“Gila! Kenapa gue jadi salah tingkah begini, sih? Berapa kali gue ngadepin cewek? Tidak semanis ini? Ternyata Marc benar jika menyukai wanita baik-baik akan rasanya berbeda dari permpuan-perempuan lain. Ah, mengapa harus terjebak kecanggungan seperti ini?” Batin Jason bergejolak. Ada rasa yang tidak bisa di sajikan dalam larikan puisi atau diwakilkan dengan kata-kata mutiara. Ini terasa sangat indah namun penuh misteri.
Jason dan Ziya mesih saling melirik hingga selesai makan malam. Setelah itu mereka bercengkarama di ruang tengah. Jason memilih untuk keluar melihat suasana luar. Hatinya tidak menentu setelah memandang senyum Ziya. Ruben benar. Wanita ini sangat mempesona. Demikian batin Jason. Namun dia tidak berharap terlalu banyak sebab Ziya tentu memiliki standar sendiri yang tentu saja tidak ada pada dirinya. Sebab jason hanya orang yang tidak memiliki iman seperti yang dikatakan oleh Marc tempo hari.
“Mas,
“Mas, kenapa di sini?” tanya Ziya. Jason menoleh. Dia tersenyum untuk menetralkan perasaannya yang semakin bergejolak.***Meyyis***Jason melirik ke arah layar. Ternyata itu dari Marc. Ayahnya Ziya menatap ke arah Jason, melihat lelaki itu kelihatannya bingung. Apakah harus mengangkat atau membiarkan saja. “Diangkat saja, Jas. Nanti kalau penting malah kasihan.” Tentus aja penting, Marc yang menelpon. Memang bener-bener punya bos satu itu. Nggak tahu apa kalau sedang usaha. Demikian batin Jason mengegrutu. Tapi wajah Jason tersenyum dan mendial tombol hijau ke atas.“Halo, ada apa, Marc?” tanya Jason dengan sedikit enggan.“Ada apa? Kamu belum memberiku laporan, berani-beraninya tanya ada apa?” Marc diseberang sana meradang.“Iya, sebentar aku kirim linknya. Jadi bos jangan galak-galak nanti sudah jodohnya, eh, udah dapet, ya? Hehehe.&rdquo
“Mas Jason belum tidur? Apa kakak dapat nomor Waku dari Kak Zahra? Maaf, ya baru balas. Aku jarang aktifkan data.” Bagai mendapat durian runtuh. Dia sangat bahagia Wanya di balas oleh Ziya.“Iya tidak apa-apa. Aku segera tidur.” Masa bodoh, yang penting dia selangkah lebih maju.***MEYYIS***`Marc menutup teleponnya. Dia hanya bisa mendengus saja. Pokoknya selesai hukuman, dia harus balas dendam saat buka puasa. Marc akan meminta haknya sampai tujuh kali. Biarkan saja istrinya itu tidak bisa jalan. ‘Kan tinggal digendong saja. Marc yang jahil sudah menyiapkan hal itu.“Sayang, sudah dong ngambeknya? Kamu tahu nggak semalem dede kecilnya menangis nggak kamu timang.” Zahra ingin tertawa tapi dia tahan. Pokoknya kali ini suaminya harus diberi pelajaran. Usilnya kelewatan banget sudah.“Aku sudah tidak marah, tapi tetep hukuman berl
“Wow! Menakjubkan!” Zahra sampai berkaca-kaca. Marc memeluknya, kemudian mencium keningnya dengan mesra. Melihat istrinya bahagia, membuat dirinya sangat bangga dan bahagia.***Meyyis***Zahra belum curiga saat beebrapa menit pertama suasana di menara Eiffel sepi. Dia masih berjalan-jalan saja, menikmati pemandangan. “Yang di televisi itu mungkin karena saat sebelum pandemi kali, ya? Tapi sesepi ini? Menyedihkan sekali.” Sampai di bawah menara tepat, terdapat meja dengan dua kursi. Hanya ada lilin-lilin kecil yang mengitarinya. Bunga-bunga membentuk waru mengelilingi meja kursi tersebut. Tiba-tiba lampu mati. Lilin-lilin kecil tadi berubah menjadi banyak dan di bawa oleh banyak orang pula yang berseragam seperti pengiring pengantin. Sepanjang jalan sampai mentok ke arah menara tiba-tiba ada karpet yang membentang dengan kanan kiri berisi orang pria dan wanita yang juga membawa bunga dan lilin merah.&ldqu
