Beranda / Romansa / After Marriage / Permintaan Tolong

Share

Permintaan Tolong

Penulis: Sinda
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Nara bukan istri saya.  Kami memang tinggal serumah, namun tidak menikah." 

Dean mengeraskan rahang setelah membeberkan hal itu pada perempuan bergaun putih di hadapan. Bisa ia lihat lawan bicaranya terkejut, bahkan termangu untuk beberapa saat. 

"Wah, bukan cuma penipu, Bapak tenyata suami yang kejam juga. Calon-calon dilaknat, istri sendiri enggak diakui." 

Gantian, ia yang terbengong saat ini. Dilaknat? Dari mana perempuan itu belajar kata demikian? 

Si lelaki mengusap wajah. "Nara memang bukan istri saya. Belum." 

Mungkin tidak akan pernah, sambungnya dalam hati. Untuk beberapa sekon matanya terlihat sendu. Namun, decakan dari mulut gadis yang duduk di sofa kembali menyita atensi. 

Berdecak bingung, Siera menggaruk kening yang tidak gatal. Sebenarnya apa maksud pria yang beberapa jam lalu menikahinya itu? 

Katanya, sudah tinggal serumah dengan wanita bernama Nara itu. Kemudian, mengingkari bahwa sudah menikahinya. Barusan, berkata akan menikahinya. 

"Bisa tidak Bapak jelaskan yang sebenarnya?" 

Satu alis tebal Dean menukik, penuh peringatan. "Jangan menyela." Telunjuknya mengarah ke perempuan yang saat itu sudah memajukan bibir. 

Dalam hati Dean menyangsikan pilihan yang sudah dibuat. Selama tiga hari datang rutin ke kafe Ramaji, menurut pendapatnya, gadis bernama Siera itu adalah seseorang yang pendiam. Melayani tamu seadanya, tidak banyak tingkah. Namun, baru beberapa saat mereka bicara, kepala sudah terasa pusing karena semua tuduhan kejam yang Siera berikan. 

Pendiam apanya? Siera tampaknya adalah tipe perempuan yang bisa mengucapkan banyak kalimat dalam waktu beberapa detik saja. Belum lagi, ucapannya itu tajam. 

Harusnya ia menggunakan lebih banyak waktu untuk observasi. Namun, jelas itu tidak mungkin. Hubungan rahasianya dengan Nara nyaris terendus oleh orang tua. Mau tak mau perlu semacam pengalihan yang juga akan mendamaikan hari yang terus-terusan diteror oleh paksaan menikah. 

"Saya dan Nara sudah tinggal serumah sejak tiga tahun lalu. Tan--" 

"Tunggu!" Siera mengangkat telapak tangan ke arah Dean. Matanya membola dengan raut cemas terpatri. "Kerjaan Bapak apa?" 

Si ceroboh, ejek Dean. Bagaimana bisa perempuan naif itu bertahan hidup selama ini, pikirnya. Menerima begitu saja ajakan menikah dari pria asing, yang pekerjaannya saja tidak diketahui. 

"Saya sudah datang ke Ramaji tiga hari berturut-turut. Kamu tidak bertanya siapa saya pada Rama?" 

Dibalas gelengan, Dean mengambil kesimpulan. Pasti, Siera setuju dinikahi karena perempuan itu tahu ia memiliki rumah, mobil dan wajah yang rupawan. 

Mendengar nama bosnya disebut, pikiran Siera semakin kusut. "Bapak kenal Pak Rama ternyata." 

Menggeleng cepat, tak habis pikir, Dean memilih menjawab pertanyaan sebelumnya. "Saya dosen, memang kenapa?" 

Siera menyugar rambut. Kepalanya panas. "Pesugihan apa yang biasa dilakukan dosen?" 

"Pesugihan?" Nyaris melengking suara pria itu. 

"Iya. Istri Bapak enggak mandul. Berarti Bapak menikahi aku untuk dijadikan tumbal? Tapi, tumbal untuk pesugihan jenis apa? Yang sering aku baca, yang pakai pesugihan dan butuh perawan itu orang yang berdagang." 

"Bahan bacaan apa yang kamu punya?" 

