"Bagaimana keadaan Anggun, Pa?" tanya Kenzie pada Pak Abu."Seperti yang kamu lihat, Anggun masih banyak diam. Tapi sekarang sudah lebih baik, kadang mau bicara meskipun cuma sepatah dua patah kata. Itu saja sudah membuat kami senang. Setidaknya, sudah ada sedikit perubahan," jawab Pak Abu."Iya, Pa. Semoga Anggun segera pulih dan kembali sehat," ucap Kenzie tulus.Semua yang ada di ruangan pun, mengaminkan ucapan Kenzie.Melihat keadaan Anggun, Kenzie benar-benar merasa iba. Ia tak hanya kasihan pada Anggun, tapi juga pada kedua anaknya. Sudahlah tak ada Ayah yang menyayangi mereka, kini ibunya pun jiwanya sedang berkelana. Raganya ada, tapi jiwanya entah kemana."Oh, ya, Ken. Hari ini kan, ada acara syukuran di rumah Bu Maysaroh. Apa kamu gak di undang?" tanya Bu Hanin."Iya, Ma, kami diundang kok. Rencananya, habis pulang dari sini, kami mau mampir kesana," jawab Kenzie."Baguslah. Kami juga sebenarnya diundang juga, tapi, kami gak bisa hadir. Kamu tahukan kondisi Anggun, kami gak
POV NayaSatu tahun kemudian ....Adam dan Aisyah kini sudah berusia satu tahun dan sedang bertumbuh kembang, dan sedang aktif-aktifnya. Aku sedikit kerepotan karena mengurus anak kembar bukanlah pekerjaan yang mudah. Meskipun sudah dibantu Ibu dan juga baby sitter yang membantuku, tapi tetap saja terasa lelah.Dan lebih parahnya, berat badanku semakin hari semakin bertambah. Bahkan kini sudah mencapai diangka 70 kg. Angka yang cukup tinggi bukan? Karena dulu, berat badanku hanya sekitar 55 kg saja, sesuai dengan bentuk tubuhku dengan tinggi 165 cm. Dengan berat badan yang cukup gemuk seperti ini, sedikit menyulitkanku untuk bergerak bebas. Hampir semua baju yang aku miliki pun sudah tak ada yang muat Lagi.Berat badanku yang naik cukup drastis ini, karena porsi makan ku yang cukup banyak dan tak terkontrol. Mungkin karena efek aku memberikan asi eksklusif untuk kedua bayi kembarku. Setelah selesai menyusui kedua bayi kembarku, aku selalu merasa lapar. Begitupun seterusnya, hingga tak
"Kamu mau kemana, Mas?" tanyaku pada Mas Sony."Mau kerja lah, Nay. Memang kenapa? Pertanyaan kamu aneh banget?""Hmm ... gak papa, Mas. Aku kan cuma bertanya," kataku."Kamu lagi dapet ya? Kok bawaannya manyun ... aja. Bikin gemes, untung udah siang. Kalau malam, awas aja, gak aku beri ampun," ucap Mas Sony yang seketika membuat wajahku memerah karena malu."Apaan sih, Mas.""Ya kamu, pagi-pagi udah mancing-mancing aja.""Mancing apaan? Kamu aja yang mikirnya aneh-aneh, Mas.""Iya, iya. Oh ya, Nay, besok aku mau ke luar kota. Aku mau memantau kantor cabang di sana. sekaligus rapat dengan para dewan direksi juga," jelas Mas Sony."Aku ikut, Mas," kataku."Hah! Kamu yakin, Nay? Tumben banget mau ikut aku ke luar kota?""Memang kenapa, Mas? Gak boleh?""Boleh sih, Nay. Aku ngerasa aneh aja, tiba-tiba kamu mau ikut ke luar kota. Biasanya juga gak pernah," jawab Mas Sony."Aku bosan di rumah terus, Mas. Aku juga pengen jalan-jalan sekalian liburan," kataku."Tapi aku kan di sana niatnya
"Maaf, Mas, aku lupa," jawabku sambil tertunduk malu. Entah bagaimana bentuk wajahku saat ini, pastilah sudah berwarna merah seperti kepiting rebus. Untuk menatap wajah Mas Sony saja aku tak sanggup, mau ditaruh dimana muka ini?"Kamu lucu banget sih, Nay. Aku tahu kamu jadi posesif begini karena keseringan nonton film yang lagi viral itu kan?" tanya Mas Sony sambil mengacak rambutku pelan. Setelahnya, ia memegang kedua pipiku dan mencium keningku lembut."Kok kamu tahu, Mas?" tanyaku bingung. Karena selama ini, aku sering menonton film itu saat Mas Sony sedang tak berada di rumah, alias bekerja."Tahu dong, karena bukan cuma aku suami yang jadi korban film itu. Seisi kantor terutama para pria lagi pada dilema karena efek film itu, mereka semua jadi dicurigai istrinya masing-masing. Seperti itu sih, curhatan para karyawan aku. Aku pikir, kamu gak ikut-ikutan, tapi ternyata sama aja," jawab Mas Sony terkekeh.Aku semakin menunduk malu dan tersenyum. Aku merutuki kebodohanku yang terlal
