“Menyusahkan saja! kemana dia?” Diva berjalan sampai ujung, kemudian berbelok menemukan kantin. Ternyata memang lelaki itu di sana sedang menyeruput cangkirnya. Mungkin segelas kopi. Gus Fatih tersenyum miring melihat kedatangan Diva. “Ck, malah enak-enakan minum kopi di sini.” Diva dengan kesal menghampirinya.
***Meyyis***
Melihat Diva yang menghampirinya Gus Fatih tersenyum miring. Diva terus berjalan ke arah Gus Fatih yang sepertinya meminum kopi. “Kamu tidak bisa jauh dariku, ya? Baru ditinggal sebentar sudah menyusul.” Diva mendelik.bisa-bisanya Gus Fatih bilang seperti itu, padahal dia tahu bahwa dirinya adalah calon adik iparnya. Memang sebenarnya Gus Fatih hanya menguji ketahanan Diva saja. Apakah wanita itu pantas untuk menajadi pendamping Han yang notabennya seorang pengusaha juga seorang pemimpin pesantren.
“Nggak usah Geer kenapa? Itu Mas Han sudah siuman dan kamu yan
“Aku tidak mau dia, aku mau kamu. Please! Jangan seperti ini, aku ... aku bukan barang yang bisa dilempar.” Jika mampu, Hanafi mengusap air mata Diva yang kini sudah membanjiri pipinya. Tapi mengangkat tangan saja, dia tidak mampu.“Jangan menangis, Diva! Abang ....” Han memanggil Fatih. Fatih yang sebelumnya berada agak jauh mendekat.“Iya, Abang di sini.” Fatih memegang lembut tangan Hanafi.“Maukah kau memenuhi permintaanku untuk menikahi Diva?” Fatih tidak tahu harus jawab apa. Dia hanya diam dan mengusap wajahnya kasar. Tiba-0tiba saja, napas Han tersengal, sehingga Diva teriak dan memanggil dokter. Tapi Fatih gerak cepat menekan tombol untuk memanggil dokter. Tidak lama, dokter datang dengan dua asistennya lengkap dengan alat pelindung diri. Dia terlihat memeriksa Han dengan seksama. Han mengucapkan kalimat syahadat sangat lirih, kemudian memejamkan mata dengan senyum
Tapi, Han cenderung lembek dan tidak tegaan. Alhasil, dirinya yang selalu menjadi tameng untuk mengusir para gadis-gadis yang mengejar Hanafi. Tidak jarang Fatih yang dapat masalah. “Silakan, Tuan.” Fatih tergagap ketika petugas administrasi mempersilakannya. Fatih mengatakana tujuannya, kemudian petugas administrasi terlihat mengotak-atik komputernya dan mengatakan biayanya.***Meyyis***Ini sudah beberapa hari dari Hanafi pergi. Fatih baru berani masuk ke kamar Hanari. Lelaki itu duduk di tepian ranjang. Dia mengingat kembali perkataan Hanafi. “Bang, aku akan memiliki anak banyak dari Diva. Abang tahu? Aku sudah membayangkan bulan madu ke Milan. Diva ingin ke sana.” Fatih tertawa setengah menangis. Dia membuka jendela. Teringat kembali di belakang kamar Hanafi tanah lapang yang dahulu sebagai ajang pertandingan bola. Dia mengingat kembali masa-,masa kecil bersama Hanafi.“Han, Abang sangat m
Fatih duduk di kamarnya, kemudian membuka ponselnya. Terlihat foto-foto Ziya di sana. Dia memandangi foto-foto itu dan matanya menjadi berembun. “Mungkin ini akhir penantianku, Ziya. Aku akan menguburmu dalam-dalam.” Fatih mematikan layar ponselnya. Bibirnya boleh saja mengatakan seperti itu. tapi hatinya, siapa yang tahu. Lelaki itu memilih untuk masuk ke kamar mandi, karena sebentar lagi waktu Ashar tiba. Mungkin selepas Ashar mereka akan siap-siap, sebab letak rumah yang agak jauh. Lagi pula, mereka butuh membeli oleh-oleh setidaknya sebagai buah tangan.***MEYYIS***Malam ini Fatih dan keluarga ke rumah Diva untuk melanjutkan perjodohan itu. Mereka sudah siap menyusuri jalan. Sudah ada oleh-oleh yang dibeli oleh keluarga mereka. Jangan bertanya hati Fatih. Walau dia pria dewasa, pada dasarnya minus tentang percintaan. Satu-satunya wanita yang pernah mencuri hatinya adalah Ziya dan itu sudah kandas karena Ziya memilih menikah de
