Adik Ipar Malang
Bab 26 APOV Laras"Buatkan satu porsi lagi untukku!"Aku yang sedang meletakkan sepiring nasi goreng di atas meja, sedikit terperanjat mendengar suara bariton milik Evan. Aku menatapnya dengan heran. Kemudian melakukan sesuai perintahnya tanpa banyak bertanya.Sekarang ada dua porsi nasi goreng di atas meja, spesial pakai telor mata sapi. Kami duduk saling berhadapan. Aku langsung saja memulai sarapan tanpa menunggu dia. Sambil sesekali mencuri pandang, saat Evan mulai memasukkan makanan ke dalam mulutnya."Kalau masih tidak enak, tak usah dimakan. Karena aku tak semahir mama, ibu apa lagi Lilis, yang masakannya sangat pas dilidahmu." Aku langsung saja menyindirnya, sebelum dia mengkritik masakanku lagi seperti waktu dia mulai mendiamiku.Berbeda dengan perkiraanku. Evan terus memakan nasi goreng itu. Bahkan sekarang tinggal sedikit makanan di atas piringnya. Apa seenak itu masakanku?Aku juga terus makAdik Ipar MalangBab 26 B Berbaikan POV Laras"Maaf, kami sedikit terlambat," ucapku menyesal karena membuat mereka lama menunggu. Kami langsung duduk di kursi yang ada di hadapan mereka."Tak apa." Kemudian Kak Elan melihat ke arah perempuan di sebelahnya. "Perkenalkan, ini adikku Evan, dan ini istrinya, Laras."Aku dan Evan mengulurkan tangan kami dan memperkenalkan diri lagi. Perempuan itu menyambut tangan kami sambil tersenyum.Dia memperkenalkan dirinya juga. "Aku Freya Sukmajaya. Senang berkenalan dengan kalian."Entah hanya perasaanku saja, atau memang benar, aku tak tahu. Senyum dari perempuan bernama Freya itu agak sedikit ganjil. Mungkin aku bisa sedikit waspada dengannya. Lagi pula ini baru pertama bertemu. Belum jelas dia ini orang baik atau bukan."Ayo cepat pesan makanan! Kita makan siang dulu, setelah itu lanjut bicaranya." Kak Elan menyudahi acara perkenalan ini dengan memanggil pelayan dan memesan makanan kami masing-masing
Adik Ipar Malang Bab 27 A Masalah Lagi POV LarasTepat di lorong menuju toilet, bola mataku hampir terlepas melihat pemandangan di depan sana. Di depan toilet, Evan menghadap cermin sedang mencuci tangan di westafel. Di belakangnya ada seorang wanita memeluknya begitu erat.Toilet di restoran ini hanya ada dua. Satu untuk pria dan satu untuk wanita, dan satu westafel tepat di depan toilet dengan satu buah cermin besar. Kebetulan juga tidak banyak tamu yang ingin menggunakan toilet.Aku berusaha menajamkan telingaku, agar bisa mendengar percakapan mereka. Tetap dengan menyembunyikan badanku dari penglihatan mereka."Apa kabarmu, Tuan. Sudah lama tidak berjumpa," ucap wanita itu sambil memeluk Evan dari belakang."Lepas! Siapa kamu?" Evan menyentak tangan yang melingkar di pinggangnya. Kemudian berbalik menghadap wanita itu."Aku rindu menemani Anda minum. Kapan Tuan datang ke bar lagi? Aku bisa memberikan servis yan
Adik Ipar MalangBab 27 B POV LarasSelama perjalanan pun, kami masih saling diam. Aku lebih memilih memandang ke luar jendela di sebelahku. Mobil berhenti saat lampu lalu lintas menunjukan warna merah.Aku masih memandang ke sebelah kiri. Mobil yang lain juga ikut berhenti. Sampai ada yang berhenti tepat di sebelah mobil kami, sebuah mobil mini bus berwarna merah jambu.Ada yang sedikit menarik perhatianku dari mobil itu, ialah pengemudinya. Di sana, sosok Freya yang duduk di belakang stir kemudi. Kemudian di sebelahnya duduk wanita yang ... itu wanita yang tadi memeluk Evan.Aku bisa melihat dengan jelas sosok Freya karena lampu di dalam mobil menyala. Saat aku ingin menajamkan mata untuk melihat sosok di sebelah Freya, tiba-tiba lampu di dalam mobil mati.Bagaimana Freya bisa bersama dengan wanita itu? Mau memberi tahu Evan juga percuma, lampu sudah berganti warna. Aku juga tak memiliki bukti.Sampai di rumah, Evan la
