” Pria berkumis tebal dengan badan tegap itu tak bergeming, hanya melirik rekan kerjanya yang ha

    Last Updated : 2024-12-14
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Terjebak (2)

    “Ma… jangan mikir yang aneh-aneh antara aku sama Firman. Masih masa iddah ini, Ma.” Mama Anita terkekeh pelan. “Nggak ada salahnya, kan, berterima kasih? Lagipula, siapa tahu kamu bisa dapat pelanggan baru di sana. Nggak ada niatan lain, kok.” Nadya tak menyangkal ucapan mamanya. Meski terasa jelas niatan tersembunyi wanita itu, Nadya berpura-pura tidak tahu. “Nanti sekalian ajak Bima ke sana. Lego-lego itu kan pemberian Firman. Bima belum secara langsung bilang makasih karena kemarin lagi tidur. Sekalian aja.” Setelah beberapa saat berpikir, akhirnya Nadya mengalah. Dia menyiapkan nasi bakar dengan banyak kemangi seperti favorit Firman sejak dulu. Dia juga membawa Bima menuju firma hukum milik Firman. Ketika Nadya tiba di kantor, Firman—yang sudah mendapat bocoran dari Mama Anita—menyambutnya dengan senyum lebar. "Makasih, Na udah repot-repot datang pake bawain makanan sekalian. Besok-besok lagi, ya,” selorohnya yang hanya dijawab senyum canggung oleh Nadya. Satu staf res

    Last Updated : 2024-12-14
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Jatuh Cinta Sekali Lagi

    Tatapan Firman terus tertuju pada Nadya yang masih bersimpuh di lantai untuk berdoa setelah sholat. Hatinya mencelos, merasa bersalah karena sudah ‘mengantarkan’ wanita itu bertemu dengan pria yang salah. Sorot matanya penuh penyesalan. “Ini taruh di mana? Langsung kembalikan ke resepsionis di bawah?” Ekspresi wajah Firman seketika berubah, menyembunyikan perasaan pribadinya begitu Nadya berbalik. “Taruh aja di atas nakas sebelah ranjang tempat tidur Bima. Itu punya kantor, siapa pun boleh pakai. Mungkin besok kamu nganter makanan lagi, sekalian sholat di sini. Aku seneng lihatnya.” Nadya tampak berpikir, mencerna ucapan Firman. “Kenapa? Jangan pasang wajah imut itu atau aku bakal jatuh cinta sekali lagi dan makin ngebet ngejar kamu.” Deg! Mata indah Nadya sedikit memelotot, terkesiap dengan ucapan Firman yang terlalu blak-blakan. Pria itu akan mengejarnya? Melihat ekspresi terkejut di wajah Nadya, Firman tak bisa menyembunyikan tawa. “Nana, sejak kapan kemampuan otak

    Last Updated : 2024-12-15

Latest chapter

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Rekonsiliasi Hati

    "Nggak ada. Aku cuma mau main-main sama kamu, Mas. Nggak boleh?""Apa?!" Kedua tangan Dani terkepal di samping badan Alya. Embusan napasnya terasa kian berat.Alya tidak langsung menjawab. Tatapannya tenang, tapi penuh siasat. Di bibirnya tersungging senyum tipis yang tidak sampai membuat sudut matanya berkerut."Kamu marah, Mas?" tanyanya pelan, tapi penuh ketegasan. "Apa kamu punya hak buat mengatur hidupku? Aku dan kamu nggak ada ikatan kecuali sama-sama anak angkat Om Wirawan."Dani menggeram tertahan. Ia meraih pergelangan tangan Alya, menahannya ke dinding—tidak kasar, tapi cukup kuat untuk membuat gadis itu berhenti bicara."Jangan main-main, Al. Kamu nggak tahu siapa berandalan itu!""Kamu yang jangan main-main, Mas!" sela Alya dengan mata memelotot, tak gentar menatap Dani yang berusaha mati-matian menahan emosi."Kamu pikir aku bisa diam lihat kamu datang dengan sampah macam dia?" Suara Dani bergetar, menunjuk ke arah ballroom di mana Andrew berada."Sampah?" beo Alya sambil

