Perlahan Gita memberanikan diri melihat tangan milik siapa, dalam hati Gita berdoa agar tangan itu lengkap tidak hanya sebuah potongan tangan dari makhluk lain.
Set!
“AAAAAAA!” Gita berteriak sangat keras, karena saat menoleh ia melihat sesosok wajah pucat tepat berada di depan wajahnya.
Gita yang panik terus berusaha membuka pintu tadi yang tak kunjung terbuka juga.
Hahaha!
Tiba-tiba saja sosok tersebut tertawa, yang sontak saja membuat Gita mengerutkan alis dan menoleh. “Mas, kamu jahat banget sih!” marah Gita.
Sosok tersebut memang tidak lain adalah Yoga yang mengarahkan lampu flash ponsel ke wajahnya sendiri, “Lagian kamu kenapa, sih?” balas Yoga.
“Aku takut, Mas. Tadi tuh ada bayangan hitam, udah dia kali aku liat!” ujar Gita, gemetat ketakutan.
“Hii, Jangan-jangan ada ...,” ucap Yoga terhenti.
“Ada apa? Jangan nakut-nakutin, Mas!” tanya Gita, a
Gita masih belum sadar siapa pria tua yang tadi dia antar, sementara Yoga juga tidak terlalu memikirkan masalah tersebut.Lalu Yoga mengajak Gita untuk kembali ke dalam kamar, dan benar saja setelah itu Gita bisa tidur dengan nyenyak sampai petugas rumah sakit membangunkan Gita.Setelah melakukan pemeriksaan dan dinyatakan kondisi Gita dan Yoga baik-baik saja, akhirnya mereka diperbolehkan untuk pulang hari itu juga.Saat keluar kamar Gita sempat melirik ke arah kamar si pria tua karena pintunya terbuka, tapi Gita tidak melihat keberadaan pria tua itu di dalam kamar.Saat itu Gita melihat ada petugas yang duduk di meja jaga, “Mbak, saya mau tanya. Kakek yang dirawat di kamar itu ke mana?” tanya Gita, pada petugas rumah sakit.Petugas rumah sakit itu tampak mengerutkan alis, “Kamar yang mana?” tanya balik, petugas rumah sakit. Petugas rumah sakit itu terlihat kebingungan dengan Kakek yang Gita maksud.“Yang itu!&
“M-Mas Yoga mau apa?” tanya Gita, gugup.Semakin lama jantung Gita berdetak semakin cepat, napasnya pun seolah terasa sangat berat.Sementara Yoga terus mendekat ke arah Gita yang sejak tadi hanya mematung.Ceklek!Ternyata Yoga hanya menutup pintu yang belum tertutup rapat, padahal saat itu jantung Gita hampir saja copot. ‘Mas Yoga ini benar-benar iseng,’ batin Gita.“Aku tidur di sini ya?” tanya Yoga, meminta izin.Sontak saja Gita langsung menaikkan alis dengan pertanyaan Yoga barusan, karena bagaimanapun juga Yoga adalah seorang pria dewasa.Yoga berjalan ke arah dapur Gita, “Mas, kamu mau ke mana?” panggil Gita.Yoga tidak peduli dan membuka lemari es milik Gita, “Lumayan lengkap juga isi kulkas kamu, tolong buatkan aku makanan!” ucap Yoga, datar.Gita menyipitkan matanya sambil menggigit bibir bawahnya, rasanya ia ingin sekali memukul Yoga dengan teflon ya
Ady hendak menemui seorang pria yang merupakan tamunya, ia datang jauh-jauh dari luar negeri khusus untuk bertemu dengan Ady.Ady yang dulu dihancurkan Tira hanyalah sampah, tapi sekarang dalam waktu beberapa tahun saja Ady sudah memiliki kekuasaan yang luar biasa.Ady menghampiri pria itu, “Selamat datang, Tuan James!” sapa Ady, sambil bersalaman dengan tamunya yang bernama James.Ady mempersilakan James untuk duduk, di dalam ruangan tersebut tidak hanya mereka berdua.Ada Tretan juga yang merupakan orang kepercayaan Ady, karena Tretan akan bekerja sama dengan James dalam sebuah tugas yang penting.“Jadi, Tuan Ady. Apa yang harus aku dan anak buahku lakukan?” tanya James, pada Ady.Tampilan James mengenakan setelan jas hitam dengan rambut cokelat dan sebuah cerutu di mulutnya, benar-benar terlihat seperti Bos Mafia pada umumnya.Begitupula dengan Ady yang tampilannya tidak jauh berbeda dengan James, “Aku
