Joya berbaring menyamping, dengan pandangan matanya yang menerawang ke depan. Dia ingin terlelap, tapi matanya sendiri tak memberikan izin. Joya beranjak duduk, menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang. Sesekali ia melirik ke arah Agha, yang telah lelap berbalut selimut, “aku iri kepadanya yang bisa terlelap setelah melakukan semua ini kepadaku,” gumam Joya sambil menyingkap selimut lalu beranjak dari ranjang.
Dia meraih tas, mengambil beberapa buku lalu duduk di sofa. Joya fokus membaca setiap tulisan yang ada di dalam buku, diikuti jari-jemarinya memainkan pulpen. “Aku tidak mengerti,” gerutu Joya dengan melemparkan buku dan pulpen di tangannya ke sofa.
Joya sedikit beranjak, dengan berbalik menatapi Agha yang masih bergeming, “Agha!” panggilnya pelan dengan tetap menatapi Agha.
“Agha!” panggil Joya sekali lagi, dia menggigit bibirnya sendiri ketika Agha tak merespon panggilannya.
Joya kembali beranjak, langkahn
Agha menggerakkan jarinya memilin kedua puting Joya, ketika Joya sama sekali tak menjawab pertanyaannya. Kaki Joya merapat, matanya kadang kala terpejam … Menikmati perlakuan Agha kepadanya. Joya mendongakkan kepalanya, bibirnya mendesah kecil, tatkala pilinan itu kadang-kadang berganti dengan remasan-remasan yang Agha lakukan di buah dadanya.Agha mendekatkan wajahnya, ke arah puting Joya yang telah membusung keras di hadapannya. Dia tersenyum, saat Joya mengeluarkan suara lirih ketika dia meniupkan udara ke dada Istrinya itu. “Joya,” Agha balas berbisik lirih, yang dibalas suara desis Joya saat lidahnya bergerak membasahi puting joya yang kian mengeras.“Aku jatuh cinta kepadamu, Joya,” Agha kembali berbisik, sembari menggigit pentil kemerahan yang bergerak naik turun mengikuti irama napas Joya.“Agha,” lirih Joya, dia kembali mendesis dengan mengusap rambut Agha, saat gigitan yang Agha lakukan berubah menjadi isapan-isapan
Joya membuka kedua matanya, dia mengangkat sedikit selimut yang ia kenakan … Mengintip tubuhnya yang tak mengenakan apa pun dengan lengan Agha yang melingkar di pinggangnya. Ditariknya kembali selimut oleh Joya, matanya menerawang ke depan dengan pikirannya yang melanglang jauh.Ingatan yang terjadi di antara dia dan juga Agha semalam, masih mengukir jelas di ingatan. Rasa sesal, takut bercampur harap … Memenuhi relung hatinya. Bagaimana jika Agha hanya mempermainkannya? Bagaimana setelah ini Agha membuangnya begitu saja? Dan kenapa, dia hanyut begitu saja dengan semua rayuan yang dilontarkan Agha?Joya mencoba beranjak, tapi tak berhasil oleh lengan Agha yang menahan tubuhnya. “Agha, aku harus bangun,” tukas Joya, dia berusaha menyingkirkan lengan Agha yang semakin kuat merangkul pinggangnya.“Ini sudah terlalu siang untukmu pergi ke sekolah, jadi tidur saja!” gumam Agha, diikuti tubuhnya yang semakin menempel di punggung Joy
Joya merangkul kuat lengan Agha, saat mereka berempat berhenti di tengah-tengah pusat perbelanjaan. “Ma, apa yang kita lakukan di sini?” tanya Agha, hingga membuat Mamanya menoleh ke arahnya.“Menunggu Talita, Mama sudah memberi tahu dia kalau kita ingin mencarikannya cincin pernikahan,” sahut Laila dengan kembali menatapi ponselnya.“Kalau seperti itu, kehadiran kami tidak diperlukan-”“Apa katamu? Ini semua juga karena kesalahanmu! Kakakmu, harus menanggung kesalahanmu sendiri … Padahal, Mama sudah menyiapkan calon istri yang baik untuk Kakakmu.”“Apa Talita bukan calon istri yang baik?”“Kau!” tukas Laila sambil mengangkat tangannya ke arah Agha.“Mama akan meminta Papamu untu menurunkan gaji milikmu hingga sama seperti pegawai biasa.”“Apa Mama tidak tahu? Gaji yang aku terima memang hanya sebesar gaji pegawai biasa. Itulah kenapa, aku tidak bisa menikahi Talita
