“Dari mana saja? Sejauh mana Diva menerima Kakak? Kakak nggak boleh sakiti dia lho? Awas kalau berani!”
“Iye, bawel. Udah tidur! Yang pasti kakak tetap akan menikah dengannya, nggak usah cemas.” Fatih mengusek puncak kepala Halimah yang berhijab.
***MEYYIS***
“Kelinci balap, minta apa?” ucap Fatih tanpa basa-basi di teleponnya.
“Apa? Sinting!” ucap Diva.
Fatih tidak tersinggung sengan ucapan calon istri kecilnya tersebut. “Kita menikah besok, mau apa?” Pertanyaan Fatih hanya ditanggapi dengusan oleh Diva.
“Tidak ada, jangan ganggu gue!” Diva menekan tombol merah untuk mematika. “Ish, menyebalkan sekali! Kenapa gue merasa emosi kalau sama dia, ya? Bener-bener membuat aku muak. Duh gusti, bagaimana bisa serumah dengannya? Arghhh!” Diva mengacak rambutnya frustasi.
“
Iring-iringan mobil pengantin sudah sampai di depan rumah mempelai. Hati Fatih demikian dag, dig, dug, der melihat semua orang sudah siap menyaksikan pernikahannya. “Alamak, aduh, kenapa jadi gerogi begini?” Fatih berkali-kali membetulkan letak dasinya yang tidak bergeser.***Meyyis***Fatih turun dari mobil pengantin dengan percaya diri. Dia melangkah menuju ke dalam rumah. Kali ini memang pernikahan dilakukan di rumah, sebab memang menghindari kerumunan yang banyak dengan dijaga oleh beberapa polisi guna mengingatkan protokoler kesehatan. Hati Fatih bergetar demikian hebat saat melihat deretan penghulu dan juga keluarga Diva. Setelah berdoa, maka penghulu mempersiapkan wali untuk mengucapkan ijab. “Sebelumnya, saya tanya mas kawinnya apa?” tanya penghulu, karena keperluan pencatatan buku nikah.“Seperangkat baju balap,” jawab Fatih mantap. Bahkan penghulu harus mengulangs ampai tiga kali unt
“Aldiva Zafiq Alatas, mungkin masih terlalu dini sebagai pengantin pengganti, tapi aku mau mengatakan, takdir baik antara kita membuat aku mengerti, bahwa kau layak untuk aku perjuangkan.” Fatih turun dari panggung dan menyambut tangan Diva. Wanita dengan gaun pengantin warna putih gading itu masih membeku di tempatnya.“Jangan terlalu terkesima, nanti lalat masuk ke mulut!” Fatih memegang dagu Diva agar mulutnya tertutup. Duh malunya, hiii ....***MEYYIS***“Sya, ada yang mengancam keselamatan Tiara. Aku tidak ahu siap, tapi ....” David memberikan secarik kertas yang dia temukan di mejanya.“Ini sudah merupakan ancaman. Kapan saya mulai ditugaskan?” ucap seorang body guard itu.“Tunggu! Siapa namamu?” tanya David.“Saya Ilyas, Tuan.” Jawab Ilyas sambil membungkuk.“Baiklah,
“Dav, semakin dekat dengan jam ijab-kabul, jiwaku semakin terasa tak menginjak bumi. Tenangkan aku!” lirih Tiara sambil memejamkan mata.Bukan David namanya kalau tidak mengejutkan, tunggu kejutan yang akan membuat hadirin terpana besok.***Meyyis***Malam ini menjadi malam panjang untuk Diva dan fatih. Mereka berada di kamar diva saat ini, yang sekarang tentu menjadi kamar mereka sekarang. “Sayang, kamu tidak mandi?” Diva menarik sudut bibirnya sebela kiri ke atas.“Dia bilang sayang? aduh, kok dadaku berdebar-debar, ya? Apa aku sakit?” batin Diva.“I-iya ... sebentar.” Diva mencoba meraih resleting gaunnya.“Aduh, kok susah banget, ya? Umi, tolongin Diva.” Diva masih mencoba meraih resletingnya sangat susah.“Butuh bantuan?” Fatih menawarkan.&l
“Ya Allah, aku akan tonjok kalau cowok melakukan itu biasanya. Tapi dengan Fatih kenapa tidak bisa. Dia membuatku membeku bahkan tak mampu bergerak. Darahku seakan berhenti mendesir melewati pembuluh. Pembuluh venaku seakan menjadi sempit jika berada di dekatnya. Harum maskulin yang dia tawarkan membuat otakku bagai gunung kutub selatan. Aku terkena penyakit sepertinya. Om Farhan, tolongin aku ... sepertinya aku harus CT Scan agar tahu penyakitku.” Diva bermonolog panjang dalam hatinya sambil memejamkan mata.sedangkan Fatih hanya tersenyum memandang istri kecilnya salah tingkah.“Bangkitlah! Kita keluar.” Fatih menarik tangan Diva.***MEYYIS***Diva dan Fatih keluar dari dapur dan membawa teh yang dibuat oleh mereka berdua. Tidak lupa makanan ringan juga dibawakan. “Abi dan Umi, silakan.” Umi menganga melihat putrinya jadi perhatian begitu. Abi Zafiq menyikut umi karena bengong.&
