Bab 152: Pesan Dari Nona X
ESOK HARINYA, DI NAIKIN ELECTRONIC..,
Hekal sampai terbengong-bengong saking tak percayanya. Beberapa saat ia masih berdiri, sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Ia lantas berpikir. Berarti, A Sun si manajer tengil ini sedang kesambet, alias sedang tidak waras. Atau mungkin, dia sedang lancar buang angin hingga tanpa banyak cingcong ia pun menandatangani form cuti yang baru saja Hekal ajukan.
Padahal, Hekal sudah menyiapkan jawaban andai A Sun menanyakan alasan cutinya. Yaitu, untuk mengurus pajak motor, STNK dan perpanjangan SIM-nya.
“Terima kasih, Pak,” kata Hekal senang.
“Yup, sama-sama.” A Sun menyahut, kembali sibuk dengan layar laptop di depannya.
Tetapi mulutnya, seperti biasa, macam mesin berknalpot racing.
“Ingat ya, cuti kamu hanya dua hari. Saya tak mau nanti, kalau cuti kamu sudah selesai, ter
Bab 153:Kopiku Mana? “Kenapa, Rio? Kenapa? Kenapa kamu meninggalkan aku begitu saja??”“Kamu tahu, Rio? Aku sampai merangkak mengejar kamu ke depan pintu!”Apa-apaan ini?? Umpat Aje dalam hati. Jantungnya menyusul dag-dig-dug tak keruan.Beberapa saat bola mata sang duda ini terus terpaku pada layar ponselnya. Ibu jarinya juga terpaku di situ, menahan layar supaya nyalanya tidak padam.Sementara itu, pikiran Aje terus saja berkelindan dengan kalimat-kalimat pesan dari Nona X, yang siapa pun dia orangnya, kali ini telah berhasil membuat Aje tak tahan dengan terpaan syak wasangka ini.“Hei! Kapan pula aku bermain-main dengan perempuan??” Keluhnyanya dalam hati.“Disebutnya aku sudah menelanjangi, memeluk dan menciumi.., Oh, Ya Allah, hanya kepada mendiang istrikulah aku pernah melakukan itu!”Aje menggeleng-gelengkan kepalanya,
Bab 153:Selamat Anda Keren! SATU HARI KEMUDIAN..,“Nah, ini dia,” batin Hekal, yang masih berdiri di luar sebuah gedung berukuran sedang, tetapi ramai dengan banyaknya orang-orang.Sembari memandangi beberapa berkas yang ada di tangannya, Hekal membuat sebuah rekapitulasi terhadap apa-apa saja yang telah ia lakukan di fasilitas pemerintah tempat pengurusan administrasi kendaraan bermotor ini.“Antre untuk mendapatkan berkas pengurusan kendaraan, sudah.”“Antre untuk melakukan cek fisik kendaraan, juga sudah.”“Antre untuk mendapatkan verifikasi data kendaraan, juga sudah.”“Sekarang, ke mana lagi?” Tanya Hekal dalam hati yang bingung. Bagi dirinya yang memang seorang awam, pengurusan administrasi kendaraan per lima tahunan ini memang cukup merepotkan.Memang ada petunjuk yang tertera di bagian depan g
Bab 155:Yang Cantik di Dalam Spanduk Selang beberapa jam kemudian..,“Syukurlah, akhirnya kelar juga,” batin Hekal, seraya berjalan keluar dari areal perkantoran Samsat.Hekal sama sekali tidak menyangka, bahwa urusan pembayaran pajak, administrasi STNK dan TNKB ternyata lebih cepat dari yang ia duga sebelumnya.Harus dia akui memang, ada banyak kemajuan di kantor Samsat ini, di mana sebagian besarnya telah menerapkan sistem online.Di tangannya sekarang sudah ada STNK yang baru, dengan surat ketetapan pajak motor yang baru, plus sebuah pelat nomor yang juga baru.Di dalam hati sang driver ojol part time ini, ada sebuah kepuasan tersendiri, dan itu semua berkat lunasnya kewajiban dia sebagai warga negara.Hekal terus berjalan menuju tempat motornya terparkir, sembari mencabut ponsel dari saku celana untuk melihat jam.“Pukul sebelas tepat,” batinnya,