Marc mengatakannya selalu sambil terus membawa tubuh itu. Karena dari tadi hanya konsentrasi pada wajah dan mata Zahra, sehingga tidak sadar jika antara lantai yang dia injak dan di depannya berjenjang. Dia terpeleset dan keduanya terjatuh kembali.Brug ... “Au, sakit.” Zahra mengeluh.“***MEYYIS***Marc terkejut dengan pekikan Zahra, juga dengan gerakan jatuh mereka. Lelaki itu langsung bangkit dan memeriksa kekasih halalanya tersebut. Dia sangat khawatir dengan kejadian itu. Tapi Zahra malah tertawa atas kejadian itu. Dia masih terlentang dan terus tertawa. Padahal Marc cemas setengah matai.“Sayang, kamu baik-baik saja? Mana yang sakit?” Marc duduk dan memeriksa seluruh tubuh Zahra. Memang kelihatannya dia tidak apa-apa. Zahra memukul pelan paha sang suami kemudian berhenti tertawa dan menutup wajahnya ketika menoleh ke arah para partisispa
“Kali ini, jangan jatuh lagi ya, Hubby?” Mereka berdua tertawa mengingat kejadian semalam. Ah, lihatlah wajah-wajah partisipan semalam. Mau tertawa, takut Marc marah. Tidak tertawa, sangat lucu. Mungkin setelah mereka masuk kamar, tawa mereka pecah.***Meyyis***Hari yang di janjikan Marc pulang, adalah hari ini. Dia tidak naik pesawat komersial. Sebelumnya dia sudah diskusi dengan sang istri. Bahwa nanti yang akan mengurusi perusahaan Raehan yaitu dirinya. Ada rahasia besar rupanya yang ingin Marc selidiki. Di samping satu rahasia besar Marc yang ingin menghancurkan Raehan dan memberi kejutan mutlak pada Zoya yang sudah berani menyentuh miliknya. Jangan pernah mencari masalah dengan seorang Marc Elroy Allard karena akibatnya akan sangat fatal.“Jas, gue segera take off. Tepat waktu sampai Indo. Jemput gue jangan sampai telat!” Marc dengan mode serius menelpon Jason sambil menggenggam tangan sang istri. J
“Ini pisang goreng sama teh. Mana mereka? Belum turun juga?” Zubaedah meletakkan pasugatan itu di atas meja makan.“Kami di sini, Ma.” Zahra memeluk mamanya dan mencium pipinya kanan kiri.***MEYYIS***Zubaedah kaget ketika sudah ada sang putri yang memeluknya. Tidak lama kemudian Jelita datang dan berlari memeluk Marc terlebih dahulu. Lelaki itu langsung mengangkat tubuh kecil sang anak dan mencium pipinya. “Jelita kangen sama papa?” Gadis itu mengangguk. Marc menurunkannya kembali kemudian bergabung dengan Jason di mejamakan.“Mama kangen sam aku, ya?” Zubaedah mencubit hidung Zahra.“Udah jangan manja sama mama. Sudah punya suami pula. Itu tehnya diminum saja. Mama bikin semur daging sebentar lagi matang.” Maka Zahra melepaskan pelukannya kemudian bergabung bersama Jason dan suaminya.“Za, jadi gini, kita
“Eh, Stop! Jangan pernah berani sentuh istri gue!” Marc memelootkan matya saat Jason akan mencubit pipi Zahra.***Meyyis***Pagi ini Zahra sudah siap dengan jas stelan warna dongker. Dia sudah memagutkan wajahnya di depan kaca. Dia berputar mencari kesalahan dari pakaiannya. Ini bukan pertama kali dia terjun ke perusahaan. Tapi kali ini rasanya sangat gugup. Padahal Jason sudah mengatakan bahwa fungsinya hanya sebagai kamuflase saja. “Sudah sangat cantik tidak usah berkaca lagi. Nanti cerminnya cemburu.” Marc memeluknya dari belakang. Lelaki itu juga mengenakan jas dengan warna senada dengan yang dipakai Zahra.“Bukan begitu. Aku sangat guguip.” Marc membalikkan tubuh sang istri agar berhadapan dnegannya.“Santai saja, sekarang pejamkan matamu kemudian tarik napas dan hembuskan perlahan. Bismilah.” Zahra mengangguk kemudian melakukan intruksi suaminya.
