Beranda / Romansa / After 30 / 40. Jangan sakit hati, Lia. Ada Saya.

Share

40. Jangan sakit hati, Lia. Ada Saya.

Penulis: Tamie_chan
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-15 00:52:26

“Hachih!”

Hampir seluruh peserta rapat di ruangan, menoleh ke arah Lia.

Lia tersenyum dan meminta maaf beberapa kali karena sudah menginterupsi jalannya rapat, siang ini.

Ini sudah ketiga kalinya Lia bersin. Dari tadi pun, tissue yang Lia gunakan sudah sangat menggunung di saku blazer nya.

Lia sungguh merasa canggung dan tak enak hati, apalagi ada Pak Rudi, sang Direktur, duduk di ujung meja rapat.

“Tolong, yang pegang remote Ac, di kecilkan saja. Kasihan dia kedinginan,” ucap sang Direktur.

Lia langsung menunduk, malu. Padahal dia sudah sengaja memakai blazer agar tidak kedinginan, namun gagal. Karena tubuhnya memang sedang tidak fit, angin Ac benar-benar membuatnya menggigil kedinginan.

“Istirahat saja, nggak usah ikut meeting,” Revan mendekatkan bahunya ke arah Lia dan berbisik.

“Saya nggak enak hati, Pak,” jawab Lia. Walau sebenarnya dia memang ingin sekali berbaring, karena badannya terasa nyeri.

“Pak Revan, Saya tau, Lia ini Admin inkaso andalan cabang Solo. Tapi jangan juga dif
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Irawati Sianipar
update dong thorr
goodnovel comment avatar
Putrinya Chaniago
masih lama kah thor lanjutan nya
goodnovel comment avatar
Putrinya Chaniago
lanjuttt thorrrt
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • After 30   41. Perhatiaan Revan yanag meluluhkaan hati.

    Jantung Amalia berdebar dengan kencang. Bagaimana tidak? seumur hidupnya, dia tidak pernah menginap di hotel. Jangankan dengan lelaki, dengan teman perempuan pun tidak pernah.Tapi sekarang, dia berdiri di depan pelataran sebuah hotel mewah yang menjulang tinggi. Hotel yang sangat mahal pastinya.“Pak, kita serius mau menginap di sini?” ulang Lia sambil mengikuti langkah Revan yang panjang.“Iya,” jawab Revan dengan singkat.“Kenapa? kamu takut Saya macam-macam?” lanjut Revan sambil tersenyum.Lia terdiam. Bohong kalau dia tidak merasa takut. Kejadian kemarin saja masih membekas dalam ingatannya. Kejadian saat Ivan mencium pipinya di bioskop. Bagaimana jika Revan juga sama mesumnya dengan Ivan.Lia memejamkan matanya, takut.“Ki-kita, tidak tidur dalam satu kamar kan?” tanya Lia, gugup.Revan menoleh. “Kalaupun satu kamar, Saya nggak akan macam-macam, kok. Nggak usah takut.”“Siapa yang berani jamin?” tanya Lia mencari kepastian.Revan mengangkat kedua bahunya, lalu kembali melanjutk

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-22
  • After 30   42. Badmood.

    “Memangnya, kita mau ke mana, Pak?” tanya Lia yang penasaran. Dia tak bisa menutupi rasa gembiranya karena akan jalan-jalan di kota yang belum pernah dia kunjungi.Revan menyeruput kopinya sambil melirik ke arah Lia. “Kamu beneran belum pernah ke Semarang dan jalan-jalan di kota ini?” tanyanya tak percaya.Mereka berdua sedang asyik sarapan sambil ngobrol di restaurant Hotel. Pagi ini, karena bukan weekend, suasana sarapan di Hotel tampak lengang. Membuat Revan dan Lia leluasa untuk makan dan mengobrol berdua.Lia menggeleng. “Sama sekali belum pernah, makanya Saya penasaran.”Revan meletakkan cangkir kopinya sambil mendesah. “Kalau belum pernah, berarti kamu harus ke Klenteng Sam Poo Kong, lalu ke lawang sewu, atau kalau kamu nggak suka tempat-tempat itu, kita bisa jalan-jalan ke mall saja.” Revan menggigit roti bakar yang sudah di oles selai kacang sambil memperhatikan Lia yang terus menatapnya.“Saya mau, kita ke Klenteng Sam Poo Kong ya, Pak? nggak usah ke mall. Kalau cuma Mall si

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-30
  • After 30   43. Meriang.