Yoga sejak tadi memandangi Gita dari sofa tempat ia berada, Gita yang sedang tidur sambil memeluk guling terlihat sangat seksi bagi Yoga.Terlebih lagi pakaian yang Gita kenakan hanya sebuah tanktop dan hotpants berbahan babyterry berwarna merah muda.Hal tersebut semakin membuat tubuh Gita terlihat seksi di mata Yoga, bahkan Yoga sedang berdoa jika dirinya jangan sampai khilaf karena pemandangan yang ada di depan matanya.Yoga menghela napas kasar, “Kayanya aku ini emang udah kelamaan jomblo,” gumam Yoga, sambil bangkit dari sofa dan menuju ke dapur untuk mengambil minum.Namun saat itu Yoga malah berhenti di depan pintu kamar Gita, Yoga memandangi Gita dari luar kamar.Entah berapa kali Yoga terlihat mengagumi Gita, tapi yang jelas diantara mereka berdua tidak ada yang mau mengaku satu sama lain.“Huhh!” Yoga kembali menghela napas kasar dan melanjutkan niatnya untuk mengambil minum.Setelah minum dan merasa
Gita terkesiap, “Wah, gawat!” gumam Gita, sambil menoleh ke arah orang yang mengaku mengenal Ayas.Seketika orang itu langsung dikerubungi oleh staff lainnya yang tentu saja ingin tahu identitas Ayas, karena Gita yakin kalau Ayas juga tidak ingin ada orang yang tahu.Maka, Gita juga ikut menghampiri orang tersebut berharap bisa ikut membantu.Karena Gita memang termasuk staff senior, jadi apa yang dikatakan Gita pasti akan berpengaruh.“Jadi gimana, kamu tau siapa dia?” tanya salah seorang staff.Orang yang mengaku tahu siapa Ayas terlihat sedang berpikir, “Aku tuh pernah liat dia, aku yakin banget kalo dia itu dulu kerja di sini!” jawab orang itu, merapatkan bibir. Ia sedang mencoba mengingat-ingat siapa Ayas.Gita mengerti kalau sebenarnya orang itu tidak yakin benar-benar mengenal Ayas, jadi saat ini Gita memilih untuk diam dan menyaksikannya saja.“Ayo dong, masa kamu lupa!”&
Yoga yang sadar kalau Mamahnya sudah mengakhiri panggilan tersebut, terlihat kecewa menghela napas kasar.Yoga benar-benar malas pulang ke Solo karena harus bertemu dengan wanita lain, “Mamah ini ada-ada aja, masa dia gak percaya?” gumam Yoga.Yoga awalnya berniat untuk pergi ke kantor Gita, tapi rencana Yoga berubah karena Mamahnya mengatakan hal seperti itu.“Pak, kita ke bandara!” ucap Yoga, pada sopir.Tidak lama kemudian Yoga sudah sampai di bandara, sebelumnya ia sudah membeli tiket secara online.***Sementara itu saat ini Gita yang sedang berada di kantor tidak tahu kalau Yoga benar-benar akan kembali ke Solo, ‘Dia sudah pulang atau belum, ya?’ pikir Gita, sambil melamun dan menopang dagunya dengan tangan.Tiba-tiba teman Gita menghampiri, “Git, beneran kamu mau nikah?” tanyanya.“Iya, emang kenapa?” jawab Gita, menaikkan alis.“Ya enggak, cuma nan