Bab 156:Miliki! DUA JAM KEMUDIAN..,Hekal sudah menyelesaikan ujian psikotes. Ia juga sudah menyelesaikan tes kesehatan. Bahkan barusan tadi, ia sudah membayar biaya administrasi dan berfoto untuk keperluan identitas dirinya di kartu SIM yang baru nanti.Hekal masih duduk di dalam sebuah ruangan besar, pada barisan kursi yang kesemuanya dipenuhi oleh orang-orang dengan keperluan yang sama. Sang teknisi Naikin ini hanya tinggal menunggu proses pencetakan SIM-nya.Ketika Hekal masuk ke dalam ruangan ini, ia terlalu berfokus dengan banyaknya orang-orang. Sehingga ia tidak sadar, ketika mengambil duduk di sebuah kursi yang paling pojok, ternyata, di sisi kanannya tepat, ada sebuah banner yang berdiri berdampingan dengan sebuah tanaman artifisial penghias ruangan.Hanya sejarak gapaian tangan, banner itu berisi gambar seorang Polwan yang sedang memegang sebuah kartu SIM, dan seakan-akan ingin
Bab 157:Jari Yang Tak Berbunyi Pukul lima sore tepat, Olive menghentikan mobilnya di tepi jalan raya, tak jauh dari dealer Naikin Electronic. Ia membungkuk-bungkukkan tubuh, melintaskan pandangannya menembus kaca mobil menuju ke gedung Naikin sana.“Jam segini, mudah-mudahan Hekal belum pulang,” kata Olive dalam hati yang harap-harap cemas.“Dia sendiri pernah cerita ke aku. Dealer Naikin ini tutupnya jam enam sore, tapi khusus untuk teknisi pulangnya jam lima, karena masuk kerjanya juga jam delapan pagi, atau lebih cepat dari para SPG dan petugas admin lainnya.”Olive mendongak-dongakkan kepalanya. Pupil matanya melebar, mengidentifikasi sosok orang-orang yang tampak di dalam gedung dealer Naikin itu.“Kalau Hekal pulang nanti, dia pasti lewat sini, di depan mobilku. Mudah-mudahan dia tidak hafal, tidak ngeh dengan mobilku ini. Supaya aku bisa memanggil dia, sambi
Bab 158:Nafsiatun Anak Pak Dullah “Atau begini, hemm, anu, ini, eee.., maksud saya, apakah saya bisa ketemu dengan dia?”“Waduh, sepertinya tidak bisa deh, Bu.”“Lho, kenapa?” Susul Olive dengan kecewa.“Teknisi yang bernama Hekal itu sekarang sedang cuti.”“Cuti?” Paras Olive berubah drastis.“Iya, Bu.”“Emmm, berapa hari?”“Kalau tidak salah info, katanya sih cuma dua hari.”“Urusan apa ya?”“Saya kurang tahu juga sih, Bu. Pulang kampung, mungkin.”“Oh, begitu..,” Olive mengangguk-angguk, berusaha menahan rasa gusar dan kecewanya.“Ya sudah deh kalau begitu, lain kali saya ke sini lagi. Terima kasih ya?”“Yup, sama-sama, Bu.”Olive cepat memutar badan, lalu cepat pula berjalan