“Aku mendengarmu, Diva. Mau ikut nggak?” ucap Fatih. Diva dengan terpaksa ikut ke mana Fatih pergi. Dia mengekor di belakang Fatih.“Aku bukan bosmu, Div. Jalan di sampingku!” Lagi-lagi Diva memutar bola matanya dan ngedumel. Fatih sebelumnya menelepon Abinya, agar diberi waktu untuk menemani Diva jalan-jalan.***Meyyis***“Assalamualaikum,” ucap Fatih sambil membuka pintu ruangan Raka. Terlihat lelaki berwajah indonesia asli dengan seorang lelaki kecil sekitar lima tahun.“Waalaikumsalam, Fatih!” Lelaki itu menjerit6 sehingga Diva mengucek telinganya karena merasakan sakit5 di bagian telinga dalam.“Zio ingat sama Om Fatih? Salim sekarang!” Zio bangkit tapi malah berteriak memanggil nama Diva.“Kak Diva! Kak Diva cantik banget.” Zio langsung menyingkirkan Fatih yang ada di depan pintu.
Sudah jangan manja. Sekarang lebih baik keringkan kepalamu. Nanti masuk angin.” Diva meraih handuk yang ada di gantungan. Kemudian dia keluar dari kamar mandi itu setelah melemparkannya kepada Fatih. Fatih mengeringkan rambutnya sendiri.“Sumpah lucu banget waktu kepala lobster itu loncat ke kepalamu. Hahaha ...”“Sialan, Lo. temen susah malah diketawain.” Fatih masih kesal dengan tingkah Diva tersebut.***MEYYIS***Fatih dan Diva kembali ke meja makan. Mereka memakan kembali makan malamnya. Fatih tidak mau mengambil resiko lagi keplanya jadi masakan asam manis, maka dia mengupaskan lobster tersebut. “Udah aku pisahkan dagingnya, sekarang tinggal makan saja.” Diva makan dengan menggunakan tangannya. Tapi karena dia memang tidak pernah makan tanpa sendok atau peralatan makan lainnya, ngambil nasinya jatuh terus.“Ck, dasar bocah. Aku suapin!&rdquo
“Busyet, ini bocah mulutnya tajem banget. Nggak ada saringan.tapi manis juga.baru lihat anak seusianya pemberani. ini akan menarik.” Fatih membatin. Dia memandang lekat ke arah Diva yang sedang meminum kopi instan itu. Lehernya yang bergerak-gerak seakan menarik bagi matanya memandang. “Duh, bisa khilaf aku begini.”***Meyyis***Fatih sudah sampai di rumah mengantarkan Diva. Sedangkan Abi Mus dan yang lainnya sduah pulang. Abi Zafiq sudah menunggu di depan rumah. Mereka berdua memang pulang agak malam. “Abi, maafkan Fatih pulang terlalu larut,” ucap Fatih. Dia menundukkan kepala tanda merasa bersalah.“Baiklah anak muda, tidak usah panik.Abi percaya padamu,” ucap Abi Zafiq. Sedang Diva sudah ngeluyur masuk ke dalam kamarnya.“Dari mana saja?” ucap Abi. Fatih masih menunduk.“Hanya makan di restoran terus tadi Diva me