“Mas, tunggu!” Fatih menghentikan tangannya.“Kenapa?” Fatih berguling ke samping.“Aku kebelet pipis.” Fatih hanya menganga saja dan membiarkan istri cantiknya berlari ke kamar mandi.“Ya Tuhan, hufff hufff hufff ... dadaku, dadaku terasa sesak. Ternyata Abi benar, alasannya seperti ini kalau dekat dengan laki-laki. Makanya aku nggak boleh pacaran.”***Meyyis***“Aku kebelet pipis.” Fatih hanya menganga saja dan membiarkan istri cantiknya berlari ke kamar mandi.“Ya Tuhan, hufff hufff hufff ... dadaku, dadaku terasa sesak. Ternyata Abi benar, alasannya seperti ini kalau dekat dengan laki-laki. Makanya aku nggak boleh pacaran.”Fatih menunggu Diva yang sangat lama di kamar mandi. Dia mulai beranjak, takut istrinya itu ketiduran di sana. Lelaki
“Stop, stop! Aku tidak tahu artinya. Bagaimana aku mengerti?” Fatih lagi-lagi terkekeh.“Makanya dengarkan dulu, Sayang. Nanti Mas akan menjelaskannya.” Diva mendengarkannya dengan seksama. Fatih tidak mewmbahas secara detail semua isi kitab tersebut. Hanya menjelaskan tentang hubungan suami istri di atas ranjang. Tentu saja, keperluannya untuk memberi tahu istrinya tersebut, karena sampai saat ini dia belum melakukan kewajibannya sebagai seorang suami.“Tunggu-tunggu! Memasukkan ke farji? Aku tidak tahu farji itu apa? Bisa dijelaskan?” Fatih menepuk keningnya.“Ya Allah, bagaimana aku harus menjelaskannya? Masa aku harus menjelaskannya dengan gamblang. Arghhh ... ternyata lebih sulit mengajar istri sendiri.” Fatih nampak frustrasi.“Mas, kok diem? Farji itu apa?” Fatih mengusap wajahnya kasar. “Begini saja, kita prakter, yuk? Ini mema
“Ih, mana mungkin. Mas Fatih ‘kan sudah tua. Apa tidak ada yang lebih muda apa?” Fatih memijit pelipisnya. Lama-lama pening juga meladeni istrinya. Harus ekstra sabar ternyata. Namun Fatih memiliki stok kesabaran yang lebih banyak dari yang dapat dia berikan kepada orang lain Fatih memeluk istrinya, sehingga Diva mencak-mencak.“Masya Allah, ampuni hamba.” Fatih menarik napas panjang kemudian terkekeh. Nasib memiliki sitri masih bocah.***Meyyis***“Mungkin saja, memang kamu mulai menyukaiku.” Diva membelalakan matanya.“Ih, mana mungkin. Mas Fatih ‘kan sudah tua. Apa tidak ada yang lebih muda apa?” Fatih memijit pelipisnya. Lama-lama pening juga meladeni istrinya. Harus ekstra sabar ternyata. Namun Fatih memiliki stok kesabaran yang lebih banyak dari yang dapat dia berikan kepada orang lain Fatih memeluk istrinya, sehingga Diva mencak-menca
“Habiskan, Sayang. Sudah siang.” Mereka akhirnya makan sendiri-sendiri. Tapi sesungguhnya Diva sangat suka disuapi. Saat di rumah, jika uminya tidak ada kerjaan juga menyuapi Diva. Itu yang selalu membuat wanita itu manja, walau sebenarnya sangat tangguh. Fatih membayar makanan mereka kemudian bangkit dan menuju ke tempat mereka parkir. Dua cicitan menandakan mobil BMW i8 itu terbuka sempura.“Yang, punya pasprt nggak? Kalau belum ada nanti Mas ngurus dulu dan menunda keberangkatan kita.” Diva mencoba mengingat-ingat.“Jadi aku harus ikut?” Diva mencoba membenarkan apa yang dia tangkap.“Ya, sudah kalau nggak mau. Lebih baik aku ajak ....” Fatih memotong kalimatnya karena Diva memutuskannya.“Iya-iya, ih jadi suami bawel banget.” Fatih hanya terkekeh saja. Dia melajukan mobilnya sangat cepat hingga sudah sampai di depan pondok.