    “Hasil meeting kemarin, cabang Solo masih memegang rekor penagihan terbaik. Dan itu semua karena Lia,” Revan menatap Lia yang berdiri tepat di seberangnya. Lalu dia bertepuk tangan dan diikuti para sales.Lia hanya tersenyum sambil tertunduk malu.“Dan, Saya dapat pesan langsung dari Pak Rudi, Direktur utama kita. Agar Novi belajar lebih banyak lagi pada Lia, agar omzet tagihan consumer bisa sebaik Ethical.”Novi yang mendengar ucapan Revan langsung tertunduk, dia berusaha menyembunyikan wajah cemberutnya. Dia kesal.“Bisa, Nov?”“Eh? kenapa Pak?” ulang Novi, dia tampak bingung.“Kamu bisa belajar pada Lia, kan? harus bisa dan harus mau! orang kalau ingin maju itu nggak boleh malas belajar!” ucap Revan, mengingatkan.“Iya, Pak.” Novi mengangguk pelan.“Hari ini, mungkin, Saya nggak bisa full di kantor. Saya mau ijin setengah hari ya. Saya harap kalian tetap bekerja maksimal walaupun Saya tidak ada di kantor,” lanjut Revan sebelum menyelesaikan briefing paginya.“Lho kenapa, Pak?” tany

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-03
  • After 30   44. Aku butuh kamu, Lia.

    "Nomor 14, bener ini deh, kayaknya," Lia bergumam sambil memperhatikan rumah yang ada di depannya. Rumah kuno bergaya belanda, dengan teras yang luas."Ah, coba aku ketuk dulu," dengan keberanian penuh, Lia mendekati pintu dan mengetuknya beberapa kali.Namun tak ada jawaban dari dalam. "Jangan-jangan Pak Revan pingsan?" Lia semakin khawatir. Dia berusaha mendobrak pintu yang ternyata tidak terkunci hingga Lia hampir terjatuh ke dalam rumah."Pak?" Lia berusaha memanggil Revan, namun tak juga ada jawaban.Lia berjalan semakin masuk kedalam rumah besar itu. Rumah kuno seperti ini memang biasanya berplafon tinggi hingga ruangannya terasa begitu luas dan besar, tapi bagi Lia jadi terasa menyeramkan. "Pak?" Lia melihat sebuah ruangan dengan pintu terbuka, dan dia bisa melihat Revan sedang tertidur di atas ranjang besar. "Dia tidur atau pingsan?" gumam Lia, sambil berjalan mendekati Revan."Pak?" kali ini Lia memberanikan diri menepuk pundak Revan dengan pelan."Ehmm ….""Pak, ini Saya, P

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-09
  • After 30   45. Jawaban Lia.

    Bagaikan disambar petir di siang bolong, Lia hanya bisa terdiam menatap Revan. Untunglah, Lia tak jadi mengangkat telepon barusan. Jika sampai Lia mengangkatnya, bisa-bisa akan ada perang dunia ketiga disini. Melihat Revan hendak mengangkat telpon dari istrinya, Lia berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Revan. Dia ingin memberikan kesempatan Revan agar bisa berbicara dengan nyaman. Namun saat Lia hendak menarik tangannya, Revan malah menariknya kembali lalu mendekap nya lagi di dada. "Pak, biar Saya keluar dulu, supaya Pak Revan bisa bicara dengan santai dan nyaman," Lia berusaha tetap tegar saat mengucapkan kata-kata itu dari mulutnya. Tapi kenapa juga dia harus sedih dan merasa nelangsa? Bukankah Lia sudah tau jika Revan sudah memiliki istri? Lia juga sudah menolak cinta Revan. Lalu kenapa dia harus merasa sedih? "Jangan kemana-mana, Lia. Kamu tetap di sini," Ucap Revan. "Tapi-""Tidak ada yang ingin Saya sembunyikan dari kamu, biarpun itu pembicaraan dengan Asti." Rev

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-09
  • After 30   46. Rindu itu berat.

