Bab 275: Upacara HUT Bhayangkara
KEESOKANN HARINYA..,
Masih cukup pagi. Waktu belum lagi menunjukkan pukul tujuh, ketika ada dua mobil berjenis sedan berhenti tepat di depan rumah Olive.
Mobil pertama, adalah mobil Patwal—Patroli dan Pengawalan—yang dikendarai oleh dua orang polisi pria. Sementara mobil kedua, dikendarai oleh Briptu Jehan, sang Duta Lalu Lintas.
Briptu Jehan mengenakan seragam PDU—Pakaian Dinas Upacara—kepolisian, lengkap dengan tanda pangkat dan segala atributnya. Termasuk, sebuah topi pet yang juga semakin mempergagah dirinya yang memang cantik ini.
Briptu Jehan turun dari mobilnya, tepat ketika ibunda Olive membuka tirai di jendela depan.
“Tunggu sebentar ya,” pesan Jehan pada dua rekannya di mobil Patwal.
“Oke,” sahut salah satunya.
Briptu Jehan berjalan melintasi pagar rumah Olive yang memang
Bab 276:Sang Srikandi Tapi, tanda pangkat yang ada di baki itu.., ada empat!Apakah ada yang salah di sini??Untuk beberapa saat Bapak Kapolda itu terus mencermati surat keputusan yang ada di tangannya. Ia sampai membolak-balik lembaran surat dan juga map seperti ada yang ia cari.Jenderal bintang dua itu kemudian menoleh kanan kiri. Pandangannya mendadak berhenti pada seorang ajudan yang berdiri persis di belakangnya.Menggunakan isyarat tangan Bapak Kapolda memanggil sang ajudan. Sang ajudan pun sigap menghampiri.Keduanya segera terlibat satu perbincangan serius dengan suara yang berbisik-bisik. Sepertinya, memang benar, ada yang salah di sini, dan Bapak Kapolda itu ingin memastikan bahwa tidak ada satu hal pun yang luput pada upacara ini.Selang beberapa detik setelah itu, dari arah belakang podium, ada seorang perwira muda yang berlari-lari kecil bersama seorang p
Bab 277:Kue Hoki Upacara HUT Bhayangkara sudah berakhir. Selanjutnya, acara di Mapolda ini berlangsung dalam suasana yang non formal.Beberapa kue ulang tahun yang tadi sudah dipotong secara simbolis oleh Bapak Kapolda, dibawa oleh perwakilan direktorat menuju kantornya masing-masing.Sampai di kantor direktorat, kue bolu berbentuk bulat besar itu akan dipotong lagi dalam ukuran kecil-kecil, dan dibagikan kepada seluruh personel.Konteksnya, dibagi. Kenyataanya, jadi rebutan. Maka riuhlah seluruh personel di masing-masing kantor direktoratnya itu.Memperebutkan kue dari yang sebelumnya berukuran besar, dipotong dan diletakkan dalam piring kecil, dicuil lagi sana-sini hingga yang terakhir atau yang terlambat, hanya mendapat sisa dari lapisan krimernya saja.Agaknya sudah menjadi kepercayaan di kalangan polisi kita ini, bahwa memakan kue ulang tahun, bisa mendatangkan keberuntungan di dala
