"Bisa Ayah berbicara sebentar dengan kamu, Pandu?" Pandu yang sedang sibuk membalas email relasi-relasinya di ruang kerja, tertegun sejenak. Ayahnya berdiri di ambang pintu ruang kerjanya. Jarang-jarang ayahnya mengganggunya di saat ia tengah sibuk bekerja. Nada suara ayahnya yang serius, membuat Pandu menganggukkan kepala seketika. Ayahnya melebarkan daun pintu menghampiri meja kerjanya.
"Ayah mau berbicara soal apa?" Pandu menutup laptop dan mempersilahkan ayahnya duduk. Ayahnya meghempaskan pinggul dan duduk tepat di hadapannya. Tetapi ayahnya diam saja. Ayahnya seperti sedang menimbang-nimbang pertanyaan yang akan diajukan padanya. Itu adalah ciri khas ayahnya setiap ia mengatakan ingin berbicara dengan anak-anaknya.
"Ayah ingin berbicara soal Keira dan Indhira. Cucu ayah, keponakan kamu," ayahnya kini menatapnya dalam-dalam. Ada permohonan yang tidak ia ucapkan di sana.
Oh jadi keponakannya bernama
Keira berkali-kali membuka mulutnya, namun berkali-kali juga ia mengatupkannya kembali. Urung mengutarakan maksud hati pada ibunya sendiri. Hari ini ia sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Ia sangat gembira sekaligus juga bingung. Ia gembira karena akan segera menjalani hari-harinya sebagai seorang ibu seutuhnya. Setidaknya selama tiga bulan ke depan. Bingungnya, ia sangat tidak ingin balik lagi ke kediaman keluarga Wicaksana. Ia ingin menjaga jarak dengan Panji. Tapi masalahnya ia belum menemukan kontrakan yang cocok sebagai tempat tinggal barunya bersama dengan putrinya.Ia dan Panji akan segera bercerai. Proses di pengadilan juga terus berjalan. Menurut Ethan, bulan depan mereka sudah akan mulai menjalani persidangan. Mereka hanya tinggal menunggu pemanggilan oleh juru sita kepada pihak penggugat atau pemohon. Biasanya surat panggilan itu akan dilayangkan sekurang-kurangnya tiga hari sebelum persidangan. Jadi ia merasa tidak ada perlunya lagi ka
Kehadiran Indhira di tengah-tengah keluarga menghadirkan suasana baru yang menyenangkan. Setelah sekian lama rumah masa kecilnya itu dingin dan sepi, kini sudah kembali semarak oleh suara tangisan bayi. Jejak kehadiran Indhira terlihat di mana-mana. Di mulai dari suara tangisnya yang melengking. Harumnya aroma bedak bayi dan minyak kayu putih, sampai dengan jemuran popok yang melambai-lambai di samping rumah. Ya, ia memang memutuskan untuk menggunakan popok kain saja apabila anaknya berada di dalam rumah. Makanya popoknya berjibun dikarenakan bayinya sering buang air kecil.Ibunya memang sempat heran karena ia masih menggunakan popok kain ala orang-orang jaman dahulu dibandingkan dengan menggunakan popok praktis siap pakai. Sebagai seorang yang bekerja di bidang medis, Keira menjelaskan bahwa sesungguhnya popok kain itu lebih aman untuk kulit bayi karena bebas dari bahan kimia. Sedang popok praktis sekali pakai itu mengandung polypropylen
Hari terus berganti. Karena kesibukan mengurus malaikat mungilnya, Keira sampai melupakan waktu. Dua bulan telah berlalu. Padahal rasanya ia baru saja melahirkan Dhira dua hari yang lalu. Selama dua bulan itu, Panji dan kedua mertuanya kerap menyambangi kediaman orang tuanya. Begitu juga dengan ayah Raga. Mereka beralasan ingin menengok cucu. Mengenai kunjungan kedua mertuanya, sebenarnya Keira sama sekali tidak keberatan. Karena bagaimana pun Dhira memang cucu mereka. Apalagi Dhira merupakan cucu pertama. Sudah pasti kedua mertuanya menjadikan putrinya segala-galanya. Maklum saja, kakek dan nenek baru.Yang ia tidak suka adalah jika Panji ikut datang bersama mereka. Akhir-akhir ini sikap Panji sedikit aneh. Panji dulu pernah benci sekali padanya karena dipaksa menikah. Kemudian sikapnya berubah menjadi sangat perhatian padanya saat Dhira baru saja lahir. Dan kini sikapnya berubah lagi. Ia tidak menunjukkan sikap terlalu perhatian dan memaksa lagi. Ia lebi