    "Pagi, Jamal. Keren sekali kemejanya, jadi kelihatan ganteng kamu, hari ini." Revan tersenyum cerah saat menyapa salah satu anak buahnya. Mereka berpapasan di luar pagar, tepat di depan pintu gerbang kantor.Jamal tersenyum bingung. Tumben sekali bosnya itu sudah berwajah ceria pagi pagi sekali. Bukannya kemarin dia sakit ya?"Pagi, Pak. Kok naik Jocar?" tanyanya, penasaran."Mobil Saya, kemarin Saya tinggal," jawab Revan singkat."Ayo, Saya duluan." Revan bergegas menuju ke dalam bangunan kantor. Tentu saja dia sudah sangat tak sabar bertemu Lia. Padahal semalam mereka bertemu, namun saat membuka mata di pagi hari, Revan langsng merasa Rindu."Benar kata Dilan…," gumam Revan sambil tersenyum."Dilan, bilang apa?"Revan tersentak kaget, karena ternyata ada yang mendengar gumamannya."Guntur, bikin kaget aja." Revan mengelus dadanya karena kaget."Dilan bilang apa, Pak?" Guntur masih penasaran."Dilan bilang, kalau rindu itu berat," jawab Revan sambil tersenyum."Siapa Dilan?" sambung

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-18
  • After 30   47. Wejaangan Anita.

    "Kamu mau pesan apa?" Anita membuka buku menu, dan mulai membolak balik halaman sambil berpikir akan memilih makanan apa untuk makan siangnya. "Aku… bakmi kuah balungan," jawab Lia tanpa membuka buku menu. Dia sudah pernah kesini sebelumnya dengan Revan dan dia sudah punya menu favoritnya sendiri."Enakkah?" tanya Anita sambil menatap Lia. Lia mengangkat jempolnya. "Kalau hujan begini, paling mantap ya yang kuah. Sama teh panas… uuhh, sempurna." Anita mengangguk, "Kalau gitu, aku juga sama."Lia tersenyum lalu kemudian menatap rintik air yang turun lumayan deras dari jendela kaca. "Hujan-hujan gini enaknya tidur di rumah ya Li? Bukan kerja," gerutu Anita. Lia tersenyum, "Jangan ngeluh. Masih untung kita, kerjanya di dalam kantor, hujan gini nggak masalah. Kasihan sales-sales yang kerja di lapangan. Kehujanan."Anita langsung manyun mendengar ucapan Lia, "Iya iya bu ustazah.""Hus! sembarangan!" kesal Lia sambil memukul pelan bahu Anita.Anita hanya terkekeh, lalu dia mengambil po

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-26
  • After 30   48. Sama-sama salting

    Lia berada di kamarnya yang berantakan karena semua bajunya berserakan. Lia merasa kesal karena semua baju yang dia miliki hanya kemeja lengan panjang yang biasa dia pakai untuk berangkat ke kantor dan celana panjang bahan kain. Ada satu celana jeans yang sudah sangat lusuh dan satu-satunya celana jeans yang bagus dan layak dipakai, hanyalah celana yang waktu itu dia beli di Semarang.Lia mendesah frustasi. Kemarin saat akan berkencan dengan Ivan, dia tak merasa se bingung ini, kenapa hanya akan pergi makan sate dengan Revan, dirinya begitu frustasi karena tak punya baju bagus? "Masa aku pakai kaos yang beli di Semarang juga, ya ampun!" gerutunya, kesal."Mulai besok, aku harus menyisihkan uang untuk membeli baju, sepatu, dan tas untuk dipakai jalan, bukan untuk kerja saja," gumam Lia sambil terus mengobrak abrik lemari bajunya. Berharap menemukan sebuah blouse cantik agar bisa dipakai untuk kencan perdananya dengan Revan.Mata Lia berbinar saat melihat sebuah blouse berwarna ungu

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-29

Bab terbaru

  • After 30   92. lanjut tidak?