Bab 278:Si Anak Kijang “Kok, ke sini, Mbak?” Tanya Olive, merasa heran pada Karin yang tiba-tiba menghentikan mobilnya di depan taman kota.“Iya, ke sini,” sahut Karin sedikit tak acuh.Srikandi senior ini menarik tuas rem tangan mobilnya. Ia kemudian melepaskan topi, juga membuka jas seragam PDU-nya. Menyisakan kemeja dengan dasi yang simpulnya telah ia kendurkan. “Tidak jadi ke Harapan Asih?” Kejar Olive seraya menoleh.“Hehe.., maaf ya, Liv. Yang itu tadi bohongan.”“Hemmhh..,” Olive melepaskan nafas. Ia masih tidak tahu untuk tujuan apa sebenarnya Karin memainkan drama di perkantoran Ditlantas tadi.“Jadi, jadwal dengan dokter ortopedi juga, itu bohongan?”“Iya,” jawab Karin yang kini sibuk menolah-noleh, menajamkan pandangannya menuju bagian dalam taman kota yang asri dan s
Bab 279: Menanti PertemuanSetelah berjalan menjauhi Olive, dan setelah yakin Olive itu tidak akan mengikuti dengan pandangannya, Karin lalu berbelok cepat ke arah kanan.Ia segera bersembunyi dengan cara merapatkan punggungnya di sebuah batang pohon. Lalu dengan sangat hati-hati ia mengeluarkan sedikit kepalanya untuk melakukan pengintaian.Dari posisinya sekarang, ia bisa melihat si Anak Kijang, alias Hekal itu, juga Putri Menjangan alias Olive, di mana keduanya tetap duduk di bangkunya dan tampak sibuk dengan kembara pikirannya masing-masing.“Aku harus mendekat sedikit lagi,” batin Karin. Ia kemudian keluar dari balik pohon, berjalan sembari membungkuk-bungkuk dan berjingkat-jingkat dengan kedua matanya yang nyalang. Dasinya yang kendur berjuntai-juntai di bawah lehernya.Dengan sangat hati-hati ia terus berjalan mengendap-endap di antara barisan tanaman bunga. Hingga tak lama kemud
Bab 280:Satu Isyarat Ya, Hekal sudah mulai melihat ke arah Olive! Ia sekarang tengah mengamati wajahnya pula.Sementara di sini, di balik persembunyian ornamen taman ini, Karin sampai mengepal-ngepalkan tangan karena saking gemasnya. “Oooh..,” bisiknya yang geregetan.“Tuh, tuh, lihat, Je, lihat! Hekal sudah mulai melihat ke arah Olive!”Karin mulai merasa tegang. Lalu Aje, yang terus merasakan sentuhan buah dada Karin pada punggungnya, juga merasa tegang. Tegang dalam arti yang ini maupun yang itu. Aje sampai menelan ludah karenanya.“Kamu bisa lihat itu kan, Je?”“Iya, bisa.”“Oooh.., aku semakin tegang, Je.”“Iya, Karin.., sama, aku juga tegang.” ********Olive memang tak punya pilihan
Bab 281:Rindu Bertemu RinduDeg! Jantung Hekal seakan berhenti berdegup. Secara tiba-tiba pula darahnya berdesir. Dua matanya membelalak ke arah wanita berjilbab itu.Satu kata yang diperagakan wanita tadi telah menautkan satu ujung dari memorinya kepada sosok yang dulu pernah ia cintai.“Apakah.., itu.., Olive?”“Atau.., hanya mirip?”Hati Hekal sontak berdebar-debar.“Pakai jilbab.., ah, tak mungkin itu Olive.”“Tapi, gerakan tadi.., bahasa isyarat tadi..,”“Rindu..!”Diunjam rasa penasaran yang kian dalam, akhirnya Hekal pun bangkit dari tempat duduknya. Ia melangkah pelan, tertatih-tatih dengan kaki kirinya yang pincang menuju wanita berjilbab itu.Satu dua langkah, ia sempat ragu. Satu dua langkah lagi, ia menoleh ke belakang, pada bangku panjang yang sudah ia tinggalkan.