Tanpa sadar Dean menggigit bibir geram. Sedikit rasa ingin tahu muncul, soal bacaan seperti apa yang Siera maksud. 

Tak membuang waktu, si lelaki melanjutkan. "Saya menikahi kamu bukan karena Nara mandul. Bukan pula karena saya butuh tumbal untuk pesugihan." 

Dua mata yang memicing di hadapan membawa firasat buruk bagi Dean. Ia sudah ingin melanjutkan penuturan, tetapi yang keluar dari mulut malah kalimat yang salah.  

"Apa? Kenapa menatap saya seperti itu?" 

Siera menegakkan punggung. "Aku enggak cantik. Apa iya Bapak jatuh cinta?" 

Datar saja ekspresi wajah Dean. Tatapannya seolah sedang merencanakan sesuatu yang buruk. Harusnya tidak bertanya dan mencari masalah. 

"Saya tidak tertarik pada kamu." 

Yang duduk di sofa mengangguk, mengamini. Mana mungkin. 

"Saya butuh seseorang untuk berpura-pura menjadi istri saya agar orang tua saya tidak memaksa saya menikah atau menjodohkan saya lagi." 

Alis Siera menyatu. "Loh, kan ada perempuan tadi. Kenapa Bapak enggak nikah sama dia aja? Cinta, 'kan?" 

Dean membisu. Tak mampu menemukan kalimat untuk disuarakan sebagai jawaban. 

Di jeda waktu yang diselimuti hening itu, suara klakson kendaraan yang berasal dari luar rumah menyapa telinga. 

Dean menoleh ke pintu dengan raut waspada, sedangkan Siera menengok santai. 

Mereka berdua memutuskan beranjak keluar sebab suara klakson semakin nyaring dan panjang-panjang. Setibanya di pagar yang tergembok, Dean mendapati mobil ayahnya di sana.

"Siapa?" tanya Siera penasaran. 

"Tahu dari mana mereka?" Dean yakin, kedatangan orangtuanya adalah karena pernikahannya. Namun, siapa yang memberitahu. Seingatnya, tak satu pun kerabat mengetahui hal ini. 

Tak lama, satu nama terlintas di benak Dean. Benar. Tio. Salah satu pegawai di kantor urusan kependudukan itu adalah kenalan Mike, ayahnya. 

Bunyi klakson tak kunjung berhenti, Siera yang penasaran bertanya, "Siapa?" 

"Ayah saya. Tampaknya, mereka sudah tahu soal pernikahan kita." 

"Terus?" 

Nada bertanya tak santai itu membuat Dean menoleh. "Apanya yang terus?" 

Siera berdecak. "Terus kenapa masih di sini? Bukain pagarnyalah." 

Si pria menggeleng. "Enggak perlu. Besok saja kita ke ru--"

Ucapan tersebut menggantung, berganti dengan pekikan terkejut. Dean menjauhkan tubuh saat tiba-tiba Siera memasukkan tangan ke saku celana bahannya. 

"Mau apa kamu? Saya tidak memberikan izin kepada kamu untuk menyentuh." 

"Kunci gemboknya mana?" Siera menjulurkan telapak tangan. 

Begitu saja, Dean menaruh kunci gembok yang diambil dari saku kemeja,. ke tangan si perempuan. Ia mengusap paha, sembari melirik tajam pada Siera yang sedang berjalan menuju gembok. Enak saja pegang-pegang, sungutnya. 

Pria itu bersedekap di teras. Menontoni Siera yang mendorong pagar. Ia yakin, perempuan itu akan segera menemui kesusahan dunia setelah ini. Ayah dan ibunya bukan seseorang yanng ramag pada orang asing. 

Pintu mobil terbuka, ayah dan ibunya turun dengan raut masam. Awalnya, ia mengira Siera akan kembali menghampirinya. Namun, perempuan itu malah melewati pagar. Menyambut Mike dan Ana dengan salam riang. 

"Sore, Tante, Om." 

Perempuan itu mengulurkan tangan, sedikit menundukkan kepala. Saat Mike memberikan tangan, punggung Siera membungkuk, gadis itu mencium tangan Mike dengan takzim. 

Sebuah sikap yang berhasil membuat Dean terperangah, sama seperti Mike dan Ana. 