    “Ayo, Lia!” ajak Tinik sambil menarik tangan Lia yang sedang sibuk memasukkan nota ke dalam map. Karena uang yang diberikan Nyonya Cici tak cukup untuk membeli map ordner, Lia memutuskan membeli map plastik yang murah. “Kemana, Mbak?” tanya Lia bingung. “Kalau sudah jam setengah 4, kita harus turun, ketemu sales dan terima setoran mereka, sambil dengerin briefing dari Bos.”Masih bingung, namun Lia menurut saja. Lia di ajak ke garasi mobil, dan disanalah sudah berjejer banyak lelaki paruh baya, ada beberapa yang masih muda dan seumuran Lia. Lia melihat Anggi sedang membagikan makanan dan minuman dan sesekali beberapa seles menggodanya. Anggi tersenyum bahkan tertawa karena candaan para lelaki itu. Lia menelan salivanya, sedikit enggan bergabung dengan orang-orang ini, tapi dia harus bekerja, kan? “Nah, ini ada karyawan baru, namanya Lia,” ucap lelaki yang tadi bertemu Lia di ruang tengah dan bertelanjang dada. Untunglah sekarang dia sudah mengenakan kaos oblong tapi masih menggu

  • After 30   91. Tempat kerja baru.

    Lia menatap pantulan dirinya di cermin dan merapikan lipatan bajunya yang masuk ke dalam celana bahan kain warna hitam. Hari ini Lia mendapat panggilan interview di sebuah perusahaan distributor alat-alat listrik. Ya, memang bidang alat-alat listrik belum pernah Lia geluti sebelumnya. Karena semenjak lulus hingga sekarang, Lia hanya bekerja di perusahaan distribusi obat-obatan. Tapi, tidak ada salahnya mencoba hal baru, kan? lagi pula jika Lia mencari perusahaan yang sama seperti sebelumnya, dia takut gosip tentang dirinya pasti tersebar di beberapa distributor obat saingan perusahaannya sebelumnya.“Aku pasti bisa!” ucap Lia bermonolog, mengafirmasi dirinya dengan energi positif.“Oke,semuanya sudah siap, aku harus be_” tiba-tiba ponselnya berbunyi dan dengan segera Lia mengangkatnya.“Halo, Van? aku lagi buru-buru, nih.”“....”“Halo? Van?”“Hatiku sakit,” jawab Revan dengan lemas.“Kenapa? ada apa?” tanya Lia, kaget. Lia Bahkan membeku di ambang pintu menunggu jawaban Revan.“Aku

  • After 30   90. Menyiksa.

    “Tlililit… Tlililit…’“Siapa sih, pagi-pagi gini…?!” Dengan mata masih setengah terpejam, Lia meraba-raba kasur busanya, mencoba mencari-cari di mana ponselnya berada. “Ini dia!” dengan lega, Lia berhasil menemukan ponsel yang ternyata tertindih tubuhnya sendiri. Saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya, mata Lia langsung terbuka lebar, kantuk yang dari tadi masih menggantung di kelopak matanya seketika menghilang. “Revan?” pekiknya lirih.“Halo.”“Baru bangun?” tanya Revan dari seberang. Suaranya sama paraunya seperti Lia, sehingga Lia yakin jika Revan pun baru saja bangun tidur sama seperti dirinya.“Iya…” jawab Lia sambil tersenyum.“....”“Halo? Revan?”“Eh, ya. Kamu sehat-sehat saja kan?”Lia mengernyitkan alis, merasa aneh dengan pertanyaan Revan. “Ada apa?”“Ng… Nggak ada apa-apa.”“Hmmm… dasar aneh, oh ya, kemarin aku jalan-jalan sama Anita.”“jalan ke mana?” sambar Revan cepat.“Ke Mall, shopping sama jajan dimsum…”“Terus?” tanya Revan penasaran. Sebenarnya Revan i

