Terhitung seminggu sudah Janu menjalani kehidupan barunya di salah satu kota terpencil di Aussie. Tinggal di sebuah rumah sepetak bersama Gea. Mereka membagi tugas rumah, membagi tugas juga dan saling melengkapi. Seperti contohnya, Gea yang membangunkan Janu di pagi hari, dan Janu yang mengingatkan Gea untuk membawa barang-barangnya karena gadis itu pelupa.
Janu senang, begitu juga Gea. Mereka sangat akrab layaknya kakak dan adik. Sesuai janji Janu, mereka bekerja di sebuah restoran dekat rumah dengan bayaran yang lumayan. Sembari itu, Janu mengikuti banyak kursus yang bisa ia ikuti secara daring. Ia juga mulai mengotak-atik beberapa hal di internet. Hasilnya, luarbiasa. Janu kini memiliki tabungan yang besar hanya dalam hitungan bulan.
Tak sekalipun Janu menggunakan uang itu untuk
Abin melipat kedua tangannya di depan dada dengan dagu terangkat. Garis bibirnya tertarik miring, dengan sorot mata sinis yang tertuju pada suster serta lelaki yang sempat bertengkar dengannya beberapa hari yang lalu. Di hadapanny Javier dan Aletta hanya bisa geleng-geleng karena tingkah Abin yang sangat menggambarkan umurnya. Kekanak-kanakan, berbanding jauh dengan Javier yang pagi ini tetap tampak dewasa dengan pakaian casual yang ia pakai. Tangannya merangkul bahu Aletta posessive. Hal itu ia lakukan dengan sengaja untuk menunjukan kepada semua penjung rumah sakit pagi ini, bahwa ia adalah suami Aletta. Suami yang katanya lari dari tanggung jawab setelah menghamili anak berumur belia, yaitu Aletta. Sejak kedatangan mereka bertiga, orang-orang yang memang memiliki sesi jam yang sama dengan Aletta tampak terkejut bukan main. Terlebih, mengingat wajah tampan Javier, kulit putih susunya, lubang hitam di kedua pipi, yang sempurna dipadukan dengan tubuh te
Javier terkekeh kecil saat membuka makanan siang yang dikirimkan Aletta menggunakan jasa kirim untuknya siang ini, juga Jordy. Selain karena ini mendadak, secarik kertas yang ada di dalamnya juga membuat senyum Javier sulit menghilang. Tertulis, ‘Di makan yak Pak suami, kali ini gak ada ati ayam. Adanya atiku’. Saking gemasnya, butuh lima belas menit untuk Javier mebacanya berulang-ulang hingga ia merasa cukup. Padahal, harinya sudah cukup indah denga terbangun di samping Aletta pagi adi. Gadis itu juga menyiapkan sarapan dan pakaiannya, layaknya seorang istri. Yang lalu ditutup dengan Aletta memgantar Javier hingga depan pintu rumahnya.Bertepatan dengan selesainya lamunan Javier, Jordy masuk ke ruangan dengan wajah lelahnya. Dia menghampiri Javier, karena mencium wangi makanan yang memenuhi ruangan. “Enak ye punya istri,” ledek Jordy, melirik Javier dan bekal makan siangnya secara bergantian. Javier terkekeh lagi, kemudian mengulurkan
Di sofa yang menghadap ke tv, dengan semangkuk popcorn di pangkuan. Aletta tersenyum lebar saat Javier muncul dengan wajah lelahnya. Lelaki itu ikut memasang senyun, kemudian duduk di sampingnya. Untuk beberapa saat, Aletta menikmati pemandangan wajah Javier dari jarak mereka yang cukup dekat. Sedangkan milik sang empu tertuju pada tv, sama sekali tidak terusik akan acara memandang Aletta yang begitu intens. Atau mungkin, Javier sengaja terlihat biasa saja? “Seru?” tanya Javier berbasa-basi, sama sekali tidak menoleh. Aletta menyerit karena itu. “Seru,” balasnya singkat. “Kakak ada masalah ya di kantor?” Javier kini berhasil di buat menoleh. Dia menggeleng cepat, menjawab pertanyaan Aletta. Tangannya terangkat untuk mengelus kepala Aletta dengan lembut. Seakan menyiratkan bahwa tidak ada hal yang perlu gadis itu khawatirkan. Akan tetapi, feelings seorang perempuan tidak pernah bisa di bohongi. Hanya dengan