Bab 159:Prett! “Bagaimana, Kal? Hemm? Sudah terasa di kamu?”“Huh! Memangnya enak dicuekin!”Tuiingg..!Pesan dari Hekal pun masuk lagi. Kali ini bukan pesan teks, tetapi berupa gambar atau foto. Olive pun sontak merasa heran. Cepat ia mengklik foto yang dikirim Hekal itu. Belum pun kiriman foto dari Hekal ini terbuka..,Tuiiingg..! Masuk lagi pesan yang kedua dari Hekal, berupa foto juga. Lalu..,Tuiing..! Pesan yang ketiga juga berupa foto.Cepat Olive membukanya sembari berniat akan mencibirinya lagi. Namun, betapa terkejutnya sang Polwan ini saat melihat foto yang kini tertampil di layar ponselnya.Wajah kekanakannya yang tadi nyinyir, sontak terperangah dan berubah menjadi kaku, mengeras, dan..,“Aaaaakh..!” Pekik Olive sejadi-jadinya, seraya menjatuhkan ponsel begitu saja di atas kasur.Olive merasa kesal. Rasa kesalny
Bab 160:Maha Kece “Ah, ya sudahlah,” pikir Olive kemudian.“Kalau aku gagal memberi kejutan untuk Hekal, paling tidak dia sudah mengetahui kalau aku ini seorang Duta Keselamatan Lalu Lintas.”“Jadi, sekarang kamu sudah sadar kan, Hekal, bahwa aku ini adalah seorang wanita yang istimewa? Kalau masih tidak sadar juga, alah, entahlah.”Akan tetapi, pikir punya pikir, Olive lantas merasa penasaran. tentang bagaimana Hekal bisa mendapatkan ketiga foto berisi banner atau reklame dirinya.Setelah tawanya berhenti, Olive pun mengetik pesan untuk Hekal.“Kamu dapat dari mana foto ini, Kal?”Tuiingg..! Balasan Hekal segera datang.“Aku jepret sendiri,” begitu jawabnya.“Maksud kamu?”Tuiiingg..! “Tadi aku mengurus pajak dan perpanjangan STNK motorku di kantor Samsat. Setelah itu aku pergi ke R
Bab 303: Selendang Cinta “Saya terima nikah dan kawinnya Karin Jazmina Zachrie binti..,” Kalimat Aje terputus lagi! Bintinya, binti siapa? Aje lupa! Siapa tadi nama ayah kandung Karin? Siapa tadi namanya, ini, lelaki di hadapanku yang menggenggam tanganku ini! Mengapa lidah Aje menjadi kelu begini? Tiba-tiba saja hatinya bergetar dahsyat. Ia merasa tengah berada di dalam sebuah dimensi yang tak terdefinisi. Seakan-akan ia berada di suatu kegelapan, di mana sekarang tengah dipampangkan di depan matanya, seluruh kolase hidupnya yang bersambungan bak deretan potret. Dia yang dulu menikah dengan Diana., Dia yang dulu menjalani hidup nan bahagia.., Diana yang kemudian mengandung.., Diana yang dimasukkan ke ruang operasi…, Diana yang tak sadar dan terus pergi.., Darah Aje mendesir begitu derasnya. Bulu romanya pun serentak meremang. Entah apa yang ia rasakan sekarang. Namun, tiba-tiba kegelapan yang menyungkupinya tadi menghilang. Digantikan suasana yang terang benderang, de
Bab 302: Riam Kanan Riam Kiri “Eeem, ini, Abang ada masalah, Kal.”“Masalah? Masalah apa, Bang?”“Jadi begini, besok malam, eee.., besok malam.., Abang mau.., ini, ckk, eee..,”“Mau apa?” Kejar Hekal.“Emmm, Abang mau melamar seseorang.”“Melamar?”“Iya.”“Siapa?”“Kamu pasti tahu orangnya.”“Mbak Karin?”“Iya.”“Tunggu, tunggu dulu, Bang.”“Kenapa?”“Aku bilang cie dulu ya.”“Silah..,” belum sampai ‘kan’, Hekal sudah,“Ciiieeeee..!”Nah, masalahnya adalah, Aje sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Kerabat terdekat ayahnya yang dituakan justru tinggal di kota yang berbeda dan itu jauh.Aje bisa saja, dan ia berani melakukan itu, melamar Karin seorang diri. Akan tetapi, ia juga tidak bisa mengabaikan etika.Semestinya, untuk berbicara dengan orang tua Karin harus melalui perantara orang tua juga, dalam hal ini keluarga.“Abang sudah meminta tolong Pak Sali untuk menjadi perwakilan keluarga Abang. Tapi, dia tidak berani. Grogi, begitu katanya.”“Oh, begini saja, Bang. Aku ada ide.”“Ap