“Katakan sekali lagi apa yang kau ucapkan sebelumnya?!” tukas Agha, diikuti cengkeraman tangannya yang semakin kuat di pergelangan tangan Joya.“Lepaskan tanganku!” pungkas Joya sambil berusaha melepaskan tangannya.“Aku paling tidak menyukai, saat apa yang terhubung denganku … Mulai rusak ataupun berpaling,” ucap Agha, dia menarik tangan Joya hingga Joya sendiri jatuh tersungkur membentur pundaknya.“Sakit,” lirih Joya, saat dia menarik wajahnya menjauhi pundak Agha.“Apa yang kau lakukan?!”“Apa yang aku lakukan? Hanya mengajari Istriku, di mana statusnya sekarang,” tukas Agha, diikuti bibirnya yang melumat paksa bibir Joya.Joya membuang wajahnya ke samping, lalu menampar kuat pipi Agha, hingga laki-laki yang ada di hadapannya itu terdiam. “Kau menamparku?” tanya Agha singkat, diikuti lirikan matanya yang bergeming dari Joya.“Kau memang pantas untuk ditampar, ba
“Apa menurutmu semua ini tidak terlalu banyak? Maksudku, bagaimana bisa pakaian ini lebih mahal dari uang makanku selama sebulan,” gerutu Joya, saat dia sendiri pun tertunduk dengan melihat tanda harga di gaun yang mereka beli sebelumnya.“Apa kau, tetap ingin mengenakan handuk sampai pagi?”Joya berbalik ke belakang, menatapi Agha yang telah duduk di sofa pijat yang tak terlalu jauh dari ranjang, “aku, sedang mengeringkan rambutku. Setelah kering, baru aku akan berganti pakaian … Apa, sofa tersebut benar-benar bisa menghilangkan pegal?” Joya balik bertanya sambil meletakkan kembali gaun yang ada di tangannya ke dalam kantung belanjaan.“Lalu, apa kau ingin menggantikannya memijatku? Aku, tidak akan menolak jika kau ingin melakukannya,” sahut Agha, dengan membuka perlahan matanya yang sempat terpejam.Joya berjalan meninggalkan sofa lalu duduk di samping ranjang setelah meraih losion miliknya di meja rias, “aku piki
Joya melirik ke samping saat wajah Agha bergerak menjauhinya, "apa yang kau lakukan? Bagaimana jika ada yang melihat apa yang kita lakukan?" bisik Joya dengan kembali menatap Agha.Agha menunduk dengan meraih sendok dan juga garpu di dekatnya, "biarkan saja. Kita sudah menikah, apa yang salah?" sahut Agha enteng dengan mengunyah makanan yang Joya buat untuknya."Inilah kenapa, Mamamu semakin tidak menyukaiku-""Kau, akan menyerah?" tanya Agha memotong perkataan Joya.Joya menghela napasnya sambil wajahnya bergerak mendekati pundak Agha, "Sayang, jangan menyisakan makanan yang aku buat. Aku, sudah bersusah-payah memasakkannya untukmu," ucap Joya dengan mencium pundak Agha.Agha terdiam dengan melirik ke arah Joya, ia terkejut dengan perlakuan Joya yang tiba-tiba kepadanya, "apa yang kau lakukan?" tukas Agha, saat tangan Joya bergerak merangkul lengannya."Dengarkan baik-baik! Ada ses
