Ayas pun langsung terbelalak. Ia tahu betul Tira sengaja melakukan hal itu agar Yoga mendengar ucapannya.
“Itu suara siapa, Vi?” tanya Yoga.
Belum sempat Ayas menjawab, Yoga sudah mendengar suara Vano. “Mau dong, Pi. Aku mau jajan yang banyak. Boleh gak, Papi?” tanya Vano pada papinya.
Hati Yoga bagai diiris. Ia tidak menyangka ternyata Ayas telah membohonginya. Ia merasa jadi pria yang sangat bodoh.
“Oh, harusnya kamu bilang kalau meman sudah ada yang jemput, Vi. Jadi aku gak kayak orang bodoh maksa kamu begini. Ya udah, have fun, ya!” ucap Yoga. Kemudian ia memutuskan sambungan teleponnya.
Yoga sangat kecewa pada Ayas. Ia yang selama ini selalu melindunginya karena Ayas terlihat begitu takut pada Tira. Namun ternyata kini Ayas rela berbohong hanya demi bertemu dengan Tira.
Ditambah lagi obrolan Tira dan Vano tadi cukup ak
“Maaf,Mas.Aku takut kamu marah kalau aku ngomong yang sebenarnya,”kilah Ayas.Yoga menelan saliva.Ia tak menyangka,ternyata tuduhannyabenar.Yoga pun semakin kecewa dibuatnya.“Kenapa aku harus marah?Lebih baik kamu jujur daripada bohong seperti itu,” jawab Yoga.Ia tidak dapat menyembunyikan kekecewaannya.“Iya,aku minta maaf,” lirih Ayas. Ia bingung hendak mengatakan apa lagi.“Kenapa kamu tiba-tiba berubah pikiran?Bukankah selama ini kamu itumenghindarinya?Bahkan kemarin pun kamu dikejar-kejar oleh anakbuahnya,” tanya Yoga.Ia tidak habis pikir mengapa Ayas bisa berubah pikiran secara drastis. Padahal selama ini ia seolah takut pada Tira.“Karenaternyata dia baik,Mas.Tidak seperti yang aku pikirkan.
‘Hah? Ngapain dia ke sini?’ batin Ayas. Ia tidak nyaman jika Tira dan Yoga berhadapan. Terlebih saat ini Yoga sudah mengetahui semuanya. Pasti suasananya akan canggung.“Surprize,” ucap Vano dengan gembira sambil memeluk maminya.Ayas pun tersenyum kikuk. Ia memang sangat terkejut karena ulah anaknya itu.“Vano kok ke sini?” tanya Ayas.“Aku kan mau makan siang bareng Mami. Emang gak boleh?” sahut Vano, manja.“Bukan begitu, Sayang. Mami kan lagi kerja. Nanti kan kita bisa makan siang di rumah. Lagian Vano harusnya istirahat,” nasihat Ayas.“Oh, jadi Mami gak suka aku datang ke sini? Gitu?” tuduh Vano.“Enggak, bukan begitu. Ya udah kalau kamu mau makan. Sini duduk di sebelah mami!” ajak Ayas.“Oke,” sahut Vano sambil terse
Sisca tercengang setelah mendengar ucapan anaknya. Ia tidak habis pikir mengapa Tira sampai sebegitunya pada Ayas.“Tir, kamu itu calon pemimpin kerajaan bisnis papahmu. Masa iya punya anak dari wanita gak jelas kayak gitu? Mau taruh di mana muka keluarga kita?” keluh Sisca.“Ya kalau memang ammah merasa malu. Aku tidak keberatan jika Mamah tidak mau menganggapku sebagai anak lagi,” jawab Tira, santai.“TIRA!” bentak Sisca. Ia naik darah karena sejak tadi Tira terus menantangnya.“Kenapa, Mah? Mamah ini seorang ibu, kan? Sebagai orang tua, harusnya Mamah mengerti bagaimana perasaanku terhadap anakku, Mah. Mana mungkin aku menelantarkannya begitu saja?” jelas Tira.Ia kesal karena mamahnya hanya memeikirkan dirinya saja. Padahal ada makhluk kecil tak berdosa yang jauh lebih harus diperhatikan. Sebab ia adalah calon penerus keluarga m
Ayas tidak menjawab pertanyaan Tira. Sebab ia masih tak dapat menghentikan tangisannya. Pertanyaan Tira itu justru membuat Ayas semakin bersedih.Ini kali pertama Tira melihat Ayas menangis. Selama ini Ayas selalu berusaha kuat di hadapan Tira. Ia tidak ingin terlihat lemah. Sehingga Tira merasa tak tega melihat Ayas seperti itu.“Aku minta maaf jika ucapan Vano tadi menyakiti hatimu. Tapi aku sama sekali tidak bermaksud membuatnya seperti itu,” ucap Tira. Ia tahu apa yang membuat Ayas bersedih.Tira pun merasa bersalah karena seolah telah menyebabkan Vano tidak menghargainya. Padahal selama ini dirinya bersusah payah membiayai hidup mereka sendirian.Ayas mengusap air matanya. “Kamu gak perlu minta maaf. Memang aku yang salah. Aku yang tidak bisa memberinya kehidupan yang layak sehingga dia tidak nyaman hidup denganku,” ucap Ayas.Saat ini ia sudah tidak