“Dari mana saja? Sejauh mana Diva menerima Kakak? Kakak nggak boleh sakiti dia lho? Awas kalau berani!”“Iye, bawel. Udah tidur! Yang pasti kakak tetap akan menikah dengannya, nggak usah cemas.” Fatih mengusek puncak kepala Halimah yang berhijab.***MEYYIS***“Kelinci balap, minta apa?” ucap Fatih tanpa basa-basi di teleponnya.“Apa? Sinting!” ucap Diva.Fatih tidak tersinggung sengan ucapan calon istri kecilnya tersebut. “Kita menikah besok, mau apa?” Pertanyaan Fatih hanya ditanggapi dengusan oleh Diva.“Tidak ada, jangan ganggu gue!” Diva menekan tombol merah untuk mematika. “Ish, menyebalkan sekali! Kenapa gue merasa emosi kalau sama dia, ya? Bener-bener membuat aku muak. Duh gusti, bagaimana bisa serumah dengannya? Arghhh!” Diva mengacak rambutnya frustasi.“
Iring-iringan mobil pengantin sudah sampai di depan rumah mempelai. Hati Fatih demikian dag, dig, dug, der melihat semua orang sudah siap menyaksikan pernikahannya. “Alamak, aduh, kenapa jadi gerogi begini?” Fatih berkali-kali membetulkan letak dasinya yang tidak bergeser.***Meyyis***Fatih turun dari mobil pengantin dengan percaya diri. Dia melangkah menuju ke dalam rumah. Kali ini memang pernikahan dilakukan di rumah, sebab memang menghindari kerumunan yang banyak dengan dijaga oleh beberapa polisi guna mengingatkan protokoler kesehatan. Hati Fatih bergetar demikian hebat saat melihat deretan penghulu dan juga keluarga Diva. Setelah berdoa, maka penghulu mempersiapkan wali untuk mengucapkan ijab. “Sebelumnya, saya tanya mas kawinnya apa?” tanya penghulu, karena keperluan pencatatan buku nikah.“Seperangkat baju balap,” jawab Fatih mantap. Bahkan penghulu harus mengulangs ampai tiga kali unt
“Aku berbuat baik dengan siapa pun, Brina. Kau yang kelewat baper. Bukan hanya kamu yang aku baikin, dengan Bu Rusda juga aku baikin. Lalu bagaimana bisa kau menuduhku memberi harapan palsu?” Fatih meninggalkannya masih sesenggukan. Dia setengah berlari menaiki tangga. Sedangkan Sabrina sangat kacau sekarang. Diva sendiri juga kacau saat melihat Fatih dan Sabrina ... ah, apa tadi? Berpelukan dan Fatih menerima saja. Terang saja, karena Sabrina begitu cantik. Demikian pikir Diva.***MEYYIS***Diva tengkurap di atas tempat tidur saat Fatih mulai masuk ke dalam kamar. Fatih tersenyum karena mengira Diva telah tidur seharian. Dia mendekat dan memeluk Diva. Tapi dia mengerutkan kening setelah tidak sengaja memegang pipinya basah.“Hai, istriku menangis? Kenapa? Aku tahu, kamu melihat Sabrina memelukku? Jangan cemburu ... dia ....” Fatih menghentikan kaliamtnya.“Lepaskan aku! M
Sementara itu meninggalkan kekepoan seorang Diva yang begitu tinggi maka di bawahFatih sedang berbicara dengan seorang wanita keturunan Mesir. Dia seorang wanita yang cerdas juga cantik. Sudah lama mengagumi Fatih. Tapi rasa sukanya dianggap Fatih hanya rasa biasa sesama teman saja. “Sabrina? Kamu menyusul kemari? Ada apa?”BAB CXVWANITA LAIN?Sementara itu meninggalkan kekepoan seorang Diva yang begitu tinggi maka di bawahFatih sedang berbicara dengan seorang wanita keturunan Mesir. Dia seorang wanita yang cerdas juga cantik. Sudah lama mengagumi Fatih. Tapi rasa sukanya dianggap Fatih hanya rasa biasa sesama teman saja. “Sabrina? Kamu menyusul kemari? Ada apa?”Gadis berkerudung lebar itu tersenyum. “Aku sengaja menu
