Share

15. Teman

Penulis: pineple
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-22 21:05:03

Achi baru pulang pukul sepuluh malam dari toko, ia menghela napas begitu knop pintu dibuka menampakkan kertas di dinding yang beirisi list kegiatan hari ini. Badannya pegal ternyata menjadi karyawan di toko kue bukan saja mencatat pesanan tapi membuat kue dan membuat minuman. Sebenarnya kalau sudah biasa dilakukan pasti tidak terlalu capek tapi tadi ia membuat kesalahan berulang-ulang kali. Sampai Reno sepertinya sedikit kesal padanya.

Huft..aku harus minta maaf padanya, tapi istirahat bentar deh sepuluh menit, katanya saat badannya terbaring diatas tempat tidur.

Hal yang paling sulit dilakukan itu konsisten, bagaimana caranya agar list kegiatanmu tetap berjalan meski badan dan pikiran sudah capek. Dulu ia anak manja yang mau punya ini itu minta duit mama, mau makan gorengan, bakso, semuanya serba mama. Achi bisa dapat gelar master pemalas tapi ada fase semua itu harus lenyap saat Mba Ana dan Bang Fahri merendahkan dirinya dan mamanya. Dari cara mereka memandang Achi, ngobrol, dan apapun hal yang dilakukan membuat Achi pengen marah. Tapi mama yang entah sabarnya terbuat dari apa, selalu menahannya dan berkata sabar... tidak apa-apa.

Saat dirinya pun bahkan dianggap rendah, dijulidin, sama anak-anak Mbak Ana dan Bang Fahri hari itu ia memutuskan balas dendam, menjadikan dirinya hebat dari apa yang mereka nilai selama ini. Satu dua kali menerima penolakan, lalu diterima di sebuah universitas itu seperti suatu keajaiban lalu dia belajar bersyukur, menempatkan waktunya dengan kegiatan penting, sampai rasanya malam ini hampir tumbang.

Setelah sepuluh menitan, ia mengambil cemilan di kulkas dan menaruhnya pada meja pendek kecil tempat biasanya menaruh leptop, mengambil segelas kopi hangat kemudian belajar persiapan kuliah besok. Dua puluh menitan Achi merasa ngantuk melihat angka-angka lantas ia mengambil handphonenya dan mencari permainan, sebuah panggilan grup masuk dari rekan kerjana Oliv membuat dirinya tergelak lantas mengangkatnya.

“Ahh syukurlah kamu masih bangun, Chi.”

“Hahaha, aku ragu mau angkat atau matikan saja karena lagi belajar, Liv.” Achi membalikkan kameranya menghadap pada leptop dan beberapa kertas cakar.

“Kamu rajin sekali, oh sebentar aku tambahin Raka dan Reno semoga masih on.”

“Eem oke,,”

Beberapa menit kemudian suara jernih Raka terdengar disusul suara bariton Reno. Tapi Raka yang sangat senang menyalakan kameranya demi menunjukkan pesonanya itu meminta kepada Oliv, Reno dan Achi juga menyalakan kamera. Bagian yang membuat Achi bingung adalah mereka menolak permintaan Raka sambil tertawa kesal tapi dengan mudahnya menyalakan kamera. Mampus, Achi pasti tidak bisa fokus belajar. Karena tidak mau memperpanjang kalimat tidak mau lantas Achi adalah anggota terakhir menyalakan kamera handphonenya dari samping.

“Gais, aku nggak bisa tidur… hiks temani aku ya. Kalian nggak merasa terbebani kan?” tanya Oliv dengan suara dimanja-manjain. Jujur Achi jijik tapi ya sudahlah, kamu tidak boleh egois, tidak ada peraturan teman harus seperti yang kamu mau.

“Hai Ci, lagi ngapain?” tanya Raka mengabaikan Oliv, sementara Reno hilang dari kamera. Oliv tidak keberatan karena tau Raka pasti jijik mendengarnya barusan.

“Hai Raka, aku lagi belajar dan kerjakan beberapa deadline tugas,”jawab Achi menoleh sebentar lalu berusaha fokus.

“Raka, jangan ganggu Achi belajar dia nggak bisa fokus nanti.”

“Sewot, Achi nggak merasa terganggu kan?” tanyanya sedikit kesal

“Emm,, sebenarnya sedikit.”