Bab 301:Bunda Untuk Tiara Aje mengendarai motornya dengan perasaan yang melambung. Seakan-akan ia baru saja menghirup gas helium, membuat dirinya dan juga motornya terasa amat ringan.Rasanya seperti mau terbang saja. Mungkin benar apa yang dikatakan pujangga lama dari antah berantah itu, bahwa bagi orang-orang yang sedang jatuh cinta, mereka tak butuh sayap!Seperti inikah dampak dari sesuatu yang dinamakan asmara itu?Apakah ini merupakan pengalaman yang paling baru bagi Aje?Tidak juga. Bersama almarhumah Diana dulu ia pernah merasakan gejolak yang seperti ini. Momen ketika dulu ia bertemu dengan almarhumah Diana pun kembali membayang di dalam benak Aje, seiring dengan perjalanannya bermotor kembali ke rumah.Di dalam bus metro, ya, di situlah ia dulu bertemu dengan Diana sewaktu masih tinggal di Jakarta. Cerita pun bergulir dari beberapa pertemuan hingga menjadi perkenalan.
Bab 300:Kamu Oke Aku Pun Oke “Ayim!”“Jazmin!”Tiba-tiba saja, bumi berhenti berputar, angin berhenti berhembus, bunga dan pepohonan tak bergerak, kupu-kupu diam mengambang.., semua yang ada di taman ini seakan terpasung pada waktu yang abadi.Pelan-pelan, Karin melirik ke arah Aje. Pelan-pelan juga Aje melirik ke arah Karin. Beberapa detik mereka berdua saling bersitatap, lalu serentak saling mengalihkan pandangan. Canggung, grogi, gugup, kikuk.Aje dan Karin telah tertangkap basah dengan kata-kata mereka sendiri, Saat ini Karin merasa bagai pencuri ayam yang terkurung di dalam kandang.Aje pun merasa bagai maling celana dalam yang dipergoki sang pemilik jemuran.“Naaah..!” Kata Olive menunjuk Hekal. “Sudah dengar Kakak kan? Gebetannya Mbak Karin itu cuma Ayim!”“Sudah dengar juga kamu kan?” Sahut Hekal pula. &ldq
Bab 299:Ayim & Jazmin Aje mengendarai motornya dengan kecepatan yang sedikit lebih dari biasanya. Ia tidak ingin Hekal terlalu lama menunggu, lalu membuat penerima paket pun ikut menunggu.Barang yang tidak biasa, dengan layanan yang tidak biasa pula. Butuh cepat, begitu kata Hekal tadi. Ongkosnya saja dua kali lipat dari yang semestinya.Sesekali Aje berhenti di lampu merah, atau di ruas jalan yang kebetulan sedang ada kemacetan. Ia barengi proses mengendara motornya itu dengan berpikir, tentang apa pun yang kebetulan melintas di dalam benaknya.Nah, tiba-tiba ia teringat lagi pada mimpinya beberapa waktu yang lalu. Tentang seorang wanita di bawah joglo yang ditunjukkan almarhumah Diana.Atau, bagaimana jika.., joglo dalam mimpinya itu memiliki pengertian yang tidak harfiah. Artinya bukan joglo dalam bentuk fisik, tapi joglo dalam bentuk yang.., heemm, Aje terus berpikir, terus melamun, se