Joya masih terdiam, dengan melirik ke arah Agha yang juga turut menutup mulutnya di depan keluarganya. Pandangan Joya, enggan ia angkat ... Bahkan, roti tawar yang sebelumnya telah ia oleskan dengan selai, sulit rasanya untuk ia sentuh kembali. Hal itu, bukan tanpa alasan ... Hanya saja, suasana ruang makan memang terasa lebih mencekam dari sebelumnya."Tuan, saya sudah menyiapkan semua yang Tuan perintahkan."Tatapan Agha yang memandang malas makanan di meja makan, ikut terangkat ke arah seorang laki-laki dengan sebuah amplop besar kecokelatan di tangannya. "Berikan benda itu kepadanya!" perintah Bagaskara, hingga laki-laki yang menjadi asistennya itu melangkah mendekati Agha.Agha meraih amplop yang diberikan laki-laki tersebut kepadanya, "apa ini?" tanya Agha dengan kembali mengarahkan pandangannya ke arah Bagaskara."Semua hutang yang harus kau bayarkan.""Hutang?" Kening Agha mengernyit, berusa
"Kau ingin membawa kita ke mana?" tanya Agha dengan melirik ke arah Joya yang masih sibuk menatapi ponselnya."Ke sebuah komplek perumahan, aku sudah menghubungi mbak-mbak yang mengiklankan komplek perumahan itu ... Lagi pula, mau kita titip ke mana tas tersebut, tempat yang aku tahu hanya rumah bibi Mira dan mustahil aku mengajakmu ke sana dalam keadaan kita yang seperti ini," ungkap Joya sambil membalas tatapan Agha sebelum menjatuhkan kembali pandangan ke layar ponsel miliknya.Joya membuka pintu mobil saat mobil tersebut akhirnya berhenti. Dia membalas kembali pesan di ponselnya sambil melirik ke arah Agha yang mengeluarkan tas berserta koper sambil dibantu oleh supir Wo-Car yang mereka pesan. "Bu Joya, benar?" Joya sedikit terhentak saat suara perempuan tiba-tiba terdengar di telinganya.'Bu?' batin Joya sambil membalas tatapan perempuan itu."Ah, iya benar. Mbak Nindi, ya?" Joya balas bertanya yang dibalas sen
Joya duduk di atas motor dengan masih menatap pundak Agha, pelukannya pada bungkusan plastik semakin erat saat Joya sendiri menunduk, untuk sekedar melihat isi dari bungkus plastik itu kembali. “Di komplek, ada masjid juga, kan? Mau coba ke sana nanti?” tukas Agha sambil mencoba untuk melihat Joya yang duduk di belakangnya.Joya mengangguk pelan dengan sebelah tangannya menggenggam pakaian Agha, “baiklah,” jawab Joya kepadanya, saat mereka sudah hampir mendekati rumah.Joya beranjak turun tatkala motor tersebut berhenti. Dia lanjut berjalan ke arah teras sambil berdiri menunggu Agha yang tengah mendorong motor tersebut ke teras rumah. Joya lanjut berjalan seraya membuka pintu rumah dengan kunci yang ia simpan di dalam tas sekolah, dia masuk lalu melepaskan sepatu sambil meletakan bungkusan di atas meja sebelum dia berjalan menuju dapur.“Joya, aku ingin memakan sesuatu yang berkuah hari ini.”Joya yang berdiri dengan membuka pintu kulkas, melirik ke arah Agha
Joya menyusuri lorong sekolah, langkahnya berhenti di depan ruang guru lalu mengetuk pintu dengan mengucapkan salam sebelum dia masuk ke dalam ruangan. Langkah Joya berlanjut, tatkala Akbar, Wali Kelasnya beranjak lalu berjalan sambil meminta Joya untuk mengikutinya. “Duduklah, Joya!” pinta Akbar dengan melirik ke arah Joya yang masih berdiri di depan pintu.“Duduklah!” saut seorang perempuan bertubuh gempal yang juga berada di dalam ruangan yang sama.Joya menarik napas, sebelum melangkah masuk ke dalam lalu duduk di salah satu sofa. “Kamu tahu kenapa Ibu memanggilmu?” tanya perempuan tersebut yang dibalas gelengan kepala Joya.“Ibu mendengar banyak sekali berita buruk tentangmu,” sambung perempuan paruh baya itu lagi kepada Joya.'Seperti yang sudah aku duga-'“Ibu mendengar, kalau kau tinggal satu rumah dengan laki-laki, Ibu juga mendengar kalau kau sering kali keluyuran dengan laki-laki. Kau tahu, apa yang kau lakukan ini akan membuat nama baik seko