"So-sore, Nak?" Tertegun, rasa dongkol yang Mike bawa dari rumah perlahan menguap. Senyum manis dan tulus dari gadis bergigi gingsul di hadapan menular padanya. Sopan sekali gadis itu. 

Sapaanya dibalas, Siera tak bisa menahan diri. Ia melengkungkan bibir. "Udah lama enggak dipanggil kayak gitu." Ia berpindah ke wanita berpakaian warna biru di sana, kemudian menyalami. 

Berdiri di depan pagar, Mike dan Ana saling berpandangan untuk sejenak. 

"Nama kamu siapa?" Mengikuti insting saja, Ana merapikan helai rambut Siera yang terbang tertiup angin. Tak berpindah tatapannya dari paras yang menguarkan aura sederhana itu. 

"Siera, Tante." Malu sebab menyadari tatapan penuh atensi dari dua orang di hadapan, Siera memalingkan muka sesaat. "Ma-masuk dulu, Tante, Om. Bicaranya di dalam aja." 

Tiga orang itu duduk di sofa, Siera memutuskan pergi ke dapur. Berusaha mempelajari letak segala benda di sana secepat mungkin, beberapa belas sekon sudah berlalu sejak ia membuka satu per satu lemari perkakas di sana. Tidak ada apa-apa. Entah itu gula, teh atau sejenisnya. 

Memutar otak, ia mengambil dua buah gelas. Mengisinya dengan air hangat. Belum sempat meraih nampan, tangan sudah ditarik seseorang yang tak lain adalah Dean. 

"Tolong saya." 

Tertangkap basah sebelum mempersiapkan rencana, Dean mulai diliputi cemas. Masih diingatnya Siera meminta dicerai tadi. Bagaimana bila perempuan itu mengadukan apa yang diketahui soal Nara pada Mike dan Ana? Bisa hancur ia. 

Siera berbalik, sepenuhnya menatap pria itu. "Membantu penipu, aku juga jadi penipu. Mending dosanya bisa diwakilkan, ini tanggung sendiri-sendiri." 

Perempuan itu mengulum senyum mendapati bulir keringat di dahi Dean. Rasakan. Pembohong memang akan selalu dikejar-kejar bayangan sendiri.

"Tolong saya, Siera. Ayah dan ibu tidak boleh tahu hubunganku dan Nara. Dan satu-satunya cara untuk menutupi itu adalah dengan pernikahan pura-pura ini." 

"Pernikahan pura-pura, nikahnya pura-pura juga harusnya. Bapak menikahi aku sah. Ada akta nikahnya, tercatat secara hukum." 

Gadis itu mengumpati Dean. Sembarangan menipu orang, sembarangan pada nasib orang. 

Dean memucat. Ia mengusap wajah, menjambak rambut frustrasi. Tidak boleh. Semua tidak boleh gagal. 

"Kamu mau apa agar setuju pada kesepakatan ini? Bantu saya, saya akan berikan apa pun yang kamu mau." Terdesak, nada memohon mengiringi kalimat Dean.  Si lelaki meyakinkan diri, tidak apa membuang harga diri kali ini. 

"Bapak bisa kasih aku kenyamanan hidup? Materi, sandang, pangan, papan tercukupi?"

"Bisa, Siera. Bisa." Dean mengangguk cepat. Apa pun yang orang itu inginkan, akan ia turuti. Taruhannya adalah nyawa Nara. 

"Aku enggak mau privasiku diganggu, karena ini cuma pura-pura. Kita harus sama-sama diuntungkan, juga ...." 

Dean tidak benar-benar mendengar apa yang Siera katakan. Pria itu hanya fokus menatapi bibir si gadis yang terus bergerak sembari harap-harap cemas dalam hati. 

"Gimana pun aku yang dirugikan. Ada pernikahan, artinya harus serumah. Dasar, ya! Bapak itu manusia tak berhati!" 

Terserah Siera mau berkata apa, atensi Dean terusik kala mendengar suara langkah kaki mendekat. Sedikit menoleh, bisa dilihat Ana sudah mendekat. 