Oliv langsung tertawa dan mengejek Raka yang memasang muka cemberut , Reno juga tertawa pelan.

“Janganlah terlalu jujur,” balas Raka meraih cangkir berisi kopi dan diminumnya.

“Nggak papa jujur aja biarpun menyakitkan.” Reno memperjelas bahasa Raka mengundang decak tawa Achi. Ternyata mereka sekumpulan orang-orang yang renyah dalam berbicara dan tidak ada maksud buruk lainnya. Tidak seperti keluarganya Mba Ana dan Fahri

Bab terkait

  • Achilles Heel   16. Do Not Break

    “Selamat pagi semuanya!” kata Tera dengan suara cukup lantang membuat orang – orang di dapur menoleh ke arahnya,“Nenek! Tera lulus olimpiade se-kabupaten.”katanya membuat nenek langsung mengucap puji syukur disusul Achi. Tera sangat bahagia hal itu terpancar jelas dari garis senyumnya dan wajahnya yang belum sempat di cuci. Achi cukup bangga dengan ponakannya itu tapi tidak seperti nenek yang bangganya hingga menuturkan kata-kata manis, dia lebih kepada mengucapkan selamat saja. Setengah hari itu, Tera membanggakan segala perjuangannya itu, diceritakan dari A sampai Z. Lebih ironisnya lagi ketika Tera berjalan ia akan membusungkan dadanya kedepan, bahunya ditarik kebelakang dan dagunya sedikit dinaikkan. Hari ini Tera cukup cekatan melakukan segala aktivitas setulus hati selebar sayap garuda. Ah dia lagi mekar, kata Achi di dalam hati kemudian iya memanggil Tera. “Tera bisa minta tolong ambilkan garam?” Tera menoleh dengan lirikan saja dan langsung m

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-22
  • Achilles Heel   17. Melanggar Janji

    Pukul dua belas siang, benda pipih di meja kecil berukuran segi empat itu terus berdering hingga panggilan ke tujuh, perempuan yang kerap di sapa Achi pun terbangun. Dia meringkuk sakit di sekujur badannya, tulang-tulangnya terasa pegal, pandangannya tidak lagi berputar, tapi kepalanya masih terasa pusing. Perlahan ia mengambil handphonenya dan segera mengangkat panggilan itu. “Halo?” Achi menyapa dengan suara lemah. “Halo, Achi? Kamu dimana?” “Siapa ini?” kata Achi tak mengenali siapa pemilik suara perempuan di sebrang itu. “Ini aku, Cecilia. Astaga kamu nggak save kontakku?!” “Oh, ya Cecil, ada apa?” Achi memperbaiki posisi duduknya sambil memegangi ubun-ubun kepala. “Chi? Kamu sehat? suaramu terdengar lemas, oh aku tau, kamu baru bangun tidur,” ujar Cecil dengan nada suaranya yang tampak gembira, ah mungkin harinya sedang baik. “Ya,, aku baru bangun tidur. Aku sehat hahaha hanya sedikit lelah.” “Syukurlah kalau gitu

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-28
  • Achilles Heel   18. Presentasi Kelas

    Di ruang kelas yang sudah ramai, entah kenapa suasana kelas berubah mencengkram dari biasanya begitu juga tatapan mereka yang tampak berapi-api. Ah.. mungkin karena tugas presentasi mereka berlomba-lomba mendapatkan poin plus dari dosen. “Ci, lu dah siap?” tanya Lodeh teman sekelompoknya memberi tatapan horor. Achi mengangguk sebagai jawaban iya tapi di dalam jantungnya berdegup sangat kencang bahkan keringat dingin mulai keluar lagi seperti tadi pagi. Achi berharap prensentasinya dengan teman-teman kelompoknya berjalan lancar. Diwaktu yang sama dengan lingkungan yang berbeda berhadapan dengan teman-teman yang Achi pikir mereka orang-orang pintar dan hebat, seperti presentasinya kini Lodeh sedang mencatat beberapa pertanyaan. Achi bingung di tambah matanya tak sengaja beradu pandang dengan dosen. Ah buruk katanya tapi ia harus yakin benar salahnya urusan belakang, jangan terlalu takut dan lakukan saja. Lodeh selesai mencatat, tampak sekali dari raut w

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-28
  • Achilles Heel   19. Silent and Nature