Adik Ipar MalangBab 28 A SupermarketPov LilisSudah menjadi rutinitas bagiku, pagi-pagi membantu mama dan mbok Urip membuat sarapan. Untuk tugas menghidangkan makanan di meja, akan dilakukan mbok Urip. Setelah itu, aku akan ke atas membantu suamiku menyiapkan pakaian kantornya."Hari ini kamu mau mengurung diri di ruang bacaku lagi?" tanya Kak Devan saat aku sedang memasangkan dasi di kerah kemejanya."Sepertinya enggak, Kak. Mama mengajakku ke supermarket untuk beli kebutuhan dapur dan yang lainnya.""Biasanya Mama sama Mbok Urip.""Mungkin mama mengira aku jenuh di rumah. Tapi, nggak apalah. Sekalian refreshing, Kak," tanggapku sambil melepas tangannya yang memeluk pinggangku.Setelah Kak Devan mengatakan aku bisa home schooling selepas melahirkan, aku jadi lebih banyak menghabiskan waktu di ruang baca miliknya. Kak Devan mempunyai banyak koleksi buku di sana.Saking asyiknya, kadang aku sampai tertidur di ku
Adik Ipar Malang Bab 28 B SupermarketPOV LilisMataku mencari merk susu yang biasa dikonsumsi. Aku menghela nafas setelah menemukan merk yang dicari-cari dari tadi."Kenapa harus susu favoritku yang letaknya di rak bagian atas?" keluhku.Menoleh ke kanan dan ke kiri, siapa tahu ada karyawan yang sedang berjaga. Kenapa kebetulan sekali nggak ada karyawan? Hanya ada dua orang ibu-ibu. Itu pun posisinya jauh dariku.Aku berjinjit dengan tangan terus menggapai dus susu itu. Perlahan-lahan benda itu mulai bergeser, kemudian mengenai dus di sampingnya.'Gawat!' batinku berteriak.Aku menutup mata dan menutupi bagian perut dengan tangan. Bersiap-siap kalau kemasan itu akan jatuh menimpa tubuhku. Tapi setelah menghitung sampai tiga, tak merasakan ada benda menyentuh tubuhku.'Kenapa aku tidak merasakan apa pun? Jelas-jelas aku melihat sendiri, dus susu itu hampir jatuh menimpa tubuhku,' batinku bertanya-tanya.
Adik Ipar Malang Bab 29 A Mbok Urip di JambretPov Lilis"Kenapa nggak dilanjutkan, Kak?""Ini sudah cukup untukku."Bohong! Aku tahu dia sangat menginginkannya. Dilihat dari nafasnya yang memburu, bahkan matanya sudah tertutup kabut nafs*.Kak Devan bangkit dari atas tubuhku mendudukkan dirinya di sebelahku. Terlihat sedang berusaha menetralkan nafasnya. Aku pun ikut mengubah posisiku, yang tadinya setengah berbaring menjadi duduk. Memandangnya dengan lekat. Pakaianku saja masih lengkap, tak kusut sama sekali."Kamu sekarang istirahat, ya," kilahnya berusaha mengalihkan pikiranku. Membalikkan badan, kemudian dia ingin beranjak. Sebelum dia menuruni ranjang, aku sudah lebih dulu mencegahnya."Jujur saja Kakak jij*k dengan tubuhku, kan?" cercaku padanya."Kamu jangan berpikir yang tidak-tidak. Ini hanya waktunya saja yang belum tepat. Kamu membalas cintaku saja sudah lebih dari cukup untukku."Diusapnya kedua pipiku dengan lembut, lantas
Adik Ipar MalangBab 29 B Mbok Urip DijambretPOV LilisMbok Urip menangis histeris. Terus berteriak agar warga segera membantu menangkap penjambret itu. Aku berusaha menenangkannya, walau nyatanya tak berhasil. Mbok Urip sama sekali tak mengurangi tangisannya."Sabar, Mbok. Para warga sedang mengejarnya. Semoga dompet Mbok segera kembali.""Di dalam dompet itu, selain ada uang belanja dari nyonya, juga ada foto anak Mbok yang sudah meninggal. Itu kenangan yang Mbok punya, Non."Ya Allah. Kasihan sekali Mbok Urip. Aku baru tahu kalau anaknya sudah meninggal. Pantas dia tak pernah bercerita tentang anaknya selama aku tinggal di sini."Lebih baik kita susul mereka. Ayo, kita ke sana, Mbok! Semoga mereka sudah berhasil menangkap jambretnya."Aku menuntun Mbok Urip, berjalan dengan cepat, mengikuti ke mana para warga mengejar jambretnya. Sampai tidak berapa lama kami berjalan, di depan sana ada kerumunan. Seperti sedang mengerubungi sesuatu. Jangan-j