“Tidak perlu minta maaf, kau selalu cantik apa pun kondisinya. Aku tetap mencintaimu, Bidadariku.” Ah, jantung Diva terasa lompat-lompat cari perhatian untuk di sentuh dadanya. Wajah Diva sudah serupa kepiting rebus yang baru diangkat dari dandang. Merah merona.“Ih, peres.” Diva menutup wajahnya yang sduah kepalang malu.“Bener, kamu sangat cantik.” Fatih mencolek dagu Diva. Wanita berkerudung navy itu semakin panas dingin dibuatnya.***MEYYIS***Hari ini sudah hampir satu bulan Diva dan Fatih di negeri piramida itu. Malam ini Fatih sudah bilang akan pulang terlambat. Sebenarnya Diva diajak, tapi dia tidak mau karena merasa lelah. Sepertinya sering bercinta bukan hanya memberikan efek bahagia saja, lebih dari itu maka efek lelah membuatnya hari ini tidak semangat untuk ikut. “Ya sudah, nanti akan aku kirim makanan saja ke rumah. I Love you, Sayang.”&nb
“Tidak perlu minta maaf, kau selalu cantik apa pun kondisinya. Aku tetap mencintaimu, Bidadariku.” Ah, jantung Diva terasa lompat-lompat cari perhatian untuk di sentuh dadanya. Wajah Diva sudah serupa kepiting rebus yang baru diangkat dari dandang. Merah merona.“Ih, peres.” Diva menutup wajahnya yang sduah kepalang malu.“Bener, kamu sangat cantik.” Fatih mencolek dagu Diva. Wanita berkerudung navy itu semakin panas dingin dibuatnya.***Meyyis***Diva berjalan di atas pembatas jalan sambil sesekali melompat. Wanita itu memang pantas dijuluki bola bekel. Selalu saja tingkahnya begitu.“Sayang, hati-hati.” Diva melompati bangku panjang dan berputar kemudian mendarat di depan dua muda mudi yang sedang memadu kasih. Sang lelaki memberinya bunga dan berlutut. Diva mengambil bunga yang ada di tangan pria itu kemudian menyelipkan ke
“Kenapa? Laper, ya? Kita makan di luar saja.” Fatih menyuruh Diva mengenakan matel karena udara malam di sini dingin. Diva mengikuti arahan suaminya. Karena belum punya, dia memakai punya Fatih sehingga terlihat kedodoran.***MEYYIS***Diva berjalan di atas pembatas jalan sambil sesekali melompat. Wanita itu memang pantas dijuluki bola bekel. Selalu saja tingkahnya begitu.“Sayang, hati-hati.” Diva melompati bangku panjang dan berputar kemudian mendarat di depan dua muda mudi yang sedang memadu kasih. Sang lelaki memberinya bunga dan berlutut. Diva mengambil bunga yang ada di tangan pria itu kemudian menyelipkan ke telinga kiri wanitanya, sehingga mereka melongo kemudian tertawa.“Success for you, don’t take too long to apply.” Diva memutar dan meninggalkan pemuda itu yang mematung. Fatih menepuk jidadnya. Dia setengah berlari mengejar sang istri. Wanita itu mende
Fatih membuka pintu rumahnya. Diva tersenyum malu. Suaminya bahkan lebih rapi dari pada dirinya. Dia menggaruk kepalanya yang sesungguhnya tidak gatal. Fatih ebrterima kasih pada seseorang kemudian memberikan lembaran uang.***Meyyis***Fatih membuka pintu rumahnya. Diva tersenyum malu. Suaminya bahkan lebih rapi dari pada dirinya. Dia menggaruk kepalanya yang sesungguhnya tidak gatal. Fatih ebrterima kasih pada seseorang kemudian memberikan lembaran uang.“Masih pusing?” Fatih membuka lemari es yang sempat dia bersihkan. Hanya ada mi instan di sana. Untuk mengganjal perut, mungkin mi isntan cukup menolong. Diva berbaring di sofa. Sedang Fatih langsung ke dapur. Bodo amat, pikir Diva. Dia merasakan pusing yang berkepanjangan. Wanita tomboy itu sudah pergi ek alam mimpi ketika Fatih menuang segelas susu untuknya. Fatih meletakkan susu tersebut kemudian menutup agar serangga kecil tidak mengotori.