    Achi terbangun pukul lima pagi, ia menguap lebar, melakukan perenggangan otot-ototnya sampai berteriak kecil karena badannya terasa remuk. Mood nya pagi ini tak seburuk kemarin mungkin karena panggilan video semalam berhasil meruntuhkan benteng introvertnya. Satu lagi yang Achi ketahui, mereka saling bercerita dengan jujur ceplas-ceplos, tidak ada yang perlu mereka tutupi. Achi sempat bertanya kenapa harus video call atau menelpon ditengah malam dan mereka memberitahu alasannya. Oliv merasa susah tidur, Raka suka bermain game, dan Reno dipaksa Raka. Seperti biasa biasa pergi kuliah. “Pak Dosen kemana ya tumben nggak datang?” perempuan yang duduk paling pojok mulai bosan. Namanya Sharun dia mahasiswi yang aktif bertanya dalam kelas. Pertanyaan yang diajukan berbobot, dia cantik, putih, matanya besar dengan bulu mata lentik, kulitnya putih cerah. Setiap kali melihatnya Achi pasti insecure. “EH! Diem-diem semuanya, gue dapet kabar Dosen,” kata Vino dengan pe

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-31
  • Achilles Heel   20. Psywar

    Laki-laki itu terduduk setengah hari tanpa melakukan pergerakan sedikitpun. Minggu keempat belum juga ada kabar baik. Separah itu kah kecelakaan yang dialami Mia?. Diamnya Reno adalah amarah yang ditahan, tawanya Reno adalah kepalsuan, tegasnya Reno adalah pembenaran. Tiba-tiba saja ia memberontak keluar, menabrak apapun yang menganggu jalannya. Mata merah, ujung rambutnya basah dan tangannya dikepal erat. Dia menendang pintu ruang kerja Dokter. Satu sampai lima kali ia gagal kemudian mendobrak dengan bahu nya sekuat tenaga alhasil pintu itu terbuka lebar. Menjadi seorang yang memberontak seperti orang yang tidak punya akal adalah kebencian dalam hidupnya. Ariye kaget, belum sempat ia menarik napas tiba-tiba kerah bajunya sudah dicekam. Ini tentang harga diri dan nyawa jelaslah tindakan gila Reno adalah suatu pembenaran. "Anda harus bertanggung jawab! Saya tidak peduli apapun itu. Saya mau dia hidup secepatnya!" Ariye berusaha tenang meski tau apapun itu muka

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-31
  • Achilles Heel   21. People Pleaser

    Ariye diserbu beberapa teman dokternya. Laki-laki yang mukanya ditutupi plester itu sempat tertawa pelan, sangat memuakkan melihat orag-orang yang pura-pura peduli tapi sebenarnya hanya sebatas penasaran. Perlu dijelaskan bahwa yang namanya peduli itu hanyalah kebohongan yang sering dibenarkan. Dia memilih pergi dengan alasan jam kerjanya sudah selesai. Berita itu cepat terseba sampai ketelinga direktur Rumah Sakit karena siapa sih yang tidak mau membuat predikat dokter muda berprestasi, reputasi diatas rata-rata itu bisa dipandang buruk gara-gara satu jam yang lalu. Sementara Reno terdiam disudut kursi bangsal Mia sambil termenung. Pikirannya masih melayang mengenai pembicaraan sepuluh menit yang lalu tentang permintaan tutup mulut dan berpura-pura tidak ada yang terjadi. Cih ingin sekali ia menghajar direktur saat itu juga. Sampai suara ketukan pintu menyadarkan lamuan, Reno melihat sisi tenang Dokter Ariye yang berjalan kearahnya. Reno sempat terkejut meliha

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-31
  • Achilles Heel   22. Sisi yang tertutup