Adik Ipar NalangBab 30 A Kantor DevanPOV LilisSepulang dari pasar, aku terus mewanti-wanti Mbok Urip untuk tidak bercerita tentang kejadian tadi di pasar. Aku tidak mau sampai Kak Devan khawatir hanya karena hal kecil."Aku mohon, Mbok. Jangan bilang-bilang kejadian tadi, ya. Mbok emang mau, kalau aku tiba-tiba nggak boleh keluar rumah lagi sama Kak Devan?" Aku terus merengek sambil memegang lengan Mbok Urip.Sedang Mbok Urip hanya diam saja, sambil tersenyum kecil. Tidak mengiyakan atau pun menolaknya. Terus menata belanjaan untuk dimasukkan ke kulkas. Aku juga ikut membantu."Ada apa ini?" Tiba-tiba Mama sudah ada di hadapan kami."E-eh, Mama sudah pulang?" gagapku, karena terlalu terkejut dengan kedatangan Mama. Semoga Mama tidak mendengar apa saja yang aku dan Mbok Urip bicarakan."Iya, Mama sudah pulang. Kamu kenapa gagap seperti itu?" Mama memicingkan matanya menatapku.Aku menggeleng. "Eng-nggak, kok, Ma. Aku hanya kaget saja. Engga
Bab 91 Senyum Bahagia Freya tidak tahu kalau Laras juga mencari bantuan saat pergi. Makanya dia berpikir kalau Laras merupakan orang yang menyebabkan dirinya menjadi seperti sekarang. Sedangkan nasib ketiga pemuda yang melecehkan Freya, mereka sudah tew4s di dalam sel sesaat setelah Freya keguguran. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Fero. Lilis melihat Devan sedang menunduk sambil mengepalkan kedua telapak tangannya. Tangannya segera merengkuh telapak yang mengepal itu. Devan mengangkat kepalanya dan melihat senyuman hangat Lilis. Semua yang ada di sana juga melihat ke arah Devan. Mereka tahu bagaimana perasaan bersalah yang Devan miliki. "Devan, kamu enggak sepenuhnya salah. Bagaimanapun, kamu punya pilihan sendiri. Apa lagi ini untuk seumur hidup. Jangan karena orang memintamu melakukan ini, kamu juga harus menurutinya. Kamu itu milik diri kamu sendiri. Kamu berhak menentukan yang terbaik untuk dirimu." Pak Arifin selaku mertua Devan ber
Bab 90Fero memberi kode pada anak buahnya untuk tetap menangkap Freya. Kemudian terjadilah perkelahian antara Meisya dengan kedua anak buah Fero. Meski Meisya menguasai bela diri pun kalau harus melawan dua laki-laki yang ilmunya jauh di atasnya, dia akan kalah. Tidak sampai lima menit, Meisya bisa dikalahkan. Kemudian Fero membawa Freya kembali bersama dengan Meisya juga. Setelah mereka pergi, Devan menyuruh anak buahnya untuk segera membereskan preman-preman bayaran Freya dibantu oleh anak buah Evan.Evan menghubungi orang tuanya untuk segera pergi ke rumah sakit di mana Elan dirawat. Siska yang mendengar tentang Elan pun langsung mendekati Evan. "Tuan Evan, bolehkah saya bertemu dengan Tuan Elan?" tanyanya dengan nada memohon. Matanya berkaca-kaca. Evan mengangguk begitu saja. Sebenarnya dia merasa tak enak sudah mencurigai Siska kemarin. Sudah seharusnya dia meminta maaf. Tetapi suaranya tetap tidak bisa keluar, kembali ditelannya lagi. "Siska, ayo kita ke rumah sakit jengu