Bab 282: Syarat Yang Kekanakan Hekal maju tiga langkah lagi. Ia kemudian berlutut di depan Olive. Jiwanya telah tunduk, dan hatinya pun takluk.Betapa inginnya Hekal memeluk Olive dan mendekapnya dengan begitu erat. Akan tetapi, jilbab yang dikenakan Olive itu telah menahannya pula.Olive tampak begitu terhormat dan Hekal tak sanggup untuk melewati batas itu.Masih dengan bingung dan paniknya, juga dengan haru dan sedihnya, Hekal menggerakkan tangan mau memegang kaki kanan Olive.Namun, ia pun khawatir itu akan menyakitinya pula. Ia menatap wajah Olive lagi, air matanya terus saja berlelehan di pipinya yang tirus itu.Akhirnya, Hekal meraih tangan Olive. Ia memegangi tapak tangan Olive itu dengan kedua tangannya yang saling menangkup dengan begitu erat. Lalu membawa ke dadanya sendiri untuk ia dekap.“Maafkan aku, Olive..,” kata Hekal dengan isakan yang juga tak sanggu
Bab 283:Keinginan Eca Sebelum petang menjelang, Hekal telah sampai di kawasan Air Hitam untuk kembali ke rumah kontrakannya. Ia terpaksa berhenti sebentar di bengkel Bang Alvin.Sebab, persis di mulut gang ia dipanggil oleh Bang Alvin yang kebetulan sedang duduk bersama Mas Heru, tetangga Hekal di kontrakannya yang lama itu.Mas Heru, si penghobi burung pekicau itu sedang menyervis motornya. Sembari ngobrol berpanjang cerita, sampailah mereka pada topik tentang Hekal.Mas Heru tentu saja demikian terkejut sewaktu melihat Hekal. Memang ini adalah kali pertama bagi Mas Heru sejak Hekal dulu tiba-tiba menghilang tak ada kabarnya.“Mas perhatikan tadi, kamu berjalan pincang. Kaki kamu itu kenapa, Kal?” Tanya Mas Heru.Jawaban Hekal pun sama dengan jawaban yang pernah ia beri pada Bang Alvin dan orang-orang lainnya.“Kecelakaan kecil, Mas.”“Kecelak
Bab 303: Selendang Cinta “Saya terima nikah dan kawinnya Karin Jazmina Zachrie binti..,” Kalimat Aje terputus lagi! Bintinya, binti siapa? Aje lupa! Siapa tadi nama ayah kandung Karin? Siapa tadi namanya, ini, lelaki di hadapanku yang menggenggam tanganku ini! Mengapa lidah Aje menjadi kelu begini? Tiba-tiba saja hatinya bergetar dahsyat. Ia merasa tengah berada di dalam sebuah dimensi yang tak terdefinisi. Seakan-akan ia berada di suatu kegelapan, di mana sekarang tengah dipampangkan di depan matanya, seluruh kolase hidupnya yang bersambungan bak deretan potret. Dia yang dulu menikah dengan Diana., Dia yang dulu menjalani hidup nan bahagia.., Diana yang kemudian mengandung.., Diana yang dimasukkan ke ruang operasi…, Diana yang tak sadar dan terus pergi.., Darah Aje mendesir begitu derasnya. Bulu romanya pun serentak meremang. Entah apa yang ia rasakan sekarang. Namun, tiba-tiba kegelapan yang menyungkupinya tadi menghilang. Digantikan suasana yang terang benderang, de
Bab 302: Riam Kanan Riam Kiri “Eeem, ini, Abang ada masalah, Kal.”“Masalah? Masalah apa, Bang?”“Jadi begini, besok malam, eee.., besok malam.., Abang mau.., ini, ckk, eee..,”“Mau apa?” Kejar Hekal.“Emmm, Abang mau melamar seseorang.”“Melamar?”“Iya.”“Siapa?”“Kamu pasti tahu orangnya.”“Mbak Karin?”“Iya.”“Tunggu, tunggu dulu, Bang.”“Kenapa?”“Aku bilang cie dulu ya.”“Silah..,” belum sampai ‘kan’, Hekal sudah,“Ciiieeeee..!”Nah, masalahnya adalah, Aje sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Kerabat terdekat ayahnya yang dituakan justru tinggal di kota yang berbeda dan itu jauh.Aje bisa saja, dan ia berani melakukan itu, melamar Karin seorang diri. Akan tetapi, ia juga tidak bisa mengabaikan etika.Semestinya, untuk berbicara dengan orang tua Karin harus melalui perantara orang tua juga, dalam hal ini keluarga.“Abang sudah meminta tolong Pak Sali untuk menjadi perwakilan keluarga Abang. Tapi, dia tidak berani. Grogi, begitu katanya.”“Oh, begini saja, Bang. Aku ada ide.”“Ap