“Baiklah Tuan dan nyonya, acara sudah selesai, sekarang yang terakhir adalah memperkenalkan pemilik saham enam puluh persen tersebut adalah ....” Suara moderator tertahan saat mendengar bunyi ponsel. Siapa yang berani-beraninya tidak mematikan ponsel saat rapat?***MEYYIS***Banyak dari pesrta rapat memuji kehebatan dari Zahra. Wanita itu hanya tersenyum saja. Satu per satu peserta rapat sudah meninggalkan ruangan itu. Tinggalah Marc, Jason, Zahra dan tentu saja Raehan dan Zoya. “Kamu sengaja, ya?” Zahra mengerutkan keningnya. Kali ini dia tidak akan menyerah. Zoya akan melihat siapa sebenarnya Zahra sang perempuan ajaib bahkan jago berantem saat masih lajang.“Sengaja? Kalau kau pikir begitu memang boleh jadi aku sengaja. Lantas?” Zahra berdiri kemudian mencondongkan tubuhnya, hanya terhalang oleh meja.“Kurang ajar emang!” Zoya bangkit kemudian mendekati Zahra. Dia
“Aku berbuat baik dengan siapa pun, Brina. Kau yang kelewat baper. Bukan hanya kamu yang aku baikin, dengan Bu Rusda juga aku baikin. Lalu bagaimana bisa kau menuduhku memberi harapan palsu?” Fatih meninggalkannya masih sesenggukan. Dia setengah berlari menaiki tangga. Sedangkan Sabrina sangat kacau sekarang. Diva sendiri juga kacau saat melihat Fatih dan Sabrina ... ah, apa tadi? Berpelukan dan Fatih menerima saja. Terang saja, karena Sabrina begitu cantik. Demikian pikir Diva.***MEYYIS***Diva tengkurap di atas tempat tidur saat Fatih mulai masuk ke dalam kamar. Fatih tersenyum karena mengira Diva telah tidur seharian. Dia mendekat dan memeluk Diva. Tapi dia mengerutkan kening setelah tidak sengaja memegang pipinya basah.“Hai, istriku menangis? Kenapa? Aku tahu, kamu melihat Sabrina memelukku? Jangan cemburu ... dia ....” Fatih menghentikan kaliamtnya.“Lepaskan aku! M
Sementara itu meninggalkan kekepoan seorang Diva yang begitu tinggi maka di bawahFatih sedang berbicara dengan seorang wanita keturunan Mesir. Dia seorang wanita yang cerdas juga cantik. Sudah lama mengagumi Fatih. Tapi rasa sukanya dianggap Fatih hanya rasa biasa sesama teman saja. “Sabrina? Kamu menyusul kemari? Ada apa?”BAB CXVWANITA LAIN?Sementara itu meninggalkan kekepoan seorang Diva yang begitu tinggi maka di bawahFatih sedang berbicara dengan seorang wanita keturunan Mesir. Dia seorang wanita yang cerdas juga cantik. Sudah lama mengagumi Fatih. Tapi rasa sukanya dianggap Fatih hanya rasa biasa sesama teman saja. “Sabrina? Kamu menyusul kemari? Ada apa?”Gadis berkerudung lebar itu tersenyum. “Aku sengaja menu
“Tidak perlu minta maaf, kau selalu cantik apa pun kondisinya. Aku tetap mencintaimu, Bidadariku.” Ah, jantung Diva terasa lompat-lompat cari perhatian untuk di sentuh dadanya. Wajah Diva sudah serupa kepiting rebus yang baru diangkat dari dandang. Merah merona.“Ih, peres.” Diva menutup wajahnya yang sduah kepalang malu.“Bener, kamu sangat cantik.” Fatih mencolek dagu Diva. Wanita berkerudung navy itu semakin panas dingin dibuatnya.***MEYYIS***Hari ini sudah hampir satu bulan Diva dan Fatih di negeri piramida itu. Malam ini Fatih sudah bilang akan pulang terlambat. Sebenarnya Diva diajak, tapi dia tidak mau karena merasa lelah. Sepertinya sering bercinta bukan hanya memberikan efek bahagia saja, lebih dari itu maka efek lelah membuatnya hari ini tidak semangat untuk ikut. “Ya sudah, nanti akan aku kirim makanan saja ke rumah. I Love you, Sayang.”&nb