Aletta tidak bisa tidur. Jam sudah menunjuk pada angka lima dan tidak semenit pun darinya, mata Aletta terpejam. Memberikan rasa pening yang tak tertahankan juga sakit di bagian perutnya. Kala di rumah sakit, dokter mengatakan begadang adalah hal yang harus Aletta hindari. Namun, apa daya? Suara Javier tidak mau hilang dari kepalanya. Setelah bertanya, Javier ikut berdiri. Menghampiri Aletta yang mematung di posisinya, mengelus surai panjang gadis itu, mengecup kening kemudian masuk ke kamarnya begitu saja. Padahal, Javier seharusnya tertawa setelah bertanya. Harusnya lelaki itu, mengatakan bahwa ia hanya bercanda dan menitah Aletta untuk tidak menganggap itu serius. Javier hanya mengerjainya, Javier hanya sedang lelah dan mencoba menghibur diri. Akan tetapi lelaki itu melakukan hal sebaliknya. Gerak-geriknya seakan menyiratkan bahwa dia serius. Pertanyaan itulah alasan dari gurat aneh yang sempat Aletta lihat sebelumnya. Hingga gadis it
Setelah bekerja seharian, untuk pertama kalinya sejak menikah Javier memutuskan untuk tidak langsung pulang. Dia memaksa Jordy yang sebenarnya kelelahan untuk mampir kesalah satu bar terdekat yang belum pernah mereka datangi. Masih dengan pakaian kantor dan wajah lelah, Javier menjadikan alasan untuk ajakannya. Padahal, Jordy sering sekali menekankan pada Javier, bahwa lelaki itu tidak bisa membohonginya. Javier hanya akan tampak bodoh dan membuat Jordy kesal karena melakukannya. Walaupun begitu, Jordy tetap mengiyakan ajakan Javier. Sebagai bentuk menghargai sikap Javier yang mendadak serius hingga menyelesaikan banyak pekerjaan hari ini. Bahkan yang seharusnya bisa mereka tunda seminggu lamanya, Javier sampai melewatkan jam makan siang. Jordy menggeleng-gelengkan kepala, menyaksikan Javier yang kini meneguk satu gelas besar dalam sekali tarikan nafas. Lelaki itu jelas sedang tidak baik-baik saja. “Woah, dude. Slow down… .” Jordy menar
Aletta berkacak pinggang menyaksikan Javier yang kini tengah terlelap di kamarnya. Jordy mengantarnya tadi hingga lobby, sisanya Aletta menggeretnya sendirian. Bukan karea sahabat suaminya itu tega, tapi keadaan Jordy juga sama menghawartikan. Mau tak mau Aletta menopang Javier. Saat mereka hendak masuk ke kamar milik Javier, lelaki itu merengek. Katanya, dia tidak mau tidur sendiri. Javier ingin terbangun dengan Aletta sebagai pemandangan yang pertama ia lihat. Tentu Aletta tidak langsung setuju, dia memaksa Javier untuk masuk yang lalu berakhir dengan drama. Javier menangis. Dorongan alcohol yang lelaki itu teguk membuat Javier mengeluarkan emosinya. Tanpa mengatakan apapun selain Javier ingin tidur dengan Aletta, isaknya tak kunjung terhenti. Karena itu Aletta akhirnya pasrah membawa Javier ke dalam kamarnya. “Aletta,” gumam Javier dengan mata terpejam. Aletta mendengus, menoyor kepala Javier hingga lelaki itu mengaduh.