“Aku berbuat baik dengan siapa pun, Brina. Kau yang kelewat baper. Bukan hanya kamu yang aku baikin, dengan Bu Rusda juga aku baikin. Lalu bagaimana bisa kau menuduhku memberi harapan palsu?” Fatih meninggalkannya masih sesenggukan. Dia setengah berlari menaiki tangga. Sedangkan Sabrina sangat kacau sekarang. Diva sendiri juga kacau saat melihat Fatih dan Sabrina ... ah, apa tadi? Berpelukan dan Fatih menerima saja. Terang saja, karena Sabrina begitu cantik. Demikian pikir Diva.***MEYYIS***Diva tengkurap di atas tempat tidur saat Fatih mulai masuk ke dalam kamar. Fatih tersenyum karena mengira Diva telah tidur seharian. Dia mendekat dan memeluk Diva. Tapi dia mengerutkan kening setelah tidak sengaja memegang pipinya basah.“Hai, istriku menangis? Kenapa? Aku tahu, kamu melihat Sabrina memelukku? Jangan cemburu ... dia ....” Fatih menghentikan kaliamtnya.“Lepaskan aku! M
Sementara itu meninggalkan kekepoan seorang Diva yang begitu tinggi maka di bawahFatih sedang berbicara dengan seorang wanita keturunan Mesir. Dia seorang wanita yang cerdas juga cantik. Sudah lama mengagumi Fatih. Tapi rasa sukanya dianggap Fatih hanya rasa biasa sesama teman saja. “Sabrina? Kamu menyusul kemari? Ada apa?”BAB CXVWANITA LAIN?Sementara itu meninggalkan kekepoan seorang Diva yang begitu tinggi maka di bawahFatih sedang berbicara dengan seorang wanita keturunan Mesir. Dia seorang wanita yang cerdas juga cantik. Sudah lama mengagumi Fatih. Tapi rasa sukanya dianggap Fatih hanya rasa biasa sesama teman saja. “Sabrina? Kamu menyusul kemari? Ada apa?”Gadis berkerudung lebar itu tersenyum. “Aku sengaja menu
“Tidak perlu minta maaf, kau selalu cantik apa pun kondisinya. Aku tetap mencintaimu, Bidadariku.” Ah, jantung Diva terasa lompat-lompat cari perhatian untuk di sentuh dadanya. Wajah Diva sudah serupa kepiting rebus yang baru diangkat dari dandang. Merah merona.“Ih, peres.” Diva menutup wajahnya yang sduah kepalang malu.“Bener, kamu sangat cantik.” Fatih mencolek dagu Diva. Wanita berkerudung navy itu semakin panas dingin dibuatnya.***MEYYIS***Hari ini sudah hampir satu bulan Diva dan Fatih di negeri piramida itu. Malam ini Fatih sudah bilang akan pulang terlambat. Sebenarnya Diva diajak, tapi dia tidak mau karena merasa lelah. Sepertinya sering bercinta bukan hanya memberikan efek bahagia saja, lebih dari itu maka efek lelah membuatnya hari ini tidak semangat untuk ikut. “Ya sudah, nanti akan aku kirim makanan saja ke rumah. I Love you, Sayang.”&nb
“Tidak perlu minta maaf, kau selalu cantik apa pun kondisinya. Aku tetap mencintaimu, Bidadariku.” Ah, jantung Diva terasa lompat-lompat cari perhatian untuk di sentuh dadanya. Wajah Diva sudah serupa kepiting rebus yang baru diangkat dari dandang. Merah merona.“Ih, peres.” Diva menutup wajahnya yang sduah kepalang malu.“Bener, kamu sangat cantik.” Fatih mencolek dagu Diva. Wanita berkerudung navy itu semakin panas dingin dibuatnya.***Meyyis***Diva berjalan di atas pembatas jalan sambil sesekali melompat. Wanita itu memang pantas dijuluki bola bekel. Selalu saja tingkahnya begitu.“Sayang, hati-hati.” Diva melompati bangku panjang dan berputar kemudian mendarat di depan dua muda mudi yang sedang memadu kasih. Sang lelaki memberinya bunga dan berlutut. Diva mengambil bunga yang ada di tangan pria itu kemudian menyelipkan ke
“Kenapa? Laper, ya? Kita makan di luar saja.” Fatih menyuruh Diva mengenakan matel karena udara malam di sini dingin. Diva mengikuti arahan suaminya. Karena belum punya, dia memakai punya Fatih sehingga terlihat kedodoran.***MEYYIS***Diva berjalan di atas pembatas jalan sambil sesekali melompat. Wanita itu memang pantas dijuluki bola bekel. Selalu saja tingkahnya begitu.“Sayang, hati-hati.” Diva melompati bangku panjang dan berputar kemudian mendarat di depan dua muda mudi yang sedang memadu kasih. Sang lelaki memberinya bunga dan berlutut. Diva mengambil bunga yang ada di tangan pria itu kemudian menyelipkan ke telinga kiri wanitanya, sehingga mereka melongo kemudian tertawa.“Success for you, don’t take too long to apply.” Diva memutar dan meninggalkan pemuda itu yang mematung. Fatih menepuk jidadnya. Dia setengah berlari mengejar sang istri. Wanita itu mende