Joya duduk dengan memangku wajahnya sendiri, matanya masih menatap ke arah papan tulis dengan tangannya yang bergerak mengetuk ujung pulpen miliknya ke atas lembaran kertas di atas meja, ‘sebenarnya apa yang terjadi kepadaku? Kenapa, aku bertindak kekanakan seperti semalam?’ Joya membatin, dengan masih menyimak pelajaran yang sedang dijelaskan gurunya.“Jadi anak-anak, kerjakan halaman 68 dengan menggunakan jalan yang Bapak jelaskan, dan untuk Joya … Temui Bapak di ruang Kepala Sekolah selepas jam istirahat,” ucap laki-laki tersebut setelah dia merapikan barang-barang miliknya yang ada di atas meja lalu berjalan keluar meninggalkan kelas.Joya masih terdiam, walau lirikan mata dari teman sekelasnya … Serempak mengarah kepadanya. Bibir Joya semakin terkatup, ketika lirikan tersebut telah bergabung dengan bisikan-bisikan yang juga turut terdengar. “Joya, kabarnya kamu tinggal serumah dengan laki-laki?” suara laki-laki yang menyeletuk, membuat Joya mengalihkan pandangan kep
“Ujung-ujungnya, kita masih harus pergi menemui mereka,” Agha menggerutu sambil melirik ke arah Joya yang menyisir rambutnya.“Mood-ku sudah kembali baik, jadi aku pikir tidak ada salahnya kalau kita menemui mereka-”“Aku pikir, kita akan melakukannya satu hari penuh,” sahutnya memotong perkataan Joya.“Lagi pula, ini sudah malam. Kenapa kita harus merepotkan mereka di malam hari,” sambung Agha kembali padanya.Joya beranjak lalu berjalan mendekati Agha yang berdiri sambil mengenakan kaos berwarna putih, “ini baru jam 7 malam, kita cuma pergi ke rumah Pak RT saja untuk melapor. Setelahnya, kita pulang … Dan juga, kau benar-benar menakjubkan hingga membuatku tak berkutik hari ini,” bisik Joya di telinga Agha, dengan jarinya bergerak mengusap dada Agha yang bersembunyi di balik kaos yang ia pakai.“Joya, kau menggodaku lalu pergi begitu saja!” panggil Agha, sembari matanya
Joya berjalan masuk ke kamar, dengan sehelai handuk yang membalut tubuh sintalnya, “apa kau tidur? Apa kau lupa, kita berniat untuk melapor ke Pak RT?” tanya Joya, sambil duduk di samping Agha yang terlelap.“Agha!” Joya kembali untuk mencoba membangunkannya, beberapa kali telapak tangannya itu bergerak menepuk wajah Agha, “aku tidak tahu bagaimana orang kaya berhubungan satu sama lain. Namun, mulut tetangga itu sadis … Jadi, ayo cepatlah bangun! Aku tidak ingin, mencari masalah dengan mereka,” sambung Joya kembali padanya.‘Dia tidur seperti orang mati setiap sudah selesai melakukannya. Padahal sudah aku peringatkan untuk jangan tidur,’ batin Joya dengan kembali beranjak berdiri menatapi Agha.“Apa di komplek ini memiliki laki-laki tampan? Aku berharap menemukannya, saat pergi ke rumah Pak RT. Kenapa setelah menikah, aku jadi semakin tergila-gila pada laki-laki tampan dan juga mapan,” ucap Joya, dia melirik ke arah Agha sebelum kak