“Yaelah gua kata jua apa, beli jadi aja anjing.” Abin memutar kedua bola matanya malas mendengar perdebatan Hanan dan Fatan yang tak kunjung selesai. Mereka sedang membuat popcorn namun gagal entah karena apa. Kini, mereka bertiga sedang berada di apart Aletta untuk mengajak gadis itu menonton film bersama. Ini ide Hanan, katanyanya lelaki itu merasa bersalah mengenai kejaddian dimana Aletta masuk rumah sakit. Ujian nasional juga sudah terlewat, Abin dan kedua sahabat Janu itu mengatakan mereka akan sering mengunjungi Aletta sebagai bentuk kasih sayang mereka terhadap bayi di dalam kandungan Aletta. Abin sendiri mendecih mendengar alasan yang dikatakan Fatan tersebut. Baginya kedatangan mereka berdua tidak lain adalah untuk menghabiskan persediaan makanan yang ada di rumah Aletta. Sang pemilik rumah sendiri tidak keberatan, karena Aletta memang jarang makan sedangkan Javier tidak berhenti berbelanja. Kadang, Javier tidak mengatakan pada
Janu membuka matanya secara perlahan. Kepalanya terasa berat. Ia baru saja berlibur ke pantai yang berada di dekat kotanya berada dan pulang dengan keadaan mabuk. Setelah beberapa saat menyusaikan pencahayaan yang masuk ke kornea matanya, Janu baru sadar bahwa ia terbangun tidak di kamarnya. Nafas Janu tercekat saat merasakan sebuah tangan melingkar di pinggangnya. Dia melirik ke arah kanan, menemukan Gea yang masih terpejam. Pikiran Janu langsung melayang jauh, namun untungnya saat ia melihat ke dalam selimut pakaian mereka berdua masih lengkap. Tidak ada satupun yang terlepas atau hilang. Tak nyaman dengan posisi ini, Janu buru-buru bangkit yang kemudian tertahan karena Gea merengkuhnya begitu erat. “Lima menit,” kata Gea dengan suara serak khas bangun tidur. Pemandangan itu justru membuat Janu bergidik karena wajah Aletta yang mendadak teringat. Dengan sedikit kasar, Janu menghentakan tangan Gea agar terlapas hingga ga
Javier mungkin seharusnya mengirim pesan terlebih dahulu pada Aletta sebelum mendatangi rumahnya. Dengan begitu, dia tak akan terjebak dalam keadaan canggung saat menemukan Aletta sedang menonton film dengan Hanan, Fatan, Abin sedangkan dirinya membawa sebucket mawar mereah. Dengan cengiran yang di paksakan, Javier melangkah masuk ke dalam karena Abin mempersilahkannya. Wajah sang pemilik rumah tampak tak setuju dengan itu, namun tetap membiarkan Javier hingga mereka duduk di sofa yang sama. Di sebrang keduanya, Fatan dan Hanan tak bisa melepaskan perhatian mereka dari bucket yang Javier pegang. Entah apa yang mereka sedang pikirkan yang jelas itu bukan sesuatu yang baik. Mengabaikan itu, Javier menoleh ke arah Aletta yang mengabaikannya dengan sengaja. “Ta, saya beli ini buat kamu.” Javier mengulurkan bucket tersebut pada Aletta.Untuk beberapa saat, Aletta memandang Javier dengan bunganya secara bergantian. Mulutnya sibuk mengunyah popcorn dengan sorot
Javier mengambil mengambil nafas dalam-dalam, sebelum tangannya mendorong pintu yang sedari tadi dia pegang. Ada sedikit perasaan kesal terhadap Jordy, yang belum pergi dari hatinya. Adapun begitu, Javier tetap harus profesional. Pertengkaran seperti ini merupakan resiko yang harus dia terima karena bekerja dengan seseorang yang sudah begitu mengenalnya. Cekcok, bukan sesuatu yang harus dianggap baru. Terlebih masalah kemarin memang didasari dengan kesalahannya sendiri. Pemandangan Jordy yang tengah membaca kertas di kursi kerjanya, menyambut kedatangan Javier. Lelaki itu sama sekali tidak menunjukan ekspresi apapun, selain lirikan mata tak minat. Mungkin, Jordy juga masih tenggelam dari kekecewaanya mengenai gagalnya proyek mereka. Hilangnya investor besar, akan mengharuskan mereka memutar kembali otak untuk merombak segala susunan rencana. Pun, tak lupa dengan harapan besar yang mereka sudah taruh. Javier sadar betul, mereka tidak bisa bekerja jika em