    Tengah malam Ariye sengaja menelpon Pak Jimy selaku direktur Rumah Sakitnya. Sambil mengahadap ke sisi jendela besar yang menampakkan lampu-lampu perkotaan. “Halo? gimana Dokter Ari?” tanya suara dari seberang sana. “Pak direktur saya harap Anda tidak mencampuri urusan itu.” “Maksudnya?” “Saya tidak apa di cap buruk tapi ini demi pasien saya. Saya tidak mau dia terluka gara-gara Anda menyuapnya,” kata Ariye tanpa perlu basa-basi. Speecleesh Pak Jimmy setelah sepuluh detik kemudian. “HAHAHA… Saya sangat terkejut Dokter, atas pengakuan Anda. Ternyata Anda ini cukup pintar ya dalam melumpuhkan strategi. Tapi, ini tentang reputasi tolong pandang diri Dokter Ariye sebagai Dokter yang di cap sebagai prestasinya yang gemilang. Saya tidak mau itu terjadi.” “Hal-hal yang Anda takutkan itu tidak akan terjadi. Saya yakin itu tolong sepakati ini.” Jimmy sempat diam lagi selama dua menit lalu kembali menjawab dengan menghela napas terlebih dahulu.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-31
  • Achilles Heel   25. Get Over

    Pukul sembilan pagi Achi dikejutkan dengan kedatangan Reno membelakangi pintu kosnya setelah berhasil menggedor lima kali. Buruk ini buruk sekali Reno terlalu nekat! Achi sebenarnya ingin mengusir Reno karena jadwal mencucinya pagi ini, tapi dengan keras kepalanya Reno di support penyakit lupa nya Achi, mereka pun pergi. Masih dengan sisa jengkelnya meninggalkan pakaian yang belum sempat dibilas Achi menggepalkan tangannya berniat memukul helm yang sedang Reno pakai. Lihat wajah kesal Achi terpampang di helm mengkilat Reno.. Sudahlah lima menit lagi Reno bilang akan sampai ke tempat tujuan.“Kamu jengkel sama saya?” begitu pertanyaan Reno setelah mereka selesai memakirkan motor.Bodoh sekali, sebenarnya siapa yang mempermainkan siapa? maksudnya siapa yang butuh siapa yang dimarahi?“Sedikit.” Singkat jelas dan padat tapi Reno tidak sedikitpun membentaknya meskipun terlihat dari wajah, Reno naik darah tapi s

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-29

Bab terbaru

  • Achilles Heel   25. Get Over

    Pukul sembilan pagi Achi dikejutkan dengan kedatangan Reno membelakangi pintu kosnya setelah berhasil menggedor lima kali. Buruk ini buruk sekali Reno terlalu nekat! Achi sebenarnya ingin mengusir Reno karena jadwal mencucinya pagi ini, tapi dengan keras kepalanya Reno di support penyakit lupa nya Achi, mereka pun pergi. Masih dengan sisa jengkelnya meninggalkan pakaian yang belum sempat dibilas Achi menggepalkan tangannya berniat memukul helm yang sedang Reno pakai. Lihat wajah kesal Achi terpampang di helm mengkilat Reno.. Sudahlah lima menit lagi Reno bilang akan sampai ke tempat tujuan.“Kamu jengkel sama saya?” begitu pertanyaan Reno setelah mereka selesai memakirkan motor.Bodoh sekali, sebenarnya siapa yang mempermainkan siapa? maksudnya siapa yang butuh siapa yang dimarahi?“Sedikit.” Singkat jelas dan padat tapi Reno tidak sedikitpun membentaknya meskipun terlihat dari wajah, Reno naik darah tapi s

  • Achilles Heel   22. Sisi yang tertutup

    Tengah malam Ariye sengaja menelpon Pak Jimy selaku direktur Rumah Sakitnya. Sambil mengahadap ke sisi jendela besar yang menampakkan lampu-lampu perkotaan. “Halo? gimana Dokter Ari?” tanya suara dari seberang sana. “Pak direktur saya harap Anda tidak mencampuri urusan itu.” “Maksudnya?” “Saya tidak apa di cap buruk tapi ini demi pasien saya. Saya tidak mau dia terluka gara-gara Anda menyuapnya,” kata Ariye tanpa perlu basa-basi. Speecleesh Pak Jimmy setelah sepuluh detik kemudian. “HAHAHA… Saya sangat terkejut Dokter, atas pengakuan Anda. Ternyata Anda ini cukup pintar ya dalam melumpuhkan strategi. Tapi, ini tentang reputasi tolong pandang diri Dokter Ariye sebagai Dokter yang di cap sebagai prestasinya yang gemilang. Saya tidak mau itu terjadi.” “Hal-hal yang Anda takutkan itu tidak akan terjadi. Saya yakin itu tolong sepakati ini.” Jimmy sempat diam lagi selama dua menit lalu kembali menjawab dengan menghela napas terlebih dahulu.