Bab 89 Tukar Kebebasan SiskaSemua yang ada di dalam ruangan itu terkejut. Terutama Freya. Padahal dia sudah membayar orang-orang untuk melindungi tempat ini. Lagi pula rumah ini berada jauh di dalam karena dibangun di belakang kebun. Lilis yang melihat Devan datang segera berlari ke arahnya. Freya yang melihat itu langsung berteriak, "Cepat tangkap dia! Jangan sampai dia berlari ke sana!"Semua preman itu langsung berlari ke arah Lilis. Bukannya menangkap Lilis, mereka malah berdiri di sisi kanan, kiri, dan di belakang Devan. Freya langsung tercengang. Bagaimana bisa orang bayarannya malah berdiri di pihak Devan? Tubuhnya tiba-tiba gemetar. Sepertinya dia sudah tahu apa yang sudah terjadi. Jangan-jangan, Elan tidak dibawa ke tempat yang sudah dia rencanakan, melainkan sudah diselamatkan oleh mereka. Tetapi Freya masih mencari cara untuk menyelamatkan dirinya. Devan memandang Freya dengan pandangan yang sulit. Dulu mereka bertiga—dengan Fero—sangat akrab. Devan sudah menganggap F
Adik Ipar Malang Bab 88 Yang SebenarnyaBeberapa hari berikutnya, Freya mau mengeluarkan suaranya. Hal yang pertama kali dia ucapkan adalah meminta Fero mencari siapa perempuan yang berlibur juga di puncak pada saat itu.Akhirnya, setelah beberapa hari, Fero sudah menemukan keluarga mana yang pergi berlibur pada hari di mana Freya mengalami kejadian naas. Saat Fero ingin memberitahu Freya, dia malah mendapati adiknya sedang sekarat setelah meminum obat peng9u9ur kandungan lebih dari takaran. Hal itu membuat Fero syok karena ternyata Freya tiba-tiba mengalami pendarahan dan kemudian keguguran.Karena pendarahan terus menerus, membuat rahimnya menjadi infeksi. Untuk meminimalisir munculnya kanker dan kerusakan pada organ lainnya, dokter menyarankan agar Freya menjalani pengangkatan rahim.Freya jelas menolak. Baginya rahim adalah salah satu tanda perempuan sejati. Dari gadis saja dia tidak punya rahim, laki-laki mana yang mau men
Adik Ipar Malang Bab 87 Kamu Punya Sesuatu "Kamu tidak percaya, kalau kamu punya sesuatu yang tidak aku punya?" tanya Freya dengan dingin. Lilis hanya menggelengkan kepalanya dengan perlahan.Freya berucap dengan lirih, "Devan."Mata Lilis melebar tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Mungkin telinganya sedang tidak berfungsi dengan baik.Freya paham melihat dari ekspresi Lilis. Pasti perempuan di depannya ini merasa sudah salah dengar."Kamu enggak salah dengar. Aku benar-benar menginginkan Devan.""Jangan macam-macam Freya! Kamu mendekati kak Elan untuk menghancurkan rumah tangga kak Evan dan kak Laras, kenapa kamu meminta kak Devan padaku? Aku pikir kamu menyukai kak Evan!" ucap Lilis dengan nada tinggi.Lilis merasa kalau Freya sudah terkena gangguan jiwa. Sebenarnya apa yang ada di pikirannya. Dengan wajah cantik dan kekayaan keluarganya, laki-laki mana yang akan menolak? Kenapa harus terobsesi dengan laki-laki yang sudah menikah,
Adik Ipar Malang Bab 86 Menghubungi Devan Di tempat lain, Fero tiba-tiba penasaran dengan adiknya yang sedang cuti. Dia coba untuk menghubungi adiknya kembali. Namun, masih tidak tersambung.Tadinya dia ingin membuat kejutan untuk adiknya, dengan tidak memberitahukan kepulangannya ke Indonesia. Ternyata adiknya malah mengambil cuti, dan nomornya susah dihubungi."Ini sudah hampir tiga jam, tapi kenapa Freya masih susah dihubungi?" gumam Fero.Akhirnya Fero penasaran untuk apa adiknya itu mengambil cuti tanpa sepengetahuannya. Dia segera meminta bawahannya untuk mencari keberadaan adiknya.Setelah beberapa saat, Fero menerima laporan kalau Freya beberapa hari yang lalu memesan tiket pesawat ke Singapura, tetapi tidak pergi ke sana. Lalu, untuk apa?Setelah mengerti dengan situasi ini, Fero langsung bangkit dari duduknya. Dia membawa dua bawahannya untuk mengikutinya."Pergi ke lokasi di mana Freya sekarang berada!"