"Aku masih enggak ngerti kenapa Bapak enggak menikahi perempuan yang namanya Na--" 

Pria itu hanya ingin membungkam mulut Siera yang seolah tak akan berhenti bicara, karenanya menarik gadis itu dalam pelukan. Dean ingin mencegah nama Nara disebut dan sampai ke telinga ibunya. Namun, saat merasakan detak jantung yang cepat dari Siera, ia menyeringai. 

Dean menikmati. Mengerjai Siera yang sangat terkejut. Namun, saat suara ibunya menginterupsi kegiatan, pria itu langsung menjauhkan diri, membuat jarak. 

"Harusnya kita datang besok, Pah. Pengantin baru butuh waktu berduaan." 

Oh. Firasat Dean buruk soal itu. 

Bab terkait

  • After Marriage   Harga untuk Kebodohan

    Mike dan Ana sudah lama meninggalkan rumah Dean. Langit di luar sudah sepenuhnya gelap dan dihiasi bintang. Lampu di seisi rumah juga sudah menyala. Namun, Siera masih tetap bergeming di tempat. Duduk sembari memeluk lutut di atas sofa. Menyembunyikan wajah, memejam demi menghalau bening yang sedari tadi memaksa ditumpahkan. Perempuan itu menyesali diri, merutuki kebodohan. Pertama, pikirannya terlalu dangkal hingga tak memastikan kebenaran alasan Dean sewaktu memintanya menjadi istri. Kedua, ikut-ikutan berbohong pada Mike dan Ana tadi. Mengamini pernikahan palsu mereka adalah sungguh didasari cinta dengan kebungkaman, tambah bantahan. Ketiga, membiarkan Dean memeluknya sewaktu di dapur tadi. Semuanya menyesakkan. Keputusan menerima pinangan Dean ternyata benar-benar salah. Tak hanya demi membuat orang tuanya tenang, laki-laki tersebut mempersuntingnya supaya hubungan busuknya tidak diketahui. Memalukan. Lebih memalukan lagi d

  • After Marriage   Peduli

    Tiba di rumah pukul satu dini hari, Dean langsung menuju kamar. Pria itu melempar tubuh ke tempat tidur, mengistirahatkan punggung yang terasa amat pegal. Menatapi dinding di ruangan itu, ia mengembuskan napas berat. Menaruh satu lengan di atas wajah, kemudian meringis. Luka terbuka di pelipis tidak sengaja disentuh. Satu helaan napas lagi lolos dari mulut Dean. Memejam, ia berharap bisa segera terlelap. Lelah. Seharian harus mengisi kuliah di kampus, ditambah menghadapi mahasiswa bimbingan, pria itu masih harus meladeni Nara dan segala kemurkaan wanita itu. Nara mengamuk sore tadi. Wanita itu melempar dan menghancurkan semua barang. Salah satunya mengenai pelipis Dean dan menghasilkan luka di sana. Dean hanya bisa mengalah tadi. Mendengarkan semua kalimat sarat amarah dari Nara, tanpa berniat mendebat. Sebisa mungkin ia menjelaskan dengan nada pelan. Dean paham, Nara pasti tidak terima akan pernikah

  • After Marriage   Tangis yang Diganti

    "Siera kamu sudah coba bolu kukus buatan Farah, belum?" Ana membawa piring kecil di tangan, berjalan menuju dapur yang dihuni Siera. Saat melihat sosok menantunya di depan wastafel, wanita itu mendesah. "Nak, kamu tidak perlu mencuci piring. Ada Bu Ratna yang bisa melakukan itu." Ia menghampiri, tersenyum teduh pada gadis dengan gaun biru lembut selutut itu. Hari ini, karena Dean menolak mengadakan acara syukuran besar-besaran, keluarga mereka hanya menggelar acara kumpul dan makan siang bersama di hari Minggu ini. Ana terpaksa menurut saja, sebab tak ingin menantunya ikut-ikutan kesulitan karena harus membujuk Dean yang keras kepala. Hari ini berjalan dengan baik. Seperti dugaan Ana, semua kerabat yang diundang menyukai Siera, bahkan di pertemuan pertama. Ana paham mengapa itu terjadi. Siera memang tipe gadis yang manis, bahkan untuk orang asing yang baru melihatnya. Aura gadis itu sederhana dan mudah didek