  • Achilles Heel   21. People Pleaser

    Ariye diserbu beberapa teman dokternya. Laki-laki yang mukanya ditutupi plester itu sempat tertawa pelan, sangat memuakkan melihat orag-orang yang pura-pura peduli tapi sebenarnya hanya sebatas penasaran. Perlu dijelaskan bahwa yang namanya peduli itu hanyalah kebohongan yang sering dibenarkan. Dia memilih pergi dengan alasan jam kerjanya sudah selesai. Berita itu cepat terseba sampai ketelinga direktur Rumah Sakit karena siapa sih yang tidak mau membuat predikat dokter muda berprestasi, reputasi diatas rata-rata itu bisa dipandang buruk gara-gara satu jam yang lalu. Sementara Reno terdiam disudut kursi bangsal Mia sambil termenung. Pikirannya masih melayang mengenai pembicaraan sepuluh menit yang lalu tentang permintaan tutup mulut dan berpura-pura tidak ada yang terjadi. Cih ingin sekali ia menghajar direktur saat itu juga. Sampai suara ketukan pintu menyadarkan lamuan, Reno melihat sisi tenang Dokter Ariye yang berjalan kearahnya. Reno sempat terkejut meliha

  • Achilles Heel   20. Psywar

    Laki-laki itu terduduk setengah hari tanpa melakukan pergerakan sedikitpun. Minggu keempat belum juga ada kabar baik. Separah itu kah kecelakaan yang dialami Mia?. Diamnya Reno adalah amarah yang ditahan, tawanya Reno adalah kepalsuan, tegasnya Reno adalah pembenaran. Tiba-tiba saja ia memberontak keluar, menabrak apapun yang menganggu jalannya. Mata merah, ujung rambutnya basah dan tangannya dikepal erat. Dia menendang pintu ruang kerja Dokter. Satu sampai lima kali ia gagal kemudian mendobrak dengan bahu nya sekuat tenaga alhasil pintu itu terbuka lebar. Menjadi seorang yang memberontak seperti orang yang tidak punya akal adalah kebencian dalam hidupnya. Ariye kaget, belum sempat ia menarik napas tiba-tiba kerah bajunya sudah dicekam. Ini tentang harga diri dan nyawa jelaslah tindakan gila Reno adalah suatu pembenaran. "Anda harus bertanggung jawab! Saya tidak peduli apapun itu. Saya mau dia hidup secepatnya!" Ariye berusaha tenang meski tau apapun itu muka

  • Achilles Heel   19. Silent and Nature

    Achi terbangun pukul lima pagi, ia menguap lebar, melakukan perenggangan otot-ototnya sampai berteriak kecil karena badannya terasa remuk. Mood nya pagi ini tak seburuk kemarin mungkin karena panggilan video semalam berhasil meruntuhkan benteng introvertnya. Satu lagi yang Achi ketahui, mereka saling bercerita dengan jujur ceplas-ceplos, tidak ada yang perlu mereka tutupi. Achi sempat bertanya kenapa harus video call atau menelpon ditengah malam dan mereka memberitahu alasannya. Oliv merasa susah tidur, Raka suka bermain game, dan Reno dipaksa Raka. Seperti biasa biasa pergi kuliah. “Pak Dosen kemana ya tumben nggak datang?” perempuan yang duduk paling pojok mulai bosan. Namanya Sharun dia mahasiswi yang aktif bertanya dalam kelas. Pertanyaan yang diajukan berbobot, dia cantik, putih, matanya besar dengan bulu mata lentik, kulitnya putih cerah. Setiap kali melihatnya Achi pasti insecure. “EH! Diem-diem semuanya, gue dapet kabar Dosen,” kata Vino dengan pe