Kenapa menatapku begitu? Baru nyadar kalau suamimu ganteng?”“Hem, narsis.”“Bukan narsis tapi percaya diri.”“Beda tipis.”“Kenapa? Emang aku nggak ganteng? Lebih ganteng mana aku dengan Marc marquez.”“Hem, gantengan kamu sedikit, banyakan dia.”“Oh, jadi gitu.” Fatih menggelitiki sang istri.***MEYYIS***Sore ini sudah siap sedia Diva dan Fatih akan bernagkat ke Mesir. Entah mengapa ada rasa yang tak biasa ketika akan meninggalkan Abi dan Umi. Diva berkali-kali membalikkan badan merasa berat meninggalkan mereka. Rasaanya sesak dan nyeri. “Kita akan kembali, Sayang. Paling lama dalam satu bulan.” Fatih berbisik kepada sang istri agar Diva lebih merelakan kepergiannya kali ini. Diva hanya mengangguk dan mengikuti Fatih. Mereka akhirnya mengud
Diva sudah tertidur. Puas Fatih memperhatikan sang istri. Dengkuran halus membuat dia mengangkat kepala sang istri kemudian tubuhnya untuk di baringkan ke atas ranjang dengan bantal sebagai pengganjal kepalanya. Lelaki itu kemudian tidur di sampingnya. “Selamat tidur, Bidadariku. Terima kasih kau sudah membuat aku menjadi suami seutuhnya. Semoga***Meyyis***Pagi ini Diva merasakan nyeri di bagian bawah pusarnya. Padahal nanti sore harus terbang bersama suaminya menuju ke Mesir untuk mengikutinya. Dia masih tidur di ranjangnya ketika suaminya sudah selesai mandi untuk salat Subuh. “Sayang, bangun dulu, yuk salat Subuh. Nanti kesiangan.” Fatih membuat Diva mengulat.“Boleh nggak, sih aku libur salat? Capek banget dan sakit.” Bekas jejak-jejak cinta yang Fatih buat membuat kulitnya memerah dan masih terasa sakit. Tapi yang lebih sakit bagian alat vitalnya.
“Mas,” ucap Diva.“Hem,”“Apa kamu kecewa, karena aku belum siap melakukan itu? Aku masih takut. Beri waktu aku sampai malam ini untuk meyakinkan diri.” Fatih membelai wajah Diva agar wanita itu lebih tennag bahwa lelakinya ini bisa menunggunya.***MEYYIS***Malam ini Diva sudah tampil cantik. Tentu saja Umi Fitri yang mendandaninya. Dia tersenyum malu-malu pada Fatih yang kali ini berada di ranjang mereka sedang membaca entah kitab apa? Fatih menghentikan aktivitasnya setelah melihat istrinya datang. Fatih menepuk tempat di sebelahnya. “Kamu selalu cantik, terima kasih sudah berusaha.” Satu kecupan mesra mendarat di kening Diva.“Aku akan mencoba, Mas. Aku sudah menjadi istrimu.” Fatih menangkup wajah istrinya. setelah menunggu beberapa hari, kini di malam yang syahdu Diva menyerahkan diri. Sesungguhnya, Fatih juga sangat takut. Baga