Pagi harinya, Aletta tidak menemukan Javier di manapun. Lelaki itu menepati ucapannya, yang justru membuat Aletta merasa sedih. Dia tak bisa berbohong, kalau ada sedikit di bagian hatinya yang berharap Javier berusaha sedikit lagi. Walaupun jawabannya akan tetap sama, Aletta ingin egonya sedikit dipenuhi. Masih dengan wajah bantalnya, Aletta mendekati sofa dimana Javier tertidur semalam. Disana, selimut yang Aletta berikan sudah terlipat rapih di atas bantal. Aletta juga tidak melihat gelas berisikan teh hangat yang tadi malam ia hidangkan. Javier pasti telah mencucinya sebelum lelaki itu pergi. Bertanggung jawab, memang akan selalu menjadi sifat khas lelaki yang masih berstatus suaminya tersebut. Dengan satu tarikan nafas panjang, Aletta kini menyimpulkan bahwa mereka telah selesai. Tidak akan ada lagi kejadian manis yang memang tak seharusnya terjadi diantara mereka. Entah dalam bentuk perhatian kecil atau sekedar Javier yang menemanin
Untuk kedua kalinya, Aletta dikejutkan oleh pemandangan Javier yang mabuk berat. Kali ini, lelaki itu datang ke rumahnya dengan taxi. Lelaki itu berjongkok, menyembunyikan wajahnya di kedua tangan yang ia lipat di atas kaki. Sembari itu, Aletta membayar taxi terlebih dahulu. Baru setelahnya, Aletta ikut terduduk di samping Javier. Dia bingung. Tidak seperti saat itu, Aletta tidak mau membawa Javier masuk kali ini. Ini bukan rumah Javier, tak seharusnya Aletta membawa masuk orang asing terlebih banyak bayangan Janu di dalamnya. Aletta hanya akan merasa seperti ia sedang berselingkuh, di saat ayah dari bayinya entah dimana. Sudah sepuluh menit berlalu, belum juga ada pergerakan apapun dari posisi Javier. Hanya sesekali, tubuh Javier bergetar karena dinginnya angin malam yang menerpa tubuhnya. Lelaki itu hanya dibaluti kemeja tipis. Jasnya ia pegang hingga bagian bawahnya terkena tanah. Rambut Javier berantakan, seakan sesuatu telah menimpanya. Entah itu p
Terhitung, sudah tiga hari sejak hari dimana Javier pergi begitu saja setelah mendengar permohonan Aletta. Lelaki itu tidak berbalilk, ketika Aletta meminta jawabannya. Aletta hendak mengejar, namun rasa sakit di perutnya menghentikan gadis itu.Javier tidak menghubungi Aletta dan Aletta tak peduli akan itu. Hari kemarin, membuat Aletta berfikir bahwa memang dirinya ditakdirkan untuk sendiri. Mungkin, memang ini jalan yang terbaik untuk Aletta juga Javier. Demi membatasi perasaan mereka, agar Aletta bisa tetap menunggu Janu tanpa merasa bersalah karena merasakan sesuatu yang janggal tanpa disengaja. Kini, dengan sang jabang bayi Aletta dengan santai menikmati sarapannya seperti biasa. Dengan tontotan pagi kesukaannya, juga sebuah buku kecil berisikan beberapa tulisan asal. Disana, Aletta menuliskan beberapa kemungkinan pekerjaan yang bisa ia kerjakan. Hal itu Aletta dapatkan dengan bantuan Abin, Fatan, juga Hanan dengan banyak pertimbangan. Tabungan Ale