  • After 30   89. Ulah Novi

    “jadi kamu sekarang sudah pindah? kos di tempat yang sama dengan Adrian?” tanya Tristan. Nada suaranya menunjukkan dia sangat terkejut.“Kenapa?”Lia tersenyum, “nggak apa-apa. Rumah itu juga kan, bukan milikku seorang, jadi memang ada rencana di jual. Aku cuma mempercepat pindahanku.”“Tapi Revan, kan, punya Vila, kenapa kamu nggak tinggal di sana saja?” cecar Tristan. “Kalian nggak lagi bertengkar, kan?”“Nggak kok, Villa Revan itu kan jauh, kemana-mana jauh, dan terlalu besar untuk aku tinggali sendiri, jadi aku memilih sewa kamar kos aja.”Tristan berpikir sejenak,”kamu tau? aku selalu siap membantu jika kamu butuh apapun. Jangan sungkan minta tolong padaku ya?”Lia tersenyum sambil menganggukkan kepalanya, “terima kasih,” ucapnya lirih.“Aku heran! cuma di sini pelakor di sanjung-sanjung! dimana-mana yang namanya pelakor itu kan biasanya di maki-maki, di hajar sampai babak belur atau di laporin ke polisi! huh, dunia memang sudah mau kiamat!” ucap Novi sambil melirik sinis pada Li

  • After 30   88. Dunia memang sempit

    “Mbak Lia, nggak makan?” tanya Adrian yang sejak tadi memperhatikan Lia. “Eh? Makan kok,” Lia mencoba tersenyum sambil mengambil gelas jusnya dan meminumnya melalui sedotan. “Nggak napsu makan karena nggak ada Pak Revan, ya?” Celetuk Novi sambil menggigit kentang goreng dan tersenyum sinis pada Lia. Lia tak peduli, dia enggan menanggapi omongan Novi yang selalu sinis padanya. Lagipula jika dia meladeni Novi, Lia takut perayaan ulang tahun Adrian akan kacau. Lia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya kemudian menghela napas, “Sudah jam sembilan malam, aku pulang dulu ya,” ucap Lia pada Adrian. “Loh, kenapa, Mbak? Acaranya sampai jam 12 loh. Setelah ini ada live perfomance aku, masa Mbak Lia nggak mau nonton?” Lia tersenyum kecil, “Anita besok harus kerja, aku nggak enak sama dia.” Adrian tampak kecewa, “paling tidak makanlah ini, dari tadi aku perhatikan Mbak Lia cuma minum jus,” Adrian mendekatkan sepiring spageti ke arah Lia. “Aku nggak mau Mbak Lia

  • After 30   87. Drama.

    Bibir Lia tersenyum lebar saat membaca pesan masuk yang dikirimkan Revan. 'Asti sudah setuju untuk bercerai. Aku akan urus semuanya setelah itu kita bisa langsung menikah.'Lia merebahkan tubuhnya masih dengan senyum lebar menghiasi wajahnya. Jantungnya berdebar kencang membayangkan akhirnya dia akan menikah dengan Revan. Tak pernah terbayangkan olehnya sebelumnya jika dirinya akan menikah dengan lelaki setampan dan sesempurna Revan. Bagi Lia, Revan adalah lelaki pertama dan terakhir yang bertahta di hatinya, walaupun bagi Revan Lia bukan yang pertama. Mengingat itu, senyum Lia langsung sirna. Ada rasa bersalah yang tiba-tiba melintas, namun dengan cepat Lia berusaha menangkisnya. "Asti yang berselingkuh lebih dulu! Dia menyakiti Revan dan wajar Revan berpisah dengannya, tak ada hubungannya denganku…" gumam Lia sambil memejamkan matanya. Lia bangun dari tidurannya dan kembali berpikir, "bolehkan aku bahagia dengan perpisahan Revan?" tanyanya bermonolog. "Duuh kenapa sih aku?" Li

  • After 30   86. Akhirnya.