Adik Ipar Malang Bab 85 Memata-mataiSiska dan Lilis sedang duduk di ruang tamu. Mereka sedang menunggu sang Tuan Rumah keluar dari ruangannya. Lilis merasa was-was. Dia sedang memikirkan bagaimana kedepannya dengan Daffin kalau dirinya terjadi sesuatu di sini. Sedang Siska, dia malah merasa sangat gugup dan takut.Meisya segera menghampiri Siska dan Lilis. Dia membawa sebuah kotak berukuran tiga puluh sentimeter dan meletakkan di atas meja. "Silakan taruh ponsel Nona berdua di dalam kotak ini!" ujar Meisya dengan sopan. Siska dan Lilis saling memandang dan mengerutkan kening.Melihat keragu-raguan kedua perempuan itu, Meisya menambahkan, "Kami tidak akan mengambilnya. Hanya untuk mengantisipasi saja." Siska dan Lilis masih enggan untuk mengeluarkan ponsel mereka. Tidak disangka kalau Freya sangat berhati-hati. Padahal rencana Lilis adalah ingin merekam dan mencari bukti sebanyak-banyaknya untuk m
Adik Ipar Malang Bab 84 Dua Perempuan Sementara itu, Lilis sudah sampai di dekat gang besar yang dimaksud oleh Freya. Sebelumnya Freya memberitahu lagi, kalau mereka naik kendaraan umum, mereka harus turun di gang besar yang menuju ke rumah di mana Elan disembunyikan. Lalu, mereka harus berjalan kaki kurang lebih sejauh lima puluh meter lagi. Selama berjalan, Lilis memerhatikan keadaan tempat ini. Sepanjang jalan, di sisi kanan dan kiri hanya kebun yang ditanami pohon buah-buahan. Di antaranya pohon rambutan, mangga, dukuh, dan jambu air. "Lis, perasaanku agak kurang enak. Apa kita balik lagi saja?" Siska menggandeng lengan Lilis dengan kuat. Meski siang hari, tapi di sini sangat sunyi. Bahkan tidak ada orang yang lewat. Sepertinya lahan di sini adalah milik satu orang, sehingga orang-orang tidak berani lewat jalan ini sembarangan. "Jangan dulu! Kalau kita kembali, bagaimana dengan Kak Elan?" tolak Lilis."Tapi aku
Adik Ipar Malang Bab 83 Penyekapan Elan Di kantor Devan, tiba-tiba saja pikirannya mengarah ke Lilis. Entah kenapa hatinya sangat merindukan istri kecilnya itu.Devan menghentikan pekerjaannya sebentar, lalu mengambil ponsel dan menghubungi nomor Lilis. Panggilannya tersambung. Hanya saja tidak di angkat oleh istrinya itu. Sampai panggilan ketiga, Lilis tetap tidak mengangkat telfonnya. Kemudian Devan menghubungi nomor rumah Bu Maya. Tepat sekali beliau yang mengangkatnya. [Halo, kediaman Rifan di sini.]"Halo, Tante. Ini aku Devan."[Oh, Devan. Ada apa?]"Apa Lilisnya ada, Tante?"[Lilis? Dia sedang menemani Siska ke rumah sakit.]"Sejak kapan?"[Kurang lebih dari dua jam yang lalu. Mungkin sedang banyak pasien, jadi antreannya sedikit panjang.]"Apa Daffin juga ikut?"[Enggak. Daffin di rumah dengan Tante dan Laras. Ada apa, ya? Suara kamu kok terdengar cemas.]"Enggak apa-apa, kok, Tante. Terima kasih, ya. Mungkin L