  • After Marriage   Menjemput Kecewa

    Tetes air hujan masih setia menjatuhkan diri, membuat Siera yang duduk di depan kafe Ramaji yang sudah tutup mendesah pelan. Gadis itu melihat jam di ponsel yang sedari tadi digenggam. Sudah pukul sebelas. Satu jam sudah ia menanti guyuran hujan mereda. Gadis itu menyesal karena sudah sesumbar menolak tawaran Rama yang ingin memberikan tumpangan. Siera mengaku tak ingin pulang, sebelum hujan reda dan memutuskan menunggu. Lelah, mengantuk ditambah udara dingin yang menusuk tulang, Siera melihat bayang-bayang kasur empuknya di genangan yang mulai tercipta di depan kafe. Bayangan itu seokah mengejeknya karena sudah melakukan hal konyol. Menarik napas, baru saja akan beranjak, ponsel gadis itu bergetar. Kontak bernama Suami terlihat di layar. "Kamu di mana? Masih lama?" Ada sedikit rasa senang ketika telinga Siera mendengar suara dari seberang. Cukup membuatnya sedikit hangat. Sudah

  • After Marriage   Kewajiban

    Selesai mandi, Siera yang berencana langsung pergi tidur diinterupsi oleh nyanyian nyaring cacing di perut. Perempuan itu menilik jam di dinding kamar. Pukul setengah dua belas malam. "Kamu enggak bisa diajak kerja sama, ya?" Mengusap perut, gadis itu melangkahkan kaki menuju dapur. Ia dan Dean baru beberapa hari menikah. Sama-sama sibuk dengan urusan masing-masing, hingga tak sadar tentang urusan dapur. Malam ini Siera baru tahu bahwa lemari pendingin di rumah tak teirsi apa-apa, kecuali minuman kaleng. Hal sama juga berlaku pada lemari-lemari di yang ada. Tak ada mi instant atau makanan kemasan lainnnya. Mendesah lelah, Siera berdiri di depan wastafel. Menatapi dapur rumah yang terasa gersang. Ia jadi merenung. Apa begini kondisi dari dapur yang dihuni pasangan suami-istri yang menikah bukan karena cinta? Apa seperti ini rasanya menjalani rumah tangga yang dibangun tanpa dasar yang jelas? Hampa? Siera pernah ke

  • After Marriage   Siapa itu Nara?

    Di luar, cuaca cerah, tetapi tidak terik. Bagus. Sama bagusnya dengan suasana hati Siera sore ini. Bagaimana tidak? Ia sedang berada di rumah mertua, menikmati berbagai kue lezat. Ana menelepon siang tadi. Katanya akan datang untuk mengantar bolu kukus, bolu pisang dan bubur kacang hijau yang sengaja si mertua buat untuknya. Tak ingin membuat ibunya Dean kerepotan, Siera putuskan untuk menjemput semua makanan itu sepulang bekerja. Kebetulan, di rumah juga tidak ada orang. Dean yang sebenarnya demam bersikukuh pergi mengajar tadi pagi. Pasti pria itu belum pulang. Sempatkan singgah, bukan masalah. "Masakan Mama super enak." Gadis itu menelan potongan bolu pisang terakhir yang bisa perutnya tampung. Mike yang menyesap kopi, menoleh pada menantunya. "Kamu berlebihan." Senyumnya terlihat mekar. Siera menggeleng. "Ini serius, Pa. Kapan-kapan ajari Siera buat yang begini, Ma. Biar bisa buatin untuk De--" Perempuan

  • After Marriage   Hubungan Apa?

    Dean memarkirkan mobil di depan rumah Nara. Mematikan mesin, ia menoleh pada gadis di kursi sebelah. Perempuan dengan dress biru itu masih memalingkan wajah. Enggan bertukar tatap. Tampaknya masih kesal. Siang tadi, sepulangnya ia mengajar dan diskusi soal proyek penelitian, Dean mendatangi Nara. Biasa, awalnya untuk menghabiskan waktu bersama. Sekadar bicara--meski tahu akan berakhir dengan debat--atau menonton drama kesukaan perempuan itu. Pokoknya meluangkan waktu, agar sang pacar tidak mengatai pilih kasih. Satu kesamaan Nara dan Siera yang baru Dean ketahui. Selain punya akhirnya nama yang sama, mereka juga penyuka K-Pop. Namun, Nara tidak seheboh Siera yang bisa berteriak atau senyum-senyum du. Depan layar TV atau ponsel. Kembali pasa Nara, rencana Dean yang ingin menghabiskan waktu bersama, tak bisa direalisasikan karena saat datang, Dean disambut wajah tertekuk si kekasih. "Tetangga nanyain kamu itu siapanya aku. Mereka

  • After Marriage   Siapa yang Orang Ketiga?