"Sudah siap belum, Nay?" tanya Ibu, yang kini sudah berada di pintu kamarku."Lagi nunggu Mas Sony mandi sebentar, Bu. Ini aku lagi gantiin baju Adam sama Aisyah," jawabku."Oke, Ibu tunggu di depan ya? Zahra dari tadi ngomel terus tuh, gak sabar banget dia," ujar Ibu sambil terkekeh. Lalu pergi ke depan. Aku ikut terkekeh mendengar perkataan Ibu. Dari semalam, Zahra memang terlihat antusias untuk pergi liburan hari ini.Hari yang kami tunggu-tunggu pun akhirnya tiba. Kami sekeluarga berencana untuk berlibur ke salah satu pantai wisata di kota ini. Kami sengaja memilih pergi ke pantai sesuai dengan permintaan Zahra. Kami juga sengaja akan mengunjungi pantai yang dekat di kota ini. Mengingat reportnya membawa 2 balita yang sedang dalam masa aktif.Apalagi bobot tubuh Adam dan Aisyah yang kini bertambah gemuk dan berat. Aku sudah tidak sanggup untuk menggendong mereka secara bersamaan. Meskipun begitu, aku sangat senang melihat tubuh gemuk dan juga gempal mereka yang bagiku terlihat san
Sebagai seorang wanita, aku sedikit mengerti. Aku yakin, banyak beban berat yang Anggun pikul hingga membuatnya seperti itu. Mau bagaimanapun juga, aku telah memaafkan dan mengikhlaskan semua kejadian buruk dimasa lalu yang diperbuat oleh Anggun. Yang penting, ia tak mengganggu hubunganku dengan Mas Sony saja, itu sudah cukup bagiku."Nay, sini!" panggil Ibu yang seketika membuyarkan lamunanku.Aku menghampiri Ibu dan ikut bergabung bersama orang tua Anggun. Mataku mengitari sekeliling lagi, untuk mencari keberadaan Mas Sony yang tiba-tiba saja sudah menghilang entah kemana. Aneh sekali, padahal, tadi Mas Sony sedang berdiri di sampingku. Kemana perginya Mas Sony?"Apa kabar, Naya. Masih ingat dengan kami?" tanya Bu Hanin tersenyum, lalu mengulurkan tangannya padaku."Alhamdulillah, saya baik, Bu. Iya, saya masih ingat. Bagaimana dengan kabar kalian, Bu?" tanyaku sambil menjabat tangan Bu Hanin hangat dan bergantian menjabat tangan Pak Abu. Kedua orang tua Anggun terlihat sangat ramah
Aku menoleh ke arah tempat dimana Anggun sedang duduk tadi. Dan ternyata benar, Anggun sudah pergi entah kemana. Sepertinya, Pak Abu dan Bu Hanin sengaja pergi menjauh dari kami. Aku yakin, mereka tak ingin merusak momen liburan kami. Karena, aku selalu menangkap ada raut seolah tak enak padaku yang terlihat di wajah Pak Abu dan Bu Hanin."Wah, ada mangga muda, jambu air, sama nanas muda. Enak nih, buat dipetis. Aku mau bumbunya dong, Nay," ujar Mas Sony seolah mengalihkan pembicaraan.Sepertinya, Mas Sony tak ingin lagi membahas tentang Anggun. Biarlah, sebenarnya akupun senang, dengan begitu aku semakin meyakini bahwa Mas Sony hanya menganggap Anggun sebagai masalalu yang tak perlu untuk diingat lagi."Sejak kapan kamu suka petis, Son? Seperti orang ngidam saja?" tanya Ibu."Lagi pengen aja, Bu. Kelihatannya enak," jawab Mas Sony.Mas Sony melahap mangga, jambu dan juga nanas muda setelah mencolek dengan sambal petis. Mas Sony terlihat menikmati petisan itu. Aneh memang, karena seta
POV Kenzie["Ken, pulang jam berapa? Ada Bu Hanin sama Pak Abu di rumah. Mereka mau ketemu sama kamu."] Aku membaca pesan yang dikirim oleh Ibu.Pekerjaan hari ini cukup banyak, karena kami para cleaning servis harus membersihkan gudang yang sudah lama tak dibersihkan. Saking sibuknya, aku baru sempat membuka ponsel milikku. Hingga saat ini, aku masih bekerja di perusahaan milik Sony. Mau bagaimana lagi, hanya pekerjaan ini yang bisa aku kerjakan. Karena aku tak memiliki keahlian apapun.Selain pesan, ada tujuh panggilan tak terjawab dari Ibu. Waktu sudah menunjukkan pukul 16.30 sore. Sedangkan pesan dari Ibu pukul 15.00 sore. Itu artinya, sudah satu setengah jam lalu Ibu mengirim pesan padaku. Mungkin, Pak Abu dan Bu Hanin sudah pulang saat ini. Tumben sekali Bu Hanin dan Pak Abu mencariku? Bahkan, mereka sampai harus datang ke rumahku. Apa ada sesuatu yang penting?Selama ini, hubungan kami memang mulai membaik. Karena aku sudah beberapa kali main ke rumah mereka. Aku memang sengaja