“Kamu jangan diem gitu aja dong!” tegur Mamah Yoga, pada Yoga.Sejak tadi Yoga hanya memperhatikan wanita cantik itu, tentu saja wanita cantik itu merasa sangat percaya diri.Bagaimana tidak seperti itu, karena pakaian yang dipakai oleh wanita itu sangat minim.Yaitu berupa sebuah dress tanpa lengan berwarna putih dengan belahan dada rendah serta bagian punggung terbuka, sementara itu bagian bawah dress tersebut juga sangat pendek dan langsung memperlihatkan paha mulus wanita tersebut.“Ayo Jeng, silakan duduk! Masa daritadi berdiri aja?” ucap Mamah Yoga, pada Ibu wanita cantik itu.Ibu wanita cantik itu pun menyadari kalau Yoga sudah memperhatikan Putrinya sejak tadi, tentu saja hal tersebut membuatnya seolah satu langkah lebih dekat untuk menjodohkan Yoga dengan Putrinya.Setelah mereka duduk, mereka pun saling berkenalan satu sama lain.Ternyata wanita cantik itu bernama Sheila dan Ibunya bernama Dewi,
“Kamu ini ngawur aja!” ketus Yoga, menanggapi Sheila.Melihat sikap Yoga yang seperti itu membuat Sheila sama sekali tidak merasa risih, bahkan Sheila terlihat datar seolah hal tersebut bukanlah sesuatu yang berlebihan.“Kenapa kamu belum nikah sampai sekarang?” tanya Sheila, pada Yoga.Yoga tertunduk sambil menggaruk kepalanya sendiri, “Entah, aku hanya males aja nyari pasangan. Sekalinya nemu pasangan yang cocok dan pendekatan selama beberapa tahun, eh dia malah nikah sama orang lain. Sial bener, nasib! Nasib!” jawab Yoga.“Eh, kok malah curhat. Hehehe!” lanjut Yoga, terkekeh.“Begitu ya, kasian juga kamu!” balas Sheila, sedikit iba pada Yoga.Yoga menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya, “Kalau kamu sendiri gimana?” Giliran Yoga bertanya.“Eum ... aku males, semua laki-laki itu sama aja!” jawab Sheila, datar. Karena sepertinya Sheila memilik
Saat ini Atas sedang di rumah dan ditemani oleh Gita.“Gimana ya, kok belum ada kabar?” gumam Ayas, khawatir.Ayas ingin menghubungi Tira tapi ia khawatir akan menggangu, sedangkan Tira sengaja tidak menghubungi Ayas karena ingin memberi dia kejutan.“Sabar, Yas. Mungkin mereka sedang dalam perjalanan pulang,” ucap Gita. Ia berusaha menenangkan Ayas.“Semoga aja bener begitu.”Ayas senang di saat seperti ini ada Gita yang menemani, awalnya Yoga juga ada di sana. Tapi ia harus pergi karena ada urusan lain.“Oh, iya. Kamu jadi nikah dengan Mas Yoga?” tanya Ayas, pada Gita. Ia berpikir lebih baik mengobrol dengan Gita daripada terus seperti tadi.“Katanya sih, jadi!” jawab Gita.Ayas mengerutkan kening, “Lho, kok gitu?” tanyanya.“Ya emang begitu, hehehe!” sahut Gita, cengengesan.Ayas berpikir Gita itu seperti tidak niat menikah dengan Yoga, “Kalau kamu gak suka mendingan gak usah, Git!” ucapnya.“Enak aja! Siapa bilang aku gak suka? Oops!” Gita kelepasan.Melihat respon Gita yang seper
Dengan raut wajahnya yang datar Tira menatap James dan Ady, “Kalian berdua memang sepertinya sudah bosan hidup,” ucap Tira.James dan Ady saling bertukar pandang, lalu mereka berdua tertawa.Hahaha!“Sepertinya kepala kamu habis terbentur benda keras, ya?” ledek Ady.“Atau mungkin orang yang sudah mau mati kelakuannya memang aneh?” timpal James.Hahaha!James dan Ady kembali menertawai Tira yang hanya diam dan tidak membalas.“Maaf ya, kalau kamu ingin menyalahkan seseorang. Salahkan Ayahmu dan orang ini,” ucap James.Ady hanya tertawa karena ia pikir itu memang benar, “Awalnya aku pikir Anda hanya bekerja untukku, tapi ternyata Anda juga bekerja untuk orang lain,” sahut Ady.“Tuan Ady, kita itu hidup harus bisa memanfaatkan semua kesempatan yang ada. Lagipula hal tersebut tidak melanggar kontrak kerja sama kita,” balas James.Awalnya saat Ady tahun kalau James juga bekerja untuk orang lain, ia sempat marah pada James dan menuding James memanfaatkan dirinya.Namun, setelah James memb