“Tidak perlu minta maaf, kau selalu cantik apa pun kondisinya. Aku tetap mencintaimu, Bidadariku.” Ah, jantung Diva terasa lompat-lompat cari perhatian untuk di sentuh dadanya. Wajah Diva sudah serupa kepiting rebus yang baru diangkat dari dandang. Merah merona.“Ih, peres.” Diva menutup wajahnya yang sduah kepalang malu.“Bener, kamu sangat cantik.” Fatih mencolek dagu Diva. Wanita berkerudung navy itu semakin panas dingin dibuatnya.***Meyyis***Diva berjalan di atas pembatas jalan sambil sesekali melompat. Wanita itu memang pantas dijuluki bola bekel. Selalu saja tingkahnya begitu.“Sayang, hati-hati.” Diva melompati bangku panjang dan berputar kemudian mendarat di depan dua muda mudi yang sedang memadu kasih. Sang lelaki memberinya bunga dan berlutut. Diva mengambil bunga yang ada di tangan pria itu kemudian menyelipkan ke
“Kenapa? Laper, ya? Kita makan di luar saja.” Fatih menyuruh Diva mengenakan matel karena udara malam di sini dingin. Diva mengikuti arahan suaminya. Karena belum punya, dia memakai punya Fatih sehingga terlihat kedodoran.***MEYYIS***Diva berjalan di atas pembatas jalan sambil sesekali melompat. Wanita itu memang pantas dijuluki bola bekel. Selalu saja tingkahnya begitu.“Sayang, hati-hati.” Diva melompati bangku panjang dan berputar kemudian mendarat di depan dua muda mudi yang sedang memadu kasih. Sang lelaki memberinya bunga dan berlutut. Diva mengambil bunga yang ada di tangan pria itu kemudian menyelipkan ke telinga kiri wanitanya, sehingga mereka melongo kemudian tertawa.“Success for you, don’t take too long to apply.” Diva memutar dan meninggalkan pemuda itu yang mematung. Fatih menepuk jidadnya. Dia setengah berlari mengejar sang istri. Wanita itu mende
Fatih membuka pintu rumahnya. Diva tersenyum malu. Suaminya bahkan lebih rapi dari pada dirinya. Dia menggaruk kepalanya yang sesungguhnya tidak gatal. Fatih ebrterima kasih pada seseorang kemudian memberikan lembaran uang.***Meyyis***Fatih membuka pintu rumahnya. Diva tersenyum malu. Suaminya bahkan lebih rapi dari pada dirinya. Dia menggaruk kepalanya yang sesungguhnya tidak gatal. Fatih ebrterima kasih pada seseorang kemudian memberikan lembaran uang.“Masih pusing?” Fatih membuka lemari es yang sempat dia bersihkan. Hanya ada mi instan di sana. Untuk mengganjal perut, mungkin mi isntan cukup menolong. Diva berbaring di sofa. Sedang Fatih langsung ke dapur. Bodo amat, pikir Diva. Dia merasakan pusing yang berkepanjangan. Wanita tomboy itu sudah pergi ek alam mimpi ketika Fatih menuang segelas susu untuknya. Fatih meletakkan susu tersebut kemudian menutup agar serangga kecil tidak mengotori.