Dulu Keira acap kali mendengar ungkapan yang mengatakan, Tuhan tidak akan menguji hambanya di luar batas kemampuan mereka. Dan ia amat sangat meyakini kata-kata itu. Bukan hanya sekedar meyakini, ia dulu juga kerap kali menggunakan kalimat yang sama untuk menguatkan rekan-rekan kerjanya di saat mereka galau. Tetapi saat ia sendiri yang tertimpa musibah, mempraktekkannya ternyata tidak semudah kata-katanya. Keira merasa kali ini Tuhan memberinya cobaan di luar batas kemampuannya. Dan ia takut kalau ia tidak akan lulus dalam menghadapi ujianNya kali ini.Saat ini cobaan berat sedang melanda keluarganya. Ayah Restu ditahan di kepolisian atas dugaan korupsi dan gratifikasi. Beberapa perusahaan yang tersandung masalah hukum, ramai-ramai menuding ayah Restu sebagai pihak yang menerima upeti dari perusahaan mereka. Mereka menyebutnya sebagai kompensasi tutup mulut. Berita mengejutkan lainnya adalah, para petinggi partai yang sebagian besar pejabat, kompak menumba
"Sudah puas belum menangisnya?" Keira yang masih merasa sedih, tidak bisa menjawab pertanyaan Rasya. Ia hanya berusaha menghentikan tangisnya. Tetapi menghentikan tangis saat sedang sedih-sedihnya seperti ini memang tidak mudah. Napasnya sampai tersengal-sengal karena berusaha menahan isakan yang masih saja ingin keluar. Setelah menarik napas panjang beberapa kali, ia berhasil sedikit lebih tenang. Walaupun isakannya sesekali masih lolos juga."Saya sedih sekali, Pak. Mengapa masalah seperti tidak ada habisnya menimpa keluarga saya? Saya rasa-rasanya sampai ingin protes kepada Allah. Mengapa hanya saya saja yang dicobaiNya? Apa tidak ada orang lain lagi yang ingin Ia beri cobaan?" Tanpa sadar Keira menjeritkan kekesalannya. Setelah sekian lama menyimpan beban sendirian, akhirnya ia meluapkan juga semua perasaannya. Ia ingin membuang sebagian bebannya. Ia capek terus memikulnya sendirian."Kadang saya iri melihat teman-teman saya.
Ini adalah kali pertama Keira menjenguk Keisha setelah adik kembarnya itu dipindahkan ke Rumah Tahanan. Saat ia menjenguk adik kembarnya pertama kali dahulu, posisi Keisha masih sebagai tahanan titipan. Karena pada waktu itu Keisha belum menjalani persidangan. Setelah berkali-kali sidang dan vonis akhirnya dijatuhkan, Keisha kini telah dipindahkan ke Rutan. Dan ini adalah kali pertamanya menjenguk Keisha di Rutan. Hari ini Keira menggantikan ibunya membesuk Keisha, karena ibunya sedang sakit. Setelah gigih berjuang siang malam mencari rumah kontrakan dan bolak balik ke rumah sakit, ibunya tumbang juga. Makanya sekarang gantian. Kini dia lah yang mengurus semuanya. Termasuk tugas untuk menjenguk Keisha di setiap hari Selasa. Tangannya penuh dengan makanan kesukaan Keisha hasil masakan ibunya sendiri. Ibunya kasihan melihat Keisha yang makin hari semakin kurus saja di sana katanya. Inilah