    "Nanti aku ceritakan semuanya, tapi telpon di HP ku aja, ini HP orang aku nggak enak," Jawab Lia lirih, takut Adrian mendengar percakapannya. "Aku tanya kamu tidur di mana?" Ulang Revan meminta jawaban. "Aku sekarang tinggal di kos," Jawab Lia singkat. "Kenapa?""Nanti aku ceritakan semua setelah HP ku ambil, kemarin HP ku jatuh dan nggak mau nyala…""HP mu sudah jadi, dari semalam aku menelpon tapi nggak aktif. Dan barusan aku telpon sudah bisa, berarti HP mu sudah jadi. Buruan di ambil lalu telepon aku secepatnya!""Iya… jam 8 saat konter buka langsung aku ambil.""Ck, baiklah. Langsung telpon aku setelah diambil. Jangan lupa!" Ingat Revan. "Iya, sudah dulu…""Ya," Tut.. Tut.. Tut.. Lia menatap ponsel Adrian yang sudah mati. Semburat kekecewaan menghampiri hatinya karena Revan langsung memutuskan telpon begitu saja. Kenapa dia tak menanyakan kabar Lia? Sebegitu sibukkah dia sampai tak sempat berpikir untuk menanyakan keadaan Lia? Perasaan gelisah kini hinggap di relung hati

  • After 30   85. Salah paham.

    Sudah dua hari berlalu, namun Revan tak ada kabar sama sekali. Jangankan menelpon, kirim chat pun tidak. Ada apakah gerangan? Lia ingin sekali menelepon atau mengirimkan chat, namun dia takut. Takut jika ternyata Revan memang sengaja tak menghubunginya karena ingin kembali pada Asti. Entah kenapa, jika Revan tak menghubunginya lebih dulu, Lia merasa tak boleh menelponya. Jika Lia nekat menelpon atau mengirim chat, Lia jadi merasa dirinya benar-benar wanita jahat yang merebut lelaki orang. Lia menghela nafas sambil melempar pelan ponselnya ke atas meja kecil yang ada di sebelah ranjangnya. Namun naas ponselnya malah tergelincir dan jatuh. Sebenarnya meja ini tak terlalu tinggi, namun entah kenapa ponsel Lia malah retak karenanya. "Bego banget sih, Lia!" Geram Lia pada dirinya sendiri sambil menjitak kepalanya pelan. "Duh, mati lagi…" Lia berusaha menekan tombol power tapi ponselnya tak kunjung menyala. Akhirnya Lia memutuskan pergi mencari konter HP untuk memperbaiki ponselnya.

  • After 30   84. Drama Asti

    "Bikin malu!" Teriakan Ayah Revan menggema di seluruh ruangan. "Kamu selingkuh?! Kamu punya wanita lain dan memilih bercerai dengan Asti?! Apa kamu sudah nggak waras, Revan!""Revan mau menjelaskan, tapi kalau Ayah sudah menganggap buruk tentang Revan, sepertinya percuma Revan bicara," Revan berusaha menurunkan emosinya. Dia tahu Ayahnya pasti marah besar karena beliau adalah sahabat baik Pak Wijaya - Ayah dari Asti. "Mau penjelasan apa lagi?! Semua sudah jelas! Asti sampai menangis dan mengadu pada Ayahnya. Ayah benar-benar nggak tahu lagi mau ditaruh mana wajah Ayah kalau bertemu mereka! Dan setelah itu semua, Asti masih mau menerima kamu tapi kamu sendiri memilih untuk bercerai! Hanya karena wanita nggak jelas yang baru kamu kenal?! Kamu- pikiran kamu sudah rusak!" Teriakan dan makian dari Ayah Revan menggema memenuhi seluruh ruangan yang hanya berisi tiga orang yaitu Revan, Ayahnya dan Ibunya. "Ayah, tolong tenang. Biarkan Revan menjelaskan," Ucap Ibu Revan yang sejak tadi terd

DMCA.com Protection Status