    Mendengar suara pintu dibuka, Siera yang sedang menyiapkan sarapan berhenti sejenak dari kegiatannya. Gadis itu menarik napas, meski tangan yang memegang piring berisi telur dadar diremas kuat. Tak lama Dean muncul di ruang makan. Dengan kemeja yang kemarin pagi pria itu kenakan untuk pergi bekerja. Kali ini tampak kusut di sana-sini. Rambut pria itu juga berantakan. "Saya mau mandi dulu. Setelahnya baru sarapan." Dean mengurungkan niat untuk menjelaskan ke mana ia semalaman ini. Pria itu terlalu lelah, jadi memutuskan untuk membersihkan diri dulu. Tadi, tidak sempat di rumah Nara, karena Dean ingin cepat-cepat pulang. Pun, Nara adalah jadwal mengajar pagi. Tidak menyahut, Siera menatapi suaminya dengan amarah di mata. Agaknya Dean bisa membaca, karena pria itu mengurungkan niat melangkah pergi. "Ada apa?" tanya Dean setelah memastikan Siera tampak ingin mengatakan sesuatu. Bibir perempuan itu tertutup rapat, tetapi sedik

Bab terbaru

  • After Marriage   Bertahan dan Berjuang

    Dean yang sudah sangat mengantuk dan hampir lelap berbalik untuk menatap Siera. Istrinya itu terus bergerak gelisah sejak setengah jam tadi. Mengubah posisi tidur terus-terusan, sesekali memukuli bantal.Apa sedang cari perhatian?"Kenapa, Siera? Enggak bisa tidur?" Dean menumpu kepala dengan tangan.Yang ditanya mengangguk. Matanya mengerjap cepat, seolah sedang membujuk."Kenapa? Lapar?" Dean menebak.Si istri menggeleng."Sakit perut?" Dean membawa tubuhnya duduk bersila."Pengin makan sesuatu, Paksu."Diam-diam Dean menelan ludah hati-hati. Kalimat itu adalah sesuatu yang sejak seminggu lalu ia takutkan. Akhirnya muncul juga."Apa?" Alis Dean mengait tak ramah."Belimbing."Matanya melebar, Dean kemudian mengusap wajah. Pria itu menggaruk rambut. Sampai sekarang, mereka belum juga memeriksakan keadaan Siera. Belum berani. Namun, dari ting

  • After Marriage   Kekuatan Petuah

    Mengendarai motor tak tentu arah selama berjam-jam, Dean akhirnya memilih mendatangi rumah Mike. Itu sekitar pukul dua belas malam, kedatangannya disambut raut heran sang ayah."Ayah tidur aja. Aku cuma mau numpang sampai besok pagi."Mike mengabaikan usiran halus itu. Ia duduk di samping sang putra. "Bertengkar dengan Siera? Tumben sampai minggat." Lelaki tua itu berusaha bercanda. Namun, Dean hanya merespon dengan senyum yang dipaksakan.Bungkam selama beberapa menit, Dean membuka bibir. "Aku takut, Ayah. Aku takut anak-anakku nanti akan menerima akibat dari perbuatanku dulu."Misal Siera melahirkan anak laki-laki. Bagaimana jika Dean tidak becus mendidiknya? Dirinya saja yang mendapat didikan benar dari Mike, sempat melenceng. Konon anaknya nanti. Dean pesimis dirinya sudah layak menjadi seorang ayah."Kalau dia perempuan, gimana, Ayah? Gimana kalau dia ketemu laki-laki yang kayak aku? Gimana kalau dia disakiti sama