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Kecemburuan dan Kemarahan

    Suasana ballroom hotel bintang lima itu terasa meriah. Gemerlap lampu kristal memantulkan kilauan ke setiap sudut ruangan, sementara para tamu—bergaun dan bersetelan mahal—bercakap-cakap dengan anggun.Bunga-bunga tertata rapi di berbagai sudut, berpadu dengan meja-meja penuh hidangan dan berbagai minuman. Standing party yang membutuhkan dana tidak sedikit. Sebagai tangan kanan Om Wirawan, Dani harus menjamu para konglomerat dengan jamuan yang pantas."Semua berjalan sesuai rencana, Tuan," lapor seorang pria berpakaian hitam kepada Om Wirawan yang berdiri di samping Dani. Dia kepala keamanan yang memastikan semua tamu masuk tanpa membawa senjata tajam maupun alat berbahaya. Bahkan ponsel pun tertahan di penerima tamu.Pria paruh baya itu hanya mengangguk singkat, menyapu pandangan ke seluruh ruangan. Hanya 200 tamu undangan, rekan bisnis di 'dunia atas' yang bersih. Kalaupun ada rekan bisnis gelapnya, mereka membaur sempurna seperti 'orang baik '.Semua menikmati pesta, menyantap hida

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Rencana Balas Dendam

    “Mas, gimana caranya aku ngomong ke Alya soal pertunangan Mas Dani?” tanya Nadya berbisik—setelah lelah mondar-mandir di ruang tengah rumah sewa, tapi belum juga menemukan cara yang tepat.Firman mendesah, terpaksa mengalihkan pandangannya dari layar laptop. Sama seperti yang istri, dia juga didera perasaan gamang terkait keputusan Dani yang menghebohkan itu. Di antara semua orang, dia dan Nadya yang paling dekat dengan Alya sekarang.“Na, masalah pertunangan ini nggak sesederhana seperti apa yang kita pikirkan. Aku mencoba mencari simpulnya sedari tadi, siapa sosok yang mau bertunangan dengan Mas Dani. Tapi semuanya terasa normal-normal aja. Ini akun sosial medianya.”Firman menggeser laptop, memperlihatkan nama Putri Anggun Wijaya, nama yang sama seperti yang tercetak di dalam undangan.“Dia putri angkat keluarga Wijaya. Kemungkinannya, ini semacam perjodohan bisnis. Kamu tahu sendiri, Om Wirawan dan Mas Dani adalah dua orang yang nggak terpisahkan. Bisa jadi, Mas Dani nggak benar-b

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   She Fell First, But He Fell Harder

    “Nggak ada yang perlu dijelaskan. Ini urusan pribadiku sama Cinderella.”“Cin... Cinderella?” beo Firman dengan napas tercekat di tenggorokan.Butuh waktu satu-dua detik untuknya mencerna ucapan di ujung telepon. Meski pernah mendengar nama itu dikisahkan, tapi dia belum tahu bagaimana fisik Cinderella. Secantik apa dia?“Kamu yakin nggak akan menyesal, Mas? Aku sama Nadya udah ketemu Alya. Dia kelihatan—”“Dia cuma aku anggap adik. Semoga kamu nggak lupa, Fir,” sela Dani cepat, memotong ucapan Firman yang baru setengah jalan.“Dia memang pernah menjadi tanggung jawabku, tapi bukan berarti akulah tempat dia menggantungkan harapan. Aku punya kehidupanku sendiri.”Firman hanya bisa menelan ludah, tak bisa berkata-kata. Setiap ucapan dari bibir Dani terasa dingin dan menusuk, tidak ada sedikit pun ruang bagi Alya untuk masuk ke hatinya.Meski menegaskan demikian, pada kenyataannya Dani mencengkeram kuat-kuat pecahan cermin di tangannya. Darah segar yang menetes dari telapak tangan yang t

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Harus Mengakhirinya

    “Maksud Mama gimana? Tunangan? Sama siapa?” Langkah Nadya yang semula terburu-buru menuju rumah sewa terhenti mendadak. Dengan gemetar, dia duduk di bangku kayu di depan rumah makan Bu Ayu. Rasa terkejutnya begitu besar hingga dia lupa bahwa Firman dan Alya sedang menunggunya di rumah. “Mama juga nggak tahu, Na. Wirawan yang datang tadi dan kasih undangan itu. Selebihnya Mama nggak tahu. Tadi Mama masih ngurus Bima, jadi nggak sempat minta dia duduk. Eh, katanya dia juga lagi buru-buru mau ada urusan.” Suara Mama Anita terdengar jelas di seberang telepon. “Kok bisa mendadak begini, Ma? Padahal Dani sama Alya lagi…” Nadya buru-buru menutup mulutnya, hampir saja keceplosan. “Dani kenapa sama Alya?” Mama Anita terdengar sedikit penasaran. Nadya menjauhkan ponsel dari telinga, berusaha mengendalikan emosinya. Matanya menatap laut di kejauhan, ombak berkejaran tanpa henti seperti pikirannya saat ini. Satu yang pasti, dia harus tetap tenang. “Nana, kamu masih di sana? Halo?” Mam