Bab 298:Yang Bertengkar Sepanjang perjalanannya menuju alun-alun ini, benak Karin terus diganggu dengan banyaknya pertanyaan. Ia tak habis pikir, masalah apa yang sedang dihadapi Olive itu hingga ia meminta bantuan pada dirinya.“Mudah-mudahan, Olive nanti bisa kuat dan menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Hekal,” harap Karin dalam hati.“Mudah-mudahan aku tidak perlu campur tangan.” Olive bilang di telepon tadi, dia bertengkar dengan Hekal suaminya itu. Pasal apakah? Apakah ini menyangkut fisik Olive yang tidak sempurna lagi dan Hekal yang kakinya juga cacat?“Sepertinya, tidak mungkin.” Bantah Karin pula.Sebab, dengan pandangannya sendiri ia bisa menilai ketulusan Hekal pada Olive dan begitu juga sebaliknya.Atau, ada rahasia lain?Misalnya, Olive frigid, dan Hekal impoxten hingga tak mampu menafkahi batin istrinya itu? Hemm,
Bab 296:Antara Tangisan dan Orderan Masih pukul sepuluh pagi, Karin ingin mengambil break dari pekerjaannya dengan keluar menuju kantin yang terletak di antara komplek perkantoran Ditreskrimum dan Ditlantas.Ia berharap segelas teh manis dengan campuran irisan lemon bisa menyegarkan pikirannya.Sejak kemarin ia diperintah oleh Kompol Corina untuk membaca-baca buku, artikel, atau jurnal yang membahas psikologi wanita.Ini terkait dengan sebuah kasus kekerasan dari sebuah Polres yang sekarang tengah mendapat supervisi dari komandannya itu.Karin membaca, membuat resume, dan menyunting semua hal yang perlu dari bacaannya itu, untuk selanjutnya nanti akan ia diskusikan bersama.Tak sampai dua menit kemudian Karin telah sampai di kantin dan segera memesan segelas teh lemon.Ia sengaja memilih duduk di meja yang paling pojok. Selain karena memang itu nalurinya sebagai petugas rese
Bab 296:Lumer “Aku tadi sudah ke Rowo Bening, Bang,” kata Hekal mulai buka percakapan.“Hem-hem? Ke tempat siapa?”“Tentu saja ke rumah Abang.”“Nah, Abang kan lagi mengojek.”“Itu dia yang aku lupa. Ya sudah, sekalian saja aku silaturrahmi ke rumah Kak Eda. Sekalian juga aku nengokin Tiara.”Aje tersenyum. Ia memindahkan jaket Ayo-Jek-nya dari meja ke kursi, supaya ia bisa melipat tangannya di meja itu. Cangkir kopinya ia geser juga sedikit.“Pantas saja aku pangling dengan Tiara ya, Bang.”“Kenapa?”“Tiara makin comel begitu, pipinya makin chubby, rambutnya pun makin panjang.”Aje tersenyum lagi.“Tiara rupanya sudah lupa dengan aku, Bang. Mau kugendong dia tak mau. Mau kucium apa lagi. Aku keluar dulu, beli es krim, barulah dia mau kugendong. Hahaha.
Bab 295:Duren Montong Sepanjang perjalanan pulang ini Aje sesekali tersenyum. Ia merasa geli ketika teringat keberhasilannya melakukan ‘prank’ kecil pada Karin di gazebo tadi.Begitu lucunya mungkin bagi sang Polwan itu. Sampai ia tertawa tergelak-gelak. Berhenti sebentar untuk bertanya jawab, lalu tertawa dan tergelak-gelak lagi.Karin bahkan sampai bangkit dari posisi duduknya dan mencubiti bahu Aje.Memori di gazebo belum lama tadi ia padan-padankan dengan memorinya yang dulu bersama almarhumah Diana.Prank pura-pura tertidur akibat terkena hipnotis sendiri, dulu juga pernah ia lakukan pada istrinya itu.Betapa senang dan gembiranya Diana ketika itu. Ia tertawa begitu lepas, dan menggeram-gerami dirinya dengan pukulan bantal guling.Aje lalu menangkap bantal guling, menarik tangan Diana pula, lalu segera menyambar bibir Diana yang merona itu dengan ciuma