  • After Marriage   Setahun Menikah

    "Mau beli apa, Nak? Mau jajan apa?"Siera mengulum senyum saat mendapati dua orang pelanggan datang ke warungnya. Hari ini giliran Siera yang berjaga, Dean sedang mengurus keperluan pembukaan warung makan mereka yang akan digelar minggu depan.Setahun menggeluti usaha warung kelontong, Dean berhasil mengumpulkan modal untuk membuka warung makan. Pria itu memang gigih dan berbakat dalam setiap pekerjaan yang dilakukannya. Ekonomi mereka berangsur makin stabil, semua baik, kecuali satu."Susu formulanya satu, ya, Buk. Yang biasa." Pelanggan tadi meminta dengan sopan pada Siera.Siera mengambilkan barang itu. Matanya kembali memandangi gadis kecil yang pelanggannya tadi gendong. Mereka ayah dan anak yang memang biasa belanja. Setiap sore begini, si ayah yang pulang bekerja akan membawa anaknya membeli jajan ke warung Siera ini.Kebersamaan ayah dan anak itu membuat hati Siera senang, sekaligus sedih tiap kali melihatnya.

  • After Marriage   Bukan Akhir, tetapi Awal

    Suasana kamar sore itu semakin hangat. Siera merasa dirinya terbakar oleh tiap sentuhan dan kecupan Dean. Pria itu memang selalu andal membuatnya terbang.Terbaring di atas ranjang mereka, Siera mendongakkan wajah kala sapuan telapak tangan Dean mampir di paha. Laki-laki itu membuatnya terbuka dan siap untuk berkelana ke nirwana.Saat Siera merasa jarak mereka sudah sangat dekat, tiba-tiba saja Dean bangkit dari atas tubuhnya. Pria itu menarik laci, mengambil sebuah benda dari sana. Dalam usahanya mengatur napas yang terengah, Siera melihat pria itu memakai pengaman.Seminggu sejak mereka menikah, Dean mulai melakukan ini. Pria itu melapisi dirinya dengan benda karet itu. Saat ditanya kenapa, jawabannya membuat Siera sedih."Kamu udah periksa ke dokter, 'kan, Paksu? Kamu sehat, untungnya. Kenapa pakai itu?"Tanya itu Siera berani suarakan di pergumulan mereka yang kesepuluh. Dean langsung memasang wajah sedih kala itu.

  • After Marriage   Sebulan Menikah

    Siera yang baru saja pulang dari rumah Mike memutuskan turun di warung milik Dean, alih-alih langsung ke rumah. Perempuan itu khawatir suaminya lelah melayani pembeli sejak pagi hingga sore, dan akan menawarkan bantuan. Dean bisa pulang dan dia yang menjaga warung.Sebulan pernikahan, Siera benar-benar bahagia. Dean makin hari semakin perhatian. Pria itu mulai mengabaikan sedikit gengsi dan sudah lebih sering menunjukkan rasa peduli.Satu contohnya, Dean sudah tak perlu diingatkan untuk menghubungi Mike atau menjenguk ayah mereka itu. Dean bahkan pernah tanpa sepengetahuannya membelikan si ayah mertua sepatu.Tiba di warung kecil mereka, Siera melempar senyum pada si pria berkaus abu-abu. Rasanya sedikit aneh. Biasanya, saat bekerja, Dean akan mengenakan kemeja dan celana kain fromal. Tidak sesantai sekarang. Hanya kaus dan celana pendek. Namun, tetap saja ketampanan suaminya itu tak berkurang."Capek, Paksu? Mau gantian?" Siera me

  • After Marriage   Sebuah Awal

    "Aku udah jual rumah ini. Uangnya udah habis."Dean menanti, mengamati dengan cermat raut wajah istrinya. Awalnya perempuan itu terkejut, kemudian meringis kesal. Siera melempar diri ke sofa, berulang kali menarik dan membuang napas."Kamu enggak mau tanya kenapa aku jual rumahnya dan ke mana uangnya?"Perempuan itu menoleh. Satu tangannya terangkat. "Bentar. Aku napas dulu. Siap-siap dulu," ujarnya dengan dahi berkerut.Di tempatnya berdiri, Dean mengulum senyum. Hah, dia menyesal setengah mati. Kenapa tidak dari dulu memilih perempuan itu sebagai teman hidup? Walau ditempatkan di situasi yang buruk, Siera tetap berusaha tenang. Garis bawahi, berusaha. Bukan Dean tidak tahu jika sekarang emosi istrinya sedang mendidih.Siera memilih mendinginkan kepala dulu, mengambil waktu untuk bersiap, padahal jika langsung mengamuk pun, itu sangat wajar. Kenapa dulu Dean malah terjebak dengan seseorang yang sesuka hati melam

  • After Marriage   Pelakor, Lagi?