Sisca terbelalak mendengar ucapan Ayas. Ia tak menyangka Ayas berani mengusirnya begitu saja. “Kamu!” ucapnya sambil memelototi Ayas. Tira pun terkesiap melihat mamahnya dan Helen ada di sana. “Ngapain kalian di sana?” tanya Tira dengan sedikit membentak. Ia tidak menyangka mamahnya akan secepat itu datang ke rumah Ayas. Tira emosi karena ia sudah susah payah merayu Ayas, tetapi mamahnya malah merusaknya begitu saja. “Harusnya mamah yang tanya sama kamu. Ngapain kamu berhubungan sama wanita seperti dia? Apa kamu lupa bahwa kamu sudah memiliki tunangan?” tanya mamah Tira, kesal. “Ya aku ingat. Saat ini aku masih memiliki tunangan. Tapi, jika kalian tidak angkat kaki dari rumah Ayas saat ini juga, aku akan segera mengumumkan pembatalan pertunangan itu!” ancam Tira. Sisca dan Helen pun terkesiap. Padahal apa pun yang mereka lak
Sontak Ayas langsung menendang Tira yang hampir melepaskan celananya itu. Hingga Tira pun terpental mundur.Bug!“Aww,” keluh Tira sambil memegang perutnya yang terasa sakit karena ditendang oleh Ayas. “Kenapa, Ras?” tanyanya. Ia tidak merasa ada yang salah.Ayas menggelengkan kepala sambil menarik selimut untuk menutupi bagian atas tubuhnya yang terbuka.“Enggak. Ini gak bener. Lebih baik kamu keluar!” pinta Ayas. Ia malu atas apa yang baru saja terjadi.Tira ternganga. Ia tak menyangka Ayas bisa berubah pikiran padahal mereka sudah sama-sama menginginkannya.“Ras, aku tahu kamu juga menginginkannya. Tolong jangan membohongi dirimu sendiri, Ras. Aku bahkan dapat merasakannya,” ucap Tira dengan tampang memelas.Ayas terdiam. Memang benar apa yang Tira katakan. Dirinya sangat menginginkan hal
Tira meminta mamahnya untuk tidak khawatir. Namun, ucapannya berusan justru membuat mamahnya menjadi khawatir.Apalagi Helen. Ia tidak terima jika sampai Tira menikahi Ayas. Mendengar ia bermalam di rumah Ayas saja sudah membuat Helen ingin marah.“Maksud kamu apa, Tir?” tanyanya.“Apa masih kurang jelas? Kami akan menikah. Mungkin dalam bulan ini. Aku sudah tidak bisa menundanya lagi,” sahut Tira sambil berlalu menuju ruang kerjanya.Ia yakin mamahnya tidak akan tinggal diam. Sehingga ia mencari tempat yang sepi agar Vano tidak mendengar perdebatan mereka.“Tir! Kamu jangan ngada-ngada, ya! Kamu ini kan sudah bertunangan dengan Helen. Ingat itu!” ucap Sisca, kesal.“Ya, aku ingat. Tapi itu kan hanya tunangan, bukan pernikahan. Jadi bisa dibatalkan kapan saja,” sahut Tira tanpa dosa.“
Tira cemburu melihat Ayas memikirkan Yoga. Ia sangat posessive, sehingga hanya memikirkannya pun Tira tidak rela.“Enggaklah. Kalau emang aku suka sama dia, kami pasti sudah menikah sejak lama,” jawab Ayas, tegas.“Tolong jangan bicara seperti itu!” pinta Tira.ia cemburu mendengar Ayas mengatakan hal itu. Padahal itu hanya pengandaian.“Aku kan cuma jawab pertanyaan kamu,” sahut Ayas, heran.“Tapi aku cemburu,” sahut Tira, jujur.Ia tidak sungkan atau malu untuk mengutarakan perasaannya di hadapan Ayas. Sebab Tira ingin Ayas mengerti apa yang ia rasakan selama ini.Ayas ternganga mendengar ucapan Tira. “Masa begitu aja cemburu? Aku kan gak selingkuh,” sahut Ayas.Ia merasa Tira berlebihan karena dirinya hanya menjawab apa yang Tira pertanyakan. Tidak dijawab pun pasti akan salah.