“Apa itu, Tuan James?” tanya Ady.James menyeringai, “Mereka sudah datang,” jawab James.“Hah? Mereka? Siapa?”“Tentu saja tamu yang kita undang, mereka datang sesuai dengan rencanaku,” ucap James. Ia merasa bangga karena Tira dan rombongannya telah terjebak.“Tapi Tuan, kalau mereka mati. Rasanya kurang puas,” balas Ady.“Aku yakin dia tidak akan mati semudah itu, tapi kalau memang dia mati. Mau bagaimana lagi, kan?” sahut James.Ady pun berpikir tidak masalah kalau memang Tira mati sebelum berhasil menemukan putranya, bagi Ady itu sudah cukup memuaskan karena telah memberikan Tira balasan yang setimpal.Sementara itu di mobil yang Tiran dan Daren tumpangi.“Suara ledakan apa itu?” tanya Tira.“Baru saja aku menerima laporan, kalau ternyata akses menuju ke tempat James berada sudah dipasangi jebakan. Anak buah James juga lumayan banyak,” sahut Daren.“Jadi, bagaimana caranya kita ke sana?” tanya Tira.Daren menyeringai, “Jangan khawatir, Tuan. Tentara dan Polisi berpihak pada kita, j
Setelah Tira mengantar Ayas pulang, ia langsung pergi menemui Daren di bandara, Daren bergegas menghubungi Tira saat ia menerima tugas.Tidak butuh waktu lama Tira telah sampai di bandara, mobil yang ia tumpangi berhenti di dekat sebuah pesawat jet pribadi.Seorang pria berpakaian serba hitam dengan sebuah kacamata hitam, berdiri di dekat tangga pesawat dan langsung membungkuk saat Tira berjalan ke arahnya.“Tuan, ayo kita selamatkan Putra Anda!” ucap pria itu, yang tidak lain adalah Daren.“Maaf sudah merepotkan, terima kasih karena kamu sudah mau datang dari jauh untuk membantu,” balas Tira.“Tuan dan Nyonya besar sudah sangat berjasa padaku, mana mungkin aku tidak mau membantu.”“Bagaimana dengan Ayah?” tanya Tira. Bagaimanapun juga Daren adalah kepala pengawal Ayahnya Tira.“Lebih baik kita bergegas, Tuan. Aku khawatir pada Putra Anda,” ucap Daren.Sudah lama tidak bertemu dengan Daren membuat Tira banyak mengajukan pertanyaan, akhirnya Tira dan Daren masuk ke dalam pesawat.Setel
“Sayang, tunggu!” Sontak Tira langsung mengejar Ayas.Tap!Tira meraih tangan Ayas dan menariknya.“Kalau gak ada yang peduli, biar aku sendiri yang nolong Vano!” ucap Ayas, agak berteriak.Tira menghela napas kasar, “Kamu tenang dulu, sayang. Kita serahkan pada Mama, tapi aku juga gak bisa tinggal diam. Aku juga akan ikut mencari Vano,” ucap Tira.Saat itu Atas yang sedang kesal merasa bodoh, “Sebentar, tadi Papi bilang apa?” tanyanya.“Hem, yang mana?” Tira bertanya balik.“Yang tadi, yang Papi bilang serahkan pada Mama. Apa maksud Papi?”“Oh, itu. Jadi sebenarnya Mamah marah karena Vano hilang, dia bilang menjaga anak satu aja gak bisa,” jelas Tira.Ayas tercenung, “Hah? Mamah marah karena itu?” tanyanya.“Iya, jadi kamu cuman salah paham aja. Justru Mamah malah marah sama kita karena kita gak bisa jagain Vano dengan benar.”Mendengar penjelasan Tira, membuat Ayas merasa menjadi seorang Ibu yang buruk. Ia tidak menyangka kalau Ibu mertuanya justru sangat peduli.“Terus aku harus gi