Bab 301:Bunda Untuk Tiara Aje mengendarai motornya dengan perasaan yang melambung. Seakan-akan ia baru saja menghirup gas helium, membuat dirinya dan juga motornya terasa amat ringan.Rasanya seperti mau terbang saja. Mungkin benar apa yang dikatakan pujangga lama dari antah berantah itu, bahwa bagi orang-orang yang sedang jatuh cinta, mereka tak butuh sayap!Seperti inikah dampak dari sesuatu yang dinamakan asmara itu?Apakah ini merupakan pengalaman yang paling baru bagi Aje?Tidak juga. Bersama almarhumah Diana dulu ia pernah merasakan gejolak yang seperti ini. Momen ketika dulu ia bertemu dengan almarhumah Diana pun kembali membayang di dalam benak Aje, seiring dengan perjalanannya bermotor kembali ke rumah.Di dalam bus metro, ya, di situlah ia dulu bertemu dengan Diana sewaktu masih tinggal di Jakarta. Cerita pun bergulir dari beberapa pertemuan hingga menjadi perkenalan.
Bab 300:Kamu Oke Aku Pun Oke “Ayim!”“Jazmin!”Tiba-tiba saja, bumi berhenti berputar, angin berhenti berhembus, bunga dan pepohonan tak bergerak, kupu-kupu diam mengambang.., semua yang ada di taman ini seakan terpasung pada waktu yang abadi.Pelan-pelan, Karin melirik ke arah Aje. Pelan-pelan juga Aje melirik ke arah Karin. Beberapa detik mereka berdua saling bersitatap, lalu serentak saling mengalihkan pandangan. Canggung, grogi, gugup, kikuk.Aje dan Karin telah tertangkap basah dengan kata-kata mereka sendiri, Saat ini Karin merasa bagai pencuri ayam yang terkurung di dalam kandang.Aje pun merasa bagai maling celana dalam yang dipergoki sang pemilik jemuran.“Naaah..!” Kata Olive menunjuk Hekal. “Sudah dengar Kakak kan? Gebetannya Mbak Karin itu cuma Ayim!”“Sudah dengar juga kamu kan?” Sahut Hekal pula. &ldq
Bab 299:Ayim & Jazmin Aje mengendarai motornya dengan kecepatan yang sedikit lebih dari biasanya. Ia tidak ingin Hekal terlalu lama menunggu, lalu membuat penerima paket pun ikut menunggu.Barang yang tidak biasa, dengan layanan yang tidak biasa pula. Butuh cepat, begitu kata Hekal tadi. Ongkosnya saja dua kali lipat dari yang semestinya.Sesekali Aje berhenti di lampu merah, atau di ruas jalan yang kebetulan sedang ada kemacetan. Ia barengi proses mengendara motornya itu dengan berpikir, tentang apa pun yang kebetulan melintas di dalam benaknya.Nah, tiba-tiba ia teringat lagi pada mimpinya beberapa waktu yang lalu. Tentang seorang wanita di bawah joglo yang ditunjukkan almarhumah Diana.Atau, bagaimana jika.., joglo dalam mimpinya itu memiliki pengertian yang tidak harfiah. Artinya bukan joglo dalam bentuk fisik, tapi joglo dalam bentuk yang.., heemm, Aje terus berpikir, terus melamun, se