Me : Maaf malam ini saya tidak akan pulang [ read] Javier mnyeritkan alis, saat menyadari pesannya tidak Aletta balas. Masih dengan posisi tertidur di sofa, dengan kesadaran yang belum terkumpul sepenuhnya. Kemarin, Javier pergi ke rumah Felly untuk berbincang. Tidak hanya dirinya, ia juga mengajak Jordy. Felly yang mengundang Javier. Gadis itu ingin menunjukan pada Javier bahwa bukan tidak mungkin untuk mereka berteman. Even, setelah empat tahun mereka dan juga apa yang Javier perbuat. Justru menurut Felly, akan disayangkan rasanya jika mereka saling menjauh hanya karena kata putus. Hubungan mereka lebih dari itu. Masih banyak hal yang bisa jadi alasan mereka bertemu atau berbincang selain asmara. Mereka bertiga berbincang banyak. Walaupun Jordy tampak asing dan banyak diam, karena merasa tak nyaman dengan suasana yang menariknya ke masa lalu itu. Bagi lelaki itu, melihat Felly dan Javier berbincang selayknya teman adalah sesuatu yang t
Jam sudah meunjukan angka tujuh malam. Aletta masih di rumah sakit dengan Abin, Fatan dan Hanan. Mereka yang membawa Aletta ke rumah sakit. Sayangnya hingga kini, Aletta maupun Abin sama sekali belum menerima panggilan dari Javier. Abin sempat ingin menghubungi Javier terlebih dahulu. Namun, Aletta melarangnya. Menurut gadis itu, Javier seharusnya merasa bersalah dan menghubunginya terlebih dahulu bukan sebaliknya. Aletta juga mengira Javier belum pulang ke rumah dan menyadari ketidakhadiran Aletta disana. Atau setidaknya, lelaki itu bisa mendapati darah yang berceceran di lantai hingga pintu rumah. Hanan dan Fatan berkali-kali menanyakan hal yang sama. Haruskah mereka menghubungi Javier, karena fakta Aletta yang harus dirawat inap untuk pemeriksaan lebih lanjut. Jawaban Aletta masih sama. Bisa jadi Javier kini sedang sibuk karena panggilan mendadak dari kantor. “Kalau mau pulang, pulang aja lu berdua. Aletta biar sama gue.” Abin meliri
Javier memang berniat untuk pergi ke gym, seperti hari libur biasanya. Mobilnya sudah sampai di parkiran, bersamaan dengan kedatangan mobil yang ia hafal betul pemiliknya. Javier lupa, ia mendaftar ke gym terebut karena seseorang. Felly. Dengan pakaian olahraganya yang bewarna abu senada, terpaku melihat Javier dari kursi pemudinya. Walau canggung, Javier tersenyum seraya melambaikan tangan. Sudah lama sejak terakhir kali mereka bertemu. Javier maupun Felly tidak ada yang memulai percakapan setelah hari itu. Mereka sama-sama diam karena memikirkan posisi Aletta. Hingga akhirnya mereka bertemu dengan cara tak terduga hari ini. Seketika, Javier jadi lupa masalahnya dengan Aletta. Pikirannya kini penuh akan basa-basi yang harus ia lontarkan ke Felly. Javier berdiri tegak, menunggu Felly turun dari mobilnya. Gadis itu balas melontar senyum yang tak kalah canggung. Setelah memastikan saling beriringan, keduanya mulai melangkah masuk Bersama.
Aletta tidak berbohong, alasannya menggunting tirai di kamarnya itu memang karena ia ingin melihat pemandangan kota tanpa harus membuka tirai. Jendela kamarnya terlalu besar, Aletta kadang merasa takut. Akan tetapi lama mengurung diri seperti itu, membuatnya terasa sesak. Dia seperti seperti di sangkar burung yang di kunci dengan sengaja oleh pemiliknya. Oleh karena itu, dengan merobeh bagian bawahnya saja Aletta bisa memandang keluar seraya tertidur di kasurnya. Dia merasa sanggup berlama-lama di kamar jika matanya dapat melihat keluar sepanjang malam tanpa harus merasa takut. Karena perdebatan tadi, Javier pergi keluar rumah dengan pakain gymnya. Aletta tidak mengatakan apapun, dengan acuh ia menyantap rotinya di meja makan seraya menyaksikan Javier berjalan keluar. Aletta bahkan tidak peduli, jika itu adalah kesempatan terakhirnya melihat lelaki yanng menyandang status sebagai suami sekaligus ayah dari anaknya secara hukum. Aletta tidak peduli lagi j