“Tira, sini kamu!” panggil Sisca, dengan mata melotot.“Iya, Mah!” jawab Tira. Ia lalu menghampiri mamahnya.“Laras, kamu tunggu di sini!” ucap Sisca.“I-iya, Mah!” jawab Ayas, kikuk.Sementara Tira di ajak pergi oleh mamahnya, Ayas duduk di sofa seorang diri. Ia masih agak canggung dengan Ibu mertuanya itu, Ayas juga tidak tahu harus berbuat apa saat ini.Tira diajak oleh mamahnya ke sebuah ruangan, “Duduk!” ucap Sisca, dengan sikap yang dingin.“Iya, mah.” Tira pun duduk di sebuah sofa.Sudah lama Tira dan Mamahnya tidak bicara seserius ini, terakhir kali mereka berbicara serius adalah saat Tira memutuskan untuk menikahi Ayas.“Tira, kamu tau kenapa mamah memanggil kamu ke sini?” tanya Sisca, serius.Tira hanya menggeleng dan tidak menjawab.“Kamu ini sudah punya anak, seharusnya kamu tidak lagi mementingkan diri kamu sendiri!” ucap Sisca. Ia memarahi putranya itu.“Jadi mamah memang sudah tahu kalau—“ Belum selesai Tira berbicara, Sisca sudah tampak emosi.Brakk!“Tau kalau Vano di
Di tempat Vano disandera yang merupakan tempat persembunyian James, seorang pria datang menemui James.“Sepertinya semua berjalan dengan lancar, Tuan James!” ucap pria itu.James tampak tersenyum tipis sambil duduk di sofa besar, “Silakan Tuan Ady, anggap saja rumah sendiri,” sahut James.Pria yang baru saja datang itu tidak lain adalah Ady, ia tampak sangat puas dengan kinerja James. “Profesional memang selalu bisa diandalkan,” puji Ady.“Anda terlalu memuji Tuan, aku hanya melaksanakan semuanya sesuai dengan rencana saja,” ucap James.Ady tampak tersenyum tipis, ia lalu menghampiri Vano yang saat ini sedang berada di sebuah kamar.Ceklek!Saat melihat ada orang yang datang dan membuka pintu kamar, Vano sempat berpikir kalau itu adalah Papi atau Maminya.Namun, orang yang muncul ternyata tidak seperti yang Vano harapkan.“Haloo, adik kecil,” sapa Ady, sambil te
Tira kaget bukan main saat tiba-tiba saja Mamahnya menelepon, ia tidak menyangka kalau Mamahnya akan tahu dan akan memarahinya karena Vano hilang.“Mah—“ Belum selesai Tira berbicara, Mamah Tira terus memarahi Tira.“Kalau kamu gak bisa jagain Vano, harusnya kamu bilang! Jangan diem aja!” Mamah Tira terus saja mengomel, sampai-sampai Tira saja tidak diberi kesempatan untuk berbicara.“Sekarang juga, kamu datang ke sini! Biar semua mamah dan papah yang urus!” ucap Mamah Tira dengan sangat tegas.“Tapi, Mah—“ Belum selesai Tira berbicara, mamahnya sudah mengakhiri panggilan tersebut.Panggilan terputus.Ayas yang melihat Tira tampak kebingungan langsung menghampiri, “Pi, ada apa?” tanyanya.“Ini, Mi. Mamah aku marah-marah,” sahut Tira.Sontak Ayas pun tercekat, “Hah? Marah-marah? Emangnya kenapa?” tanya Ayas.&ldqu
“Kamu yakin?” tanya Tira pada Panji.“Iya, Tuan. Saya sangat yakin, karena mereka benar-benar meninggalkan jejak mereka di CCTV yang ada di rumah. Seolah-olah mereka memang sengaja dan memang ingin menantang kita,” jawab Panji. Ia berani berkata seperti itu karena memang hal tersebut sangat tidak masuk akal.Dan satu-satunya kemungkinan yang terjadi mereka memang benar-benar sengaja, semua sudah dapat Panji tebak dengan baik.“Jadi siapa mereka?” tanya Tira. Ia sudah tidak sabar mengetahui siapa orang yang berani melakukan ini pada keluarganya.Akhirnya Panji pun memberi tahu siapa orang yang sudah membawa Vano pergi, ia adalah seorang pembunuh bayaran yang bernama James.“James?” tanya Tira.“Iya, Tuan. James S adalah seorang pembunuh bayaran, ia tidak segan membunuh targetnya dengan sadis. Dan itu semua tergantung dari permintaan kliennya,” ujar Panji.“Yang paling pe