Saat asistennya memberitahu bahwa Panji ingin bertemu, Rasya sudah siap lahir bathin. Akhirnya saat yang ia tunggu-tunggu datang juga. Ia tahu, suatu saat Panji akan datang padanya karena masalah Keira. Hanya tinggal masalah waktu saja. Sejurus kemudian asiatennya masuk diikuti oleh Panji di belakangnya. Setelah asistennya menutup pintu, suasana seketika hening. Mereka berdua sama-sama merasa canggung seperti dua orang asing yang pertama bertemu. Padahal sedari kecil mereka telah berteman. Saling support dan saling meledek adalah makanan mereka sehari-hari. Mereka berdua memang tumbuh besar bersama."Gue sama sekali nggak nyangka kalau persahabatan kita akan jadi seperti ini, Sya," gumam Panji lirih. Sesungguhnya ia merindukan masa-masa akrab mereka dulu. Jujur, ia sudah capek bermusuhan terus dengan Rasya. Karena sesungguhnya teman yang paling mengerti dirinya itu adalah Rasya. Abang kandungnya sendiripun sering salah mengartikan keinginannya. Ab
Keira menyapukan bedak padat tipis-tipis ke wajahnya. Dilanjutkan dengan membingkai alis, mengulas maskara dua kali pada bulu mata lentiknya. Ia mengakhiri dandanannya dengan sapuan tipis lipstik merah muda pada bibirnya. Hasil akhir dari rias wajah ala kadarnya ini ternyata cukup memuaskan. Wajahnya sekarang terlihat lebih sehat dan segar. Masih merasa kurang yakin dengan penampilannya, Keira merogoh-rogoh pouch kosmetik. Mencari blush on berwarna peach kesukaannya. Setelah menemukannya, ia tersenyum manis di cermin sembari menyapukan kuas mengikuti tulang pipinya. Ia mendapatkan tips cara mengulas pipi yang benar melalui salah satu beauty influencer yang diikutinya. Salah satu tipsnya adalah, tersenyum dahulu sebelum mengulaskan blush on. Dengan tersenyum, tulang pipi akan terlihat, dan di sanalah sebaiknya blush on dibubuhkan. Dan, voila! Dalam sekejab wajah cerah merona t
Keira berkali-kali menghembuskan napas lega sesaat keluar dari rumah keluarga Abiyaksa. Beban yang tadinya bertengger di pundaknya mendadak hilang semua. Kekhawatirannya sungguh berlebihan. Om Saka dan Tante Dara ternyata menyambut baik kehadirannya. Mereka berdua malah menanyakan keberadaan Dhira. Bagaimana Keira jadi tidak ingin menangis haru karenanya? Om Saka dan Tante Dara seakan ingin memberitahukan kalau mereka bukan hanya menerimanya sebagai calon menantu. Tetapi juga menerima Dhira sebagai cucu. Selain itu mereka berdua juga mendesak agar hubungannya dan Rasya segera diresmikan saja alias menikah. Mereka ingin agar rumah mereka semarak oleh tangisan cucu-cucu katanya. Perut Keira langsung mulas karenanya. Dhira saja belum genap setahun. Tetapi kedua calon mertuanya ini, ingin agar ia melahirkan banyak cucu. Bagaimana ia tidak ngeri jadinya?"Sekarang kamu lega 'kan? Sudah saya katakan kalau mereka akan menerima kamu dan Dhira dengan tangan terbuka
Empat bulan kemudian."Kamu jangan mondar mandir di depan pintu begitu, Ra. Ibu jadi pusing melihatnya. Kalau Rasya datang, pasti dia akan mengetuk pintu. Sudah, kamu duduk saja di sini," Danti menepuk-nepuk sofa di sampingnya. Ia heran melihat putrinya yang terus hilir mudik seperti setrikaan. Keira meringis malu saat sang ibu menyindir tingkah alaynya. Sejujurnya, ia bukan nervous karena menunggu kedatangan Rasya. Tapi ia nervous karena akan dipertemukan Rasya dengan kedua orang tuanya.Minggu lalu, ia sudah resmi bercerai dengan Panji. Oleh karena itulah, Rasya baru berani membawanya bertemu dengan kedua orang tuanya. Statusnya sekarang sudah jelas. Ia adalah seorang janda. Bukan istri orang lagi. Masalahnya sekarang, ia yang minder. Bayangkan saja. Rasya adalah seorang lelaki bujang. Sementara dirinya hanyalah seorang janda beranak satu. Janda