Kenapa menatapku begitu? Baru nyadar kalau suamimu ganteng?”“Hem, narsis.”“Bukan narsis tapi percaya diri.”“Beda tipis.”“Kenapa? Emang aku nggak ganteng? Lebih ganteng mana aku dengan Marc marquez.”“Hem, gantengan kamu sedikit, banyakan dia.”“Oh, jadi gitu.” Fatih menggelitiki sang istri.***MEYYIS***Sore ini sudah siap sedia Diva dan Fatih akan bernagkat ke Mesir. Entah mengapa ada rasa yang tak biasa ketika akan meninggalkan Abi dan Umi. Diva berkali-kali membalikkan badan merasa berat meninggalkan mereka. Rasaanya sesak dan nyeri. “Kita akan kembali, Sayang. Paling lama dalam satu bulan.” Fatih berbisik kepada sang istri agar Diva lebih merelakan kepergiannya kali ini. Diva hanya mengangguk dan mengikuti Fatih. Mereka akhirnya mengud
Diva sudah tertidur. Puas Fatih memperhatikan sang istri. Dengkuran halus membuat dia mengangkat kepala sang istri kemudian tubuhnya untuk di baringkan ke atas ranjang dengan bantal sebagai pengganjal kepalanya. Lelaki itu kemudian tidur di sampingnya. “Selamat tidur, Bidadariku. Terima kasih kau sudah membuat aku menjadi suami seutuhnya. Semoga***Meyyis***Pagi ini Diva merasakan nyeri di bagian bawah pusarnya. Padahal nanti sore harus terbang bersama suaminya menuju ke Mesir untuk mengikutinya. Dia masih tidur di ranjangnya ketika suaminya sudah selesai mandi untuk salat Subuh. “Sayang, bangun dulu, yuk salat Subuh. Nanti kesiangan.” Fatih membuat Diva mengulat.“Boleh nggak, sih aku libur salat? Capek banget dan sakit.” Bekas jejak-jejak cinta yang Fatih buat membuat kulitnya memerah dan masih terasa sakit. Tapi yang lebih sakit bagian alat vitalnya.
“Mas,” ucap Diva.“Hem,”“Apa kamu kecewa, karena aku belum siap melakukan itu? Aku masih takut. Beri waktu aku sampai malam ini untuk meyakinkan diri.” Fatih membelai wajah Diva agar wanita itu lebih tennag bahwa lelakinya ini bisa menunggunya.***MEYYIS***Malam ini Diva sudah tampil cantik. Tentu saja Umi Fitri yang mendandaninya. Dia tersenyum malu-malu pada Fatih yang kali ini berada di ranjang mereka sedang membaca entah kitab apa? Fatih menghentikan aktivitasnya setelah melihat istrinya datang. Fatih menepuk tempat di sebelahnya. “Kamu selalu cantik, terima kasih sudah berusaha.” Satu kecupan mesra mendarat di kening Diva.“Aku akan mencoba, Mas. Aku sudah menjadi istrimu.” Fatih menangkup wajah istrinya. setelah menunggu beberapa hari, kini di malam yang syahdu Diva menyerahkan diri. Sesungguhnya, Fatih juga sangat takut. Baga