Bab 298:Yang Bertengkar Sepanjang perjalanannya menuju alun-alun ini, benak Karin terus diganggu dengan banyaknya pertanyaan. Ia tak habis pikir, masalah apa yang sedang dihadapi Olive itu hingga ia meminta bantuan pada dirinya.“Mudah-mudahan, Olive nanti bisa kuat dan menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Hekal,” harap Karin dalam hati.“Mudah-mudahan aku tidak perlu campur tangan.” Olive bilang di telepon tadi, dia bertengkar dengan Hekal suaminya itu. Pasal apakah? Apakah ini menyangkut fisik Olive yang tidak sempurna lagi dan Hekal yang kakinya juga cacat?“Sepertinya, tidak mungkin.” Bantah Karin pula.Sebab, dengan pandangannya sendiri ia bisa menilai ketulusan Hekal pada Olive dan begitu juga sebaliknya.Atau, ada rahasia lain?Misalnya, Olive frigid, dan Hekal impoxten hingga tak mampu menafkahi batin istrinya itu? Hemm,
Bab 296:Antara Tangisan dan Orderan Masih pukul sepuluh pagi, Karin ingin mengambil break dari pekerjaannya dengan keluar menuju kantin yang terletak di antara komplek perkantoran Ditreskrimum dan Ditlantas.Ia berharap segelas teh manis dengan campuran irisan lemon bisa menyegarkan pikirannya.Sejak kemarin ia diperintah oleh Kompol Corina untuk membaca-baca buku, artikel, atau jurnal yang membahas psikologi wanita.Ini terkait dengan sebuah kasus kekerasan dari sebuah Polres yang sekarang tengah mendapat supervisi dari komandannya itu.Karin membaca, membuat resume, dan menyunting semua hal yang perlu dari bacaannya itu, untuk selanjutnya nanti akan ia diskusikan bersama.Tak sampai dua menit kemudian Karin telah sampai di kantin dan segera memesan segelas teh lemon.Ia sengaja memilih duduk di meja yang paling pojok. Selain karena memang itu nalurinya sebagai petugas rese
Bab 296:Lumer “Aku tadi sudah ke Rowo Bening, Bang,” kata Hekal mulai buka percakapan.“Hem-hem? Ke tempat siapa?”“Tentu saja ke rumah Abang.”“Nah, Abang kan lagi mengojek.”“Itu dia yang aku lupa. Ya sudah, sekalian saja aku silaturrahmi ke rumah Kak Eda. Sekalian juga aku nengokin Tiara.”Aje tersenyum. Ia memindahkan jaket Ayo-Jek-nya dari meja ke kursi, supaya ia bisa melipat tangannya di meja itu. Cangkir kopinya ia geser juga sedikit.“Pantas saja aku pangling dengan Tiara ya, Bang.”“Kenapa?”“Tiara makin comel begitu, pipinya makin chubby, rambutnya pun makin panjang.”Aje tersenyum lagi.“Tiara rupanya sudah lupa dengan aku, Bang. Mau kugendong dia tak mau. Mau kucium apa lagi. Aku keluar dulu, beli es krim, barulah dia mau kugendong. Hahaha.
Bab 295:Duren Montong Sepanjang perjalanan pulang ini Aje sesekali tersenyum. Ia merasa geli ketika teringat keberhasilannya melakukan ‘prank’ kecil pada Karin di gazebo tadi.Begitu lucunya mungkin bagi sang Polwan itu. Sampai ia tertawa tergelak-gelak. Berhenti sebentar untuk bertanya jawab, lalu tertawa dan tergelak-gelak lagi.Karin bahkan sampai bangkit dari posisi duduknya dan mencubiti bahu Aje.Memori di gazebo belum lama tadi ia padan-padankan dengan memorinya yang dulu bersama almarhumah Diana.Prank pura-pura tertidur akibat terkena hipnotis sendiri, dulu juga pernah ia lakukan pada istrinya itu.Betapa senang dan gembiranya Diana ketika itu. Ia tertawa begitu lepas, dan menggeram-gerami dirinya dengan pukulan bantal guling.Aje lalu menangkap bantal guling, menarik tangan Diana pula, lalu segera menyambar bibir Diana yang merona itu dengan ciuma