"Selamat sore rekan-rekan pewarta sekalian. Saya Alrasya Abiyaksa sarjana hukum, dalam hal ini mewakili ibu Keira Wicaksana, ingin meluruskan beberapa hal menyangkut nama baik client saya." Rasya membuka konfrensi pers dengan menempatkan dirinya sebagai pengacara Keira. Saat ini ruang kerjanya yang cukup luas telah ia sulap menjadi tempat konfrensi pers. Di meja panjang telah duduk Om Raga, Keira, dirinya sendiri, Panji, Pandu, Soraya dan juga Irman, kakak kandung almarhumah Irma. Sementara di hadapan mereka, telah berjejer beberapa pewarta dari berbagai media nasional online maupun offline tanah air. Mereka semua berkumpul untuk mendengarkan klarifikasi mengenai video viral menantu keluarga Wicaksana yang disinyalir mempunyai affairs dengan iparnya sendiri. "Sebagai pengacara Ibu Keira, saya ingin menjelaskan beberapa hal. Memang benar laki-laki dan perempuan yang ada dalam vide
Panji menjejalkan pakaian-pakaiannya begitu saja ke dalam koper. Ia sudah tidak mempunyai banyak waktu untuk menyusunnya lagi. Yang paling ia inginkan saat ini adalah secepatnya pergi dari rumah ini. Ia ingin menenangkan dirinya sendiri. Ia memang sudah kalah. Tetapi ia tidak ingin patah. Semoga saja ditempat yang baru nanti, ia bisa menata diri. Ia ingin memulai kehidupan baru dengan semangat baru lagi. Semua yang terjadi di sini, biarlah tertinggal di sini. Ia sudah tidak ingin mengingat-ingatnya lagi.Suara tawa geli keponakannya dan godaan-godaan kedua orang tuanya seolah-olah mengejek nasib sialnya. Apakah ia marah pada mereka semua? Sama sekali tidak. Sungguh ia tidak bisa menyalahkan Praja ataupun kedua orang tuanya yang kesenangan karena menemukan keluarga baru. Ya, keluarga baru. Praja bertemu dengan ayah, kakek, nenek dan ia sendiri sebagai omnya. Sementara kedua orang tuanya menemukan cucu yang baru mereka ketahui. Ia ikut berbahagia untuk merek
Beberapa jam sebelumnya...Panji mengaduk-aduk laci meja kerjanya. Mencari-cari alat pemotong kuku. Kukunya sudah panjang sehingga tidak nyaman saat ia harus mengetik cepat di macbook. Setelah capek membongkar namun ia tidak juga menemukan apa yang ia cari, ia memutuskan akan meminjam pemotong kuku Pandu saja. Abangnya yang selalu teliti dalam menyimpan barang, pasti punya. Berkali-kali ia mengetuk pintu kamar abangnya, tetapi tidak ada jawaban. Karena pintu kamar tidak di kunci, ia nyelonong masuk saja.Suara percikan air terdengar samar-samar dari arah kamar mandi. Pantas saja abangnya tidak menjawab. Rupanya abangnya sedang mandi. Ia membuka laci tengah meja kerja abangnya. Biasanya abangnya menyimpan pemotong kuku dan pernak pernik lainnya di sana. Prediksinya memang benar. Alat pemotong kuku abangnya tersusun rapi di sana. Bersebelahan dengan ponsel dan dompet abangnya. Abangnya ini memang rapi sekali dalam menyusun