Joya menghela napas dengan menepuk-nepuk punggungnya, lama dia menatap kasur busa yang sudah ia selimuti menggunakan seprai berwarna kebiruan. Joya berjalan ke luar dari kamar, mendekati Agha yang tidur dengan posisi duduk di kursi, “Agha,” panggil Joya pelan dengan menepuk lembut pundaknya beberapa kali.“Agha, bangunlah!” panggil Joya sekali lagi kepadanya.Agha sedikit terperanjat, matanya beberapa kali berkedip pelan membalas tatapan Joya kepadanya, “tidurlah di kamar! Aku sudah membungkus kasurnya dengan seprai yang sudah aku cuci, semuanya sudah aku rapikan, jadi tidurlah di kamar! Pinggangmu akan sakit kalau tidur seperti itu,” ucap Joya kembali dengan mengusap punggung Agha yang beranjak berdiri sambil menundukkan kepalanya.“Kau akan tidur di kamar yang sama denganku, kan?”Helaan Joya keluarkan, diikuti kedua tangannya yang mendorong punggung Agha dari belakang, “menurutmu, ada berapa banyak kamar yang ada
"Kau ingin membawa kita ke mana?" tanya Agha dengan melirik ke arah Joya yang masih sibuk menatapi ponselnya."Ke sebuah komplek perumahan, aku sudah menghubungi mbak-mbak yang mengiklankan komplek perumahan itu ... Lagi pula, mau kita titip ke mana tas tersebut, tempat yang aku tahu hanya rumah bibi Mira dan mustahil aku mengajakmu ke sana dalam keadaan kita yang seperti ini," ungkap Joya sambil membalas tatapan Agha sebelum menjatuhkan kembali pandangan ke layar ponsel miliknya.Joya membuka pintu mobil saat mobil tersebut akhirnya berhenti. Dia membalas kembali pesan di ponselnya sambil melirik ke arah Agha yang mengeluarkan tas berserta koper sambil dibantu oleh supir Wo-Car yang mereka pesan. "Bu Joya, benar?" Joya sedikit terhentak saat suara perempuan tiba-tiba terdengar di telinganya.'Bu?' batin Joya sambil membalas tatapan perempuan itu."Ah, iya benar. Mbak Nindi, ya?" Joya balas bertanya yang dibalas sen
Joya masih terdiam, dengan melirik ke arah Agha yang juga turut menutup mulutnya di depan keluarganya. Pandangan Joya, enggan ia angkat ... Bahkan, roti tawar yang sebelumnya telah ia oleskan dengan selai, sulit rasanya untuk ia sentuh kembali. Hal itu, bukan tanpa alasan ... Hanya saja, suasana ruang makan memang terasa lebih mencekam dari sebelumnya."Tuan, saya sudah menyiapkan semua yang Tuan perintahkan."Tatapan Agha yang memandang malas makanan di meja makan, ikut terangkat ke arah seorang laki-laki dengan sebuah amplop besar kecokelatan di tangannya. "Berikan benda itu kepadanya!" perintah Bagaskara, hingga laki-laki yang menjadi asistennya itu melangkah mendekati Agha.Agha meraih amplop yang diberikan laki-laki tersebut kepadanya, "apa ini?" tanya Agha dengan kembali mengarahkan pandangannya ke arah Bagaskara."Semua hutang yang harus kau bayarkan.""Hutang?" Kening Agha mengernyit, berusa
Joya melirik ke samping saat wajah Agha bergerak menjauhinya, "apa yang kau lakukan? Bagaimana jika ada yang melihat apa yang kita lakukan?" bisik Joya dengan kembali menatap Agha.Agha menunduk dengan meraih sendok dan juga garpu di dekatnya, "biarkan saja. Kita sudah menikah, apa yang salah?" sahut Agha enteng dengan mengunyah makanan yang Joya buat untuknya."Inilah kenapa, Mamamu semakin tidak menyukaiku-""Kau, akan menyerah?" tanya Agha memotong perkataan Joya.Joya menghela napasnya sambil wajahnya bergerak mendekati pundak Agha, "Sayang, jangan menyisakan makanan yang aku buat. Aku, sudah bersusah-payah memasakkannya untukmu," ucap Joya dengan mencium pundak Agha.Agha terdiam dengan melirik ke arah Joya, ia terkejut dengan perlakuan Joya yang tiba-tiba kepadanya, "apa yang kau lakukan?" tukas Agha, saat tangan Joya bergerak merangkul lengannya."Dengarkan baik-baik! Ada ses