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Kehilangan Arah

    Firman menutup laptopnya, melirik jam segi empat di pergelangan tangan kirinya. Benar-benar 30 menit seperti yang ia janjikan pada Nadya.[Kamu masih di rumah makan itu, Na? Aku ke sana sekarang.]Pesan itu terkirim, ceklis 2, tapi masih abu-abu. Belum dibaca."Langsung ke sana aja lah," ucap Firman bergumam. Tangannya merapikan lengan kemeja sebelum keluar dari rumah sewa.Seolah berkejaran dengan waktu, pria itu menuruni anak tangga 4 pijakan dengan tergesa. Hanya dalam hitungan detik, dia sudah berada di dekat jalan raya, siap menyeberang. Namun, saat kakinya hendak melangkah melewati jalanan aspal, tubuh pria itu mendadak membeku. Tak jauh dari posisinya, tampak seorang gadis berjalan sambil menundukkan kepala. Meski wajahnya tak terlihat, tapi Firman hafal betul postur maupun gesturnya."Alhamdulillah, Ya Allah. Terima kasih atas semua kemudahan yang Kau berikan," bisik Firman lirih, meraup wajahnya dengan tangan.Pengacara muda itu mengubah haluan, mendekat ke arah gadis yang

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Ketidakcocokan

    Tepat pukul sembilan pagi, Alya melangkah keluar dari kamar. Celana jeans membungkus kaki jenjangnya, berpadu dengan atasan tanpa lengan bermotif bunga-bunga. Kulitnya yang bersih, terlihat bercahaya di bawah sinar matahari, leher jenjangnya mulus tanpa noda—sesuatu yang tak banyak dimiliki gadis seusianya, kecuali mereka yang merawatnya dengan baik. Langkah Alya terasa ringan, siap membantu Bu Ayu di rumah makan seperti kemarin. Rasanya menyenangkan berjualan, bertemu banyak orang dan merasakan kehangatan suasana desa. Namun, senyum Alya tertahan saat tatapan wanita itu seolah mengulitinya. Bu Ayu berdiri di dekat pintu, jilbabnya rapi, tas mungil tergantung di bahu yang tertutup kebaya lengan panjang. Matanya menyapu penampilan Alya dari kepala hingga kaki, lalu kembali naik dengan sorot yang sulit disembunyikan—ketidaksukaan. "Ibu mau ke rumah makan sekarang, Bu?" tanya Alya, mencoba mencairkan suasana. Bu Ayu tak langsung menjawab. Alisnya berkerut, seolah menimbang sesuatu

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Gadis Cinderella

    Dani mengerjap ketika tirai terbuka, membiarkan sinar matahari menampar wajahnya tanpa ampun. Ia mengerang pelan, berusaha menghindari cahaya yang terasa menusuk kepalanya yang pening. Begitu mencoba membuka mata sepenuhnya, palu godam terasa menghantam, memaksanya kembali memejamkan mata. "Nggak tahan alkohol, tapi sok-sokan minum *absinthe*. Udah bosan hidup?" Suara itu membuat Dani tersentak. Lembut, tapi penuh sindiran. Suara yang sudah lama tak ia dengar. Ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk membuka mata, kali ini dengan lebih perlahan, menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina matanya. Sosok seorang wanita berdiri di dekat jendela, siluetnya samar diterpa cahaya pagi. Rambut panjangnya tergerai sedikit berantakan, tapi tetap terlihat menawan. Ia mengenakan kemeja putih longgar—yang, sialnya, tampak seperti pakaian yang Dani gunakan semalam. Kain itu menggantung di tubuhnya, sedikit kebesaran tapi tetap menciptakan nuansa yang berbahaya dan menggoda bagi pria dewasa sepert

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Bulan Madu Kedua 🔞

    WARNING! 🔞 ADULT CONTENT! "Mas, aku liat gadis yang mirip Alya!" seru Nadya sambil mengetuk pintu kamar mandi, mengganggu sang suami yang sedang mandi. Tadinya Nadya hanya ingin berdiri di beranda lantai dua, melihat gemintang di angkasa. Dia justru melihat sepasang sejoli sedang makan bersama di kejauhan. Gadis yang ia yakini sebagai Alya. Dari balik suara gemericik air shower, Firman tidak langsung menjawab. Dia sedang sibuk membilas shampo di kepala. "Mas Firman! Aku liat Alya!" ulang Nadya dengan suara yang lebih keras. Sengaja mengetuk pintu di depannya dengan ketukan yang lebih kuat. "Apa, Na?" sahut Firman balik bertanya, mencoba memusatkan pendengarannya di bawah guyuran air. "Ada Alya!" Detik berikutnya, suara aliran air terhenti dan pintu kamar mandi terbuka sedikit. Firman melongok keluar, membiarkan tetesan air mengalir dari ujung rambut basahnya. "Kamu ngomong apa tadi? Nggak jelas suaranya." Nadya menelan ludah menatap perut kotak-kotak di depannya. Namun, dia

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status