  • Achilles Heel   18. Presentasi Kelas

    Di ruang kelas yang sudah ramai, entah kenapa suasana kelas berubah mencengkram dari biasanya begitu juga tatapan mereka yang tampak berapi-api. Ah.. mungkin karena tugas presentasi mereka berlomba-lomba mendapatkan poin plus dari dosen. “Ci, lu dah siap?” tanya Lodeh teman sekelompoknya memberi tatapan horor. Achi mengangguk sebagai jawaban iya tapi di dalam jantungnya berdegup sangat kencang bahkan keringat dingin mulai keluar lagi seperti tadi pagi. Achi berharap prensentasinya dengan teman-teman kelompoknya berjalan lancar. Diwaktu yang sama dengan lingkungan yang berbeda berhadapan dengan teman-teman yang Achi pikir mereka orang-orang pintar dan hebat, seperti presentasinya kini Lodeh sedang mencatat beberapa pertanyaan. Achi bingung di tambah matanya tak sengaja beradu pandang dengan dosen. Ah buruk katanya tapi ia harus yakin benar salahnya urusan belakang, jangan terlalu takut dan lakukan saja. Lodeh selesai mencatat, tampak sekali dari raut w

  • Achilles Heel   17. Melanggar Janji

    Pukul dua belas siang, benda pipih di meja kecil berukuran segi empat itu terus berdering hingga panggilan ke tujuh, perempuan yang kerap di sapa Achi pun terbangun. Dia meringkuk sakit di sekujur badannya, tulang-tulangnya terasa pegal, pandangannya tidak lagi berputar, tapi kepalanya masih terasa pusing. Perlahan ia mengambil handphonenya dan segera mengangkat panggilan itu. “Halo?” Achi menyapa dengan suara lemah. “Halo, Achi? Kamu dimana?” “Siapa ini?” kata Achi tak mengenali siapa pemilik suara perempuan di sebrang itu. “Ini aku, Cecilia. Astaga kamu nggak save kontakku?!” “Oh, ya Cecil, ada apa?” Achi memperbaiki posisi duduknya sambil memegangi ubun-ubun kepala. “Chi? Kamu sehat? suaramu terdengar lemas, oh aku tau, kamu baru bangun tidur,” ujar Cecil dengan nada suaranya yang tampak gembira, ah mungkin harinya sedang baik. “Ya,, aku baru bangun tidur. Aku sehat hahaha hanya sedikit lelah.” “Syukurlah kalau gitu

  • Achilles Heel   16. Do Not Break

    “Selamat pagi semuanya!” kata Tera dengan suara cukup lantang membuat orang – orang di dapur menoleh ke arahnya,“Nenek! Tera lulus olimpiade se-kabupaten.”katanya membuat nenek langsung mengucap puji syukur disusul Achi. Tera sangat bahagia hal itu terpancar jelas dari garis senyumnya dan wajahnya yang belum sempat di cuci. Achi cukup bangga dengan ponakannya itu tapi tidak seperti nenek yang bangganya hingga menuturkan kata-kata manis, dia lebih kepada mengucapkan selamat saja. Setengah hari itu, Tera membanggakan segala perjuangannya itu, diceritakan dari A sampai Z. Lebih ironisnya lagi ketika Tera berjalan ia akan membusungkan dadanya kedepan, bahunya ditarik kebelakang dan dagunya sedikit dinaikkan. Hari ini Tera cukup cekatan melakukan segala aktivitas setulus hati selebar sayap garuda. Ah dia lagi mekar, kata Achi di dalam hati kemudian iya memanggil Tera. “Tera bisa minta tolong ambilkan garam?” Tera menoleh dengan lirikan saja dan langsung m

  • Achilles Heel   15. Teman

    Achi baru pulang pukul sepuluh malam dari toko, ia menghela napas begitu knop pintu dibuka menampakkan kertas di dinding yang beirisi list kegiatan hari ini. Badannya pegal ternyata menjadi karyawan di toko kue bukan saja mencatat pesanan tapi membuat kue dan membuat minuman. Sebenarnya kalau sudah biasa dilakukan pasti tidak terlalu capek tapi tadi ia membuat kesalahan berulang-ulang kali. Sampai Reno sepertinya sedikit kesal padanya. Huft..aku harus minta maaf padanya, tapi istirahat bentar deh sepuluh menit, katanya saat badannya terbaring diatas tempat tidur. Hal yang paling sulit dilakukan itu konsisten, bagaimana caranya agar list kegiatanmu tetap berjalan meski badan dan pikiran sudah capek. Dulu ia anak manja yang mau punya ini itu minta duit mama, mau makan gorengan, bakso, semuanya serba mama. Achi bisa dapat gelar master pemalas tapi ada fase semua itu harus lenyap saat Mba Ana dan Bang Fahri merendahkan dirinya dan mamanya. Dari cara mereka meman

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status