Di sepanjang perjalanan menuju ke LP, Praja terus tertawa-tawa gembira di pangkuan Keira. Sesekali bocah tampan itu mengoceh-ngoceh sambil menjejak-jejakkan kakinya. Meminta berdiri di pangkuan Keira. Setelah berdiri ia akan membalikkan tubuhnya dan menepuk-nepuk pipi Keira. Tertawa-tawa gembira. Keira sekarang tahu kebiasaan Praja. Keponakannya ini senang sekali mengelus-elus wajahnya. Mungkin Praja gembira karena mengira kalau ia adalah mommynya. "Mom... mom... my..." dengan gembira Praja kembali melonjak-lonjak di pangkuannya. Mendengus-dengus dan mengerutkan hidungnya dengan lucu. Salivanya sampai ikut tersembur keluar saat ia menghembus-hembuskan udara dari mulutnya. Sepertinya Praja ingin bermain-main dengannya."Kenapa, sayang? Mau main ya? Nanti ya kita main dengan mommy. Sekarang Praja duduk manis dulu. Lihat tuh, daddy sedang menyetir. Praja jangan mengganggu konsentrasi daddy ya? Pra
Keira berkali-kali melirik Rasya yang sedang menyetir di sampingnya. Mencoba mencari sisa-sisa kemarahan dalam raut wajahnya. Tetapi ia sama sekali tidak mendapatinya. Sikap Rasya biasa saja. Ia malah sempat-sempatnya bernyanyi-nyanyi kecil mengikuti lagu yang sedang diputar di mobil. Seolah-olah perseteruan mereka kemarin tidak pernah terjadi. Keira jadi penasaran sekali."Kenapa kamu melirik-lirik saya terus? Saya tahu kok kalau ketampanan saya itu valid dan tidak dapat diganggu gugat. Hanya saja saya agak-agak risih kalau dipandangi dengan cara mencuri-curi seperti itu. Tapi kalau mencuri-curi cium sih, ya alhamdullilah sekali kalau kamu sudi," dekik kecil di kedua pipi Rasya muncul saat ia tersenyum lebar. Hah, si manusia jaelangkung ini perasaan dicintai sekali."Bapak kepedean sekali," Keira mencebikkan bibir. Rasya ini memang tingkat kepedeannya level dewa. Namun tak urung ia merasa lega. Sangat lega sekali tepatnya. Ternya
Semalaman Keira tidak bisa memejamkan matanya sepicing pun. Benaknya dipenuhi dengan potongan adegan demi adegan perselisihannya dengan Rasya. Setelah cukup dekat dengan Rasya, ini adalah kali pertama mereka berselisih paham. Dan ternyata rasanya begitu tidak nyaman. Mirip dengan rasa gatal yang tidak bisa ia garuk. Intinya sangat menyiksa! Suara tangisan lirih yang kian lama kian melengking mengalihkan perhatiannya. Dhira sudah bangun rupanya. Keriuhan yang disebabkan terbangunnya malaikat kecilnya ini menyita seluruh perhatiannya. Ia jadi bisa sedikit melupakan kegundahan hatinya."Wah, anak Bunda sudah bangun rupanya. Bangun-bangun kok malah nangis? Mau mimik susu ya?" Keira mengajak Dhira mengobrol. Dan pertanyaannya hanya dijawab dengan suara ocehan khas bayi berusia tiga bulan. Sepertinya Dhira haus dan meminta jatah ASInya. Keira melirik jam dinding. Pukul enam lewat lima menit. Ini memang j
"Sebaiknya kita pindah ke ruang kerja saya saja, Rasya, Keira." Raga merasa tidak akan mudah bagi mereka berdua untuk memperoleh jawaban dari Keira. Pembicaraan mereka pasti akan berlangsung alot mengingat betapa kerasnya sifat Keira. Tanpa banyak bicara Keira dan Rasya mengekori langkah Raga. Ketika tiba di dalam ruang kerjanya, seperti biasa Raga menempati kursi kebesarannya. Sementara Rasya dan Keira lebih memilih duduk di sofa dalam posisi saling berhadap-hadapan. Keira jadi merasa seolah-olah sedang menjalani persidangan sungguhan. Ia terdakwanya, Rasya jaksanya dan papanya hakimnya."Baiklah. Saya sederhanakan saja pertanyaan saya. Ada keperluan apa kamu di apartemen, Pandu?" Rasya mengeja kalimatnya lamat-lamat. Tatapannya sengaja ia fokuskan pada kedua mata indah yang kini terlihat gelisah. Keira menatap ke segala arah, kecuali padanya."Apakah jawabannya ada di plafon rumah dan lukisan kuda yang sedari tadi kamu pandangi, Ra?" sar