Fatih membuka pintu rumahnya. Diva tersenyum malu. Suaminya bahkan lebih rapi dari pada dirinya. Dia menggaruk kepalanya yang sesungguhnya tidak gatal. Fatih ebrterima kasih pada seseorang kemudian memberikan lembaran uang.***Meyyis***Fatih membuka pintu rumahnya. Diva tersenyum malu. Suaminya bahkan lebih rapi dari pada dirinya. Dia menggaruk kepalanya yang sesungguhnya tidak gatal. Fatih ebrterima kasih pada seseorang kemudian memberikan lembaran uang.“Masih pusing?” Fatih membuka lemari es yang sempat dia bersihkan. Hanya ada mi instan di sana. Untuk mengganjal perut, mungkin mi isntan cukup menolong. Diva berbaring di sofa. Sedang Fatih langsung ke dapur. Bodo amat, pikir Diva. Dia merasakan pusing yang berkepanjangan. Wanita tomboy itu sudah pergi ek alam mimpi ketika Fatih menuang segelas susu untuknya. Fatih meletakkan susu tersebut kemudian menutup agar serangga kecil tidak mengotori.
Kenapa menatapku begitu? Baru nyadar kalau suamimu ganteng?”“Hem, narsis.”“Bukan narsis tapi percaya diri.”“Beda tipis.”“Kenapa? Emang aku nggak ganteng? Lebih ganteng mana aku dengan Marc marquez.”“Hem, gantengan kamu sedikit, banyakan dia.”“Oh, jadi gitu.” Fatih menggelitiki sang istri.***MEYYIS***Sore ini sudah siap sedia Diva dan Fatih akan bernagkat ke Mesir. Entah mengapa ada rasa yang tak biasa ketika akan meninggalkan Abi dan Umi. Diva berkali-kali membalikkan badan merasa berat meninggalkan mereka. Rasaanya sesak dan nyeri. “Kita akan kembali, Sayang. Paling lama dalam satu bulan.” Fatih berbisik kepada sang istri agar Diva lebih merelakan kepergiannya kali ini. Diva hanya mengangguk dan mengikuti Fatih. Mereka akhirnya mengud
Diva sudah tertidur. Puas Fatih memperhatikan sang istri. Dengkuran halus membuat dia mengangkat kepala sang istri kemudian tubuhnya untuk di baringkan ke atas ranjang dengan bantal sebagai pengganjal kepalanya. Lelaki itu kemudian tidur di sampingnya. “Selamat tidur, Bidadariku. Terima kasih kau sudah membuat aku menjadi suami seutuhnya. Semoga***Meyyis***Pagi ini Diva merasakan nyeri di bagian bawah pusarnya. Padahal nanti sore harus terbang bersama suaminya menuju ke Mesir untuk mengikutinya. Dia masih tidur di ranjangnya ketika suaminya sudah selesai mandi untuk salat Subuh. “Sayang, bangun dulu, yuk salat Subuh. Nanti kesiangan.” Fatih membuat Diva mengulat.“Boleh nggak, sih aku libur salat? Capek banget dan sakit.” Bekas jejak-jejak cinta yang Fatih buat membuat kulitnya memerah dan masih terasa sakit. Tapi yang lebih sakit bagian alat vitalnya.
“Mas,” ucap Diva.“Hem,”“Apa kamu kecewa, karena aku belum siap melakukan itu? Aku masih takut. Beri waktu aku sampai malam ini untuk meyakinkan diri.” Fatih membelai wajah Diva agar wanita itu lebih tennag bahwa lelakinya ini bisa menunggunya.***MEYYIS***Malam ini Diva sudah tampil cantik. Tentu saja Umi Fitri yang mendandaninya. Dia tersenyum malu-malu pada Fatih yang kali ini berada di ranjang mereka sedang membaca entah kitab apa? Fatih menghentikan aktivitasnya setelah melihat istrinya datang. Fatih menepuk tempat di sebelahnya. “Kamu selalu cantik, terima kasih sudah berusaha.” Satu kecupan mesra mendarat di kening Diva.“Aku akan mencoba, Mas. Aku sudah menjadi istrimu.” Fatih menangkup wajah istrinya. setelah menunggu beberapa hari, kini di malam yang syahdu Diva menyerahkan diri. Sesungguhnya, Fatih juga sangat takut. Baga