    "Apa, sih, gunanya hape?"Siera melempar ponselnya ke atas sofa, setelah panggilan yang ditujukan pada Dean kembali tidak dijawab. Duduk di samping gawainya, si perempuan bersedekap dengan wajah ditekuk. Melirik sebentar ke arah pintu, lalu mengerutkan dahi.Sekarang sudah pukul sembilan malam. Dean belum pulang dan mengabaikan semua panggilan dan pesan Siera. Membuat si istri cemas, tetapi juga kesal.Ke mana Dean pergi? Mencari kerja seperti yang tadi pagi ia suruh? Yang benar saja! Sampai jam segini? Siera curiga Dean malah sedang berduaan dengan Intan di suatu tempat.Membuang napas kasar, Siera mengusap dada. Harus konsisten dan tanggung jawab atas pilihan. Kalau pun misal Dean memang sedang bersama Intan maka Siera akan ....Siera akan menjambak dan memukul Dean. Sungguh, bila benar suaminya itu kembali mengulang kesalahan seperti saat bersama Nara, maka Siera tak akan bersikap lembut lagi.Tak lama,

  • After Marriage   Ujian Pertama

    Setelah pernikahan, lalu apa?Ya bermesraan. Saling mengungkapkan cinta dengan cara yang lebih intim. Mungkin jalan-jalan ke tempat baru, menghabiskan hari dengan bekencan dan sebagainya yang menyenangkan.Atau, di rumah saja. Seharian di kasur, membicarakan dan merancang masa depan. Mungkin mendiskusikan soal jumlah anak dan nama mereka. Namun, itu tidak berlaku untuk Siera. Sebab setelah resmi menjadi istri Dean lagi, perempuan itu malah didiamkan.Selepas acara sederhana dengan keluarga, mereka pulang ke rumah Dean yang lama. Makan, mandi, lalu istirahat, karena lelah. Setelahnya? Hanya saling bertatapan beberapa kali lalu diam.Jika alasannya lelah, Siera bisa paham. Namun, yang Dean tunjukkan ini bukan sikap pengantin pria yang kelelahan sehabis acara pernikahan dan tidak berselera melakukan apa pun. Pria itu memang sengaja membuat jarak. Menjauh darinya, sejauh mungkin.Bayangkan. Semalam, Dean menaruh guling di

  • After Marriage   Demi Mencari Bahagia

    Dean dengan sengaja merebahkan tubuh di sofa. Pria itu memejam dengan satu satu lengan di dahi. Bersikap selayaknya tak mendengarkan ocehan perempuan di sana.Tidak sendiri di ruang tamu rumah Mike, sekarang pukul sepuluh. Sang ayah sudah istirahat, Bu Ratna juga, tersisa ia dan Siera. Dan lagi, Siera sedang membicarakan ajakan menikah. Seolah tak lelah dan bosan."Kamu tidur, Dean? Kamu enggak dengerin aku?"Tidak dengar apanya? Seminggu lebih menelan semua bujuk rayu Siera, Dean mampu jika disuruh mengulang, walau tanpa teks. Hapal. Dean sudah hapal."Ayo nikah lagi. Kamu enggak kasihan sama aku? Aku ini mantan istri kamu, yang jatuh cinta sama kamu, dan sekarang ngemis untuk dinikahi. Enggak kasihan? Enggak mau? Udah ada pacar baru kamu?"Masih mempertahankan posisi berbaring, si lelaki tidak menjawab. Sampai sekarang, benar ia belum bisa memutuskan apakah harus memulai lagi hubungan dengan Siera atau tidak. Walau s

DMCA.com Protection Status